Anda di halaman 1dari 16

BUDIDAYA RUMPUT LAUT DI PERAIRAN TAMBAK DAN PANTAI

Oleh : Nama NIM Rombongan Kelompok Asisten : Muh.Rezzafiqrullah R : B1J010231 : II : 6 : Alkaf Ibrahim Aji

LAPORAN PRAKTIKUM FIKOLOGI

KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS BIOLOGI PURWOKERTO 2012

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia adalah negara dengan garis pantai terpanjang di dunia, dan memiliki potensi besar sebagai penghasil rumput laut. Potensi rumput laut Indonesia diperkirakan sebesar 148.850 ton basah/tahun dengan potensi rumput laut Gracilaria sp sebesar 23.3000 ton/tahun dan Gelidium sp. 4.500 ton/tahun. Ekspor rumput laut Indonesia sebagian besar masih dalam bentuk rumput laut kering. Untuk memenuhi kebutuhan agarosa dalam negeri, Indonesia masih tergantung dari impor, karena agar yang memenuhi persyaratan kemurnian sebagai agarosa masih belum dapat dihasilkan dalam negeri. Dengan mengisolasi agarosa dari agar memungkinkan penggunaan yang lebih luas dan sekaligus dapat meningkatkan nilai jual produk tersebut. Keberhasilan isolasi agarosa dalam negeri dapat mengurangi

ketergantungan impor dan sekaligus meningkatkan nilai ekspor agar (Wimbaningrum ,2010) Menurut Akio (1971) menambahkan bahwa perairan Indonesia yang merupakan 70% dari wilayah nusantara dengan 13.667 pulau memiliki potensi rumput laut yang cukup besar. Penduduk daerah pantai dan kepulauan di Indonesia sudah sejak lama memanfaatkan rumput laut untuk kebutuhan hidup sehari-hari dalam berbagai bentuk, misalnya dimakan mentah sebagai lalap, dibuat sayur, diacar, dibuat kue, panganan dan manisan, bahkan juga untuk obat-obatan. Indonesia memiliki kekayaan berbagai jenis rumput laut, ekspedisi Sibolga pada tahun 1928-1929 melaporkan ada 555 jenis rumput laut. Dari jenis-jenis tersebut yang mempunyai nilai ekonomis sebagai komoditi perdagangan adalah kelompok penghasil agar-agar (Gracilaria, Gelidium, Gelidiela dan Gelidiopsis). Sedangkan kelompok penghasil karaginan adalah Eucheuma dan Hynea. Rumput laut marga Gracilaria dan Eucheuma mempunyai potensi untuk dibudidayakan (Handayani, 2006). B. Tujuan

Tujuan praktikum budidaya rumput laut di perairan tambak dan pantai

adalah mengetahui budidaya rumput laut dengan metode dan sistim yang berbeda di perairan tambak dan laut atau pantai.

