Anda di halaman 1dari 26

I.

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Mangga (Mangifera Indica L.), salah satu komoditas hortikultura yang memiliki banyak peluang untuk dikembangkan, baik dari aspek pasar, nilai gizi, teknologi pascapanen serta nilai ekonomi. Mangga dapat dikonsumsi dalam keadaan segar maupun olahan, sehingga tanaman hortikultura yang satu ini banyak digemari konsumen. Pada 2002, Indonesia mampu mengekspor 1.572,634 ton Mangga dalam bentuk segar dan 2,202 ton dalam bentuk olahan. Jawa Tengah termasuk pemasok kebutuhan Nasional ke 3 (13,60 %), setelah Jawa Timur (42,60 %) dan Jawa Barat (18,73 %) (Dirjen Bina Produksi Hortikultura, 2007). Mangga berasal dari India, kemudian menyebar ke Asia Tenggara, termasuk Indonesia dan Malaysia. Sampai saat ini, Indonesia merupakan salah satu produsen Mangga, dengan total produksi pada 2011, 1.842.036 ton (Laporan Kerja Kementan 2011). Di pulau jawa, pusat penanaman Mangga berada di Probolinggo, Indramayu dan Cirebon. Jenis Mangga yang sering ditanam di Indonesia meliputi, gedong, golek manalagi, arumanis, cengkir, kweni dan kemang. Selain kultivar dan proses budidaya, proses panen juga merupakan salah satu faktor yang dapat menentukan kualitas Mangga, mulai dari persiapan panen, waktu panen dan lebih khusus penanganan pasca panen. Contoh kasus pada 2008. Menurut Deny Utomo (2010), produksi Mangga di Probolinggo mengalami

penurunan, dari 101.585 ton pada 2007 menjadi 99.621 ton pada 2008. Penurunan disebabkan masih minimnya penguasaan teknologi oleh petani, dari mulai pembibitan sampai distribusi, termasuk saat panen dan pascapanen. Dalam lingkup pengembangan aspek pasar, faktor keseragaman kualitas, dalam hal ini kematangan, perlu dipantau untuk menjamin standar mutu, terutama komoditas ekspor. Mengingat persaingan produk ekspor semakin ketat. Masuk ke Singapur, Mangga Probolinggo harus bersaing ketat dengan Mangga Thailand (Kementerian Pertanian, 2009). Sebagaian besar, kematangan buah Mangga biasanya ditandai dengan perubahan warna kulit buah. Warna buah arumanis atau manalagi berubah menjadi hijau tua kebiruan, warna buah Mangga cengkir dan golek atau gedong, berubah menjadi kuning kemerahan. Sedangkan, tanda buah sudah dapat dipanen adalah adanya buah yang jatuh karena matang, sedikitnya 1 buah/pohon. (BPPT, 2000). Menurut Aminary (2009), buah Mangga juga mengandung senyawa flavonoid. Kandungan flavonoid dalam buah Mangga, yang mempunyai gugus hidroksi bebas dapat menghambat aktivitas sitokrom. Sementara, menurut Harborne (1996), flavonoida mengandung sistem aromatik yang terkonjugasi sehingga menunjukkan pita serapan kuat pada daerah spektrum sinar ultraviolet dan spektrum sinar tampak, umumnya dalam tumbuhan terikat pada gula yang disebut dengan glikosida.

Light dependent resistor (LDR) merupakan sensor yang bekerja terhadap cahaya. LDR memiliki nilai resistansi berubah-ubah, berdasarkan intensitas cahaya yang diserap. Pengaruh intensitas cahaya terhadap resistan LDR menyebabkan sensor ini sebagai resistor yang mempunyai koefisien temperatur negatif. Beberapa teori warna yang berkembang diantaranya diungkapkan Newton (1642-1727), bahwa benda-benda disekitar tidak akan memiliki warna apabila tidak ada cahaya yang menyentuhnya. Cahaya merupakan satu-satunya sumber warna. Benda yang tampak berwarna, semuanya hanya pemantul, penyerap dan penerus warna dalam cahaya. Teori Young (1801), mengemukakan hipotesa bahwa mata manusia memiliki 3 buah reseptor penerima cahaya, yaitu reseptor yang peka terhadap cahaya biru, merah dan hijau. Seluruh penglihatan warna didasarkan pada ketiga reseptor tersebut. Tetapi, Young hampir tidak melakukan eksperimen apapun untuk mendukung pernyataannya. Seorang ahli penglihatan Jerman, Hermann Von Helmholtz (1850), menjelaskan kebenaran teori Young. Hasil teori keduanya ini kemudian dikenal dengan Teori Young-Helmholtz atau Teori Penglihatan 3 Warna atau Teori 3 Reseptor. Melalui ketiga reseptor pada retina, mata manusia dapat melihat semua warna dan membedakannya. Jika cahaya mengenai benda, maka benda tersebut akan memantulkan satu atau lebih cahaya dalam spektrum. Hasil eksperimen James Clerck Maxwell

