Anda di halaman 1dari 13

1.

PENGERTIAN ETIKA

Etika adalah suatu cabang dari filosofi yang berkaitan dengan kebaikan (rightness) atau moralitas (kesusilaan) dari perilaku manusia. Dalam pengertian ini etika diartikan sebagai aturan-aturan yang tidak dapat dilanggar dari perilaku yang diterima masyarakat sebagai baik atau buruk. Sedangkan Penentuan baik dan buruk adalah suatu masalah selalu berubah. Etika bisnis adalah standar-standar nilai yang menjadi pedoman atau acuan manajer dan segenap karyawan dalam pengambilan keputusan dan mengoperasikan bisnis yang etik. Paradigma etika dan bisnis adalah dunia yang berbeda sudah saatnya dirubah menjadi paradigma etika terkait dengan bisnis atau mensinergikan antara etika dengan laba. Justru di era kompetisi yang ketat ini, reputasi perusahaan yang baik yang dilandasi oleh etika bisnis merupakan sebuah competitive advantage yang sulit ditiru. Oleh karena itu, perilaku etik penting diperlukan untuk mencapai sukses jangka panjang dalam sebuah bisnis. Menurut kamus, istilah etika memiliki beragam makna berbeda. Salah satu maknanya adalah prinsip tingkah laku yang mengatur individu dan kelompok. Makna kedua menurut kamus lebih penting etika adalah kajian moralitas. Tapi meskipun etika berkaitan dengan moralitas, namun tidak sama persis dengan moralitas. Etika adalah semacam penelaahan, baik aktivitas penelaahan maupun hasil penelaahan itu sendiri, sedangkan moralitas merupakan subjek. Moralitas adalah pedoman yang dimiliki individu atau kelompok mengenai apa itu benar dan salah, atau baik dan jahat. Pedoman moral mencakup norma-norma yang kita miliki mengenai jenis-jenis tindakan yang kita yakini benar atau salah secara moral, dan nilai-nilai yang kita terapkan pada objek-objek yang kita yakini secara moral baik atau secara moral buruk. Norma moral seperti selalu katakan kebenaran, membunuh orang tak berdosa itu salah. Nilai-nilai moral biasanya diekspresikan sebagai pernyataan yang mendeskripsikan objek-objek atau ciri-ciri objek yang bernilai, semacam kejujuran itu baik dan ketidakadilan itu buruk. Standar moral pertama kali terserap ketika masa kanak-kanak dari keluarga, teman, pengaruh kemasyarakatan seperti gereja, sekolah, televisi, majalah, music dan perkumpulan. Hakekat standar moral : 1. Standar moral berkaitan dengan persoalan yang kita anggap akan merugikan secara serius atau benar-benar akan menguntungkan manusia. 2. Standar moral tidak dapat ditetapkan atau diubah oleh keputusan dewan otoritatif tertentu. 3. Standar moral harus lebih diutamakan daripada nilai lain termasuk (khususnya) kepentingan diri. 4. Standar moral berdasarkan pada pertimbangan yang tidak memihak. 5. Standar moral diasosiasikan dengan emosi tertentu dan kosa kata tertentu. Standar moral, dengan demikian, merupakan standar yang berkaitan dengan persoalan yang kita anggap mempunyai konsekuensi serius, didasarkan pada penalaran yang baik bukan otoritas, melampaui kepentingan diri, didasarkan pada pertimbangan yang tidak memihak, dan yang pelanggarannya diasosiasikan dengan perasaan bersalah dan malu dan dengan emosi dan kosa kata tertentu.