C. Tinjauan Pustaka

Rumput laut dikenal dengan nama seaweed merupakan bagian dari tanaman laut. Rumput laut dimanfaatkan sebagai bahan mentah, seperti agar agar, karaginan dan algin. Pada produk makanan, karaginan berfungsi sebagai stabilator (pengatur keseimbangan), thickener (bahan pengental), pembentuk gel, pengemulsi. Rumput laut telah lama digunakan sebagai makanan maupun obat-obatan di negeri Jepang, Cina, Eropa maupun Amerika. Diantaranya sebagai nori, kombu, puding atau dalam bentuk hidangan lainnya seperti sop, saus dan dalam bentuk mentah sebagai sayuran. Adapun pemanfaatan rumput laut sebagai makanan karena mempunyai gizi yang cukup tinggi yang sebagian besar terletak pada karbohidrat di samping lemak dan protein yang terdapat di dalamnya (Yasita dan Intan, 2008). Rumput laut merupakan salah satu sumber devisa negara dan sumber pendapatan bagi masyarakat pesisir. Selain dapat digunakan langsung sebagai bahan makanan, beberapa hasil olahan rumput laut seperti agar-agar, carrageenan dan alginat merupakan senyawa yang cukup penting dalam industri. Indonesia di samping mengekspor rumput laut juga mengimpor hasil-hasil olahannya yang dari tahun ke tahun semakin meningkat jumlahnya. Sampai saat ini industri pengolahan di Indonesia yaitu agar-agar masih secara tradisional dan semi industri, sedangkan untuk carrageenan dan alganit belum diolah di dalam negeri.Guna meningkatkan nilai tambah dari rumput laut dan mengurangi impor akan hasil-hasil olahannya, pengolahan di dalam negeri perlu dikembangkan. Disini diuraikan beberapa proses pengolahan rumput laut serta manfaat dari hasil-hasil olahannya (Istini et al,1985). Salah satu sumberdaya hayati laut Indonesia yang cukup potensial adalah rumput laut atau dikenal dengan sebutan lain ganggang laut, seaweed atau atau agaragar. Hasil proses ekstraksi rumput laut banyak dimanfaatkan sebagai bahan makanan atau sebagai bahan tambahan untuk industri makanan, farmasi, kosmetik, tekstil, kertas, cat dan lain-lain. Selain itu digunakan pula sebagai pupuk hijau dan komponen pakan ternak maupun ikan. Dengan semakin luasnya pemanfaatan hasil

olahan rumput laut dalam berbagai industri, Selain untuk kebutuhan ekspor, pangsa pasar dalam negeri cukup penting karena selama ini industri pengolahan rumput laut sering mengeluh kekurangan bahan baku. Melihat peluang tersebut, pengembangan komoditas rumput laut memiliki prospek yang cerah karena memiliki nilai ekonomis yang penting dalam menunjang pembangunan perikanan baik kaitannya dengan peningkatan ekspor non migas, penyediaan bahan baku industri dalam negeri, peningkatan konsumsi dalam negeri maupun meningkatkan pendapatan

petani/nelayan serta memperluas lapangan kerja (Yasita dan Intan,2008). Rumput laut merupakan ganggang yang hidup di laut dan tergolong dalam divisio thallophyta. Keseluruhan dari tanaman ini merupakan batang yang dikenal dengan sebutan thallus, bentuk thallus rumput laut ada bermacam-macam ada yang bulat seperti tabung, pipih, gepeng, bulat seperti kantong, rambut dan lain sebagainya. Thallus ini ada yang tersusun hanya oleh satu sel (uniseluler) atau banyak sel (multiseluler). Percabangan thallus ada yang thallus dichotomus (duadua terus menerus), pinate (dua-dua berlawanan sepanjang thallus utama), pectinate (berderet searah pada satu sisi thallus utama) dan ada juga yang sederhana tidak bercabang. Sifat substansi thallus juga beraneka ragam ada yang lunak seperti gelatin (gelatinous), keras diliputi atau mengandung zat kapur (calcareous}, lunak bagaikan tulang rawan (cartilagenous), berserabut (spongeous) dan sebagainya (Soegiarto et al, 1978).

II. MATERI DAN METODE

A. Materi

Alat-alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah

Bambu, Tali ris,

Jangkar, Termometer, Tali rafia, Jaring, Pisau, Botol CD bekas, gunting, penggaris dan salinometer. Bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah Rumput laut Gracillaria verrucosa.

B. Metode

1. Alat dan bahan disiapkan setelah itu dibuat jaring rakit. 2. Rumput laut Gracillaria verrucosa ditimbang sebanyak 75 gram. 3. Rumput laut diikat menggunakan tali rafia sebanyak 25 ikat. 4. Botol plastik diikatkan pada rakit bambu. 5. Rumput laut disiram dengan air laut agar selalu basah 6. Rakit bambu dihanyutkan hingga tenggelam.

III.HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

1. Sistem jaring rakit

Berdasarkan hasil budidaya rumput laut dari kelompok 7 yaitu menggunakan sistem jaring rakit. Jaring rakit dapat diletakkan secara vertikal dan horizontal, guna memanfaatkan lahan perairan yang ada dan baik diterapkan pada perairan yang ada dan baik untuk diterapkan pada perairan yang mempunyai gelombang atau arus yang besar. Bibit yang ditanam disesuaikan dengan luas atau besar kevilnya jaring rakit, dalam pembuatan sistim ini dan cara pemanenan rumput laut yang ditanam mendapatkan sinar matahari yang sama sehingga produksinya akan lebih tinggi.

