Anda di halaman 1dari 7

Prosiding Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Prasarana Wilayah (ATPW), Surabaya, 11 Juli 2012, ISSN ...............

PENGARUH TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR (TPA) SAMPAH TERHADAP KUALITAS AIR SEKITAR (STUDI KASUS: TPA BUKIT PINANG, KOTA SAMARINDA)
Abdul Kahar1), Ghitarina 2), dan Suitsi Siswanto3) Dosen FT Unmul 3Mahasiswa PS T.Lingkungan FT Unmul Kampus Gunung Kelua Jl. Sambaliung No.9, Samarinda 75119 Telp./Faks.: (0541) 736834/(0541) 749315 Email1): kahar.abdul@gmail.com
1,2

ABSTRAK. Sampah merupakan salah satu isu utama di setiap kota di Indonesia termasuk Kota Samarinda. Penimbunan sampah pada Tempat Pembuangan Akhir (TPA) akan mengalami proses penguraian secara kimia dan biokimia. Ketika air hujan dan air permukaan meresap kedalam timbunan sampah maka akan menghasilkan leachate (air lindi) dengan kandungan polutan dan kebutuhan oksigen yang sangat tinggi. Pada TPA Bukit Pinang kota Samarinda leachate (air lindi) diolah hanya menggunakan settling pond yaitu bak penampung yang yang terdiri lima bak kemudian dibuang ke badan air (sungai) di sekitar tanpa melalui pengolahan selanjutnya seperti flokulasi, koagulasi, dan lain-lain. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh air lindi (leachate) terhadap kualitas air di sekitar Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Bukit Pinang, Samarinda. Pada penelitian ini dilakukan pengamatan dan penilaian langsung kepada sampel yang di teliti; yaitu leachate (air lindi), air sumur yang berada di sekitaran TPA Bukit Pinang, yakni 2 sumur pantau dan 4 sumur penduduk, serta air sungai di hulu dan hilir TPA. Dari hasil penelitian didapatkan bahwa leachate (air lindi) TPA Bukit Pinang berpengaruh terhadap kualitas air sumur dengan jarak tertentu dan air sungai terutama di bagian hilir, yang merupakan daerah aliran dari outlet IPAL TPA Bukit Pinang. Kata kunci: Kualitas Air, TPA dan IPAL A. PENDAHULUAN 1. Sejarah Umum TPA Bukit Pinang Tempat pembuangan akhir (TPA) Bukit Pinang adalah tempat pembuangan akhir sampah kota Samrinda yang terletak di kecamatan Samarinda Ulu Kelurahan Bukit Pinang, Desa Air Putih dengan jarak + 5 Km dari pusat kota. Lokasi TPA seluas 9,5 (lima) Ha berupa jurang dengan kedalaman + 15 s/d 30 meter, TPA Bukit Pinang menjadi salah satu pusat tempat dimana seluruh sisa atau buangan dari kegiatan masyarakat Samarinda. TPA Bukit Pinang didirikan dengan pertimbangan untuk digunakan sebagai tempat menampung jumlah sampah kota yang terus bertambah dari tahun ke tahun. Hingga sekarang TPA Bukit Pinang masih menggunakan metoda open dumping, dimana sampah dibongkar dari truck dan ditimbun di bibir jurang kemudian didorong dengan tracktor untuk diratakan (control landfill). Masalah sampah merupakan salah satu isu utama yang timbul di setiap kota di Indonesia termasuk kota Samarinda. Sampah perkotaan merupakan salah satu persoalan rumit yang dihadapi oleh pengelola kota dalam menyediakan sarana dan prasarana perkotaan. Dengan tingkat pertumbuhan penduduk yang tinggi disertai kemajuan tingkat perekonomian, maka akan sangat mempengaruhi peningkatan jumlah timbunan sampah pada Tempat Pembuangan Akhir (TPA). Sehingga apabila tidak dikelola dengan baik akan mempengaruhi tingkat kebersihan dan mencemari lingkungan yang pada akhirnya akan menurunkan tingkat kesehatan masyarakat. Penimbunan sampah di dalam Tempat Pembuangan Akhir (TPA) akan mengalami proses penguraian secara kimia dan biokimia. Ketika air hujan dan air permukaan meresap kedalam timbunan sampah maka akan menghasilkan cairan rembesan dengan kandungan polutan dan kebutuhan oksigen yang sangat tinggi yang disebut dengan leachate. 1

Prosiding Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Prasarana Wilayah (ATPW), Surabaya, 11 Juli 2012, ISSN ...............