Penerapan Etika pada Organisasi Perusahaan Dapatkan pengertian moral seperti tanggung jawab, perbuatan yang salah dan kewajiban diterapkan terhadap kelompok seperti perusahaan, ataukah pada orang (individu) sebagai perilaku moral yang nyata? Ada dua pandangan yang muncul : Ekstrem pertama, adalah pandangan yang berpendapat bahwa, karena aturan yang mengikat, organisasi memperbolehkan kita untuk mengatakan bahwa perusahaan bertindak seperti individu dan memiliki tujuan yang disengaja atas apa yang mereka lakukan, kita dapat mengatakan mereka bertanggung jawab secara moral untuk tindakan mereka dan bahwa tindakan mereka adalah bermoral atau tidak bermoral dalam pengertian yang sama yang dilakukan manusia. Ekstrem kedua, adalah pandangan filsuf yang berpendirian bahwa tidak masuk akal berpikir bahwa organisasi bisnis secara moral bertanggung jawab karena ia gagal mengikuti standar moral atau mengatakan bahwa organisasi memiliki kewajiban moral. Organisasi bisnis sama seperti mesin yang anggotanya harus secara membabi buta mentaati peraturan formal yang tidak ada kaitannya dengan moralitas. Akibatnya, lebih tidak masuk akal untuk menganggap organisasi bertanggung jawab secara moral karena ia gagal mengikuti standar moral daripada mengkritik organisasi seperti mesin yang gagal bertindak secara moral. Karena itu, tindakan perusahaan berasal dari pilihan dan tindakan individu manusia, individuindividulah yang harus dipandang sebagai penjaga utama kewajiban moral dan tanggung jawab moral : individu manusia bertanggung jawab atas apa yang dilakukan perusahaan karena tindakan perusahaan secara keseluruhan mengalir dari pilihan dan perilaku mereka. Jika perusahaan bertindak keliru, kekeliruan itu disebabkan oleh pilihan tindakan yang dilakukan oleh individu dalam perusahaan itu, jika perusahaan bertindak secara moral, hal itu disebabkan oleh pilihan individu dalam perusahaan bertindak secara bermoral. ARGUMEN YANG MENDUKUNG DAN YANG MENETANG ETIKA BISNIS Banyak yang keberatan dengan penerapan standar moral dalam aktivitas bisnis. Bagian ini membahas keberatan-keberatan tersebut dan melihat apa yang dapat dikatakan berkenaan dengan kesetujuan untuk menerapkan etika ke dalam bisnis. Tiga keberatan atas penerapan etika ke dalam bisnis : Orang yang terlibat dalam bisnis, kata mereka hendaknya berfokus pada pencarian keuntungan finansial bisnis mereka dan tidak membuang-buang energi mereka atau sumber daya perusahaan untuk melakukan pekerjaan baik. Tiga argumen diajukan untuk mendukung perusahaan ini : Pertama, beberapa berpendapat bahwa di pasar bebas kompetitif sempurna, pencarian keuntungan dengan sendirinya menekankan bahwa anggota masyarakat berfungsi dengan cara-cara yang paling menguntungkan secara sosial. Agar beruntung, masing-masing perusahaan harus memproduksi hanya apa yang diinginkan oleh anggota masyarakat dan harus melakukannya dengan cara yang paling efisien yang tersedia. Anggota masyarakat akan sangat beruntung jika manajer tidak memaksakan nilai-nilai pada bisnis, namun mengabdikan dirinya pada pencarian keuntungan yang berfokus.

