Anda di halaman 1dari 16

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 2.1.1

Gout Definisi Gout Pirai atau gout adalah suatu penyakit yang ditandai dengan serangan

mendadak dan berulang dari artritis yang terasa sangat nyeri karena adanya endapan kristal monosodium urat, yang terkumpul di dalam sendi sebagai akibat dari tingginya kadar asam urat di dalam darah (hiperurisemia). Peradangan sendi bersifat menahun dan setelah terjadinya serangan berulang, sendi bisa menjadi bengkok. Hampir 20% penderita pirai memiliki batu ginjal.8 Istilah pirai merupakan kondisi asam urat yang kadarnya terlalu berlebihan di dalam darah, bisa mencapai lebih dari 8 mg/dl. Akibatnya, akan dapat menyebabkan rasa nyeri yang teramat sangat dan sakit dipersendian. Bahkan jika sudah sangat parah, maka si penderita akan sangat sulit untuk berjalan. Karena, kebanyakan dari penderita pirai mengalami kerusakan pada sendi dan diakhiri dengan cacat.8 Serangan pirai terjadi tanpa diperkirakan atau mendadak dan kebanyakan menyerang pada malam hari. Biasanya, munculnya gout ditandai dengan adanya serangan berulang pada peradangan sendi yang akut, juga ditemukan pembentukan kristal natrium urat besar yang dinamakan tophus, adanya kerusakan sendi secara kronis, dan cedera pada ginjal. Bila dalam keadaan terserang, maka Anda dapat melihat sendi-sendi yang terserang akan berwarna lebih merah dibandingkan yang

disekitarnya. Juga terlihat lebih mengkilat, membengkak, dan kulit pada bagian atas akan terasa panas disertai dengan adanya rasa nyeri yang hebat, serta sulitnya persendian digerakan.8 Serangan pirai pada pertama kali biasanya pada bagian pangkal ibu jari kaki dan seringkali hanya menyerang pada satu sendi saja. Bahkan pada kasus yang kronis dapat ditemukan adanya benjolan yang merupakan hasil tumpukan berupa kapur di lapisan kulit dan disebut sebagai tofus. Tumpukan itu dapat memberikan pertanda bahwa tubuh kita telah mengalami pengendapan kristal asam urat. Biasanya, seringkali tofus ditemukan pada sendi-sendi yang terdapat di lutut, tumit, siku-siku dan beberapa tempat lainnya.8 Pirai sendiri dapat dibagi menjadi dua tingkatan yaitu pirai primer yang paling banyak terjadi yaitu sebanyak 90%. Ironisnya, meski jumlah mereka yang menderitanya tergolong banyak, namun penyebab munculnya gout primer belumlah diketahui secara pasti. Biasanya, yang terkena pirai primer adalah laki-laki dengan umur kurang lebih 30 tahun, sedangkan pada wanita pada umumnya yang telah mengalami menopause. Kecenderungan seorang laki-laki untuk terserang gout adalah karena umumnya laki-laki telah memiliki kadar asam urat yang lebih tinggi di dalam darahnya dibandingkan pada wanita. Sedangkan wanita akan meningkat ketika telah melalui menopause. Diperkirakan, jumlah mereka yang terserang sekitar 840 orang dari 100.000 orang. Pirai sendiri sangat erat kaitannya dengan adanya obesitas, hipertensi, hiperlipidemia, dan diabetes melitus.8

2.1.2

Epidemiologi Gout

Pada tahun 1986 dilaporkan prevalensi gout di Amerika Serikat adalah 13,6/1000 pria dan 6,4/1000 perempuan. Prevalensi gout bertambah dengan meningkatnya taraf hidup. Prevalensi di antara pria African Ameican lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok pria caucasian.9 Di Indonesia belum banyak publikasi epidemiologi tentang artritis pirai. Pada tahun 1935 seorang dokter kebangsaan Belanda bernama Van der Horst telah melaporkan 15 pasien artritis pirai dengan kecacatan (lumpuhnya anggota gerak) dari suatu daerah di Jawa Tengah. Penelitian lain mendapatkan bahwa pasien gout yang berobat, ratarata sudah mengidap penyakit selama lebih dari 5 tahun. Hal ini mungkin disebabkan banyak pasien gout yang mengobati sendiri (self medication). Satu study yang lama di Massachusetts (Framingham Study) mendapatkan lebih dari 1% dari populasi dengan kadar asam urat kurang dari 7 mg/100 ml pernah mendapatkan serangan artritis gout akut.10 2.1.3 Etiologi Gout Penyebab hiperurisemia sebagai suatu proses metabolik yang bisa menimbulkan manifestasi gout, dibedakan menjadi penyebab primer pada sebagian besar kasus, penyebab sekunder dan idiopatik. Penyebab primer berarti tidak ada penyakit atau sebab lain, berbeda dengan kelompok sekunder yang didapatkan adanya penyebab yang lain, baik genetik maupun metabolik. Pada 99% kasus gout dan hiperurisemia dengan penyebab primer, ditemukan kelainan molekuler yang tidak jelas (undefined) meskipun diketahui adanya mekanisme undersecretion pada 80-90% kasus dan overproduction pada 10-20% kasus.11,12,13,14