(1855-1861) menyimpulkan bahwa warna hijau, merah dan biru merupakan warna-warna primer (utama) dalam pencampuran warna cahaya. Warna primer adalah warna-warna yang tidak dapat dihasilkan lewat pencampuran warna apapun. Melalui warna primer cahaya (biru, hijau dan merah), semua warna cahaya dapat dibentuk dan diciptakan. Setiap warna memiliki panjang gelombang berbeda, yang disajikan pada tabel 1 sebagai berikut :

Tabel 1. Panjang Warna Gelombang (Sumber : Anonim, 2012)


Warna-warna utama dari spektrum sinar tampak Ungu Biru Sian (biru pucat) Hijau Kuning Orange Merah Panjang Gelombang (nm) 380 435 435 500 500 520 520 565 565 590 590 625 625 740

Oleh sebab itu, diperlukan teknologi tepat guna untuk membedakan tingkat kematangan buah Mangga yang sederhana, sehingga mudah dioprasionalkan oleh petani tanpa mengurangi nilai keakuratan. Penggunaan teknologi tepat guna ini diharapkan dapat menunjang kapasitas produksi dari segi kualitas, terutama keseragaman kematangan buah Mangga.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang dibahas sebelumnya, maka dapat dirumuskan beberapa masalah yang perlu dikaji dan diaplikasikan dalam penelitian ini. Masalah yang akan dikaji pada penelitian ini adalah: 1. Bagaimana cara mengaplikasikan sensor LDR sebagai pemeriksa kematangan buah Mangga (Mangefira Indica L.)? 2. Bagaimana respon atau tanggapan LDR dalam pengukuran kematangan buah Mangga? 3. Bagaimana performansi yang diperoleh dari alat pemeriksa kematangan buah Mangga yang telah dibuat? C. Tujuan Penelitian Tujuan yang akan dicapai pada penelitian ini adalah: 1. Merancang bangun alat pemeriksa kematangan buah Mangga berbasis sensor deret LDR. 2. Memperoleh karakteristik luaran sensor deret LDR terhadap pengukuran kematangan buah Mangga selama 14 hari. 3. Mengetahui hubungan perubahan kematangan, titik jatuh cahaya, dengan hambatan sensor deret LDR. D. Manfaat Penelitian Manfaat yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah:

1.

Alat pengukur kematangan buah Mangga berbasis sensor deret LDR ini dapat mengukur tingkat kematangan buah Mangga dan dapat diaplikasikan dalam proses panen atau pascapanen.

2.

Sebagai kajian tentang evaluasi mutu bahan pertanian, khususnya kematangan buah Mangga dan aplikasi sensor LDR II. KERANGKA PEMIKIRAN

A. Tumbuhan Mangga 1. Morfologi Tumbuhan Mangga Mangga salah satu tanaman hortikultura yang populer di Indoensia. Tanaman ini berasal dari India, kemudian menyebar ke seluruh dunia. Tanaman Mangga dapat tumbuh dengan baik di dataran rendah dan berhawa panas. Ada juga yang dapat tumbuh di daerah yang memiliki ketinggian hingga 600 meter di atas permukaan laut.

Gambar 1. Tanaman buah mangga.

