Anda di halaman 1dari 13

BAB I PENDAHULUAN

Duchenne muscular dystrophy (DMD) merupakan penyakit distrofi muskular progresif, bersifat herediter, dan mengenai anak laki-laki. Insidensi penyakit itu relatif jarang, hanya sebesar satu dari 3500 kelahiran bayi laki-laki. Penyakit tersebut diturunkan melalui X-linked resesif, dan hanya mengenai pria, sedangkan perempuan hanya sebagai karier. Pada DMD terdapat kelainan genetik yang terletak pada kromosom X, lokus Xp21.22-4 yang bertanggung jawab terhadap pembentukan protein distrofin. Perubahan patologi pada otot yang mengalami distrofi terjadi secara primer dan bukan disebabkan oleh penyakit sekunder akibat kelainan sistem saraf pusat atau saraf perifer. Distrofin merupakan protein yang sangat panjang dengan berat molekul 427 kD,dan terdiri dari 3685 asam amino. Penyebab utama proses degeneratif pada DMD kebanyakan akibat delesi pada segmen gen yang bertanggung jawab terhadap pembentukan protein distrofin pada membrane sel otot, sehingga menyebabkan ketiadaan protein tersebut dalam jaringan otot. pada tahun 1884 untuk pertama kali memakai istilah dystrophia muscularis progressiva. Pada tahun 1855, Duchenne memberikan deskripsi lebih lengkap mengenai atrofi muskular progresif pada anak-anak. Becker

mendeskripsikan penyakit muscular dystrophy yang dapat diturunkan secara autosomal resesif, autosomal dominant atau X-linked resesif. Hoffman et al2,5 menjelaskan bahwa kelainan protein distrofin merupakan penyebab utama DMD. Biasanya anak- anak yang menderita distrophya jenis Duchene dibawa ke dokter karena sering jatuh, dan kalau sudah jatuh tidak dapat berdiri dengan cepat. Kelemahan otot- otot tungkai pada anak- anak tersebut tidak memungkinkan mereka bangkit secara wajar. Dari sikap duduk di lantai dan kemudian berdiri dilakukannya dengan cara yang khas, pertama mereka menempatkan lengan di lantai sebagaimana

anak hendak merangkak, kemudian tungkai diluruskan dan tangan bergerak setapak demi setapak ke arah kaki, setelah kaki terpegang, kedua tangan memanjat tungkai, demikianlah akhirnya tubuh dapat digerakkan.

BAB II ISI

I.

DEFINISI Muscular dystrophy (MD) adalah suatu kelompok yang terdiri lebih dari

30 penyakit genetik yang ditandai dengan kelemahan progresif dan degenerasi pada otot rangka yang mengendalikan gerakan. Beberapa bentuk dari MD muncul pada masa bayi atau anak-anak, beberapa bentuk yang lain mungkin tidak akan timbul sampai usia pertengahan atau lebih. Gangguan-gangguan ini berbeda-beda dalam nama dan distribusinya dan perluasan kelemahan otonya (ada beberapa bentuk dari MD yang juga menyerang otot jantung), onset usia, tingkat progresifitas, dan pola pewarisannya. Pada kelainan ini terlihat pseudohipertropi pada betis dan pantat, dimana penderitanya semua dari golongan umur kanak-kanak. Dalam 10-12 tahun penderita tidak dapat bergerak lagi dan hidupnya terpaksa di tempat tidur atau di kursi roda. Pada tahap terminal ini seluruh otot skeletal sudah atrofi. Duchenne muscular distrofi (DMD) pertama kali dideskripsikan oleh ahli saraf Perancis Guillaume Benjamin Amand Duchenne pada 1860-an distrofi otot Becker. (BMD) dinamai setelah Petrus Jerman Emil dokter Becker, yang pertama kali menggambarkan ini varian dari DMD pada 1950-an. Duchenne muscular distrofi (DMD) adalah bentuk progresif cepat distrofi otot yang terjadi terutama pada anak laki-laki. Hal ini disebabkan oleh perubahan (mutasi) pada gen, yang disebut gen DMD yang dapat diwariskan dalam keluarga dengan cara yang resesif X-linked. Dalam DMD, anak-anak mulai menunjukkan tanda-tanda kelemahan otot sejak usia 3 tahun.

Penyakit ini secara bertahap melemahkan kerangka otot, yang di lengan, kaki dan punggung. Pada remaja awal atau bahkan lebih awal, otot jantung dan otot pernafasan juga mungkin dapat terpengaruh , munculnya kelemahan berjalan pada awal dekade kedua, dan biasanya akan meninggal pada usia 20 tahun. Diagnosis pasti dari penyakit ini dapat dilakukan melalui pemeriksaan analisis DNA atau pemeriksaan distrofin. Tindakan pembedahan dan rehabilitasi, dapat membantu pasien untuk mampu lebih lama berjalan dan duduk.

II.

INSIDEN dan EPIDEMIOLOGI DMD memiliki angka insidensi 1 : 3500 pada bayi laki-laki baru lahir

dan belum ada penelitian lebih lanjut mengenai epidemiologinya secara nyata.

