Anda di halaman 1dari 11

BAB II DAFTAR PUSTAKA

1. Fraktur pada usia lanjut Penyakit tulang dan patah tulang merupakan salah satu dari sindrom geriatri, dalam arti insidens dan akibatnya pada usia lanjut yang cukup signifikan. Dengan bertambahnya usia terdapat peningkatan hilang tulang secara linier. Hilang tulang ini lebih nyata pada wanita dibandingkan pria. Tingkat hilang tulang ini sekitar 0,5 1 % per tahun dari berat tulang pada pasien pasca menopause dan pada pria lebih dari 80 tahun. Hilang tulang ini lebih mengenai bagian trabekula dibanding bagian korteks. Sepanjang hidup tulang memngalami perusakan (oleh sel osteoklas) dan pembentukan (oleh sel osteoblas) yang berjalan bersama-sama, sehingga tulang dapat membentuk modelnya sesuai dengan pertumbuhan badan (proses remodelling). Untuk dapat terjadi fraktur pada usia muda seringkali dibutuhkan trauma langsung yang berat, akan tetapi pada usia lanjut fraktur sering terjadi hanya dengan trauma ringan atau bahkan tanpa adanya kekerasan yang nyata. Sebagian besar fraktur pada usia lanjut justru terjadi di rumah, jatuh di kamar mandi, atau terpeleset oleh benda kecil di ruang tamu. Adanya tekanan berat dari lantai saat jatuh hanya merupakan sebagian dari penyebab fraktur tersebut. Pada lansia, stress utama pada tulang justru datang dari daya yang sangat kuat dari otot yang berinsersi di tulang tersebut, sedangkan berat badan hanya memegang peranan kecil. Kontraksi otot yang terkoordinasi dalam upaya mempertahankan postur saat terpeleset atau jatuh memegang peranan penting, setidaknya atas terjadinya fraktur pada leher femur. Jenis fraktur : 1) Fraktur sendi coxae : Fraktur collum femur. Fraktur pada femur merupakan masalah kesehatan penting pada usia lanjut dan seringkali merubah hidup seorang lanjut usia menjadi buruk, menyebabkan mortalitas, komplikasi berat dan kecacatan. 2) Fraktur pergelangan tangan : Fraktur Colles. Fraktur ini bisa terjadi karena terjatuh dengan posisi tangan menahan tubuh. Terapi dilakukan mengadakan reposisi dan fiksasi gips. 3) Fraktur collumna vertebralis : baik jenis crush, multipel, atau wedge (baji). Fraktur ini sebagai akibat osteoporosis bisa terjadi dalam bentuk crush. Khas adalah timbulnya bongkok akibat fraktur daerah punggung, berakibat tinggi penderita berkurang.

Penatalaksanaan: 1) Tindakan terhadap fraktur : tindakan operatif. 2) Tindakan terhadap jatuh : mencari penyebabnya dan memberikan solusi agar tidak jatuh berulang. 3) Tindakan terhadap kerapuhan tulang : mencari penyebabnya dan memberikan solusi untuk memperkuat kerapuhan yang sudah terjadi. 4) Keperawatan dan rehabilitasi : Pencegahan komplikasi imobilitas (Infeksi, dekubitus, dan konfusio)

2. Ulkus dekubitus Dapat terjadi pada setiap umur, tetapi hal ini merupakan masalah yang khusus pada usia lanjut. Dekubitus adalah kerusakan atau kematian kulit sampai jaringan dibawah kulit, bahkan menembus otot sampai mengenai tulang akibat adanya penekanan pada suatu area secara terus menerus sehingga mengakibatkan gangguan sirkulasi darah setempat. Area yang biasa terjadi dekubitus adalah tempat diatas tonjolan tulang dan tidak dilindungi sukup dengan lemak subkutan, misalnya daerah sacrum, trochanter mayor, dan spina ischiadica superior anterior daerah tumit, dan siku. Usia lanjut mempunyai potensi besar untuk terjadi dekubitus karena perubahan kulit berkaitan dengan bertambahnya usia antara lain Berkurangnya jaringan lemak subkutan. Berkurangnya jaringan kolagen dan elastik. Menurunnya efisiensi kolateral kapiler pada kulit sehingga kulit menjadi lebih tipis dan rapuh. Patofisiologi terjadinya dekubitus. Tekanan darah pada kapiler berkisar antara 16 mmHg 33 mmHg. Kulit akan tetap utuh karena sirkulasi darah terjaga, bila tekanan padanya masih berkisar pada batas-batas tersebut. Tetapi sebagai contoh bila penderita immobil terpancang pada tempat tidurnya secara pasif dan berbaring diatas kasur busa biasa makan tekanan daerah sacrum akan mencapai 60-70 mmHg, daerah tumit mencapai 30-45 mmHg. Tekanan ini akan menimbulkan daerah iskemik dan bila berlanjut terjadi nekrosis jaringan kulit. Percobaan pada binatang didapatkan bahwa sumbatan total pada kapiler masih