Menurut Pantastico (1986), Mangga termasuk kedalam tipe buah batu berdaging dengan deskripsi kulit luar seperti belulang, kulit tengah tebal berdaging, dan kulit dalam keras seperti batu dengan membran tipis seperti kertas disebelah dalamnya. Selain itu, Pantastico menyebutkan, ukuran buah Mangga termasuk kedalam kelas menengah (sedang), dengan bobot berkisar 250 500 gram. Batang pohon Mangga tegak dan bercabang agak kuat. Kulit tebal dan kasar dengan banyak celah kecil dan sisik bekas tangkai daun. Warna kulit batang yang sudah tua biasanya coklat keabuan sampai hitam. Pohon Mangga yang berasal dari biji pada umumnya tegak, kuat dan tinggi sedangkan yang berasal dari sambungan atau tempel lebih pendek dan cabang membentang. Daun yang masih muda biasanya berwarna kemerahan, keunguan, atau kekuningan. Semakin hari, daun akan berubah pada bagian permukaan atas, menjadi hijau mengkilat. Bagian permukaan bawah berwarna hijau muda. Bunga Mangga biasanya bertangkai pendek, jarang sekali yang bertangkai panjang. Berbau harum seperti bunga lili. Kelopak bunga biasanya bertaju lima. Ukuran dan bentuk bunga, sangat berubah-ubah bergantung pada macamnya. Mulai dari bulat, bulat telur, hingga lonjong memanjang. Panjang buah kira-kira 2.5 - 3.0 cm. Kulit buah berbintik kelenjar. Berwarna hijau kekuningan atau kemerahan bila masak. Dalam hasil pengukuran menggunakan penetrometer, kulit luar buah Mangga memiliki nilai lebih tinggi dibandingkan buah lain yang kulit luarnya tipis, atau kulit luarnya menyatu dengan kulit tengahnya (Pantastico, 1986).

Daging buah, jika masak berwarna merah jingga atau kuning. Ada yang berserabut atau tidak. Rasanya manis sampai masam dengan banyak air dan berbau kuat sampai lemah. Biji Mangga berwarna putih, gepeng memanjang tertutup endokrap yang tebal, mengayu dan berserat. Biji ini terdiri dari yang monoembrional atau poliembrional (Rukmana,1997).

2. Sistematika Tumbuhan Mangga Sistematika Tumbuhan Mangga adalah sebagai berikut : Kingdom Divisi Class Ordo Famili Genus Spesies : Plantae : Spermatophyta : Dicotylendonae : Anarcardiales : Anarcardiaceae : Mangifera : Mangifera indica L

3. Manfaat dan Khasiat Tumbuhan Mangga Bagian tumbuhan Mangga yang penting dan berguna dalam kehidupan manusia sehari-hari, terutama bagi kesehatan adalah getah, kulit batang, buah muda, dan buah masak. Getah Mangga dari bagian batang atau ranting dapat dimanfaatkan sebagai obat tradisional untuk penyakit luar, seperti eksim, kudis, dan gatal-gatal. Penyakit rematik atau persendian nyeri dapat diobati dengan menggunakan kulit batang pohon Mangga. Buah Mangga muda selain dapat digunakan sebagai manisan, juga berkhasiat sebagai obat beberapa jenis penyakit.

Di India Mangga yang masih hijau digunakan sebagai obat gangguan darah, empedu, dan saluran pencernaan. Memakan buah Mangga muda secara teratur mempunyai daya penyembuh gangguan darah, karena menambah kelenturan pembuluh darah, membantu pembentukan sel-sel baru, mencegah pendarahan, dan menyembuhkan sariawan. Selain itu buah Mangga muda dapat berkhasiat untuk mengatasi diare, disentri, wasir dan sembelit (Rukmana, 1997). Para ahli meyakini mangga adalah sumber karotenoid yang disebut beta crytoxanthin, yaitu bahan penumpas kanker yang baik. Mangga juga kaya vitamin, antioksidan seperti vitamin C dan E. Satu buah mangga mengandung tujuh gram serat yang dapat membantu sistem pencernaan. Sebagian besar serat larut dalam air dan dapat menjaga kolesterol agar tetap normal. Mangga memiliki sifat kimia dan efek farmakologis tertentu, yaitu bersifat pengelat (astringent), peluruh urine, penyegar, penambah nafsu makan dan antioksidan. Kandungan asam galat pada Mangga sangat baik untuk saluran pencernaan. Sedangkan kandungan riboflavinnya sangat baik untuk kesehatan mata, mulut, dan tenggorokan. Buah Mangga juga mengandung senyawa flavonoida. Kandungan flavonoida dalam buah Mangga yang mempunyai gugus hidroksi bebas dapat menghambat aktivitas sitokrom (Aminary, 2009). 4. Tumbuhan Mangga di Indonesia Mangga asli Indonesia kemungkinan berasal dari Kalimantan adalah kebemben atau kweni (Mangifera odorata). Tanaman ini merupakan buah tropis yang biasa tumbuh baik di daerah beriklim kering.