Leachate atau air luruhan sampah merupakan tirisan cairan sampah hasil ekstrasi bahan terlarut maupun tersuspensi. Pada umumnya leachate terdiri atas senyawa-senyawa kimia hasil dekomposisi sampah dan air yang masuk dalam timbulan sampah. Air tersebut dapat berasal dari air hujan, saluran drainase, air tanah atau dari sumber lain di sekitar lokasi Tempat Pembuangan Akhir (TPA) (Martono,1996). Leachate dapat merembes melalui tanah dan dimungkinkan pula akan mencemari air tanah yang ada di lokasi Tempat Pembuangan Akhir (TPA). Pada Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Bukit Pinang yang digunakan untuk penimbunan sampah terjadi proses dekomposisi biologi dan ditambah pula masuknya air eksternal kedalam bak timbunan sampah yang kemudian membawa zat-zat berbahaya keluar dari Tempat Pembuangan Akhir (TPA) dengan cara meresap ke dalam tanah atau mengalir di permukaan menuju badan air penerima (sungai) dan dapat menyebabkan turunnya kualitas air di sekitar Tempat Pembuangan Akhir (TPA). Pada Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Bukit Pinang kota Samarinda leachate yang dihasilkan hanya di olah menggunakan setlingpond yaitu bak penampung yang terdiri lima bak lalu setelah itu leachate di buang ke badan air (sungai) di sekitar tanpa melalui pengolahan selanjutnya seperti flokulasi, koagulasi, dan lain-lain. Oleh karena itu perlu dilakukan analisa terhadap kualitas air di sekitar Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Bukit Pinang kota Samarinda Kalimantan Timur. Cairan rembesan sampah yang masuk ke dalam drainase atau sungai akan mencemari air. Berbagai organisme termasuk ikan dapat mati sehingga beberapa spesies akan lenyap, hal ini mengakibatkan berubahnya ekosistem perairan biologis (Sitepoe, 1997). 2. Upaya Pengeloalan Leachate pada TPA Bukit Pinang Pada TPA Bukit Pinang upaya Pengolaan Leachate dilakukan dengan sistem gravitasi dimana Leachate dari tempat yang lebih tinggi secara gravitasi dialirkan ke saluran umum yang letaknya lebih rendah (Inlet), air lindi yang mengalir di tampung pada unit sedimentasi yang merupakan peralatan yang berfungsi untuk memisahkan solid dan liquid dari suspensi untuk menghasilkan air yang lebih

jernih dan konsentrasi lumpur yang lebih kental melalui pengendapan secara gravitasi, pada TPA Bukit Pinang unit ini terdapat lima bak sedimentasi. Setelah lumpur mengendap air lindi langsung di buang (outlet) ke badan anak sungai di sekitar TPA tanpa pengolahan lebih selanjutnya seperti flokulasi, filtrasi, aerasi dan lain-lain. Menurut Suripin (2002) mekanisme masuknya leachate masuk ke lapisan air tanah, terutama air tanah dangkal (sumur) melalui proses sebagai berikut: leachate ditemukan pada lapisan tanah yang digunakan sebagai open dumping, yaitu kira-kira berjarak 2 meter di bawah permukaan tanah secara khusus, bila leachate masuk dengan cara infiltrasi di tanah, segera permukaan tanah dijenuhi air. Akibat adanya faktor seperti air hujan, mempercepat leachate masuk ke lapisan tanah yaitu zona aerasi yang mempunyai kedalaman 10 meter di bawah permukaan tanah (Sugiharto,1987), lalu akibat banyaknya leachate yang terbentuk menyebabkan leachate masuk ke lapisan air tanah dangkal atau lapisan air tanah jenuh dan di lapisan tanah jenuh tersebut, air yang terkumpul bercampur dengan leachate dimana di air tanah dangkal ini dimanfaatkan untuk sumber air minum melalui sumur-sumur dangkal. 3. Timbulan Sampah Timbulan sampah di Kota Samarinda beasal dari enam kecamatan yaitu Samarinda Ilir, Samarinda Ulu, Samarinda Utara, Samarinda Seberang, Sungai Kunjang dan Palaran. Timbulan sampah perhari dan per bulan dapat di lihat berturut-turut pada Tabel 1 dan Tabel 2. 4. Sumber Sampah Timbulan sampah kota Samarinda berasal dari beberapa sumber kegiatan dan aktivitas masyarakat pada umumnya seiring dengan kemajuan industri pembangunan di era globalisasi ini, seperti terlihat pada Tabel 3. B. METODE PENELITIAN Pada penelitian ini menggunakan metode deskriptif dengan melakukan pengamatan dan penilaian langsung kepada sampel yang di teliti. Penelitian ini dilakukan di TPA Bukit Pinang, Samarinda, Provinsi Kalimantan Timur. Pengambilan sampel leachate diambil pada 2 lokasi; yaitu inlet dan pada saluran outlet. 2