Sedangkan kelompok hiperurisemia dan gout sekunder, bisa melalui mekanisme overproduction, seperti ganguan metabolism purin pada defisiensi enzim gucose-6-phosphatase atau fructose-1-phospate aldolase. Hal yang sama juga terjadi pada keadaan infark miokard, status epileptikus, penyakit hemolisis kronis, polisitemia, psoriasis, keganasan mieloproliferatif dan limfoproliferatif; yang meningkatkan pemecahan ATP dan asam nukleat dari inti sel. Sedangkan mekanisme undersecretion bisa ditemukan pada keadaan penyakit ginjal kronik, dehidrasi, diabetes insipidus, peminum alkohol, myxodema, hiperparatiroid, ketoasidosis, dan keracunan berilium. Selain itu juga dapat terjadi pada pemakaian obat seperti diuretik, salisilat dosis rendah, pirazinamid, etambutol dan siklosporin.11,12,13,14 Hiperurisemia diketahui juga berkaitan dengan adanya berbagai keadaan gangguan metabolik seperti diabetes melitus, hipertrigliseridemia, obesitas, sindrom metabolik, dan hipotiridism. Dan sebaliknya hiperurisemia diduga menjadi faktor risiko 2.1.4 hipertensi, aterosklerosis dan penyakit jantung koroner.11,14

Patogenesis Gout Kadar asam urat dalam serum merupakan hasil keseimbangan antara

produksi dan sekresi. Dan ketika terjadi ketidakseimbangan dua proses tersebut maka terjadi keadaan hiperurisemia, yang menimbulkan hipersaturasi asam urat yaitu kelarutan asam urat di serum yang telah melewati ambang batasnya, sehingga merangsang timbunan urat dalam bentuk garamnya terutama monosodium urat di berbagai tempat/jaringan. Menurunnya kelarutan sodium urat pada temperatur yang lebih rendah seperti pada sendi perifer tangan dan kaki, dapat menjelaskan kenapa

kristal MSU (monosodium urat) mudah diendapkan di pada kedua tempat tersebut. Predileksi untuk pengendapan kristal MSU pada metatarsofalangeal-1 (MTP-1) berhubungan juga dengan trauma ringan yang berulang-ulang pada daerah tersebut.15 Awal serangan gout akut berhubungan dengan perubahan kadar asam urat serum, meninggi atau menurun. Pada kadar asam urat yang stabil jarang muncul serangan. Pengobatan dengan allopurinol pada awalnya juga dapat menjadi faktor yang mempresipitasi serangan gout akut. Penurunan asam urat serum dapat mencetuskan pelepasan kristal monosodium urat dari depositnya di sinovium atau tofi (crystals shedding). Pelepasan kristal MSU akan merangsang proses inflamasi dengan mengaktifkan kompleman melalui jalur klasik maupun alternatif. Sel makrofag (pa-ling penting), netrofil dan sel radang lain juga teraktivasi, yang akan menghasilkan mediator-mediator kimiawi yang juga berperan pada proses inflamasi.11,15 2.1.5 Hubungan Hiperurisemia dan Hipertensi Hiperurisemia telah lama dihubungkan dengan penyakit kardiovaskuler dan sering dijumpai pada penderita hipertensi, penyakit ginjal, dan sindrom metabolik. Pada tahun 1800-an, Sir Alfred Garrod membuktikan bahwa gout berhubungan dengan peningkatan kadar asam urat dalam darah. Tidak lama kemudian, Frederick Akbar Mohamed, orang yang pertama kali meneliti tentang hipertensi esensial menyebutkan bahwa hipertensi sering berhubungan dengan gout. Peneliti lain seperti Alexander Haig dan Nathan Smith Davis juga meneliti hubungan hipertensi dengan hiperurisemia. Bahkan pada tahun 1897, dalam surat presidensialnya kepada