Argumen tersebut menyembunyikan sejumlah asumsi yaitu : Pertama, sebagian besar industri tidak kompetitif secara sempurna, dan sejauh sejauh perusahaan tidak harus berkompetisi, mereka dapat memaksimumkan keuntungan sekalipun produksi tidak efisien. Kedua, argumen itu mengasumsikan bahwa langkah manapun yang diambil untuk meningkatkan keuntungan, perlu menguntungkan secara sosial, sekalipun dalam kenyataannya ada beberapa cara untuk meningkatkan keuntungan yang sebenarnya merugikan perusahaan : membiarkan polusi, iklan meniru, menyembunyikan cacat produksi, penyuapan. Menghindari pajak, dsb. Ketiga, argumen itu mengasumsikan bahwa dengan memproduksi apapun yang diinginkan publik pembeli, perusahaan memproduksi apa yang diinginkan oleh seluruh anggota masyarakat, ketika kenyataan keinginan sebagian besar anggota masyarakat (yang miskin dan dan tidak diuntungkan) tidak perlu dipenuhi karena mereka tidak dapat berpartisipasi dalam pasar. Keempat, argumen itu secara esensial membuat penilaian normatif. Kedua, Kadang diajukan untuk menunjukan bahwa manajer bisnis hendaknya berfokus mengejar keuntungan perusahaan mereka dan mengabaikan pertimbangan etis, yang oleh Ale C. Michales disebut argumen dari agen yang loyal. Argumen tersebut secara sederhana adalah sbb : Sebagai agen yang loyal dari majikannya manajer mempunyai kewajiban untuk melayani majikannya ketika majikan ingin dilayani (jika majikan memiliki keakhlian agen). Majikan ingin dilayani dengan cara apapun yang akan memajukan kepentingannya sendiri. Dengan demikian sebagai agen yang loyal dari majikannya, manajer mempunyai kewajiban untuk melayani majikannya dengan cara apapun yang akan memajukan kepentingannya. Argumen agen yang loyal adalah keliru, karena dalam menentukan apakah perintah klien kepada agen masuk akal atau tidak... etika bisnis atau profesional harus mempertimbangkan dan dalam peristiwa apapun dinyatakan bahwa agen mempunyai kewajiban untuk tidak melaksanakan tindakan yang ilegal atau tidak etis. Dengan demikian, kewajiban manajer untuk mengabdi kepada majikannya, dibatasi oleh batasanbatasan moralitas. Ketiga, untuk menjadi etis cukuplah bagi orang-orang bisnis sekedar mentaati hukum : Etika bisnis pada dasarnya adalah mentaati hukum. Terkadang kita salah memandang hukum dan etika terlihat identik. Benar bahwa hokum tertentu menuntut perilaku yang sama yang juga dituntut standar moral kita. Namun demikian, hukum dan moral tidak selalu serupa. Beberapa hukum tidak punya kaitan dengan moralitas, bahkan hukum melanggar standar moral sehingga bertentangan dengan moralitas, seperti hukum perbudakan yang memperbolehkan kita memperlakukan budak sebagai properti. Jelas bahwa etika tidak begitu saja mengikuti hukum. Namun tidak berarti etika tidak mempunyai kaitan dengan hukum. Standar Moral kita kadang dimasukan ke dalam hukum ketika kebanyakan dari kita merasa bahwa standar moral harus ditegakkan dengan kekuatan sistem hukum sebaliknya, hukum dikritik dan dihapuskan ketika jelas-jelas melanggar standar moral.