Prosiding Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Prasarana Wilayah (ATPW), Surabaya, 11 Juli 2012, ISSN ...............

Sampel air sungai di ambil di dua titik yaitu di 50 m dari hilir sungai dan 50 m dari hulu sungai, dimana parameter yang akan di amati adalah sebagai berikut: Temperature, pH, Dissolved Oksigen, Biochemical Oxygen Demand (BOD), Total Suspended Solid, Turbiditas, Ammonia, Oil Grease dan Bakteri E. Coli. Pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan teknik seperti : 1. Observasi adalah pengumpulan data melalui pengamatan dan pencatatan terhadap gejala atau peristiwa yang diselidiki pada objek penelitian. Pada penelitian ini, observasi digunakan untuk mengamati secara langsung faktor-faktor yang berpengaruh dari TPA yang salah satunya adalah kulitas air. 2. Pengambilan sampel dan pengukuran kualitas air dilakukan pada setiap lokasi, dengan menggunakan botol sampel kaca dan diberi pengawet sesuai peruntukannya. Sampel selanjutnya di bawa ke laboratorium untuk dianalisa lebih lanjut. Untuk parameter insitu seperti DO, temperatur dan pH langsung di analisa pada saat pengambilan. Analisis laboratorium dilakukan setelah sampel air yang ada didalam botol terisi air penuh, tidak boleh terdapat gelembung udara dan diberi bahan pengawet berupa Asam Sulfat untuk parameter BOD, kemudian ditutup dengan menggunakan penutup yang rapat udara. Langkah selanjutnya air sampel yang telah diambil untuk diujikan tidak boleh melebihi batas waktu yang telah ditentukan yaitu 72 jam setelah pengambilan. Analisa sampel dilakukan di Lab. Sucofindo Samarinda. C. Hasil dan Pembahasan 1. Pengukuran Kualitas Air Inlet dan Oulet TPA Berdasarkan hasil pengukuran kualitas air pada inlet dan oulet TPA Bukit Pinang, pada setiap lokasi sampling analisa diperoleh hasil kualitas air yang hampir sama, seperti terlihat pada Tabel 4, dimana nilai rata-rata kualitas air pada inlet dan outlet TPA Bukit Pinang Samarinda.