American Medical Association, ia menulis bahwa tekanan darah arteri yang tinggi pada gout disebabkan oleh asam urat atau substansi toksik lainnya di dalam darah yang meningkatkan tonus pembuluh darah arteriol ginjal.4,5 Selanjutnya banyak penelitian mengenai hiperurisemia baik pada hewan coba maupun manusia. Dari penelitian-penelitian tersebut diketahui beberapa bukti yang menunjukkan bahwa hiperurisemia memang berhubungan dengan hipertensi.
1. Kadar asam urat yang terus menerus tinggi merupakan prediktor perkembangan

hipertensi.
2. Peningkatan kadar asam urat ditemukan pada 25-60% pasien hipertensi esensial

yang tidak diterapi dan pada 90% pasien dewasa dengan hipertensi onset baru.
3. Peningkatan kadar asam urat pada tikus menyebabkan hipertensi dengan

karakteristik klinis, hemodinamik, dan histologi seperti hipertensi.


4. Penurunan kadar asam urat dengan inhibitor xantin oksidase menurunkan

tekanan darah pasien dewasa dengan hipertensi onset baru. Pada tahun 2006, Heinig dan Johnson melakukan studi eksperimental pada tikus untuk mengetahui hubungan hiperurisemia dan hipertensi. Pada studi tersebut, tikus diberi oxonic acid, suatu inhibitor uricase. Ketika uricase dihambat, asam urat tidak dapat diubah menjadi allantoin yang bersifat lebih larut dan dapat diekskresi melalui urin. Ternyata setelah 3-5 minggu terjadi peningkatan tekanan darah tikus. Mekanisme yang mendasari terjadinya hipertensi pada hiperurisemia dijelaskan pada gambar di bawah ini.4

Gambar 2.1 : Mekanisme hipertensi akibat hiperurisemia5

Pada gambar tersebut terlihat bahwa peningkatan kadar asam urat serum memiliki efek pada ginjal dan pembuluh darah. Hiperurisemia menyebabkan: 1) penurunan NO dan peningkatan ROS, 2) inflamasi vaskuler dan proliferasi otot polos, 3) peningkatan produksi renin, dan 4) lesi vaskuler pada ginjal. 4,5 Proliferasi otot polos terjadi akibat aktivasi mitogen spesifik oleh asam urat. Walaupun otot polos tidak memiliki reseptor untuk asam urat, asam urat tetap dapat masuk ke dalam sel dengan bantuan organic anion transporter (OAT). Setelah masuk ke dalam sel otot polos, asam urat mengaktifkan protein kinase (Erk 1/2). Selanjutya Erk 1/2 akan menginduksi sintesis de novo dari COX-2 dan tromboksan lokal serta

10

mengatur up regulation PDGF A (platelet derived growth factor A). Hasil akhir proses tersebut adalah aktivasi mitogen spesifik yang menyebabkan proliferasi sel.4 Asam urat juga menyebabkan akumulasi kristal urat di sekitar plak atherosklerosis yang telah terbentuk. Kristal urat tersebut dapat mengaktifkan komplemen melalui jalur klasik. Aktivasi komplemen mengakibatkan berbagai efek biologis seperti inflamasi, kemotaksis, opsonisasi, dan aktivitas sitolitik. Asam urat juga akan menstimulasi sintesis MCP-1 (monocyte chemoattractant protein-1) pada otot polos tikus. Caranya adalah dengan mengaktivasi p38 MAP kinase, faktor transkripsi nuklear, NF-KB, dan AP-1. MCP-1 sendiri merupakan kemokin yang berperan penting dalam penyakit vaskular dan atherosclerosis. Akibat dari mekanisme tersebut adalah peningkatan produksi sitokin proinflamasi seperti TNF, IL-1, dan IL-6. IL-6 yang juga dikenal sebagai hepatocyte stimulating factor merangsang hepatosit untuk memproduksi HCRP. HCRP menurunkan produksi NO dengan cara menghambat enzim nitrit oksidase sintase (eNOS).4,16,17 Pada tahun 2003, Johnson et al. juga melakukan percobaan serupa, tetapi dengan menggunakan model tikus yang berbeda. Pada tikus tersebut tidak terjadi desposisi kristal urat di ginjal sehingga fungsi ginjal tetap terjaga. Hasilnya menunjukkan adanya peningkatan tekanan darah. Hipertensi yang terjadi berkaitan dengan penurunan produksi NOS1 oleh apparatus juxtaglomerulus. Tikus tersebut juga menderita vaskulopati berat pada arteri interlobularis dan arteriol afferen akibat peningkatan COX-2 dan renin. Kadar NO yang rendah semakin memperparah disfungsi endotel yang terjadi.4 Lebih jauh lagi hiperurisemia akan menyebabkan perubahan mikrovaskuler pada ginjal yang mirip dengan gambaran

