Anda di halaman 1dari 15

KEJADIAN LUAR BIASA (KLB) A.

Definisi Kejadian luar biasa (KLB) adalah timbulnya atau meningkatnya kesakitan/kematian yang bermakna secara epidemiologis dalam kurun waktu dan daerah tertentu. Status Kejadian Luar Biasa diatur oleh Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 949/MENKES/SK/VII/2004. Kejadian Luar Biasa dijelaskan sebagai timbulnya atau meningkatnya kejadian kesakitan atau kematian yang bermakna secara epidemiologis pada suatu daerah dalam kurun waktu tertentu.

KLB H1N1 DEFINISI Flu H1N1 atau yang lebih dikenal dengan nama flu babi, adalah infeksi pernapasan yang disebabkan oleh virus influenza yang ditemukan pada musim semi 2009. Dalam virus ini terdapat materi genetik dari virus flu manusia, babi dan burung. Secara teknik, istilah flu babi berarti influenza pada babi. Adakalanya hewan babi menularkan virus pada manusia, umumnya pekerja pada rumah potong hewan babi atau peternak babi. Yang paling sering adalah seseorang yang terinfeksi akan menularkannya kepada yang lain. Anda tidak dapat terkena flu babi ini karena makan daging babi. Flu H1N1 dapat menyebar secara cepat dan mudah. Pada Juni 2009, ketika infeksi menyebar hampir di seluruh belahan dunia, organisasi World Health Organization mendeklarasikan flu H1N1 sebagai pandemi global.

GEJALA Gejala flu babi pada manusia sama dengan gejala infeksi flu lainnya: Demam Batuk Radang tenggorokan Tidak enak badan Menggigil Lelah Diare Muntah Gejala flu babi terjadi dalam tiga sampai lima hari setelah anda terinfeksi virus dan berlanjut hingga delapan hari, dimulai satu hari sebelum anda sakit dan berlanjut sampai anda sembuh.

Penyebab & Faktor Risiko Penyebab

Penyebab Flu Meksiko ini adalah virus Swine Influenza A H1N1. Ini merupakan strain baru dari virus Influenza A H1N1.Virus influenza menginfeksi lapisan sel pada hidung, tenggorokan dan paruparu. Virus masuk ke dalam tubuh ketika anda menghirup udara yang terkontaminasi atau terkena virus hidup dari permukaan yang terkontaminasi ke mata, hidung atau mulut. Faktor Risiko Karena H1N1 ini adalah virus baru, semua orang memiliki risiko. Pekerja layanan kesehatan yang terlibat langsung menangani pasien memiliki risiko khusus terkena flu H1N1. Mahasiswa dan pelajar di sekolah atau tempat penitipan anak juga memiliki risiko tinggi. Anak-anak mudah terkena virus ketika di sekolah atau saat berkumpul bersama teman-temannya. Pencegahan Vaksin telah dikembangkan untuk mencegah flu babi. Vaksin ini direkomendasikan untuk: Wanita hamil Pengasuh anak-anak berusia kurang dari 6 bulan Penyedia layanan kesehatan Bayi, anak-anak dan remaja dari 6 bulan sampai 18 tahun Orang dewasa dari usia 19 tahun sampai 24 tahun karena banyak menghabiskan waktu untuk bekerja dan berpergian. Mereka yang berusia 25 tahun ke atas karena rentan terhadap komplikasi medis. Tindakan yang dapat membantu mencegah flu dan membatasi penyebarannya adalah: Tetap dirumah jika anda sedang sakit untuk menghindari penularan terhadap orang lain. Cuci tangan anda secara benar dan sering Hindari kontak dari kerumunan orang jika memungkinkan Kurangi kontak dengan mereka yang sedang sakit MASA INKUBASI & MASA PENULARAN : Masa Inkubasi berkisar antara 1-7 hari, sedangkan masa penularan berkisar antara 1 hari sebelum mulai sakit (onset) sampai 7 hari setelah onset. Namun puncak dari virus shedding (pengeluaran virus) terjadi pada beberapa hari pertama sakit. CARA PENULARAN : Cara penularan penyakit melalui kontak langsung dengan penderita Flu H1N1baik karena berbicara, terkena percikan batuk atau bersin (Droplet Infection). Penularan virus melalui kontak dengan benda yang terkontaminasi virus dapat terjadi, walaupun belum ada dokumentasi tentang hal tersebut. DIAGNOSIS : Diagnosis pasti ditegakkan menggunakan RT PCR atau kultur virus atau netralisasi test (terjadi peningkatan titer antibodi 4X dalam spare serum). PENGOBATAN : Sampai saat ini antivirus yang masih sensitif adalah Oseltamivir dan Zanamivir,sedangkan Amantadine dan Rimantadine sudah resisten.