III.

ETIOLOGI GENETIK Kondisi ini diturunkan, dan masing-masing MD mengikuti pola pewarisan

yang berbeda. Tipe yang paling dikenal, Duchenne muscular dystrophy (DMD), diwariskan dengan pola terkait X resesif, yang berarti bahwa gen yang bermutasi yang menyebabkan penyakit ini terletak pada kromosom X, dan oleh karenanya terkait seks. Pada pria satu salinan yang berubah dari gen ini pada masing-masing sel sudah cukup untuk menyebbkan kelainan ini. Pada wanita mutasinya harus terdapat pada kedua kopi dari gen untuk menyebabkan gangguan ini (pengecualian yang jarang, pada kariier yang menunjukkan gejala, bisa terjadi karena kompensasi dosis/inaktivasi X). Pada pria oleh karenanya terkena penyakit terkait X resesif jauh lebih sering dibandingkan wanita. Suatu ciri khas dari pewarisan terkait X adalah ayah tidak dapat mewariskan sifat terkait X pada anak laki-laki meraka. Pada sekitar dua pertiga kasus DMD, pria yang terkena penyakit mewarisi mutasinya dari ibu yang membawa satu salinan gen DMD. Sepertiga yang lain mungkin diakibatkan karena mutasi baru pada gen ini. Perempuan yang membawa satu salinan dari satu mutasi DMD mungkin memiliki tanda dan gejala terkait kondisi ini (seperti kelemahan otot dan kramp), namun biasanya lebih ringan dari tanda dan gejala pada pria. Duchenne muscular dystrophy

dan Becker's muscular dystrophy disebabkan oleh mutasi pada gen untuk protein dystrophin dan menyebabkan suatu kelebihan pada enzyme creatine kinase. Gen dystrophin adalah gen terbanyak kedua pada mamalia. DMD adalah bentuk tersering dari MD dan terutama menyerang anak lakilaki. Dikarenakan karena kurangnya dystrophin, suatu protein yang mempertahankan integritas otot. Onsetnya dimulai pada usia 3 dan 5 tahun dan kelainan ini memburuk dengan cepat. Kebanyakan anak laki-laki yang terkena akan kehilangan kemampuan berjalan pada usia 12, dan selanjutnya memerlukan bantuan respirator untuk bernafas. Anak perempuan pada keluarga memiliki kemungkinan 50% mewarisi dan menurunkan gen yang rusak pada anak-anak mereka.

IV.

GEJALA DMD dapat menyerang semua orang dari segala usia. Meskipun beberapa

jenis pertama kali pada bayi atau anak-anak, yang lainnya mungkin tidak akan muncul sampai usia pertengahan. Gejala yang paling sering adalah kelemahan otot (sering jatuh, gangguan berjalan, kelopak mata yang jatuh), kelainan rangka dan otot. Pemeriksaan neurologis seringkali menemukan hilangnya jaringan otot (wasting), kontraktur otot, pseudohypertrophy dan kelemahan. Beberapa jenis dari MD dapat timbul dengan tambahan kelainan jantung, penurunan intelektual dan kemandulan.

Berikut gejala-gejala yang dapat ditemukan Kelemahan otot yang progresif bahkan dapat terjadi kehilangan masa otot Gangguan keseimbangan Mudah merasa lelah Kesulitan dalam aktifitas motorik Peningkatan lumbal lordosis yang berakibat pada pemendekan otot panggul Sering jatuh 7

Kesulitan berjalan (cara berjalan yang aneh) Waddling Gait Calf Pain Deformitas jaringan ikat otot Pseudohipertrophy ( mengalami pembesaran pada lidah dan betis), dimana terjadi pengisian oleh jaringan ikat dan jaringan lemak. Mengalami kesulitan belajar Jangkauan gerak terbatas Kontraktur otot (biasanya pada tendon Achilles dan kerusakan otot hamstring) karena serat otot memendek dan mengalami fibrosis yang muncul pada jaringan ikat.

Gangguan respiratori Ptosis Atrofi Gonad Scoliosis Beberapa jenis MD dapat menyerang jantung, menyebabkan

cardiomyopathy atau aritmia

V.

DIAGNOSIS Diagnosis dari MD didasarkan terutama pada hasil biopsi otot. Dalam

beberapa kasus, suatu tes darah DNA mungkin cukup membantu. Pemeriksaan lainnya yang dapat membantu antara lain, peningkatan kadar CK serum dan pemeriksaan electromyography, yang konsisten dengan keterlibatan miogenik. Pemeriksaan fisik dan anamnesa yang tepat akan membantu dalam menentukan jenis dari MD. Kelompok otot tertentu berkaitan dengan jenis tertentu MD. Seringkali, terdapat kehilangan jaringan otot, yang sulit untuk dilihat karena pada beberapa jenis MD menyebabkan penumpukan jaringan lemak dan jaringan ikat yang membuat otot tampak lebih besar. Ini disebut dengan pseudohipertrofi.