bersifat reversibel bila kurang dari 2 jam. Seseorang yang terpaksa berbaring berminggu-minggu tidak akan mengalami dekubitus selama dapat berganti posisi berberapa kali per jamnya. Empat faktor yang berpengaruh pada patogenesis timbulnya ulkus dekubitus adalah tekanan, daya regang, friksi, dan kelembaban. Efek tekanan pada jaringan diatas tulang yang menonjol menyebabkan iskemia dan toksi selular yang berhubungan dengan oklusi pembuluh darah dan limfatik, sementara efeknya terhadap timbulnya trauma lebih kecil. Trauma akibat tekanan umumnya dimulai pada jaringan yang lebih dalam dan menyebar ke permukaan kulit. 3. Hipertensi pada penyakit jantung hipertensif 4. Diabetes mellitus 5. Stroke non hemorragik 6. Osteoarthritis

a. Definisi Osteoartritis (OA) dikenal juga sebagai artritis degeneratif, penyakit degeneratif sendi adalah suatu kelainan sendi kronis (jangka lama) dimana terjadi proses pelemahan dan disintegrasi dari tulang rawan sendi yang disertai dengan pertumbuhan tulang dan tulang rawan baru pada sendi. Kelainan ini merupakan suatu proses degeneratif pada sendi yang dapat mengenai satu atau lebih sendi. Sendi akan terasa nyeri akibat inflamasi ringan yang timbul karena gesekan ujung-ujung tulang penyusun sendi. (1,2) Pada sendi, suatu jaringan tulang rawan yang biasa disebut dengan nama kartilago biasanya menutup ujung-ujung tulang penyusun sendi. Suatu lapisan cairan yang disebut cairan sinovial terletak di antara tulang-tulang tersebut dan bertindak sebagai bahan pelumas yang mencegah ujung-ujung tulang tersebut bergesekan dan saling mengikis satu sama lain. (1) Pada kondisi kekurangan cairan sinovial lapisan kartilago yang menutup ujung tulang akan bergesekan satu sama lain. Gesekan tersebut akan membuat lapisan tersebut semakin tipis dan pada akhirnya akan menimbulkan rasa nyeri.1 OA dapat menyerang semua sendi, namun predileksi yang tersering adalah pada sendi-sendi yang menanggung beban berat badan seperti panggul, lutut, dan sendi tulang belakang bagian lumbal bawah.1

b. Faktor risiko Trauma, yaitu patah tulang yang mengenai permukaan sendi.

Pekerjaan yang menimbulkan beban berulang pada sendi. Obesitas (kegemukan), yang menyebabkan peningkatan beban pada sendi, terutama sendi lutut. Riwayat OA pada keluarga. Densitas (kepadatan) tulang yang rendah (osteoporosis). Usia lebih dari 50 tahun. Jenis kelamin perempuan. Ras. Genetik. Kebiasaan merokok. Konsumsi vitamin D. Obesitas. Diabetes mellitus. Hipertensi. Hiperurisemi. Histerektomi. Menisektomi. Kelainan anatomis.