B. Kriteria Kejadian Luar Biasa Kriteria tentang Kejadian Luar Biasa berdasarkan pada Keputusan Dirjen No. 451/91 tentang Pedoman Penyelidikan dan Penanggulangan Kejadian Luar Biasa. Menurut aturan tersebut, suatu kejadian dinyatakan luar biasa jika ada unsur:

1. Timbulnya suatu penyakit menular yang sebelumnya tidak ada atau tidak dikenal, 2. Peningkatan kejadian penyakit/kematian terus-menerus selama 3 kurun waktu berturut-turut
menurut jenis penyakitnya (jam, hari, minggu),

3. Peningkatan kejadian penyakit/kematian 2x lipat atau lebih dibandingkan dengan periode


sebelumnya (jam, hari, minggu, bulan, tahun),

4. Jumlah penderita baru dalam satu bulan menunjukkan kenaikan 2x lipat atau lebih bila
dibandingkan dengan angka rata-rata perbulan dalam tahun sebelumnya,

5. Angka rata-rata perbulan selama satu tahun menunjukkan kenaikan 2x lipat atau lebih dibanding
dengan angka rata-rata per bulan dari tahun sebelumnya.

6. Case Fatality rate (CFR) suatu penyakit dalam suatu kurun waktu tertentu menunjukkan kenaikan
50% atau lebih, dibanding dengan CFR dari periode sebelumnya.

7. Proportional Rate (PR) penderita dari suatu periode tertentu menunjukkan kenaikan dua atau
lebih diabnding periode, kurun waktu atau tahun sebelumnya.

8. Beberapa penyakit seperti keracunan, menetapkan satu kasus atau lebih sebagai kasus KLB;
keracunan makanan atau keracunan pestisida.

7 (tujuh) Kriteria Kejadian Luar Biasa (KLB) Menurut Permenkes 1501 Tahun 2010 adalah :

Timbulnya suatu penyakit menular tertentu yang sebelumnya tidak ada atau tidak dikenal pada suatu daerah

Peningkatan kejadian kesakitan terus-menerus selama 3 (tiga) kurun waktu dalam jam, hari atau minggu berturut-turut menurut jenis penyakitnya

Peningkatan kejadian kesakitan dua kali atau lebih dibandingkan dengan periode sebelumnya dalam kurun waktu jam, hari, atau minggu menurut jenis penyakitnya

Jumlah penderita baru dalam periode waktu 1 (satu) bulan menunjukkan kenaikan dua kali atau lebih dibandingkan dengan angka rata-rata jumlah per bulan dalam tahun sebelumnya

Rata-rata jumlah kejadian kesakitan per bulan selama 1 (satu) tahun menunjukkan kenaikan dua kali atau lebih dibandingkan dengan rata-rata jumlah kejadian kesakitan per bulan pada tahun sebelumnya

Angka kematian kasus suatu penyakit (Case Fatality Rate) dalam 1 (satu) kurun waktu tertentu menunjukkan kenaikan 50% (lima puluh persen) atau lebih dibandingkan dengan angka kematian kasus suatu penyakit periode sebelumnya dalam kurun waktu yang sama

Angka proporsi penyakit (Proportional Rate) penderita baru pada satu periode menunjukkan kenaikan dua kali atau lebih dibanding satu periode sebelumnya dalam kurun waktu yang sama