11

arteriosklerosis pada hipertensi esensial. Lesi vaskuler tersebut menyebabkan iskemia. Selanjutnya iskemia menyebabkan pelepasan laktat dan peningkatan produksi asam urat. Laktat sendiri bersifat menghambat sekresi asam urat dengan mengeblok organic anion transporter. Peningkatan produksi asam urat terjadi karena iskemi menyebabkan pemecahan ATP menjadi adenosin dan xathine. Hal tersebut menciptakan suatu ligkaran setan. Kondisi hiperurisemia meningkatkan aktivitas enzim xathine oksidase. Padahal enzim tersebut juga membentuk superoksida sebagai akibat langsung aktivitasnya. Peningkatan jumlah oksidan menyebabkan stress oksidatif yang semakin menurunkan produksi NO dan memperparah disfungsi endotel yang terjadi. Lesi pada vaskuler ginjal ini akan memicu terjadinya salt sensitive hypertension yaitu peningkatan tekanan darah yang lebih tinggi pada konsumsi jumlah natrium yang sama. Kondisi ini menetap meskipun hiperurisemia telah dikoreksi dan diberikan diet rendah garam.4,5 2.1.6 Tanda dan Gejala Gout Tanda dan gejala artritis gout meliputi 3 stadium:13,18 1. Artritis gout akut Serangan pertama biasanya terjadi antara umur 40-60 tahun pada laki-laki, dan setelah 60 tahun pada perempuan. Onset sebelum 25 tahun merupakan bentuk tidak lazim arthritis gout, yang mungkin merupakan manifestasi adanya gangguan enzimatik spesifik, penyakit ginjal atau penggunaan siklosporin. Pada 85-90% kasus, serangan berupa arthritis monoartikuler dengan predileksi MTP1 yang biasa disebut podagra. Gejala yang muncul sangat khas, yaitu radang sendi yang sangat akut dan timbul sangat cepat dalam waktu singkat. Pasien

12

tidur tanpa ada gejala apapun, kemudian bangun tidur terasa sakit yang hebat dan tidak dapat berjalan. Keluhan monoartikuler berupa nyeri, bengkak, merah dan hangat, disertai keluhan sistemik berupa demam, menggigil dan merasa lelah, disertai lekositosis dan peningkatan laju endap darah. Sedangkan gambaran radiologis hanya didapatkan pembengkakan pada jaringan lunak periartikuler. Keluhan cepat membaik setelah beberapa jam bahkan tanpa terapi sekalipun. Pada perjalanan penyakit selanjutnya, terutama jika tanpa terapi yang adekuat, serangan dapat mengenai sendi-sendi yang lain seperti pergelangan tangan/kaki, jari tangan/kaki, lutut dan siku, atau bahkan beberapa sendi sekaligus. Serang-an menjadi lebih lama durasinya, dengan interval serangan yang lebih singkat, dan masa penyembuhan yang lama. Faktor pencetus serangan akut antara lain trauma lokal, diet tinggi purin, minum alkohol, kelelahan fisik, stress, tindakan operasi, pemakaian diuretik, pemakaian obat yang meningkatkan atau menurunkan asam urat. Diagnosis yang definitif/gold standard, yaitu ditemukannya kristal urat (MSU) di cairan sendi atau tofus. Untuk memudahkan penegakan diagnosis arthritis gout akut, dapat digunakan kriteria dari ACR (American College of Rheumatology) tahun 1977: A. Ditemukannya kristal urat di cairan sendi, atau B. Adanya tofus yang berisi kristal urat, atau
C. Terdapat 6 dari 11 kriteria klinis, laboratoris dan radiologis berikut:

1) Terdapat lebih dari satu kali serangan arthritis akut 2) Inflamasi maksimal terjadi dalam waktu satu hari