c. Macam Osteoarthritis. Pada dasarnya, OA dibagi atas dua macam. Namun, gambaran patologi kedua kelompok OA tersebut tidak menunjukkan adanya perbedaan. Kelainan utama pada OA adalah kerusakan rawan sendi, dapat diikuti dengan penebalan tulang subkondral, pertumbuhan osteofit, kerusakan ligamen dan peradangan ringan sinovium, sehingga sendi bersangkutan membentuk efusi. 16,17 Osteoarthritis Primer : dialami setelah usia 45 tahun, sebagai akibat dari proses penuaan alami, tidak diketahui penyebab pastinya, menyerang secara perlahan tapi progresif, dan dapat mengenai lebih dari satu persendian. Biasanya menyerang sendi yang menanggung berat badan seperti lutut dan panggul, bisa juga menyerang punggung, leher, danjari-jari.5 Osteoarthritis Sekunder: dialami sebelum usia 45 tahun, biasanya disebabkan oleh trauma (instabilitas) yang menyebabkan luka pada sendi (misalnya patah tulang atau permukaan sendi tidak sejajar), akibat sendi yang longgar, dan

pembedahan pada sendi. Penyebab lainnya adalah faktor genetik dan penyakit metabolik.5

d. Patofisiologi Osteoarthritis. Pada OA terdapat proses degenerasi, reparasi dan inflamasi yang terjadi dalam jaringan ikat, lapisan rawan, sinovium dan tulang subkondral. Pada saat penyakit aktif, salah satu proses dapat dominan atau beberapa proses terjadi bersama dalam tingkat intensitas yang berbeda. OA lutut berhubungan dengan berbagai defisit patofisiologi seperti instabilitas sendi lutut, menurunnya lingkup gerak sendi (LGS) lutut, nyeri lutut sangat kuat berhubungan dengan penurunan kekuatan otot quadriceps yang merupakan stabilisator utama sendi lutut dan sekaligus berfungsi untuk melindungi struktur sendi lutut. Pada penderita usia lanjut kekuatan quadriceps bisa menurun 1/3 nya dibandingkan dengan kekuatan quadriceps pada kelompok usia yang sama yang tidak menderita OA lutut. Penurunan kekuatan terutama disebabkan oleh atrofi otot tipe II B yang bertanggungjawab untuk menghasilkan tenaga secara cepat. Perubahan perubahan yang terjadi pada OA adalah sebagai berikut:

a. Degradasi rawan. Perubahan yang mencolok pada OA biasanya dijumpai di daerah tulang rawan sendi yang mendapatkan beban. Pada stadium awal, tulang rawan lebih tebal daripada normal, tetapi seiring dengan perkembangan OA permukaan sendi menipis, tulang rawan melunak, integritas permukaan terputus dan terbentuk celah vertikal (fibrilasi). Dapat terbentuk ulkus kartilago dalam yang meluas ke tulang. Dapat timbul daerah perbaikan fibrokartilaginosa, tetapi mutu jaringan perbaikan lebih rendah daripada kartilago hialin asli, dalam kemampuannya menahan stres mekanik. Semua kartilago secara metabolis aktif, dan kondrosit melakukan replikasi, membentuk kelompok (klon). Namun, kemudian kartilago menjadi hiposeluler (Brandt, 2000). Proses degradasi yang timbul sebagai akibat dari ketidakseimbangan antara regenerasi (reparasi) dengan degenerasi rawan sendi melalui beberapa tahap yaitu fibrilasi, pelunakan, perpecahan dan pengelupasan lapisan rawan sendi. Proses ini dapat berlangsung cepat atau lambat. Yang cepat dalam waktu 10 15 tahun, sedang yang lambat 20 30 tahun. Akhirnya permukaan sendi menjadi botak tanpa lapisan rawan sendi (Parjoto, 2000). 5

b. Osteofit. Bersama timbulnya dengan degenerasi rawan, timbul reparasi. Reparasi berupa pembentukan osteofit di tulang subkondral (Parjoto, 2000).5

c. Sklerosis subkondral. Pada tulang subkondral terjadi reparasi berupa sclerosis (pemadatan/ penguatan tulang tepat di bawah lapisan rawan yang mulai rusak) (Parjoto, 2000).5