C. Langkah-langkah Penanggulangan KLB

Langkah 1 (Persiapan Investigasi dilapangan) 1. Investigasi : Pengetahuan ilmiahyang sesuai, perlengkapan dan alat 2. Administrasi : Prosedur administrasi misalnya dokumen perjalanan, uang tunai 3. Konsultasi : Peran masing- masing petugas yang turun ke lapangan, tentukan langkah-

langkah yang harus dilakukan Langkah 2 (Menentukan dan memastikan adanya wabah) 1. Menentukan apakah kasus yang ada sudah melampaui jumlah yang diharapkan 2. Pembuktian adanya wabah Langkah 3 (Memastikan diagnosis) 1. Memastikan bahwa masalah telah benar didiagnosis dengan benar dan sesuai dengan yang dilaporkan 2. Menyingkirkan kemungkinan kesalahan laboratorium yang menyebabkan peningkatan kasus yang dilaporkan. Langkah 4 (Tentukan dan identifikasi kasus) 1. Informasi klinis tentang penyakit. 2. Karakteristik tentang orang yang rentan. 3. Informasi mengenai lokasi dan tempat. 4. Spesifikasi waktu selama wabah terjadi. Penyelidikan kasus didefinisikan dalam 3 kelas , yaitu: 1. Kasus pasti 2. Kasus mungkin 3. Kasus meragukan Langkah 5 (Melakukan epidemiologi deskriptif) 1. Gambaran perjalanan wabah berdasarkan waku.

2. Gambaran kejadian wabah berdasarkan orang. 3. Gambaran kejadian wabah berdasarkan tempat. Langkah 6 (Hipotesa) 1. Mempertimbangkan apa yang diketahui tentang penyakit itu a. Bagaimana cara penularannya? b. Apa saja faktor yang meningkatkan resiko tertular? 2. Wawancara dengan beberapa penderita 3. Mengumpulkan beberapa penderita untuk mecari kesamaan pemaparan 4. Kunjungi rumah penderita 5. Wwancara dengan petugas kesehatan setempat Langkah 7 (Kembangkan hipotesa) Dugaan sementara Langkah 8 (Menilai Hipotesa) Dengan membandingkan hipotesa dengan fakta yang ada Langkah 9 (Memperbaiki hipotesa dengan mengadakan penelitian tambahan) a. b. Penelitian epidemiologi (epidemiologi analitik) Penelitian laboratorium dan lingkungan (pemeriksaan serum, pemeriksaan tempat pembuangan tinja) Langkah 10 (Data tambahan) Didapat dari hasil laboratorium Langkah 11 (Penelitian tambahan) Langkah 12 (Melaksanakan pengendalian dan pencegahan) a. b. c. Pengendalian seharusnya dilaksanakan secepat mungkin Upaya penanggulangan biasanya hanya diterapkan setelah sumber wabah diketahui Pada umumnya, upaya penangendalian diarahkan pada mata rantai yang terlemah dalam penularan penyakit d. Upaya pengendalian mungkin diarahkan pada agen penyakit, sumbernya, atau reservoirnya.

Langkah 13 (Menyampaikan hasil penyelidikan) Langkah 14 (Menindaklanjuti rekomendasi) Langkah 15 (Sebarluaskan)