Pengembangan tanaman Mangga hampir berada di seluruh wilayah Indonesia. Namun, sentra produksi mangga terbesar berada di pulau Jawa. Di Jawa Barat berada di Indramayu, Cirebon, dan Majalengka. Jawa Tengah, terdapat di Tegal, Kudus, Pati, Magelang, dan Soyolali. Sedangkan Jawa Timur, tersebar di Pasuruan, Probolinggo, Nganjuk, dan Pamekasan. Wilayah lain yang juga menyumbang terhadap produksi Mangga nasional adalah, Daerah Istimewa Yogyakarta, Sumatera Utara, Sumatera Sarat, Sulawesi Selatan, Maluku, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur. Dari segi produksi, Jawa Tengah merupakan produsen Mangga terbesar ketiga di Indonesia, dengan kontribusi 17, 2 % dari total hasil panen Nasional. Peringkat pertama ditempati Jawa Timur dengan kontribusi 38,5 % (Pasuruan, Probolinggo, Situbondo dan Banyuwangi). Disusul pada posisi kedua Jawa Barat (Indramayu, Cirebon dan Majalengka) 19,99 %. Berikutnya secara berurutan Sulawesi 3,5 %, Bali (Buleleng) 3,8 %, NTB (Lombok Barat) 3, 5 %, dan NTT (Sumba Barat) 2,5 %.(Dinas Pertanian Tanaman Pangan Jawa Barat, 2009). Varietas yang telah dilepas oleh Menteri Pertanian di antaranya adalah Arumanis 143, Golek 31, dan Manalagi 69. Ketiga varietas mangga tersebut mampu banyak menghasilkan buah; daging buahnya tebal dan rasanya manis, Mangga Gedong, dan Ourih termasuk varietas yang populer di masyarakat, mempunyai mutu tinggi, daging tebal dan rasanya manis (S. Sutono, 2008) 5. Fisiologi Panen dan Pascapanen Setiap pohon mangga dewasa, berumur lebih 10 tahun, dapat menghasilkan buah antara 25 50 kg per pohon/tahun. Buah akan matang sekitar

10

110 150 hari setelah bunga mekar. Buah yang mempunyai pangkal buah membengkak dan berwarna kekuningan adalah buah yang sudah tua dan siap dipanen. Dalam memanen harus hati - hati, jangan menjatuhkan buah, getahnya tidak boleh menetesi buah lainnya, dan jangan merusak pohon (S. Sutono, 2008). Mutu buah setelah panen tidak dapat diperbaiki, tetapi bisa dipertahankan. Mutu yang baik bisa diperoleh bila pemanenan dilakukan pada tingkat kemasakan yang tepat. Buah yang belum masak, bila dipanen akan menghasilkan mutu kurang baik dan proses pematangan yang salah. Sebaliknya, bila dipanen terlalu lama akan meningkatkan kepekaan terhadap pembusukan (Pantastico, 1986). a. Indikator Kemasakan Buah Mangga Ada beberapa metode yang dilakukan untuk mengindikasikan kemasakan buah. Petani biasanya menggunakan metode visual dan fisik. Begitu pun dengan buah Mangga, dapat diindikasikan kemasakannya melalui metode visual dan fisik.

Gambar 2. Buah mangga matang. Beberapa perubahan yang menyertai kemasakan buah Mangga yaitu, penuhnya buah dalam tangkai, perubahan warna pada ujung tangkai buah, tumbuhnya rambut pada biji dan pembentukan lentisel-lentisel. Biasanya pembudidaya Mangga lebih mengandalkan perubahan warna sebagai indikator

11

kemasakan. Contohnya, untuk kultivar-kultivar Alphonso dan Pairi, biasanya diperlukan 110 sampai 125 hari sesudah pembentukan buah untuk perubahan warna dari hijau tua menjadi hijau zaitun. Untuk daging buahnya, dari putih menjadi kuning pucat (Anon, 1965b; Bhatnagar dan Subramanyam, 1971). Beberapa varietas Mangga India, kemasakannya ditentukan dengan melihat sejauh mana pangkal buah menyambul dari tangkai (Cheem dan Dani, 1934). Cara ini dapat diterapkan untuk banyak varietas yang tetap

mempertahankan adanya lekukan pada pangkal buah pada tingkat matang sekalipun. Di Pakistan Barat, kriteria umum untuk waktu pemanenan buah Mangga ialah bila sudah ada beberapa buah Mangga yang matang jatuh secara alami dari pohon. Stadium ini disebut stadium tapka. Seluruh buah di pohon tersebut dianggap sudah cukup tuauntuk dipanen. Pada umumnya, orang beranggapan bahwa buah yang dipetik dari pohon pada stadium tapka, dan matang dalam penyimpanan mempunyai aroma, mutu dan warna lebih baik (Pantastico, 1986). Ruehle dan Ledin (1955) menekankan pentingnya pemanenan buah Mangga beberapa hari menjelang terjadinya perubahan warna. Pada Mangga Heden, indikator-indikator tidak menunjukan hubungan khas apa pun dengan kemasakan (Harkness, 1949). Namun, pengukuran berat jenis ternyata merupakan petunjuk yang dapat dipercaya. Telah terbukti bahwa buah Mangga Heden belum masak pada berat jenis kurang dari 1,015, dan siap dipanen bila berat jenis menjadi 1,02 atau lebih. Pengukuran berat jenis tidak begitu dapat dipercaya