d. Sinovitis.Sinovitis adalah inflamasi dari sinovium dan terjadi akibat proses sekunder degenerasi dan fragmentasi. Matriks rawan sendi yang putus terdiri dari kondrosit yang menyimpan proteoglycan yang bersifat immunogenik dan dapat mengaktivasi leukosit. Sinovitis dapat meningkatkan cairan sendi. Cairan lutut yang mengandung bermacammacam enzim akan tertekan ke dalam celah-celah rawan. Ini mempercepat proses pengerusakan rawan. Pada tahap lanjut terjadi tekanan tinggi dari cairan sendi terhadap permukaan sendi yang botak. Cairan ini akan didesak ke dalam celah-celah tulang subkondral dan akan menimbulkan kantong yang disebut kista subkondral (Parjoto, 2000).5

e. Gambaran klinis Osteoarthritis. Walaupun perubahan-perubahan yang umum dari proses penuaan dan kejadian yang sering dari tingkat lanjut dari penyakit OA, hanya sekitar 5% dari oaring yang berusia diatas 50 tahun yang mempunyai gejala klinik. Nyeri disebabkan oleh inflamasi sebagai terhadap iritasi sendi, apakah disebabkan oleh proses mekanik oleh loose bodies, subkondral fraktur, atau factor lainnya.(8) Karena tidak adanya manifestasi sistemik pada OA maka gejala-gejala dan tandatanda terbatas pada masing-masing sendi. Gejala terutama adalah nyeri, yang ditimbulkan tulang maupun oleh membrane synovial, kapsul fibrous dan spasme dari otot-otot sekitar sendi. Kemudian nyeri menjadi lebih berat, hilang timbul, bertambah dengan gerakan dan berkurang dengan istirahat. Di kemudian hari nyeri waktu istirahat pun timbul, mungkin berhubungan dengan hyperemia pada tulang subkondral.(9) Penyakit ini bisa tanpa gejala,walaupun dari pemeriksaan rontgen positif. Dalam keadaan ringan ,sendi baru akan terasa sakit setelah melakukan aktifitas berat seperti mengangkat beban berat atau naik turun tangga. Pada keadaan parah hanya dengan melakukan aktifitas ringan seperti jalan kaki sendi sudah terasa sakit. Bahkan saat duduk atau tiduran nyeripun terasa (10). Osteoarthritis biasanya mengenai satu atau beberapa sendi. Gejala-gejala klinis yang ditemukan berhubungan dengan fase inflamasi synovial, penggunaan sendi, serta

inflamasi dan degenerasi yang terjadi di sekitar sendi. Gejala-gejala klinis tersebut terdiri dari (11): 1. Nyeri sendi. Keluhan ini merupakan keluhan utama yang seringkali membawa pasien ke dokter. Nyeri biasanya bertambah dengan gerakan dan sedikit berkurang dengan istirahat. Nyeri pada OA dapat bersifat penjalaran atau akibat radikulopati misalnya pada OA servikal dan lumbal. 2. Kekakuan. Nyeri atau kaku sendi dapat timbul setelah imobilitas, seperti duduk lama atau setelah bangun tidur pagi. 3. Pembengkakan. Terutama pada lutut dan siku yang dapat disebabkan oleh cairan dalam sendi ( waktu stadium akut ) atau karena pembengkakan pada tulang yang disebut osteofit. Dapat juga oleh karena pembengkakan dan penebalan pada sinovia yang berupa kista. 4. Gangguan Pergerakan. Disebabkan oleh adanya fibrosis pada kapsul, osteofit atau iregularitas permukaan sendi. Dapat ditemukan adanya krepitasi. 5. Deformitas. Akibat kontraktur kapsul serta instabilitas sendi karena kerusakan pada tulang dan tulang rawan. 6. Nodus Heberden dan Bouchard. Nodus Heberden ditemukan pada bagian dorsal sendi interfalang distal, sedangkan nodus Bouchard pada interfalang proksimal tangan, terutama pada wanita dengan osteoarthritis primer. Nodus Heberden kadang tanpa disertai rasa nyeri tapi sering disertai perestesia dan kekakuan sendi jari-jari tangan ( pada stadium lanjut ) disertai deviasi jari ke lateral.

f.