D. Penanggulangan KLB

Upaya penanggulangan ini meliputi pencegahan penyebaran KLB, termasuk pengawasan usaha pencegahan tersebut dan pemberantasan penyakitnya. Upaya penanggulangan KLB yang direncanakan dengan cermat dan dilaksanakan oleh semua pihak yang terkait secara terkoordinasi dapat menghentikan atau membatasi penyebarluasan KLB sehingga tidak berkembang menjadi suatu wabah (Depkes, 2000). Penanggulangan KLB dikenal dengan nama Sistem Kewaspadaan Dini (SKD-KLB), yang dapat diartikan sebagai suatu upaya pencegahan dan penanggulangan KLB secara dini dengan melakukan kegiatan untuk mengantisipasi KLB. Kegiatan yang dilakukan berupa pengamatan yang sistematis dan terus-menerus yang mendukung sikap tanggap/waspada yang cepat dan tepat terhadap adanya suatu perubahan status kesehatan masyarakat. Kegiatan yang dilakukan adalah pengumpulan data kasus baru dari penyakit-penyakit yang berpotensi terjadi KLB secara mingguan sebagai upaya SKD-KLB. Data-data yang telah terkumpul dilakukan pengolahan dan analisis data untuk penyusunan rumusan kegiatan perbaikan oleh tim epidemiologi (Dinkes Kota Surabaya, 2002). Berdasarkan Undang-undang No. 4 tahun 1984 tentang wabah penyakit menular serta Peraturan Menteri Kesehatan No. 560 tahun 1989, maka penyakit DBD harus dilaporkan segera dalam waktu kurang dari 24 jam. Undang-undang No. 4 tahun 1984 juga menyebutkan bahwa wabah adalah kejadian berjangkitnya suatu penyakit menular dalam masyarakat, yang jumlah penderitanya meningkat secara nyata melebihi dari keadaan yang lazim pada waktu dan daerah tertentu serta dapat menimbulkan malapetaka. Dalam rangka mengantisipasi wabah secara dini, dikembangkan istilah kejadian luar biasa (KLB) sebagai pemantauan lebih dini terhadap kejadian wabah. Tetapi kelemahan dari sistem ini adalah penentuan penyakit didasarkan atas hasil pemeriksaan klinik laboratorium sehingga seringkali KLB terlambat diantisipasi (Sidemen A., 2003). Badan Litbangkes berkerja sama dengan Namru 2 telah mengembangkan suatu sistem surveilans dengan menggunakan teknologi informasi (computerize) yang disebut dengan Early Warning Outbreak Recognition System (EWORS). EWORS adalah suatu sistem jaringan informasi yang menggunakan internet yang bertujuan untuk menyampaikan berita adanya kejadian luar biasa pada suatu daerah di seluruh Indonesia ke pusat EWORS secara cepat (Badan Litbangkes, Depkes RI). Melalui sistem ini peningkatan dan penyebaran kasus dapat diketahui dengan cepat, sehingga tindakan penanggulangan penyakit dapat dilakukan sedini mungkin. Dalam masalah DBD kali ini EWORS telah berperan dalam hal menginformasikan data kasus

DBD dari segi jumlah, gejala/karakteristik penyakit, tempat/lokasi, dan waktu kejadian dari seluruh rumah sakit DATI II di Indonesia (Sidemen A., 2003)

SURVEILANCE A. Definisi Surveilance adalah suatu kegiatan pengamatan terus menerus terhadap kejadian kesakitan dan faktor lain yang memberikan kontribusi yang menyebabkan seseorang menjadi sakit. Surveilans merupakan kegiatan pengamatan terhadap penyakit atau masalah kesehatan serta faktor determinannya. Penyakit dapat dilihat dari perubahan sifat penyakit atau perubahan jumlah orang yang mendErita sakit. Sakit dapat berarti kondisi tanpa gejala tetapi telah terpapar oleh kuman atau agen lain. Sementara masalah kesehatan adalah masalah yang berhubungan dengan program kesehatan lain, misalnya Kesehatan Ibu dan Anak, status gizi, dsb. Faktor determinan adalah kondisi yang mempengaruhi resiko terjadinya penyakit atau masalah kesehatan. Surveilans demografi adalah kegiatan pengamatan secara sistematis dan terus menerus terhadap penyakit atau masalah kesehatan serta kondisi yang mempengaruhi resiko terjadinya penyakit atau masalah-masalah kesehatan tersebut agar dapat melakukan tindakan penanggulangan secara efektif dan efisien melalui proses pengumpulan, pengolahan data dan penyebaran informasi epidemiologi kepada penyelenggara program kesehatan.

B. Tujuan Tujuan Umum 1. 2. Mencegah meluasnya kejadian luar biasa (penanggulangan) Mencegah terulangnya kejadian luar biasa di masa yang akan datang (pengendalian)

Tujuan Khusus 1. Untuk menentukan kelompok atau golongan populasi yang mempunyai resiko terbesar untuk terserang penyakit, baik berdasarkan umur, jenis kelamin, pekerjaan, dan lain-lain. 2. 3. 4. Untuk menentukan jenis dari agent (penyebab) penyakit dan karakteristiknya. Untuk menentukan reservoir dari infeksi Untuk memastikan keadaan-keadaan yang menyebabkan bisa berlangsungnya transmisi penyakit. 5. 6. Untuk mencatat kejadian penyakit secara keseluruhan Memastikan sifat dasar dari wabah tersebut, sumber dan cara penularannya, distribusinya, dll.