12

untuk varietas lain, mungkin karena berat jenis dipengaruhi besarnya rongga biji, curah hujan dan cara bercocok tanam. Titik maksimum kandungan zat pati juga ternyata dapat dijadikan tolak ukur indikasi kemasakan buah Mangga Heden dan Zill yang ditanam di Florida (Popenhoe dkk., 1958) dan beberapa varietas dari India (Anon, 1972b; Bhatnagar dan Subramanyam 1971). Harkness dan Cobin (1950), mengamati buah Mangga varietas Heden, masak dalam 105 115 hari dari pemekaran bunga. b. Peran Etilen (C2H4) dalam Pematangan Buah Mangga Matoo dan Modi (1969a) menunjukan bahwa C2H4 meningkatkan kegiatan enzim katalase, perioksidase dan amilase dalam irisan Mangga sebelum puncak kemasakannya. Selama pemacuan, mereka juga mengamati bahwa zat-zat serupa protein yang menghambat pemasakan, dalam irisan-irisan itu hilang dalam 45 jam. Perlakuan dengan C2H4 mengakibatkan irisan-irisan menjadi lemak dan perubahan yang menarik dari putih ke kuning,yang memberi petunjuk timbulnya gejala kematangan yang khas (Matoo, 1969). Selain itu, Mattoo dan Modi (1969b) melaporkan bahwa C2H4 dapat juga menginaktifkan preparat penghambat yang secara parsial telah dimurnikan dalam hubungannya dengan katalase dan peroksidase, karena preparat yang diberi perlakuan tidak menunjukan penghambat enzim-enzim ini sedikit pun. Berdasarkan pengamatan tersebut maka mereka berpendapat bahwa, sebelum mencapai puncak kemasakan dalam buah Mangga, C2H4 yang disintesis buah memacu enzim-enzim oksidatif dan hidrolitik dan menginaktifkan penghambat enzim-enzim ini; sesudah dan selama proses ini berlangsung, terjadi perubahan-

13

perubahan komponen sel yang semula dari yang semula tidak laeun menjadi dapat larut, yang mengakibatkan perubahan-perubahan permeabilitas sel, dan demikian memungkinkan interaksi yang lebih besar antara substrat buah dengan enzimenzim tersebut; bahwa proses-proses ini semua, bersama dengan faktor-faktor lain yang hingga kini belum diketahui, membangkitkan dengan kuat sebagian sistem metabolik yang akhirnya mematangkan buah (Matto, 1969; Matto dan Modi 1969a; 1969b). c. Perubahan Kimiawi Selama Pematangan dan Penuaan Selama pematangan buah mengalami beberapa perubahan nyata yang melingkupi warna, tekstur dan bau. Perubahan tersebut memberikan indikasi bahwa susunan kimia dalam buah juga mengalami perubahan. Perubahan tersebut dapat terjadi melalui perombakn maupun proses sintetik atau melalui proses keduanya. Karbohidrat Gula, baik yang bebas ataupun yang terikat pada zat-zat lain, merupakan komponen yang penting untuk mendapatkan flavor buah yang menyenangkan melalui perimbangan antara gula dan asam, warna yang menarik (sebagai derivat antosianidin) dan tekstur yang utuh (bila secara serasi tergabung dengan polisakarida struktural). Pada pematangan buah, bentuk-bentuk ini mengalami perubahan secara metabolik, baik kuantitatif maupun kualitatif. Lely dkk. dalam Pantastico (1986) melaporkan bahwa selama pematangan buah mangga Alponso, zat pati seluruhnya terhidrolisis dan terbentuklah sukrosa. Mukerjee (1957-1959) dkk. Melaporkan hasil yang sama terhadap banyak varietas

14

buah Mangga lain bahwa terjadi kenaikan sukrosa, glukosa dan fruktosa sedikit demi sedikit selama berlangsungnya pematangan. Modi dan Reddy (1967) melaporkan adanya kandungan pentosa total lima kali lipat, dan mengamati sintesis fruktosa 1,5 kali lebih banyak dari glukosa. Data dari Krishnamurthy dan Subramanyam (1970) dan Lakhsminarayana (1972) mengenai perubahan karbohidrat dalam pematangan buah Mangga sesuai dengan hasil di atas.