Hasil pengukuran tersebut di bandingkan dengan baku mutu yang terdapat di SK. Gub. Kaltim No. 26/2002 tentang Baku Mutu limbah cair bagi kegiatan industri dan usaha lainnya dalam provinsi Kalimantan Timur. Dapat dilihat pada Tabel 4, di atas bahwa setiap parameter rata-rata melebihi NAB dan nilai antara inlet dan outlet tidak mengalami hasil yang signifikan. Perbedaan hasil yang tidak signifikan ini di karenakan pengolahan IPALnya tidak maksimal, dimana pada IPALnya hanya terdapat bak sedimentasi saja, yang pada prosesnya setelah lumpur mengendap air lindi langsung di buang (outlet) ke badan anak sungai di sekitar TPA tanpa pengolahan lebih selanjutnya seperti flokulasi, filtrasi, aerasi dan lain-lain. 2. Pengukuran Kualitas Air Sumur Untuk hasil pengukuran kualitas air sumur dapat di lihat pada Tabel 5. Dari hasil pengukuran pada Tabel 5, terlihat bila dibandingkan dengan Peraturan Pemerintah RI No. 82/2001 tentang pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemar air sumur yang melebihi dari nilai ambang batas adalah sumursumur yang berada di dalam kawasan TPA yaitu sumur monitoring 01, sumur penduduk belakang TPA dan sumur monitoring 03 hal ini dapat dilihat dari tulisan yang berwarna merah. Sementara itu sumur-sumur yang masih layak adalah sumur-sumur yang di luar kawasan TPA yaitu sumur pengumpul penduduk, Pak Haji dan Ibu Edy. Pada Tabel 5, juga dapat dilihat bahwa jarak sumur yang paling dekat dengan sumber pencemar (TPA) ternyata memiliki kualitas air yang lebih buruk, hal ini dapat dilihat pada sumur monitoring 03 dengan jarak 5 meter serta sumur monitoring 01 yang berjarak 7 m, yang setiap parameternya pada tulisan biru paling tinggi dibandingkan dengan sumur-sumur lainnya. Hal ini menunjukan bahwa ada pengaruh jarak sumur terhadap TPA, kondisi ini diduga disebabkan oleh faktor geologis, geografis, dan juga faktor konstruksi IPAL pada TPA yang tidak sempurna. Pada sumur monitoring 03 tidak layak dikonsumsi untuk air bersih namun masih bisa digunakan untuk keperluan perikanan dan pertanian. Selain itu keberadaan sumur monitoring adalah untuk mengecek sejauh mana pencemaran leachate yang ada pada IPAL TPA 3

Prosiding Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Prasarana Wilayah (ATPW), Surabaya, 11 Juli 2012, ISSN ...............

terhadap kualitas air tanahnya sehingga menyebabkan nilai hasil pengukurannya lebih tinggi dibandingkan dengan sumur-sumur lainnya. 3. Pengukuran Kualitas Air Pada Hulu dan Hilir TPA Untuk hasil Rata-rata pengukuran kualitas air di hulu dan hilir TPA dapat di lihat pada Tabel 6. Hasil pengukuran pada Tabel 6 di bandingkan dengan Peraturan Pemerintah RI No. 82/2001 tentang pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemar air. Jika di bandingkan dengan baku mutu nilai parameter pada hilir melebihin ambang batas di banding hulu dengan nilai yang sangat signifikan, sementara itu tidak terjadi perbedaan nilai yang signifikan antara parameter kualitas air di outlet dan bagian hilir yang mengindikasikan terpengaruhnya perairan bagian hilir oleh limbah dari outlet TPA. Perbedaan yang sangat signifikan antara lain parameter kualitas air di bagian hulu dengan di bagian hilir antara lain dapat dilihat pada nilai DO, TSS, Turbidity, Ammoniak, BOD serta E. Coli, dimana nilai Dissolved Oxygen (DO) dibagian hilir 2.99 mg/L sedang dihulunya 4.69 mg/L, sementara itu nilai Total Suspended Solids (TSS) dibagian hilir 467 mg/L sedang dihulunya 122 mg/L, sementara nilai Turbidity dibagian hilir 63 FTU sedang dihulunya 29 FTU, sementara itu nilai Ammoniak (NH3) dibagian hilir 14.18 mg/L sedang dihulunya 0.58 mg/L, sementara nilai BOD dibagian hilir 1,505 mg/L sedang dihulunya 14 mg/L, sementara nilai E. Coli dibagian hilir 6,033 jml/100 ml sedang dihulunya 102 jml/100 ml. Pada Table 5 hasil pengukuran antara outlet dengan hilir sementara antara outlet dengan hulu serta hulu dengan hilir, perbedaan nilainya sangat kecil, hal ini menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan nyata hasil pengukuran antara outlet dengan hilir TPA sementara dengan hulunya terdapat perbedaan nyata hasil analisanya. Signifikannya perbedaan nilai parameter kualitas air antara outlet dan hulu serta antara hilir dan hulu dapat dijadikan indikasi bahwa IPAL TPA Bukit Pinang pengolahan leachate tidak sempurna karena langsung dibuang melalui outlet, hal ini sangat berpengaruh pada hulu dan hilir sungai yang berada dekat TPA dan hasil pengukuran setiap