C. Manfaat Pada umumnya, surveilans epidemiologi menghasilkan informasi epidemiologi yang akan dimanfaatkan dalam: 1. Merumuskan perencanaan, pelaksanaan, pengendalian, pemantauan dan evaluasi program pemberantasan penyakit serta program peningkatan derajat kesehatan masyarakat, baik pada upaya pemberantasan penyakit menular, penyakit tidak menular, kesehatan lingkungan, perilaku kesehatan dan program kesehatan lainnya. 2. Melaksanakan sistem kewaspadaan dini kejadian luar biasa penyakit dan keracunan serta bencana. 3. Merencanakan studi epidemiologi, penelitian dan pengembangan program surveilans

epidemiologi di rumah sakit, misalnya surveilans epidemiologi infeksi nosokomal, perencanaan di rumah sakit, dsb.

Manfaat Surveilans Epidemiologi : 1. Deteksi Perubahan akut dari penyakit yang terjadi dan distribusinya 2. Identifikasi dan perhitungan trend dan pola penyakit 3. Identifikasi kelompok risiko tinggi menurut waktu, orang dan tempat 4. Identifikasi factor risiko dan penyebab lainnya 5. Deteksi perubahan pelayanan kesehatan yang terjadi 6. Dapat memonitoring kecenderungan penyakit endemis 7. Mempelajari riwayat alamiah penyakit dan epidemiologinya 8. Memberikan informasi dan data dasar untuk proyeksi kebutuhan pelayanan kesehatan dimasa datang 9. Membantu menetapkan masalah kesehatan prioritas dan prioritas sasaran program pada tahap perencanaan

D. Tahap Persiapan Surveilans 1. Persiapan Internal Hal-hal yang perlu disiapkan meliputi seluruh sumber daya termasuk petugas kesehatan, pedoman/petunjuk teknis, sarana dan prasarana pendukung dan biaya pelaksanaan. a. Petugas Surveilans

Untuk kelancaran kegiatan surveilans

sangat

dibutuhkan tenaga kesehatan yang

mengerti dan memahami kegiatan surveilans. Petugas sebaiknya disiapkan dari tingkat Kabupaten/Kota, tingkat Puskesmas sampai di tingkat Desa/Kelurahan. Untuk menyamakan persepsi dan tingkat pemahaman tentang surveilans sangat diperlukan pelatihan surveilans bagi petugas. Untuk keperluan respon cepat terhadap kemungkinan ancaman adanya KLB, di setiap unit pelaksana (Puskesmas, Kabupaten dan Propinsi) perlu dibentuk Tim Gerak Cepat (TGC) KLB. Tim ini bertanggung jawab merespon secara cepat dan tepat terhadap adanya ancaman KLB yang dilaporkan oleh masyarakat.

b.

Pedoman/Petunjuk Teknis Sebagai panduan kegiatan maka petugas kesehatan sangat perlu dibekali buku-buku pedoman atau petunjuk teknis surveilans.

c.

Sarana & Prasarana Dukungan sarana & prasarana sangat diperlukan untuk kegiatan surveilans seperti : kendaraan bermotor, alat pelindung diri (APD), surveilans KIT, dll.

d.

Biaya Sangat diperlukan untuk kelancaran kegiatan surveilans. Biaya diperlukan untuk bantuan transport petugas ke lapangan, pengadaan alat tulis untuk keperluan pengolahan dan analisa data, serta jika dianggap perlu untuk insentif bagi kader surveilans.

2. Persiapan Eksternal Tujuan langkah ini adalah untuk mempersiapkan masyarakat, terutama tokoh masyarakat, agar mereka tahu, mau dan mampu mendukung pengembangan kegiatan surveilans berbasis masyarakat. Langkah ini termasuk kegiatan advokasi kepada para penentu kebijakan, agar mereka mau memberikan dukungan. Jika di desa tersebut terdapat kelompok-kelompok sosial seperti karang taruna, pramuka dan LSM dapat diajak untuk menjadi kader bagi kegiatan surveilans di desa tersebut.