Kasus etika dalam bisnis Etika seharusnya diterapkan dalam bisnis dengan menunjukan bahwa etika mengatur semua aktivitas manusia yang disengaja, dan karena bisnis merupakan aktitivitas manusia yang disengaja, etika hendaknya juga berperan dalam bisnis. Argumen lain berpandangan bahwa, aktivitas bisnis, seperti juga aktivitas manusia lainnya, tidak dapat eksis kecuali orang yang terlibat dalam bisnis dan komunitas sekitarnya taat terhadap standar minimal etika. Bisnis merupakan aktivitas kooperatif yang eksistensinya mensyaratkan perilaku etis. Dalam masyarakat tanpa etika, seperti ditulis oleh filsuf Hobbes, ketidakpercayaan dan kepentingan diri yang tidak terbatas akan menciptakan perang antar manusia terhadap manusia lain, dan dalam situasi seperti itu hidup akan menjadi kotor, brutal, dan dangkal. Karenanya dalam masyarakat seperti itu, tidak mungkin dapat melakukan aktivitas bisnis, dan bisnis akan hancur. Katena bisnis tidak dapat bertahan hidup tanpa etika, maka kepentingan bisnis yang paling utama adalah mempromosikan perilaku etika kepada anggotanya dan juga masyarakat luas. Etika hendaknya diterapkan dalam bisnis dengan menunjukan bahwa etika konsisten dengan tujuan bisnis, khususnya dalam mencari keuntungan. Contoh Merck dikenal karena budaya etisnya yang sudah lama berlangsung, namun ia tetap merupakan perusahaan yang secara spektakuler mendapatkan paling banyak keuntungan sepanjang masa. HAL-HAL YANG PERLU DIPERHATIKAN DALAM ETIKA BERBISNIS 1. Pengendalian Diri artinya pelaku-pelaku bisnis dan pihak yang terkait mampu mengendalikan diri mereka masing masing untuk tidak memperoleh apapun dari siapapun dan dalam bentuk apapun. Disamping itu, pelaku bisnis sendiri tidak mendapatkan keuntungan dengan jalan main curang dan menekan pihak lain dan menggunakan keuntungan tersebut walaupun keuntungan itu merupakan hak bagi pelaku bisnis, tetapi penggunaannya juga harus memperhatikan kondisi masyarakat sekitarnya. Inilah etika bisnis yang etis. Contoh: Setiap anggota Dewan Komisaris dan Direksi serta karyawan perusahaan dilarang memberikan atau menawarkan sesuatu, baik langsung ataupun tidak langsung kepada pejabat negara dan atau individu yang mewakili mitra bisnis, yang dapat mempengaruhi pengambilan keputusan. 2. Pengembangan tanggung jawab sosial (social responsibility) artinya pelaku bisnis dituntut untuk peduli dengan keadaan masyarakat, bukan hanya bentuk uang dengan jalan memberikan sumbangan, melainkan lebih kompleks lagi. Contoh: perusahaan yang telah merusak keadaan disekitar masyarakat seperti yang terjadi pada masyarakat Sidoarjo, perusahaan tersebut haruslah peduli terhadap masyarakat yang telah dirugikan. 3. Menciptakan persaingan sehat artinya Persaingan dalam dunia bisnis perlu untuk meningkatkan efisiensi dan kualitas, tetapi persaingan tersebut tidak mematikan yang lemah, dan sebaliknya, harus terdapat jalinan yang erat antara pelaku bisnis besar dan golongan menengah ke bawah. Contoh: pada akhir-akhir ini kita dapat dengan mudah melihat persaingan yang tidak sehat yang terjadi pada perusahaan-perusahaan penyedia layanan komunikasi, perusahaan tersebut kerap menjelek-jelekan atau menjatuhkan perusahaan-perusahaan pesaingnya dengan iklan.

4. Menerapkan konsep pembangunan berkelanjutan artinya dunia bisnis seharusnya tidak memikirkan keuntungan hanya pada saat sekarang, tetapi perlu memikirkan bagaimana dengan keadaan di masa mendatang. Contoh: perusahaan yang memanfaatkan alam seperti penebangan pohon, penambangan hasil bumi dan lain-lain sebaiknya mengindahkan kelestarian alam misalkan dengan menggunakan tebang pilih. Dengan cara itu perusahaan lebih berpikir bagaimana keadaan di masa mendatang. 5. Menghindari sifat 5K (Katabelece, Kongkalikong, Koneksi, Kolusi dan Komisi) Jika pelaku bisnis sudah mampu menghindari sikap seperti ini, kita yakin tidak akan terjadi lagi apa yang dinamakan dengan korupsi, manipulasi dan segala bentuk permainan curang dalam dunia bisnis ataupun berbagai kasus yang mencemarkan nama bangsa dan Negara. Contoh: melakukan tindakan penyelewengan untuk memperkaya diri sendiri, untuk kepentingan pribadi semata. Misalkan kolusi yang memudahkan tindakan atau urusan apapun karena memandang persaudaraan,.