13

3) Arthritis monoartikuler 4) Kemerahan pada sendi 5) Bengkak dan nyeri pada MTP-1 6) Artritis unilateral yang melibatkan MTP-1 7) Artritis unilateral yang melibatkan sendi tarsal 8) Kecurigaan adanya tofus 9) Pembengkakan sendi yang asimetris (radiologis) 10) Kista subkortikal tanpa erosi (radiologis) 11) Kultur mikroorganisme negative pada cairan sendi Yang harus menjadi catatan, adalah diagnosis gout tidak bisa digugurkan meskipun kadar asam urat darah normal.2,5,7 2. Stadium interkritikal Stadium ini merupakan kelanjutan stadium gout akut, dimana secara klinik tidak muncul tanda-tanda radang akut, meskipun pada aspirasi cairan sendi masih ditemukan kristal urat, yang menunjukkan proses kerusakan sendi yang terus berlangsung progresif. Stadium ini bisa berlangsung beberapa tahun sampai 10 tahun tanpa serangan akut. Dan tanpa tata laksana yang adekuat akan berlanjut ke stadium gout kronik.5 3. Artritis gout kronik = kronik tofaseus gout Stadium ini ditandai dengan adanya tofi dan terdapat di poliartikuler, dengan predileksi cuping telinga, MTP-1, olekranon, tendon Achilles dan jari tangan. Tofi sendiri tidak menimbulkan nyeri, tapi mudah terjadi inflamasi di sekitarnya, dan menyebabkan destruksi yang progresif pada sendi serta

14

menimbulkan deformitas. Selain itu tofi juga sering pecah dan sulit sembuh, serta terjadi infeksi sekunder. Kecepatan pembentukan deposit tofus tergantung beratnya dan lamanya hiperurisemia, dan akan diperberat dengan gangguan fungsi ginjal dan penggunaan diuretik.19,20 Pada beberapa studi didapatkan data bahwa durasi dari serangan akut pertama kali sampai masuk stadium gout kronik berkisar 3-42 tahun, dengan rata-rata 11,6 tahun.19,20 Pada stadium ini sering disertai batu saluran kemih sampai penyakit ginjal menahun/gagal ginjal kronik.5 Timbunan tofi bisa ditemukan juga pada miokardium, katub jantung, system konduksi,beberapa struktur di organ mata terutama sklera, dan laring. Pada analisa cairan sendi atau isi tofi akan didapatkan Kristal MSU, sebagai kriteria diagnostik pasti. Gambaran radiologis didapatkan erosi pada tulang dan sendi dengan batas sklerotik dan overhanging edge.

2.1.7

Penatalaksanaan Gout Tujuan terapi gout adalah:


1. Menghentikan serangan akut secepat mungkin. 2. Mencegah serangan akut berulang. 3. Mencegah komplikasi akibat timbunan Kristal urat di sendi, ginjal

atau tempat lain. Modalitas yang tersedia untuk terapi gout dan hiperurisemia:11,18 1. Edukasi

15

Sebagian besar kasus gout dan hiperurisemia (termasuk hiperurisemia asimptomatik) mempunyai latar belakang penyebab primer, sehingga memerlukan pengendalian kadar asam urat jangka panjang. Perlu compliance yang baik dari pasien untuk mencapai tujuan terapi di atas, dan hal itu hanya didapat dengan edukasi yang baik. Pengendalian diet rendah purin juga menjadi bagian tata laksana yang penting.
2. Terapi serangan akut: kompres dingin, kolkisin, OAINS, steroid,

ACTH Pada keadaan serangan akut pemberian kompres dingin dapat membantu mengurangi keluhan nyeri. Semua yang meningkatkan dan menurunkan asam urat harus dikendalikan. Tidak diperbolehkan minum alkohol. Penggunakan obat penurun asam urat dihindari, kecuali sebelumnya sudah mengkonsumsinya secara rutin, maka harus diteruskan dan tidak boleh dihentikan. Kolkisin mempunyai efek anti inflamasi yang kuat, namun batas amannya sangat sempit, dan sering menimbulkan efek samping. Secara tradisional dulu kolkisin digunakan pada serangan akut arthritis dengan dosis 0,5-0,6 mg tiap jam peroral sampai terjadi tiga hal yaitu keluhan arthritis membaik; muncul efek samping mual, muntah, diare; atau sudah mencapai dosis maksimal seba-nyak 10 dosis. Saat ini para ahli lebih menganjurkan pemberian tiap 2-6 jam sehingga tidak menimbulkan banyak efek samping, dan lebih berharap pada efek prevensi serangan berikutnya.