B. Pembahasan

Klasifikasi Gracilaria menurut Lobban dan Horisson (1994) yaitu: Divisi : Rhodophyta Kelas : Rhodophyceae Ordo : Gigartinales

Famili : Gracilariaceae Genus : Glacilaria Spesies : Glacilaria verrucosa Gracilaria merupakan rumput laut yang termasuk dalam kelas alga merah (Rhodophycea). Gracilaria sp. menghasilkan metabolit primer senyawa hidrokoloid yang disebut agar. Ciri umum dari Gracilaria sp. adalah mempunyai bentuk thallus silindris atau gepeng dengan percabangan mulai dari yang sederhana sampai pada yang rumit dan rimbun, di atas percabangan umumnya bentuk thalli (kerangka tubuh tanaman) agak mengecil, permukaannya halus atau berbintil-bintil, diameter thallus berkisar antara 0,5 2 mm. Panjang dapat mencapai 30 cm atau lebih dan Glacilaria tumbuh di rataan terumbu karang dengan air jernih dan arus cukup dengan salinitas ideal berkisar 20-28 per mil (Aslan, 1991). Perkembangbiakan rumput laut pada dasarnya ada dua macam, yaitu secara kawin (generatif) antara gamet jantan dengan gamet betina dan secara tidak kawin dengan cara vegetatif, konjugatif dan spora.

Gambar 1. Diagram Daur Hidup Gracilaria verrucosa Gracilaria verrucosa dicirikan dengan bentuk thallus silndris, licin, berwarna kuning-coklat atau kuning-hijau. Percabangan berselang-seling tidak beraturan, kadang berulang-ulang memusat pada bagian pangkal. Cabang-cabang lateral

memanjang menyerupai rumput, dengan panjang sekitar 25 cm dan diameter thallus sekitar 0,5-15 mm (Soegiarto et.,al , 1978). Menurut Chapman (1970) beberapa syarat tambak untuk pembudidayaan rumput laut Gracillaria verrucosa, adalah: 1. Lokasi harus terlindung dari terpaanangin dan gelombang angin yang besar untuk menghindari kerusakan fisik rumput laut. 2. Dasar perairan yang baik bagi pertumbuhan rumput laut adalah potongan karang mati dicampur dengan pasir karang. 3. Kedalaman berkisar antara 3-0-50 cm pada surut terendah, agar tidak mengalami kekeringan karena sinar karena terkena sinar matahari secara langsung. 4. Salinitas perairan berkisar antara 28 34 ppt dengan nilai optimum 32 ppt. 5. Suhu perairan berkisar antara 27 30 oC. 6. Kecerahan dengan angka tranparansi berkisar antara 1,5 m. 7. Kisaran pH antara 6 9 . Nilai optimal diharapkan pada kisaran 7,5 8,0. 8. Kecepatan arus yang dianggap baik berkisar 20 40 cm/detik 9. Mudah dijangkau dengan sarana dan prasarana tranportasi. Metode budidaya yang akan dilakukan sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan rumput laut itu sendiri. Sampai saat ini telah dikembangkan lima metode budidaya rumput laut berdasarkan pada posisi tanaman terhadap dasar perairan. Metoda-metoda tersebut meliputi : metoda lepas dasar, metoda rakit apung, metode long line dan metode jalur serta metode keranjang (kantung) (Atmadja, et.al., 1996). Menurut Taib (1987) Metode budidaya rumput laut berdasarkan posisi tanaman terhadap dasar perairan, dikenal tiga cara : 1. Metode Dasar (Bottom Method) Keuntungan : Biaya yang dibutuhkan tidak terlalu besar karena tida menggunakan media buatan. Penanaman benih dapat dilakukan dengan cara yang mudah dan tidak membutuhkan banyak waktu. Sangat cocok untuk digunakan pada perairan yang dasarnya keras. Kekurangan : Tingkat produksinya rendah.