3. Survei Mawas Diri atau Telaah Mawas Diri Survei mawas diri (SMD) bertujuan agar masyarakat dengan bimbingan petugas mampu mengidentifikasi penyakit dan masalah kesehatan yang menjadi problem di desanya. SMD ini

harus dilakukan oleh masyarakat setempat dengan bimbingan petugas kesehatan. Melalui SMD ini diharapkan masyarakat sadar akan adanya masalah kesehatan dan ancaman penyakit yang dihadapi di desanya, dan dapat membangkitkan niat dan tekad untuk mencari solusinya berdasarkan kesepakatan dan potensi yang dimiliki.

4. Pembentukan Kelompok Kerja Surveilans Tingkat Desa Kelompok kerja surveilans desa bertugas melaksanakan pengamatan dan pemantauan setiap saat secara terus menerus terhadap situasi penyakit di masyarakat dan kemungkinan adanya ancaman KLB penyakit, untuk kemudian melaporkannya kepada petugas kesehatan di Poskesdes. Anggota Tim Surveilans Desa dapat berasal dari kader Posyandu, Juru pemantau jentik (Jumantik) desa, Karang Taruna, Pramuka, Kelompok pengajian, Kelompok peminat kesenian, dan lain-lain. Kelompok ini dapat dibentuk melalui Musyawarah Masyarakat Desa.

5. Membuat Perencanaan Kegiatan Surveilans Setelah kelompok kerja Surveilans terbentuk, maka tahap selanjutnya adalah membuat perencanaan kegiatan, meliputi : a. Rencana Pelatihan Kelompok Kerja Surveilans oleh petugas kesehatan. b. Penentuan jenis surveilans penyakit dan faktor risiko yang dipantau. c. Lokasi pengamatan dan pemantauan. d. Frekuensi Pemantauan. e. Pembagian tugas/penetapan penanggung jawab lokasi pemamtauan. f. Waktu pemantauan. g. Rencana Sosialisasi kepada warga masyarakat.

E. Tahapan Pelaksanaan Surveilans 1. Pengumpulan Data Dilakukan dengan mengadakan pencatatan insidensi terhadap orang orang yang dicurigai ( Population at Risk ) melalui kunjungan rumah ( active surveillance ) atau pencatatan insidensi berdasarkan laporan rutin dari sarana pelayanan kesehatan seperti Rumah Sakit, Puskesmas atau laporan dari petugas surveilans di lapangan dan laporan dari masyarakat serta petugas kesehatan lain ( pasive surveillance ). Unsur yang diamati untuk pengumpulan data adalah (10 Elemen Langmuir), yaitu :

1. Data Mortalitas 2. Data Morbiditas 3. Data Pemeriksaan Laboratorium 4. Laporan Penyakit 5. Penyelidikan Peristiwa Pwnyakit 6. Laporan Wabah 7. Laporan Penyelidikan wabah 8. Survey Penyakit, Vektor dan Reservoir 9. Penggunaan Obat, Vaksin dan Serum 10. Demografi dan Lingkungan

2. Pengolahan Data Biasanya dilakukan secara manual atau dengan komputerisasi sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan yang dimiliki.

3. Analisa Data dan Penyajian Data Analisa data dilakukan dengan 2 cara, yaitu : a. Analisa Deskriptif Analisis Deskriptif dilakukan berdasarkan variabel orang, tempat dan waktu sehingga diperoleh gambaran yang sistematis tentang penyakit yang sedang diamatai. Visualisasi dalam bentuk Grafik, Tabel, Diagram yang disertai Uraian/Penjelasan.

b. Analisa Analitik Dilakukan dengan cara Uji Komparasi, Korelasi dan Regresi. Uji Komparasi untuk membandingkan kejadian penyakit pada kondisi yang berbeda. Uji Korelasi untuk membuktikan keterkaitan antara satu variabel dengan variabel lainnya. Uji Regresi untuk membuktikan pengaruh suatu variabel (kondisi) terhadap kejadian penyakit.

4. Penyebaran Informasi Sasaran Tujuan Manfaat : Instansi terkait baik secara vertikal maupun horisontal. : Untuk memperoleh kesepahaman dan feedback dalam perumusan kebijakan. : Mendapatkan respon dari instansi terkait sebagai feed back, tindak lanjut dan

kesepahaman.

Metode

: Tertulis dan deseminasi laporan, verbal dalam rapat, media cetak dan elektronik.