16

Pemberian kolkisin intravena menjadi alternatif, namun dengan risiko efek samping yang lebih besar. Hati-hati pada gangguan fungsi ginjal. Terapi dengan obat anti inflamasi non-steroid (OAINS) menjadi pilihan utama untuk diberikan pada serangan akut dengan dosis yang optimal, dengan syarat fungsi ginjal yang masih baik.6 Jenis OAINS termasuk yang selektif COX-2 tidak terlalu berpengaruh terhadap respon klinik, tapi sebaiknya digunakan yang jenis deng-an onset kerja cepat, dan dengan pertimbangan efek samping-nya. Pemakaian kortikosteroid intrartikuler cukup bermanfaat pada arthritis monoartikuler atau yang melibatkan bursa. Sedangkan kortikosteroid sistemik dapat digunakan terutama pada gangguan fungsi ginjal, atau intoleran dengan kolkisin dan OAINS. Dosis steroid yang diperlukan sesuai dengan prednisone 20-60 mg perhari.19,21 Adrenocorticotropic (ACTH) injeksi intramuskuler dapat mengatasi serangan akut pada pemberian pertama kali, meskipun kadang-kadang diperlukan pe-ngulangan 24-48 jam kemudian. 3. Kontrol hiperurisemia: xanthine oxidase inhibitors, urikosurik agent Kontrol hiperurisemia dilakukan dengan diet rendah purin, serta menghindari obat-obatan yang meningkatkan kadar asam urat serum terutama diuretik.19,21 Selanjutkan diperlukan urate lowering agent seperti golongan xanthine oxidase inhibitor, maupun uricosuric agent, dengan catatan tidak boleh dimulai pada saat serangan akut. Pada hiperurisemia asimptomatik terapi farmakologik dimulai jika kadar asam urat serum >9

17

mg/dL. Sedangkan pada penderi-ta gout telah diketahui bahwa pemberian urate lowering agent juga menjadi faktor pencetus serangan akut, sehingga diberikan juga kolkisin dosis prevensi 0,6 mg 1-3 kali perhari, atau OAINS dosis rendah, dan dimulai setelah tidak adanya tanda-tanda inflamasi akut.19,21,22 Rilonacept, suatu inhibitor IL-1 sedang dikembangkan sebagai obat pencegah serangan akut pada awal terapi penurun asam urat.10 Target terapi adalah menurunkan kadar asam urat serum sampai di bawah 6,8 mg/dL (lebih baik sampai 5-6 mg/dL). Jenis urate lowering agent yang pertama yaitu golongan xanthine oxidase inhibitor dengan cara kerja penghambatan oksidasi hipo-xantin menjadi xantin, dan xantin menjadi asam urat. Obat yang termasuk golongan ini adalah allopurinol. Diberikan mulai dosis 100 mg/hari dan dinaikkan tiap minggu sampai tercapai target (rata-rata diperlukan minimal 300 mg/hari). Pada gangguan fungsi ginjal dosis harus disesuaikan. Jenis obat yang lain seperti febuxostat, non-purine xanthine oxidase inhibitor yang juga cukup poten, maupun pegylated recombinant uricase, masih dikembangkan. Sedangkan jenis urate lowering agent yang kedua yaitu golongan uricosuric agent, bekerja dengan cara menghambat reabsorsi urat di tubulus renalis. Yang paling sering dipakai adalah probenesid dan sulfinpirazon. Probenesid dengan dosis 0,5-3 gram dibagi 2-3 kali perhari. Sedangkan sulfinpirazon diberikan dengan dosis 300-400 mg dibagi 3-4 kali perhari. Pemakaian obat urikosurik ini lebih diindikasikan pada keadaan dengan

18

ekskresi asam urat di urin <800 mg perhari, dan dengan fungsi ginjal yang masih baik (creatinine clearance >80ml/menit). Risiko batu ginjal semakin besar pada kadar asam urat di urin yang tinggi. Pada beberapa kasus yang sulit dikendalikan dengan obat tunggal, kombinasi uricosuric agent dan xanthine oxidase inhibitor dapat dibenarkan.19,21,22

Anda mungkin juga menyukai