Banyak benih yang hilang karena terbawa oleh arus air atau ombak Metode ini tidak baik untuk perairan yang berdasar pasir (lunak). 2. Metode Lepas Dasar (Off Bottom Method) Keuntungan : Dapat diterapkan pada perairan yang mempunyai dasar berpasir, berlumpur atau lumpur berpasir. Mudah untuk melakukan penanaman, pemeliharaan, dan pemanenan rumput laut. Tanaman relatif terhindar dari serangan bulu babi. Kekurangan : Material yang digunakan lebih banyak, sehingga biaya pembuatanya lebih mahal. Pembuatan alat atau jaring beserta konstruksinya lebih lama/ memakan waktu. 3. Metode Apung (Floating Method) Keuntungan : Untuk menghindari hanyutnya rakit, dapat dipergunakan jangkar atau tiang bambu, sehingga metode ini dapat dilakukan pada semua perairan. Tanaman relatif terhindar dari serangan hama bulu babi. Produksi lebih tinggi dari pada metode yang lain Pertumbuhan rumput laut menjadi lebih baik karena proses fotosintesis dapat berlangsung dengan baik, sehingga produksinya akan lebih tinggi bila dibandingkan dengan metode sebelumnya. Kekurangan : Perlu biaya lebih besar dalam pembuatan jaring maupun konstruksinya. Jumlah material/ nilon yang diperlukan lebih banyak. Waktu pembuatan konstruksi maupun penanaman lebih lama Menurut Sze (1993). rumput laut tumbuh paling baik adalah dengan menggunakan metode apung bila dibandingkan dengan metode dasar dan lepas dasar. Hal ini berkaitan derngan kedalaman dan irradiasi cahaya karena penetrasi cahaya akan berbeda dipermukaan dan didasar perairan yang mempengaruhi fotosintesis. Praktikum rumput laut kali ini menggunakan sistem jaring rakit. Jaring rakit dapat diletakkan secara vertikal dan horizontal, guna memanfaatkan lahan perairan yang ada dan baik diterapkan pada perairan yang ada dan baik untuk diterapkan pada

perairan yang mempunyai gelombang atau arus yang besar. Bibit yang ditanam disesuaikan dengan luas atau besar kevilnya jaring rakit, dalam pembuatan sistim ini dan cara pemanenan rumput laut yang ditanam mendapatkan sinar matahari yang sama sehingga produksinya akan lebih tinggi. Menurut Indriani (1994) Faktor-faktor yang mempengaruhi budidaya rumput laut yaitu, Suhu, Kecerahan, Arus, Salinitas dan Nutrisi. Syarat-syarat ekologis untuk pertumbuhan rumput laut meliputi dua karakteristik yaitu karakteristik fisika-kimia dan karakteristik biologis : 1. Salinitas Salinitas untuk pertumbuhan rumput laut berkisar antara 30 35 permil atau bisa lebih, bergantung pada jenis rumput lautnya. Misalnya Gracylaria verrucosa kebanyakan infertil pada daerah yang bersalinitas tinggi (30 35 permil). Gracilaria yang berasal dari Atlantik dan Pasifik timur dapat tumbuh pada salinitas dengan kisaran 15 38 permil, dan mengalami pertumbuhan maksimum pada salinitias optimum 25 permil, yang ditunjang kadar nitrogen dan fosfat yang rendah dan berhubungan langsung dengan pasang surut dan curah hujan (Suryaningrum, 2000). 2. Zat Hara Kadar nitrat dan fosfat mempengaruhi stadia reproduksi alga bila zat hara tersebut melimpah diperairan. Kadar nitrat dan fosfat di perairan akan mempengaruhi kesuburan gametofit alga cokelat (Laminaria nigrescenc) (Anggadireja, 1993). 3. Gerakan Air Gerakan-gerakan air laut disebabkan oleh beberapa faktor, seperti angin yang menghembus diatas permukaan laut. Pengadukan yang terjadi karena perbedaan suhu air dari dua lapisan, perbedaan tinggi permukaan laut, pasang surut, dan lain-lain. Gerakan air laut ini penting bagi berbagai proses dalam laut, baik itu biologik maupun non biologik. Alga yang tumbuh diperairan yang selalu berombak dan berarus kuat akan mempunyai sifat dan karakteristik spora yang berbeda dengan alga yang berada di perairan yang tenang. Gerakan air laut dikenal sebagai arus, gelombang, gerakan masa air permukaan (upwelling) (Anggadireja, 1993). a. Arus Arus laut merupakan pencerminan langsung dari pola angin dan gerakan bumi. Jadi arus permukaan digerakkan oleh angin. Kecepatan arus yang dianggap cukup untuk budidaya rumput laut sekitar 20 40 cm/detik. Dengan kondisi seperti