parameter air untuk analisis Dissolved Oxygen, Total Suspended Solids, Kekeruhan, Ammoniak, Minyak, BOD dan E. Coli jauh berbeda. D. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian Pengaruh Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Terhadap Kualitas Air Sekitar diperoleh kesimpulan sebagai berikut : a. Leachate (air lindi) berpengaruh terhadap kualitas air sungai sekitar terutama di bagian hilir, karena pada daerah ini merupakan daerah aliran air dari outlet IPAL TPA Bukit Pinang yang pengolahannya tidak sempurna. b. Kualitas air sumur gali dikawasan TPA Bukit Pinang kurang layak digunakan sebagai baku mutu air minum sebab telah melampaui nilai ambang baku mutu. c. Adanya pengaruh jarak sumur terhadap kulitas air yang berada dekat TPA, yang terlihat dari hasil pengukuran sumur monitoring 03 dengan jarak 5 meter dengan sumur monitoring 01 yang berjarak 7 m, yang setiap parameternya paling tinggi. Kondisi ini diduga disebabkan oleh faktor geologis, geografis, dan juga faktor konstruksi IPAL pada TPA yang tidak sempurna. d. Hasil penelitian memberikan gambaran bahwa secara umum kualitas air sumur wilayah sekitar TPA tergolong buruk dan tidak layak dikonsumsi untuk air minum namun masih bisa digunakan untuk keperluan perikanan dan pertanian. Daftar Pustaka Alaerts G, Sri Simestri Santika, 1987. Metoda Penelitian air. Surabaya. Penerbit Usaha Nasional. Anonim. 2003. Pedoman pengelolaan sampah bagi pelaksana. Direktorat Jenderal Cipta Karya, Jakarta Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air. Kanisius. Yogyakarta. Enri Damanhuri DR.1995. Teknik Pembuangan Limbah, Jurusan Teknik Lingkungan 4

Prosiding Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Prasarana Wilayah (ATPW), Surabaya, 11 Juli 2012, ISSN ...............

Fakutas Teknik Sipil danPerencanaan Institut Teknologi Bandung, Bandung. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor: 115 Tahun 2003 Tentang Pedoman Penetuan Status Mutu Air. Linsley, Ray, K. & Franzini, JB., 1989. Teknik Sumber Daya Air. Jakarta : Erlangga. Martono D H,1996, Pengendalian Air Kotor (Leachate) dari Tempat Pembuangan akhir (TPA) Sampah, Analisis Sistem Badan Pengkajian Penerapan Teknologi, Jakarta. Martopo, Sugeng. 1984. Ketersediaan Dan Kebutuhan Air di Indonesia Peraturan Menteri Kesehatan RI No 82/2001 Syarat-syarat Pengawasan Kualitas Air. Jakarta. Sugiharto,1987,Dasar-dasar Pengolahan Air Limbah, Penerbit UI Press,Jakarta Suripin, 2002. Pelestarian Sumber Daya Tanah dan Air. Yogyakarta : Andi Offset. Sutrisno, C Totok, 2000. Teknologi Penyediaan Air Bersih. Jakarta :Rineka Cipta. Sitepoe, Mangku.1997. Air Untuk Kehidupan, Pencemaran Air Dan Usaha Pencegahannya. Jakarta. PT. Grasindo.

Prosiding Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Prasarana Wilayah (ATPW), Surabaya, 11 Juli 2012, ISSN ...............