Contoh perusahaan non-etik Beberapa hari terakhir ada dua berita yang mempertanyakan apakah etika dan bisnis berasal dari dua dunia berlainan. Pertama, melubernya lumpur dan gas panas di Kabupaten Sidoarjo yang disebabkan eksploitasi gas PT Lapindo Brantas. Kedua, obat antinyamuk HIT yang diketahui memakai bahan pestisida berbahaya yang dilarang penggunaannya sejak tahun 2004. Dalam kasus Lapindo, bencana memaksa penduduk harus ke rumah sakit. Perusahaan pun terkesan lebih mengutamakan penyelamatan aset-asetnya daripada mengatasi soal lingkungan dan sosial yang ditimbulkan. Pada kasus HIT, meski perusahaan pembuat sudah meminta maaf dan berjanji akan menarik produknya, ada kesan permintaan maaf itu klise. Penarikan produk yang kandungannya bisa menyebabkan kanker itu terkesan tidak sungguh-sungguh dilakukan. Produk berbahaya itu masih beredar di pasaran. Atas kasus-kasus itu, kedua perusahaan terkesan melarikan diri dari tanggung jawab. Sebelumnya, kita semua dikejutkan dengan pemakaian formalin pada pembuatan tahu dan pengawetan ikan laut serta pembuatan terasi dengan bahan yang sudah berbelatung. Dari kasus-kasus yang disebutkan sebelumnya, bagaimana perusahaan bersedia melakukan apa saja demi laba. Wajar bila ada kesimpulan, dalam bisnis, satu-satunya etika yang diperlukan hanya sikap baik dan sopan kepada pemegang saham. Harus diakui, kepentingan utama bisnis adalah menghasilkan keuntungan maksimal bagi shareholders. Fokus itu membuat perusahaan yang berpikiran pendek dengan segala cara berupaya melakukan hal-hal yang bisa meningkatkan keuntungan. Kompetisi semakin ketat dan konsumen yang kian rewel sering menjadi faktor pemicu perusahaan mengabaikan etika dalam berbisnis. Namun, belakangan beberapa akademisi dan praktisi bisnis melihat adanya hubungan sinergis antara etika dan laba. Menurut mereka, justru di era kompetisi yang ketat ini, reputasi baik merupakan sebuah competitive advantage yang sulit ditiru. Salah satu kasus yang sering dijadikan acuan adalah bagaimana Johnson & Johnson (J&J) menangani kasus keracunan Tylenol tahun 1982. Pada kasus itu, tujuh orang dinyatakan mati secara misterius setelah mengonsumsi Tylenol di Chicago. Setelah diselidiki, ternyata Tylenol itu mengandung racun sianida. Meski penyelidikan masih dilakukan guna mengetahui pihak yang bertanggung jawab, J&J segera menarik 31 juta botol Tylenol di pasaran dan mengumumkan agar konsumen berhenti mengonsumsi produk itu hingga pengumuman lebih lanjut. J&J bekerja sama dengan polisi, FBI, dan FDA (BPOMnya Amerika Serikat) menyelidiki kasus itu. Hasilnya membuktikan, keracunan itu disebabkan oleh pihak lain yang memasukkan sianida ke botol-botol Tylenol. Biaya yang dikeluarkan J&J dalam kasus itu lebih dari 100 juta dollar AS. Namun, karena kesigapan dan tanggung jawab yang mereka tunjukkan, perusahaan itu berhasil membangun reputasi bagus yang masih dipercaya hingga kini. Begitu kasus itu diselesaikan, Tylenol dilempar kembali ke pasaran dengan penutup lebih aman dan produk itu segera kembali menjadi pemimpin pasar (market leader) di Amerika Serikat. Secara jangka panjang, filosofi J&J yang meletakkan keselamatan konsumen di atas kepentingan perusahaan berbuah keuntungan lebih besar kepada perusahaan. Doug Lennick dan Fred Kiel, 2005 (dalam Itpin, 2006) penulis buku Moral Intelligence, berargumen bahwa perusahaan-perusahaan yang memiliki pemimpin yang menerapkan standar etika dan moral yang tinggi terbukti lebih sukses dalam jangka panjang. Hal sama juga dikemukakan miliuner Jon M Huntsman, 2005 (dalam Itpin, 2006) dalam buku Winners Never Cheat. Dikatakan, kunci utama kesuksesan adalah reputasinya sebagai pengusaha yang memegang teguh integritas dan kepercayaan pihak lain. Berkaca pada beberapa contoh kasus itu, sudah saatnya kita merenungkan kembali cara pandang lama yang melihat etika dan bisnis sebagai dua hal berbeda. Memang beretika dalam bisnis tidak akan memberi keuntungan segera. Karena itu, para pengusaha dan praktisi bisnis harus belajar untuk berpikir jangka panjang. Peran masyarakat, terutama melalui