ini akan mempermudah penggantian dan penyerapan hara yang diperlukan oleh tanaman, tetapi tidak sampai merusak (Trihatmoko, 2005). b. Pasang Surut Pasang surut (pasut) merupakan salah satu gejala laut yang besar pengaruhnya terhadap biota laut khususnya di wilayah pantai. Pada saat suhu terendah, kedalaman perairan tidak boleh kurang dari 2 kaki (sekitar 60 cm), sedangkan untuk pasang tertinggi kedalaman perairan tidak boleh lebih dari 7 kaki (sekitar 210 cm) (Anggadireja, 1993). c. Gelombang Gelombang sebagian ditimbulkan oleh dorongan angin diatas permukaan laut dan sebagian lagi oleh tekanan tangensial pada partikel air. Angin yang bertiup dipermukaan laut menimbulkan riak gelombang. Tinggi gelombang yang cukup untuk pertumbuahan rumput laut antara 10 30 cm (Suryaningrum, 2000). 4. Suhu Menurut Trihatmoko (2005) menyatakan bahwa suhu air yang diperlukan oleh rumput laut untuk hidup dan tumbuh yaitu berkisar antara 20 280C, namun masih ditemukan rumput laut yang tumbuh pada suhu 310C. Produksi spora akan dipengaruhi oleh musim, misalnya produksi maksimal tetraspora dan karpospora Gracilaria umumnya terdapat dimusim panas. Perkembangan stadia reproduksi beberapa jenis alga tergantung pada kondisi suhu dan intensitas cahaya atau kombinasi diantara kedua parameter tersebut. 5. Cahaya Rumput laut memerlukan cahaya matahari untuk proses fotosintesisnya. Karena itu, rumput laut hanya mungkin tumbuh diperairan dengan kedalaman tertentu dimana sinar matahari sampai ke dasar perairan. Mutu dan kualitas cahaya berpengaruh terhadap produksi spora dan pertumbuhannya. Spora Gelidium dapat dirangsang oleh cahaya hijau, sedangkan cahaya biru menghambat pembentukan zoospora. Pembentukan spora dan pembalahan sel dapat dirangsang oleh cahaya merah berintensitas tinggi. Intensitas cahaya yang tinggi dapat merangsang pensporaan Prophyra, tetapi menghambat pensporaan Eucheuma. Kebutuhan cahaya pada alga merah agak rendah dibanding alga cokelat. Pensporaan Gracilaria verrucosa misalnya berkembang baik pada intensitas cahaya 400 Lux, sedangkan Ectocarpus tumbuh cepat pada intensitas cahaya antara 6500 7500 Lux (Anggadireja, 1993).