Tes yang dilakukan untuk menegakkan diagnosis DMD adalah sebagai berikut:

Positif Gower Sign menunjukkan banyaknya kerusakan yang lebih pada otot- otot di ekstremitas bawah. Creatin Kinase (CPK MM) , dimana kadar keratin kinase pada aliran darah tinggi. EMG (electromyography) menunjukkan kelemahan yang disebabkan oleh kerusakan pada jaringan otot dibandingkan pada sel syarafnya. Genetic Testing, dapat menampilkan bahwa kerusakan genetik pada gen Xp21. Biopsy otot (imunohistokimia atau imunobloting), atau bisa juga pemeriksaan genetic dengan tes darah untuk mengkonfirmasi keberadaan distropin.

VI.

PENATALAKSANAAN

Tidak ada pengobatan spesifik yang diketahui untuk MD. inaktivitas (seperti tirah baring atau bahkan duduk dalam jangka waktu lama) dapat memperberat penyakit. Fisioterapi dan instrumentasi ortopedik (cth. Kursi roda) dapat membantu. Pembedahan ortopedi korektif mungkin diperlukan untuk meningkatkan kualitas hidup dalam beberapa kasus. Masalah pada jantung yang ditemui pada EmeryDreifuss MD dan myotonic MD mungkin memerlukan alat pacu jantung. Myotonia yang terjadi pada myotonic MD dapat diterapi dengan obat-obatan seperti phenytoin atau quinine. Terapi fisik lebih ditujukkan agar penderita dapat memaksimalkan potensi fisik, yaitu:

Meminimalisir perkembangan kontraktur dan deformitas dengan mengembangkan program stretching( peregangan) dan latihan yang diperlukan.

Mencegah dan meminimalisir komplikasi sekunder lain dari kecacatannya.

10

Memonitor fungsi pernafasan dengan menyarankan teknik yang dapat membantu untuk latihan pernafasan dan metode pembersihan saluran nafas.

Penjadwalan mulai dari seminggu sampai satu bulan untuk terapi pijat untuk mengurangi nyeri yang timbul.

Kombinasi terapi ACE inhibitor dan/atau angiotensin reseptor blocker, loop-diuretik, spironolactone dan penambahan non-selektif betaadrenergic adalah untuk mengontrol gejala pada pasien dengan kegagalan jantung dengan etiologi yang beragam

Menurut Current Pediatrics (2005) penggunaan glukokortikosteroid (prednison / prednisolon dan deflazacort) adalah standar emas. Pada 2-4 percobaan terkontrol acak memberikan bukti peningkatan kekuatan pada anak-anak yang diobati dengan steroid harian dan intermiten atau jadwal dosis harian alternatif. Yang paling umum dilaporkan efek samping dari pengobatan steroid di DMD adalah berat badan, masalah perilaku dan, dalam jangka panjang, penurunan kepadatan mineral tulang. Dosis harian yang paling umum adalah prednison /prednisolon 0,75 mg/kgBB/hari dan deflazacort 0,9 mg/kgBB/hari.

Relaksan otot harus dihindari karena risiko hyperkalaemia

VII.

PROGNOSIS

Prognosis dari MD bervariasi tergantung dari jenis MD dan progresifitas penyakitnya. Pada beberapa kasus dapat ringan dan memburuk sangat lambat, dengan kehidupan normal, sedangkan pada kasus yang lain mungkin memiliki pemburukan kelemahan otot yang bermakna, disabilitas fungsional dan kehilangan kemampuan berjalan. Harapan hidup dapat tergantung pada derajat pemburukan dan defisit pernapasan lanjut. Pada Duchenne MD, kematian biasanya terjadi pada usia belasan sampai awal 20an.

11

BAB III KESIMPULAN

Duchenne muscular dystrophy merupakan penyakit kelainan distrofik yang diwariskan secara X-linked dan hanya mengenai laki-laki, sementara perempuan hanya sebagai pembawa sifat. Biasanya penderita meninggal dalam dekade ke dua akibat komplikasi infeksi paru atau payah jantung. Secara klinis pasien DMD tidak mampu berjalan pada usia sekitar 10 tahun. Tindakan pembedahan dan rehabilitasi, dapat membantu pasien untuk memperlama fungsi ambulasi serta memberikan rasa nyaman. Perlu pemberian informasi yang jelas dan konseling genetika mengenai perjalanan penyakit terhadap pasien dan keluarganya. Diagnosis DMD dapat ditegakkan dengan analisis DNA untuk mendeteksi delesi gen yang bertanggung jawab terhadap penyandian protein distrofin. Pemeriksaan immunohistokimia protein distrofin, juga dapat digunakan untuk menegakkan diagnosis pasti. Penanganan pasien dengan DMD harus dilakukan secara multidisiplin.

12

DAFTAR PUSTAKA

Wedantho Sigit, 2007, Duchenne Muscular Dystrophy: FK UI, Jakarta

Mardjono. Mahar., Shidarta Priguna. Neurologi Klinis Dasar. Dian Rakyat, Jakarta.

Twee Do, 2009, Muscular Dystrophy, www.e-medicine.com

13

Anda mungkin juga menyukai