pemerintah, badan-badan pengawasan, LSM, media, dan konsumen yang kritis amat dibutuhkan untuk membantu meningkatkan etika bisnis berbagai perusahaan di Indonesia. Sebuah studi selama dua tahun yang dilakukan The Performance Group, sebuah konsorsium yang terdiri dari Volvo, Unilever, Monsanto, Imperial Chemical Industries, Deutsche Bank, Electrolux, dan Gerling, menemukan bahwa pengembangan produk yang ramah lingkungan dan peningkatan environmental compliance bisa menaikkan EPS (earning per share) perusahaan, mendongkrak profitability, dan menjamin kemudahan dalam mendapatkan kontrak atau persetujuan investasi. Di tahun 1999, jurnal Business and Society Review menulis bahwa 300 perusahaan besar yang terbukti melakukan komitmen dengan publik yang berlandaskan pada kode etik akan meningkatkan market value added sampai duatiga kali daripada perusahaan lain yang tidak melakukan hal serupa. Bukti lain, seperti riset yang dilakukan oleh DePaul University di tahun 1997 menemukan bahwa perusahaan yang merumuskan komitmen korporat mereka dalam menjalankan prinsip-prinsip etika memiliki kinerja finansial (berdasar penjualan tahunan/revenue) yang lebih bagus dari perusahaan lain yang tidak melakukan hal serupa (lihat Iman, 2006).

Contoh etika perusahaan Terdapat 20 perusahaan yang masuk daftar di tahun 2007 harus hengkang di 2008. Contoh perusahaan besar itu diantaranya Toyota, Canon, dan Sharp. Entah apa alasannya. Yang menurut saya perlu kita cermati dan kita ambil nilai positifnya bagi perusahaan-perusahaan dan Badan Usaha Milik Negara atau BUMN Indonesia adalah usaha untuk memperhatikan dan memperhitungkan perilaku perusahaan bagi karyawan, lingkungan dan masyarakatnya. Tidak hanya sekedar mengeruk untung setinggi-tingginya tapi menginjak-nginjak dan menindas karyawan mereka. Menghabiskan sumber daya alam tanpa berhitung bagi keberlangsungan hidup manusia. Sudah begitu, masyarakat di sekitar perusahaan dibiarkan hidup kumuh, pas-pasan, bahkan kebagian limbah mereka saja. Ironis!