Zat Warna Untuk sebagaian besar buah, tanda kematangan pertama adalah hilangnya warna hijau. Kandungan klorofil buah yang sedang masak lambat laun berkurang. Pada umumnya sejumlah zat warna hijau tetap terdapat dalam buah, terutama dalam jaringan bagian-bagian dalam buah. Selama tahap pematangan, terjadi sintesis karotenoid secara drastis. Karena adanya kemungkinan dalam kesamaan pembentukan karoten dan fitol, beberapa penulis berpendapat bahwa senyawasenyawa yang dilepaskan selama pemecahan klorofil dapat digunakan untuk sintesis karotenoid. Karetonid pada tumbuhan terutama berupa b-karoten dan derivatderivatnya. Jungalwala dan Cama (1963) menemukan bahwa mangga

Alphonsoyang matang kira-kira mengandung 16 hidrokarbon dan oksikarotenoid yang berbeda-beda. b-karoten terdapat terdapat sampai 60% jumlah seluruhnya. Krishnamurthy dkk. (1960) melaporkan adanya kenaikan kandungan b-karoten yang cukup besar dalam buah mangga Badami, Raspuri, Totapuri dan Neelam. Selama pematangan. Modi dkk. Melaporkan kandungan karoten, geraniol bebas

15

dan asam mevalonat bebas, yang merupakan prekursor dalam terjadinya karoten, semakin lama semakin meningjat selama pematangan. Hasil Atsiri Buah yang sedang masak akan menimbulakan aroma yang khas. Senyawasenyawa utama yang ditemukan adalah ester-ester alkohol alifatik dan asam-asam lemak berantai pendek. Selain untuk beberapa jenis buah seperti pisang, yang senyawa atsirinya berupa isoamil asetat. Beberapa senyawa terpenoid

dimungkinkan merupakan penyebab aroma khas dalam pematangan beberapa varietas jeruk Chitrus unshiu, pisang, mangga dan pepaya. Enzim Sudah jelas bahwa dari pengaruh kimiawi dan fisik selama pematangan buah disebabkan oleh enzim. Misalnya melunaknya buah tomat selama pematangan telah ditunjukan mempunyai hubungan erat dengan bertambahnya pektineserase (Kertesz, 1938) dan kegiatan poligalakturonase (Hobson, 1964) baik dalam tomat maupun buah alpukat, nanas, pisang dan mangga (Mattoo dan Modi, 1969). B. Light Dependent Resistor (LDR) 1. Prinsip dan Aplikasi LDR Resistor adalah komponen dasar elektronika yang selalu digunakan dalam setiap rangkaian elektronika karena bisa berfungsi sebagai pengatur atau untuk membatasi jumlah arus yang mengalir dalam suatu rangkaian. Dengan resistor, arus listrik dapat didistribusikan sesuai dengan kebutuhan. Sesuai dengan namanya resistor bersifat resistif dan umumnya terbuat dari bahan karbon. Satuan

16

resistansi dari suatu resistor disebut Ohm atau dilambangkan dengan simbol (Omega). Di dalam rangkaian elektronika, resistor dilambangkan dengan huruf R. Pada perkembangannya, terdapat resistor yang peka terhadap cahaya. Resistor peka cahaya atau fotoresistor adalah komponen elektronik yang resistansinya akan menurun jika ada penambahan intensitas cahaya yang mengenainya. Fotoresistor dapat merujuk pula pada light dependent resistor (LDR), atau fotokonduktor. Fotoresistor dibuat dari semikonduktor beresistansi tinggi yang tidak dilindungi dari cahaya. Jika cahaya yang mengenainya memiliki frekuensi yang cukup tinggi, foton yang diserap oleh semikonduktor akan menyebabkan elektron memiliki energi yang cukup untuk meloncat ke pita konduksi. Elektron bebas yang dihasilkan (dan pasangan lubangnya) akan mengalirkan listrik, sehingga menurunkan resistansinya. Sama halnya dengan LDR. LDR dibuat dari Cadmium Sulfida yang peka terhadap cahaya. Cahaya memiliki dua sifat yang berbeda yaitu sebagai gelombang elektromagnetik dan foton atau partikel energi (dualisme cahaya). Saat cahaya menerangi LDR, foton akan menabrak Cadmium Sulfida dan melepaskan elektron. Semakin besar intensitas cahaya yang datang, semakin banyak elektron yang terlepas dari ikatan, sehingga hambatan LDR akan rendah. Pada aplikasi di lapangan, LDR banyak dimanfaatkan sebagai sensor cahaya. Sensor adalah piranti yang menghasilkan sinyal keluaran yang sebanding dengan parameter yang diindera (sensing). Sensor bekerja untuk mendeteksi atau mengukur sesuatu yang digunakan untuk mengubah variasi mekanis, magnetis,