JAWABAN LO
1. Endemis Endemi adalah penyakit yang umum terjadi pada laju konstan namun cukup tinggi pada suatu populasi. Berasal dari bahasa Yunani en yang artinya di dalam dan demos yang artinya rakyat. Terjadi pada suatu populasi dan hanya berlangsung di dalam populasi tersebut tanpa adanya pengaruh dari luar. 2. Epidemi (Wabah) - Wabah atau epidemi adalah istilah umum untuk menyebut kejadian tersebarnya penyakit pada daerah yang luas dan pada banyak orang, maupun untuk menyebut penyakit yang menyebar tersebut. Epidemi dipelajari dalam epidemiologi. Dalam epidemiologi, epidemi berasal dari bahasa Yunani yaitu epi berarti pada dan demos berarti rakyat. Dengan kata lain, epidemi adalah wabah yang terjadi secara lebih cepat daripada yang diduga. Jumlah kasus baru penyakit di dalam suatu populasi dalam periode waktu tertentu disebut incide rate (laju timbulnya penyakit). Dalam peraturan yang berlaku di Indonesia , pengertian wabah dapat dikatakan sama dengan epidemi, yaitu kejadian berjangkitnya suatu penyakit menular dalam masyarakat yang jumlah penderitanya meningkat secara nyata melebihi daripada keadaan yang lazim pada waktu dan daerah tertentu serta dapat menimbulkan malapetaka. 3. Pandemi atau epidemi global atau wabah global adalah kondisi dimana terjangkitnya penyakit menular pada banyak orang dalam daerah geografi yang luas. Berasal dari bahasa Yunani pan yang artinya semua dan demos yang artinya rakyat. Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), suatu pandemi dikatakan terjadi bila ketiga syarat berikut telah terpenuhi : Timbulnya penyakit bersangkutan merupakan suatu hal baru pada populasi bersangkutan, Agen penyebab penyakit menginfeksi manusia dan menyebabkan sakit serius, Agen penyebab penyakit menyebar dengan mudah dan berkelanjutan pada manusia. Suatu penyakit atau keadaan tidak dapat dikatakan sebagai pandemic hanya karena menewaskan banyak orang. Sebagai contoh, kelas penyakit yang dikenal sebagai kanker menimbulkan angka kematian yang tinggi namun tidak digolongkan sebagai pandemi karena tidak ditularkan.

4. Level Kewaspadaan Level 1 : Level 2 : Tidak ada virus yang beredar di antara binatang menyebabkan infeksi pada manusia Virus influenza berasal dari hewan menyebabkan infeksi pada manusia, dan dianggap ancaman potensi pandemi.

Level 3 :

Influenza menyebabkan kasus sporadis atau kelompok kecil penyakit pada manusia, namun tidak ada penularan dari manusia ke manusia yang signifikan.

Level 4 :

Penularan dari manusia ke manusia yang dapat menyebabkan wabah penyakit berkelanjutan di tingkat masyarakat. Sehingga meNandai pergeseran yang signifikan atau risiko kenaikan pandemi.

Level 5 :

Ditandai oleh penularan virus dari manusia ke manusia setidaknya dalam dua negara di satu wilayah WHO. Level 5 merupakan sinyal kuat bahwa pandemi sudah dekat dan waktunya untuk menyelesaikan organisasi, komunikasi, dan pelaksanaan tindakan yang telah direncanakan secara singkat.

Level 6 :

Fase pandemi, ditandai dengan menyebarnya wabah di tingkat komunitas setidaknya satu negara lain di wilayah WHO yang berbeda. Level ini akan menunjukkan bahwa pandemi global berlangsung.

5. PENTALAKSANAAN KLB H1N1 Penatalaksanaan terutama untuk mengurangi gejala dan bedrest (istirahat di tempat tidur), menkonsumsi banyak cairan, obat anti batuk, anti nyeri dan anti demam. Pada kasus yang berat membutuhkan hidrasi melalui infus dan bila diperlukan bantuan nafas dengan mesin. Antivirus dapat digunakan sebagai terapi atau pencegahan. Penderita yang merasa sakit harus berada di dalam rumah, menghindari orang sakit lainnya, sering mencuci tangan, hindari memegang mata, hidung dan mulut. CDC merekomendasikan beberapa tindakan berikut apabila virus H1N1 menyebar pada suatu komunitas, yaitu : 1. Isolasi di dalam rumah Penderita yang merasa mulai sakit dengan gejala-gejala flu, harus segera istirahat di dalam rumah selama 7 hari atau sampi 24 jam setelah gejala menghilang. Penderita harus melaporkan kondisinya