Pentingnya Etika dalam Dunia Bisnis Perubahan perdagangan dunia menuntut segera dibenahinya etika bisnis agar tatanan ekonomi dunia semakin membaik. Langkah apa yang harus ditempuh?. Didalam bisnis tidak jarang berlaku konsep tujuan menghalalkan segala cara. Bahkan tindakan yang berbau kriminal pun ditempuh demi pencapaian suatu tujuan. Kalau sudah demikian, pengusaha yang menjadi pengerak motor perekonomian akan berubah menjadi binatang ekonomi. Terjadinya perbuatan tercela dalam dunia bisnis tampaknya tidak menampakan kecenderungan tetapi sebaliknya, makin hari semakin meningkat. Tindakan mark up, ingkar janji, tidak mengindahkan kepentingan masyarakat, tidak memperhatikan sumber daya alam maupun tindakan kolusi dan suap merupakan segelintir contoh pengabaian para pengusaha terhadap etika bisnis. Sebagai bagian dari masyarakat, tentu bisnis tunduk pada norma-norma yang ada pada masyarakat. Tata hubungan bisnis dan masyarakat yang tidak bisa dipisahkan itu membawa serta etika-etika tertentu dalam kegiatan bisnisnya, baik etika itu antara sesama pelaku bisnis maupun etika bisnis terhadap masyarakat dalam hubungan langsung maupun tidak langsung. Dengan memetakan pola hubungan dalam bisnis seperti itu dapat dilihat bahwa prinsip-prinsip etika bisnis terwujud dalam satu pola hubungan yang bersifat interaktif. Hubungan ini tidak hanya dalam satu negara, tetapi meliputi berbagai negara yang terintegrasi dalam hubungan perdagangan dunia yang nuansanya kini telah berubah. Perubahan nuansa perkembangan dunia itu menuntut segera dibenahinya etika bisnis. Pasalnya, kondisi hukum yang melingkupi dunia usaha terlalu jauh tertinggal dari pertumbuhan serta perkembangan dibidang ekonomi. Jalinan hubungan usaha dengan pihak-pihak lain yang terkait begitu kompleks. Akibatnya, ketika dunia usaha melaju pesat, ada pihak-pihak yang tertinggal dan dirugikan, karena peranti hukum dan aturan main dunia usaha belum mendapatkan perhatian yang seimbang. Salah satu contoh yang selanjutnya menjadi masalah bagi pemerintah dan dunia usaha adalah masih adanya

pelanggaran terhadap upah buruh. Hal lni menyebabkan beberapa produk nasional terkena batasan di pasar internasional. Contoh lain adalah produk-produk hasil hutan yang mendapat protes keras karena pengusaha Indonesia dinilai tidak memperhatikan kelangsungan sumber alam yang sangat berharga. Daftar 2008 Worlds Most Ethical Companies adalah: Bidang Aerospace & Defense: Honeywell International (AS) Science Applications International Corporation/SAIC (AS) The Aerospace Corporation (AS) Banking: HSBC (Inggris) Rabobank (Belanda) Standard Chartered Bank (Inggris) Westpac Banking Corporation (Australia) Agriculture: Dole Food Company (AS) Apparel: Nike (AS) Patagonia (AS) Timberland (AS) Business Services: Accenture Ltd (Bermuda) Manpower (AS) Noblis Inc (AS) Paychex (AS) Pitney Bowes (AS) Chemicals: Ecolabs (AS) Automotive: BMW (Jerman) Cummins inc (AS) Honda Motor Company (Jepang) Johnson Controls (AS) Computer Hardware: Cisco System (AS) Sun Microsystems (AS) Xerox Corporation (AS)

Computer Software: Oracle Corporation (AS) Salesforce.com (AS) Symantec Corporation (AS) Energy & Utilities: Duke Energy (AS) FPL Group (AS) Statkraft (Norwegia) Wisconsin Energy Corp (AS) Consumer Product: Aveda Corporation (AS) Henkel AG (Jerman) Kao Corpoaration (Jepang) S.C. Johnson &; Son (AS) Unilever (Belanda) Whirpool Corporation (AS) Engineering & Construction: Fluor Corporation (AS) Enviromental Services & Equipment: Waste Management (AS) Diversified Industries: General Electric (AS) Smiths Group (Inggris) Financial Services: American Express (AS) NYSE Euronext (AS) Principal Financial Group (AS) The Hartford Financial Services Group (AS) Electronics: Freescale Semiconductors (AS) Royal Philips (Belanda) Texas Instruments (AS) Food & Beverages: General Mills (AS) Kellog Company (AS) PepsiCo (AS) Stonyfield Farm (AS).