17

panas, sinar dan kimia menjadi tegangan dan arus listrik. Contoh penggunaan LDR yaitu pada lampu taman dan lampu di jalan yang bisa menyala di malam hari dan padam di siang hari secara otomatis (Sri Suptami, 2010). Struktur LDR dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Strutur LDR. 2. Karakteristik LDR Karakeristik LDR terdiri dari dua macam, yaitu laju recovery dan respon spektral.
a. Laju Recovery

Bila sebuah LDR dibawa dari suatu ruangan dengan level kekuatan cahaya tertentu ke dalam suatu ruangan yang gelap, maka dapat diamati bahwa nilai resistansi dari LDR tidak akan segera berubah resistansinya pada keadaan ruangan gelap tersebut. Namun, LDR tersebut hanya akan dapat mencapai harga di kegelapan setelah mengalami selang waktu tertentu. Laju recovery merupakan suatu ukuran praktis dan suatu kenaikan nilai resistansi dalam waktu tertentu. Nilai ini ditulis dalam K/detik. Untuk LDR tipe arus, nilainya lebih besar dari 200

18

K/detik (selama 20 menit pertama mulai dari level cahaya 100 lux), kecepatan tersebut akan lebih tinggi pada arah sebaliknya, yaitu pindah dari tempat gelap ke tempat terang, yang memerlukan waktu kurang dari 10 ms untuk mencapai resistansi yang sesuai dengan level cahaya 400 lux. b. Respon Spektral LDR tidak mempunyai sensitivitas yang sama untuk setiap panjang gelombang cahaya yang jatuh padanya (yaitu warna). Bahan yang biasa digunakan sebagai penghantar arus listrik yaitu tembaga, aluminium, baja, emas dan perak. Dari kelima bahan tersebut tembaga merupakan penghantar yang paling banyak, digunakan karena mempunyai daya hantaryang baik (TEDC,1998).

19

III.

METODOLOGI

A. Tempat dan Waktu


Penelitian dilaksanakan selama empat bulan. Dimulai pada Juli 2012, sampai Oktober 2012. Penelitian ini meliputi perancangan dan pembuatan alat, serta uji unjuk kerja, yang akan dilaksanakan di Laboratorium Mekanisasi Pertanian Universitas Jenderal

Soedirman.

B. Alat dan Bahan


1. Perancangan Alat

20

Alat dan bahan yang digunakan dalam perancangan pengukur kematangan buah Mangga berbasis sensor deret LDR, berupa kertas dan alat tulis, yang digunakan untuk membuat sketsa. 2. Pembuatan Alat
a. Alat yang akan digunakan meliputi gergaji besi, gunting, pisau, solder,

obeng, tang, amplas, dan penggaris.


b. Bahan yang akan digunakan, pipa PVC diameter 4,8 cm, sambungan pipa

dengan diameter kecilnya 5 cm dan diameter besarnya 8 cm, sensor LDR, cat hitam dan putih, lem plastik, lem autosealer, lampu 60 watt, kabel, klem, busa dan alumunium foil. 3. Uji Unjuk Kerja a. Alat yang digunakan meliputi multimeter digital, penetrometer dan refractometer.
b. Bahan yang digunakan dalam uji unjuk kerja adalah buah Mangga yang

sudah dipanen. C. Perlakuan Perlakuan yang digunakan dalam penelitian ini adalah faktor jarak jatuh cahaya dari sumber cahaya. Cahaya diatur jaraknya dari Mangga yang akan diuji, melalui pipa sebagai pengarahnya, disimbolkan dengan J. Jarak jatuh cahaya yang akan diujikan terbagi kedalam tiga, J I, 1,5 cm, J II, 2,5 cm, dan J III, 3,5 cm diatas Mangga.