Tabel 1. Timbulan Sampah per Kecamatan per hari


No. 1 2 3 4 5 6 Kecamatan Samarinda Ilir Samarinda Ulu Samarinda Utara Samarinda Seberang Sungai Kunjang Palaran Jumlah Luas (Ha) 13.073 2.987 8.420 20.487 6.399 20.437 71.803 Jumlah Jiwa 113.282 108.208 164.066 96.034 95.107 44.592 621.289 Timbulan Sampah Per hari (m3) Per tahun (m3) 283,20 103.368,00 270,52 98.739,00 410,16 149.708,40 240,10 87.636,50 237,77 111,48 1.553,23 86.786,05 40.690,20 566.928,15

Tabel 2. Timbulan sampah kota per bulan


No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. Sumber Sampah Permukiman Lingk. Pasar Fasilitas Umum Pertokoan/Mall Restoran/Rumah Makan Hotel/Penginapan Sapuan jalan/ tebangan pohon Kaw. Industri Jumlah Timbunan M3 / Th % 422.361,47 74,5 82.204,58 14,5 8.503,92 1,5 8.503,92 1,5 8.503,92 8.503,92 14.173,20 14.173,20 566.928,15 1,5 1,5 2,5 2,5 100,0

Tabel 3. Sumber Timbulan Sampah


No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. Sumber Sampah Pemukiman Lingkungan Pasar Fasilitas Umum Pertokoam/Mall Restoran/Rumah Makan Hotel/Penginapan Sapuan Jalan/Tebangan Pohon Kawasan Industri Jumlah Timbunan M3/Th % 422.361,47 74,5 82.204,58 14,5 8.503,92 1,5 8.503,92 1,5 8.503,92 1,5 8.503,92 1,5 14.173,20 2,5 14.173,20 2,5 566.928,15 100,0

Tabel 4. Hasil Rata-Rata Pengukuran Kualitas Air Pada Inlet dan Outlet TPA
Parameter PH Temperatur DO TSS Kekeruhan NH3 Minyak BOD E. Coli Hasil analisa Inlet Outlet 8,29 8,15 32,2 31,8 2,73 2,79 491 485 67 67 15,52 15,33 8,14 8,05 1.818 1.807 6.767 6.567 Satuan mg/L O C mg/L mg/L mg/L FTU mg/L mg/L mg/L Jml/100 ml NAB I 6.0 38 3 200 5 1 5 50 1.000 5 10 150 2.000 II 9.0 40 0 400

NAB : Keputusan Gubenur No.26 Tahun 2002

Prosiding Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Prasarana Wilayah (ATPW), Surabaya, 11 Juli 2012, ISSN ...............

Tabel 5. Hasil Rata-Rata Pengukuran Air Sumur


Parameter pH Temperatur DO TSS Kekeruhan NH3 Minyak BOD E. Coli

Satuan

Sumur Monitoring 03 (5 m) 7,34 30,7 4,43 108 25 1,26 0,60 52 280

Sumur Monitoring (7m) 7,28 31,0 4,41 164 13 0,92 0,51 34 257

Sumur I Penduduk Belakang TPA (100m) 6,62 30,8 4,53 25 8 0,54 0,33 21 143

Sumur II Pengumpul Penduduk (235m) 7,21 29,1 5,27 10 3 0,02 <0,01 2 26

Sumur III Pak Haji (280m) 6,87 28,3 5,59 4 1 0,21 <0,01 1 31

Sumur IV Bu Edy (360m) 6,55 28,8 4,64 21 4 0,39 0,09 2 80

NAB I 6,0-9,0 Deviasi 3 6 50 5 0,5 1 2 100 1 3 1.000 II 6,0-9,0 Deviasi 3 4 50

mg/L mg/L FTU mg/L mg/L mg/L Jml/100 mL

Tulisan berwarna menunjukkan hasil melebihi dari NAB NAB : PP 82 Tahun 2001

Tabel 6. Hasil Rata-Rata Pengukuran Kualitas Air Pada Hulu dan Hilir TPA
Parameter PH Temperatur DO TSS Kekeruhan NH3 Minyak BOD E. Coli NAB : PP 82 Tahun 2001 Satuan mg/L O C mg/L mg/L FTU mg/L mg/L mg/L Jml/100 ml Hasil analisa Hulu Hilir 7,34 8,00 30,9 30,8 4,69 2,99 122 467 29 63 0,58 14,18 0,41 7,62 14 1.505 102 6.033 NAB I 60-9.0 Deviasi 3 6 50 5 0.5 1 2 100 1 3 1000 II 6.0-9.0 Deviasi 3 4 50

Anda mungkin juga menyukai