setiap hari ke tenaga kesehatan. Penderita yang mengalami gangguan pernafasan berat harus segera dilarikan ke rumah sakit. Apabila harus keluar rumah diharuskan menggunakan masker untuk mengurangi kemungkinan penyebaran. Anggota keluarga di rumah harus melalukan kontrol infeksi termasuk cuci tangan dengan sabun dan alkohol, dan penderita harus menggunakan masker dan jarak minimal dari orang lain 6 kaki ( 3 meter). 2. Anggota keluarga yang tidak sakit Tetap di rumah pada awal-awal adanya gejala. Kurangi kontak dengan komunitas lainnya untuk memperkecil penularan. Tunjuk salah satu keluarga untuk memberikan perawatan terhadap penderita. 3. Penutupan sementara sekolah dan fasilitas anak 4. Penjauhan secara sosial. Acara perkumpulan pada komunitas yang didalamnya sudah didapatkan kemungkinan flu babi harus ditiadakan untuk menghindari penyebaran lebih lanjut.

PENGOBATAN Pemberian pengobatan antivirus diberikan pada seseorang dengan ditemukan H1N1 berdasarkan pemeriksaan laboratorium, berupa oseltamivir dan zanamir, selain itu juga obat ini berdasarkan CDC dapat diberikan tidak hanya sebagai terapi, juga sebagai pencegahan. Pemberian vaksin influenza yang biasa diberikan pada sebelum musim flu dan juga obat antivirus lain (amatadine, rimantadine) tidak di rekomendasikan karena dapat menyebabkan resisten terhadap golongan virus lainnya. Berdasarkan WHO pemberian antivirus yang direkomendasikan adalah oseltamivir, begitu gejala sudah mulai timbul, ataupun gejala sudah berat. Apabila pemberian oseltamivir tidak memungkinkan karena ada penyakit pemberat, dapat diberikan obat zanamivir sesegera mungkin tanpa menunggu hasil laboratorium, pemberian ini juga dapat diberikan pada penderita dengan kehamilan, semua usia termasuk anak dan balita. Penderita dengan sakit yang berat, WHO merekomendasikan pemberian oseltamivir dan zanamivir, diberikan sesegera mungkin. Perburukan ditandai dengan terjadinya infeksi berat paru, dimana akan terjadi kerusakan hebat jaringan paru yang tidak berespon terhadap antibiotik, kegagalan fungsi organ termasuk hati, ginjal dan hati. Penderita dengan kasus berat ini membutuhkan perawatan ICU. Pemberian terapi paling baik bila diberikan dalam 48 jam setelah timbulnnya gejala, beberapa penelitian dengan pemberian ini akan mengurangi angka kematian dan juga lamanya perawatan di rumah sakit. Rokmendasi pemberian obat antiviral selama 5 hari. Pemberian profilaktik (pencegahan) dapat diberikan pada seseorang (sebelum atau sesudah terpapar tetapi belum menimbulkan gejala) :

Keluarga dekat yang kontak dengan penderita yang diduga atau positif flu babi, dengan faktor resiko pemberat (penyakit kronis, usia > 65 th atau < 5 th, wanita hamil). Anak sekolah yang dekat dengan penderita. Berpergian ke daerah tinggi angka kejadian flu babi dengan faktor resiko pemberat. Tenaga kesehatan yang berhubungan dengan penderita dan tidak menggunakan alat pelindung yang baik. Penderita yang mendapatkan pemberian kemoprofilaktik sebelumnya untuk menghindari komplikasi influenza dan kontak dengan seseorang yang dicurigai menderita flu. Profilaktik sebelum terpapar diberikan pada seseorang dengan kriteria sebagai berikut : Tenaga kesehatan dengan faktor resiko tinggi terjadi komplikasi (penyakit kronis, usia > 65 th, hamil). Seseorang yang akan berpergian ke daerah tinggi angka kejadian flu babi.

Anda mungkin juga menyukai