D. Variabel Pengukuran

21

Variabel yang diamati pada penelitian ini adalah : 1. Nilai Resistansi LDR Nilai resistansi LDR diperoleh dari pengukuran langsung menggunakan multimeter digital. 2. Kematangan Buah Mangga Berdasarkan Kekerasan dan Kandungan Gula Variabel atau parameter yang digunakan dalam kematangan buah Mangga diantaranya kekerasan dan kandungan gula. Kekerasan diukur menggunakan penetrometer dan kandungan gula diukur menggunakan refraktometer.

E. Analisis data Analisis yang akan dilakukan adalah analisis grafik. Data dari analis grafik berupa variabel yang diukur, dan dapat menunjukan hubungan antara kematangan buah Mangga dengan hambatan dari deret sensor LDR.

F. Pelaksanaan Penelitian 1. Persiapan a. Perancangan alat dilakukan dengan membuat sketsa rancangan alat dengan menggunakan alat gambar manual.

22

b. Mempersiapkan 21 buah mangga sebagai objek pengukuran. 2. Pembuatan alat Pembuatan alat dilakukan di Lababoratorium Mekanisasi Pertanian, UNSOED, berdasarkan gambar yang sudah dibuat dan dimodifikasi bila diperlukan. 3. Pengujian alat Pengujian ini untuk memperoleh nilai hambatan yang diperoleh dari LDR. 4. Pengambilan data Data akan diambil dengan melakukan pengukuran hambatan LDR. Hambatan LDR didapatkan setelah LDR menangkap cahaya pantulan dari buah Mangga yang sebelumnya ditembakan cahaya. Nilai hambatan akan berbeda satu sama lain, sesuai perlakuan yang diberikan.

G. Jadwal Pelaksanaan

Tabel 2. Rencana kegiatan bulanan penelitian No 1. 2. Kegiatan Persiapan Pelaksanaan penelitian Waktu (Bulan) I x x II III IV

23

3. 4.

Pengambilan data Penulisan laporan

x x x

24

DAFTAR PUSTAKA

Anonimus, 2006. Sensor Cahaya Dengan http://www.nanangdesign.inc.md/download/LDRLightSensor.pdf.

LDR.

Antara, M. 2004. Pengembangan Usaha Hortikultura Petani Kecil. Fakltas Pertanian Udayana. Bali. Bishop, O. 2004. Dasar-dasar Elektronika. Penerbit Erlangga. Yogyakarta. Felix da Silva, Derci, Daniel Acosta-Avalos. 2006. Light Dependent Resistance as Sensor in Spectroscopy Setups Using Pulse Light Compared with Electret Microphone. Sensors. 2006, 6, 514-525. Kementerian Pertanian Probolinggo, 2009. Kualitas Mangga Probolinggo Jeblok. http://www.probolinggo.go.id/site/index.php. diakses 8 Agustus 2012 Laporan Kerja Kementerian Pertanian Tahun 2011. 2012. Kementerian Pertanian. Jakarta. Pakarti, Aminarty Wahyu. 2009. Pengaruh Perasan Buah Mangga Terhadap farmakokinetika Parasetamol yang Diberikan Secara Oral pada Kelinci Jantan. Laporan Penelitian. Universitas Muhammadiyah Surakarta. Pantastico, ER. B. 1986. Fisiologi Pasca Panen, Penanganan dan Pemanfaatan Buah-buahan dan Sayur-sayuran Tropika dan Sub Tropika. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Pradana, Damar. 2012. Budidaya Mangga Varietas Unggul. Pustaka Baru Press. Yogyakarta. Rancangan Rencana Strategis Kementerian Pertanian 2010-2014. 2009. Kementerian Pertanian. Rismunandar. 1990. Membudayakan Tanaman Buah-buahan. Sinar Baru. Bandung. Sistem Informasi Manajemen Pembangunan di Perdesaan. 2000. Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional. Jakarta.

25

Sugiri. 2004. Elektronika Dasar dan Peripheral Komputer. Penerbit Andi. Yogyakarta. Supatmi, Sri. 2010. Pengaruh Sensor LDR Terhadap Pengontrolan Lampu. Majalah Ilmiah UNIKOM. Vol.8, No. 2 TTGBudidaya Pertanian Mangga (Mangifera spp). 2000. Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi. Jakarta. Utomo, Deny. 2010. Strategi Pendekatan Supply Chain Management pada Proses Produksi dan Saluran Distribusi Terhadap Agroindustri Mangga (Mangifera Indica) di Kabupaten Probolinggo. Laporan Penelitian. Dinas Pertanian Probolinggo.

26

Anda mungkin juga menyukai