Manufacturing: Caterpilar (AS) Deere & Company (AS) Eaton Corporation (AS) Milliken & Company (AS) Rockwell Automation (AS) Forestry, Paper & Packaging: Internatational Paper Company (AS) Precious Woods Group (Swiss) Stora Enso (Finlandia) Svenska Cellulosa/SCA (Swedia) Insurance: AFLAC (AS) Allinaz (Jerman) Healtcare: Fresenius Medical Care (Jerman) Premier (AS) Internet: Google (AS) > www.google.com Hotel, Travel & Hospitality: Accor (Prancis) Marriot International (AS) Media & Entertainment: Kiplinger (AS) Pearson (Inggris) Time Warner (AS) Medical Devices: Becton Dickinson (AS) Restaurants & Cafes: McDonalds (AS) Starbucks Coffe Co (AS) Metals & Mining: Alcoa Inc. (AS) Rio Tinto Group (Inggris).

Oil & Gas: Flint Hills Resources (AS) Petro-Canada (Kanada) Retail: Gap (AS) IKEA (Swedia) Marks & Spencer (Inggris) aret Corporation (AS) Ten Thousand Villages (AS) Trader Joes (AS) Pharma & Biotech: Genzyme (AS) Novartis (Swiss) Novo Nordisk (DEnmark) Novozymes (Denmark) Telecomunication: Avaya (AS) Vodafone roup (Inggris) Real Estate: Jones Lang LaSalle (AS) Transportation & Logistics: Nippon Yusen Kaisha/NYK (Jepang) Uniteg Parcel Service/UPS (AS).

Maka kesimpulan kami adalah : Perlaku etik perusahaan tidak hanya antara pengusaha dengan pengusaha, melainkan juga hubungan antar pengusaha dengan karyawan dan yang terpenting adalah antara perusahaan dengan konsumen. Perilaku etik penting diperlukan untuk mencapai sukses jangka panjang dalam sebuah bisnis. Hal ini dapat mebuat hubungan yang interaktif antar para pengusaha dan juga pekerjanya. Etika dalam berusaha berkaitan dengan berbagai hal mulai dari kepercayaan dan juga tanggung jawab para pengusaha sehingga terwujud perusahaan yang kondusif. Selain itu, prilaku etika akan memberikan modal jangka panjang bagi perusahaan tersebut karena prilaku etik tersebuat akan memberikan manfaat di masa depan dalam pengembangan suatu usaha. Dalam prilaku etika, diperlukan usaha untuk membagu kepercayaan antara anggota masyarakat dengan perusahaan atau pengusaha. Perusahaan memerlukan etika untuk melindungi reputasi perusahaan sehingga perusahaan dapat menjalankankan serta mengembangkan usahanya. Dengan ada nya prilaku etik perusahaan, maka secara tidak langsung perusahaan dapat meningkatkan laba karena telah memegang pasar dalam berusaha. Slain itu, prilaku etik tersebut akan diikuti oleh para pekerja sehingga usaha yang di buat dapat semakin berkembang pesat denagn dasaar etika berwirausaha. Maka secara tidak langsung, eksistensi perusahaan akan terjaga terus menerus. Prilaku non etik hendaknya dihindari karena prilaku ini dapat memberikan banyak dampak negatif dalam kelangsungan berusaha. Salah satunya adalah tidak ada nya kepercyaan dari konsumen yang membuat perusahaan sulit berkembang dikemudian hari karena konsumen telah merasa di bohongi (seperti dalam kasus HIT dan lumpur Sidoarjo). Selin tu, prilaku non etik juga menyebabakan perusahaan akan sulit untuk mengontorl pekerja nya karena secara otomatis oekerjanya kan meniru prilaku non etik tersebut. Prillaku non etik mungkinakan memberikan keuntungan dalam jangka pendek, namum usaha tersebut tidak akan bertahan lama dan dapat dijerat hukum bila perusahaan terbukti melakukan kegiatan yang bersifat non-etik.

Anda mungkin juga menyukai