Pemeriksaan Penunjang Osteoarthritis. Pemeriksaan Laboratorium.12 1. Laju endap darah biasanya normal. 2. Serum kolesterol sedikit meninggi. 3. Pemeriksaan Rhematoid Factor : Negative. Pemeriksaan Radiologis.12 Pemeriksaan radiologis dilakukan dengan. 1. Foto polos. Gambaran yang khas pada foto polos adalah: a. Densitas tulang normal atau meninggi.

b. Penyempitan ruang sendi yang asimetris, karena hilangya tulang rawan sendi. c. Sklerosis tualng subkondral. d. Kista tulang pada permukaan sendi, terutama subkondral. e. Osteofit pada tepi sendi. Gambaran diatas teruatama lebih jelas pada sendi-sendi besar. 2. Radionuklida Scanning. a. Dilakukan dengan 99mTc-HDP. b. Terlihat peningkatan aktivitas tulang pada bagian subkondral dari sendi yang terkena. c. Ditemukan penambahan vaskularisasi dan pembentukan tulang baru. d. Terlihat daerah perselubungan sendi vertebra apofisial.

g. Diagnosis Osteoarhritis. Curigai pada manula dengan gejala OA dan lakukan pemeriksaan X-Ray foto pada sendi yang dikeluhkan, khusus untuk lutut pemeriksaan dilakukan posisi berdiri dan kedua lutut diperiksa untuk pembanding.13 Pada foto X-Ray penderita OA kita bisa jumpai adanya osteofit pada pinggir sendi, penyempitan rongga sendi,peningkatan densitas tulang subkhondral, kista pada tulang subkhondral, cairan sendi. Pada pemeriksaan laboratorium penderita OA normal, tapi diperlukan untuk membedakan dengan penyakit lain.13 Pada kasus OA dengan cairan sendi berlebihan diperlukan pemeriksaan analisis cairan sendi untuk membedakan dengan OA yang terinfeksi, karena pada OA analisis cairan sendi jernih, kental, sel darah putih < 2000/mL.13. Bentuk klasik Osteoarthritis Monoartrikuler berupa nyeri dan disfungsi dari sendi, terutama pada sendi yang menyokong beban tubuh, yaitu sendi panggul dan lutut. Pada OA sekunder mungkin dapat ditemukan penyebab sebelumnya seperti dysplasia asetabular, penyakit Legg-Calve-Perthes, pasca trauma, atau fraktur daerah panggul. OA poli-artikuler ditemukan pada wanita umur pertengahan dengan keluhan nyeri, kekakuan dan pembengkakan pada sendi tangan terutama mengenai sendi karpometakarpo pertama sendi tangan dan metatarsofalangeal sendi kaki.(12) Diagnosis banding:

Nekrosis avaskuler, baik yang idiopatik ataupun sekunder. Arthritis rheumatoid, pada stadium awal sulit dibedakan karena sama-sama ditemukan nyeri dan inflamasi pada jari tangan. Pada stadium lanjut lebih mudah dibedakan, pada arthritis rheumatoid kelainan terutama pada distal interfalang dan metakarpofalangeal.

Arthritis psoriatic. Arthritis gout. Arthritis tuberkulosa.

h. Terapi Belum ada pengobatan yang dapat menyembuhkan OA secara tuntas. Kerusakan bersifat progresif dan akhirnya menetap. Pengobatan sebaiknya secara individual agar dapat dicapai pengobatan yang diinginkan. Dengan pengobatan local ada harapan untuk memperlambat proses kalau tidak menghentikannya.(9) Secara umum tujuan pengobatan adalah membantu penderita agar mengerti tentang penyakitnya, membantu secara psikologis, menghilangkan rasa sakit, menekan proses inflamasi ( terutama dalam selaput synovial ), mempertahankan fungsi sendi dan mencegah deformitas, melakukan koreksi terhadap deformitas yang sudah ada, dan melakukan rehabilitasi terhadap penderita secara individu. Bila ada deformitas yang berat dapat ditangani dengan tindakan bedah seperti mengganti sendi dengan protese.(9,15). Pada stadium awal, pengobatan bertujuan untuk : Mengurangi rasa nyeri. Menambah luas pergerakan/ mobilisasi sendi. Mengurangi beban tubuh

Pengobatan terdiri atas: 1. Penanganan umum. a. Istirahat teratur yang bertujuan mengurangi penggunaan beban pada sendi. b. Mengurangi berat badan. c. Latihan statis dan memperkuat otot-otot. d. Fisioterapi, yang berguna untuk mengurangi nyeri, menguatkan otot, dan menambah luas pergerakan sendi. 2. Pemberian obat-obatan. a. Analgetik dan anti-inflamasi untuk mengurangi nyeri dan pembengkakan.

b. Injeksi steroid intra-artikuler pada sinovitis akut dan nyeri ligament periartikuler. 3. Tindakan operasi. Tindakan operasi dilakukan apabila : Nyeri tidak dapat diatasi dengan obat dan tindakan local. Sendi yang tidak stabil oleh karena subluksasi atau deformitas pada sendi. Kerusakan sendi tingkat lanjut. Mengoreksi beban pada sendi agar distribusi beban terbagi rata. Tindakan operasi yang dapat dilakukan pada sendi, yaitu: i. Sendi lutut. Osteotomi tinggi pada tibia, untuk mengoreksi kelurusan pada sendi lutut, dimana belum ada kerusakan yang menyolok pada sendi. Hemi-artroplasti, bila kerusakan satu kompartemen sendi. Artroplasti total, bila seluruh kompartemen sendi rusak. Artrodesis, bila terdapat kerusakan sendi dan sendi tidak stabil pada orang muda. j. Sendi panggul. Osteotomi (operasi menurut Mc. Murray) dilakukan pada OA yang ringan dengan tujuan untuk mengubah pusat tekanan pada sendi panggul. Artroplasti, dilakukan pada kelainan panggul yang lanjut, umumnya dilakukan artroplasti total dengan mengganti sendi panggul secara keseluruhan baik caput femur maupun asetabulum Artrodesis, umumnya pada penderita muda dengan kelainan yang bersifat unilateral.

DAFTAR PUSTAKA 1. http://id.wikipedia.org/wiki/Osteoartritis 2. adulgopar.files.wordpress.com/2009/12/osteoartritis.pdf 3. http://www.innvista.com/health/ailments/arthritis/osteoart.htm 4. http://www.hopkins-arthritis.org/arthritis-info/osteoarthritis/pathophysiology.html 5. http://ajunkdoank.wordpress.com/2008/12/25/definisi-dan-patologi-osteoarthritis-oa/ 6. http://www.enformasi.com/2009/02/osteoartritis.html 7. http://www.wikimu.com/News/Print.aspx?id=17005 8. Turek SL. Diseases of joints in Orthopaedics Principles and Their Application, 3ed, Asian ed, Igaku Shoin Ltd., Tokyo, 1978 : 327-348 9. Hilmy CR. Kelainan-kelainan degenerative dari sendi dan jaringan-jaringan yang berhubungan dalam Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Bagian Bedah Staf Pengajar FKUI/ RSCM, Jakarta, 1995 : 600-620. 10. Salter RB. Degenerative Disorder of Joints and Related Tissues in Textbook of Disorders and Injuries of Musculoskeletal System. 3ed. William & Wilkins. Baltimore-Maryland, 1999 : 213251. 11. Kalim H. Penyakit Sendi Degeneratif ( Osteoartritis ) dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, jilid I, edisi ke-3, Balai Penerbit FKUI, 1996 : 76-84. 12. Rasjad C. kelainan Degeneratif Tulang dan Sendi dalam Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. Edisi ke-2. Bintang Lamumpatue. Ujung Pandang, 2003 : 196-204. 13. http://mukipartono.com/osteoartritis/ 14. http://www.slideshare.net/sibermedik/osteoartritis-2809824 15. Sjamsuhidajat R, Wim de Jong. System musculoskeletal dalam Buku ajar Ilmu Bedah, edisi revisi, EGC, Jakarta, 1997 : 1233-1237 16. Altman R.D. Criteria for the Classification of Osteoarthritis. Journal of Rheumatology, 1991; 27 (suppl) : 10 12. 17. Setiyohadi Bambang. Osteoartritis Selayang Pandang. Dalam Temu Ilmiah Reumatologi. Jakarta, 2003 : 27 31.

Anda mungkin juga menyukai