6. Derajat Keasaman (pH) Derajat Keasaman (pH) air yang cocok untuk pertumbuhan rumput laut yaitu antara pH netral (7) sampai basa (9) (Badan penelitian dan pengembangan pertanian (Trihatmoko, 2005). 7. Tingkat Kecerahan Kondisi perairan pantai tempat tumbuh rumput laut tidak boleh keruh, karena apabila kondisi perairannya keruh maka akan dapat menghalangi proses fotosintesis dari rumput laut. Air harus jernih sehingga tidak menghalangi sinar matahari menembus air laut. Kejernihan air kira-kira sampai batas 5 meter atau batas sinar matahari bisa menembus air laut (Trihatmoko, 2005). Menurut Ipteknet (2002) Hal-hal yang harus diperhatikan dalam budidaya rumput laut di perairan dan tambak yaitu : 1. Pemilihan lokasi 2. Melakukan uji Coba 3. Persiapan Areal Budidaya 4. Penyediaan Bibit 5. Penanaman Bibit 6. Perawatan Selama Pemeliharaan / Penanaman 7. Pemanenan 8. Pengeringan Hasil Panen Rumput laut terpadu berbasis sistem akuakultur dapat meningkatkan kualitas air dan kinerja lingkungan dengan membuang nutrisi, dan memiliki potensi untuk menghasilkan keuntungan tambahan dari produksi rumput laut. Mengintegrasikan spesies rumput laut yang optimal ke dalam sistem akuakultur sangat penting untuk menyediakan berkelanjutan lingkungan akuakultur. Pemilihan spesies rumput laut untuk digunakan dalam sistem akuakultur yang terintegrasi harus melibatkan pertimbangan dari kedua nilai ekonomi (misalnya, spesies berharga) dan kapasitas biofiltrasi (misalnya, tingkat serapan hara, pertumbuhan, dan konsentrasi jaringan nitrogen). Rumput laut tergantung pada kecocokan antara karakteristik ekofisiologis dari spesies dan kondisi lingkungan yang hadir dalam pertanian.

Nitrogen memainkan peranan penting dalam mengontrol pertumbuhan alga di lingkungan laut, dan tingkat serapan nitrogen oleh makroalga tergantung pada konsentrasi sumber nitrogen. Sumber nitrogen dipengaruhi oleh status nitrogen dari rumput laut. NH4 + adalah sumber N yang lebih baik untuk yezoensis Porphyra dari

NO3-, sementara Nereocystis menunjukkan preferensi yang signifikan untuk NO3-di bawah konsentrasi tinggi. Pertumbuhan Gracilaria disajikan tingkat yang sama,

terlepas dari pemberian NH4 + atau NO3-. Oleh karena itu, bentuk nitrogen yang dihasilkan dapat menjadi faktor penting ketika memilih spesies rumput laut untuk aplikasi dalam suatu sistem akuakultur yang terintegrasi sejak limbah dibuang dari ikan budidaya biasanya mengandung NO3-dan NO2-selain NH4 + (Yun Hee Kang, et., al , 2011)

IV.KESIMPULAN

Berdasarkan hasil dan pembahasan sebelumnya dapat diambil kesimpulan bahwa : 1. Faktor-faktor yang mempengaruhi budidaya rumput laut diantaranya yaitu suhu, nutrisi, salinitas, kecerahan, dan arus. 2. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam budidaya rumput laut di perairan dan tambak yaitu Pemilihan lokasi, Melakukan uji Coba, Persiapan Areal Budidaya, Penyediaan Bibit, Penanaman Bibit, Perawatan Selama Pemeliharaan atau Penanaman, Pemanenan, Pengeringan Hasil Panen.

DAFTAR REFERENSI

Akio, Okazaki. 1971. Seaweeds and their uses in Japan, Tokai University Press, Tokyo. Anggadiredja, Jana T., Achmad Zatnika, Heri Purwoto dan Sri Istini. 1993. Rumput Laut. Penebar Swadaya: Jakarta. Aslan, L.M. 1991. Budidaya Rumput Laut. Kanisius, Yogyakarta. Atmadja, W. S. , A. Kadi, Sulistijo, dan Rachmaniar. 1996. Pengenalan Jenis-jenis Rumput Laut Indonesia. Puslitbang Oseanologi, LIPI, Jakarta. Chapman, V.J. 1970. Seaweeds and their uses, Methuen & Co. LTD, London. DAVIDSON, R.L., 1980 Handbook of Water-Soluble Gums and Resins, Mc. Graw-Hill, Inc, New York. Handayani, Tri. 2006. Protein pada Rumput Laut. ISSN 0216-1877. Oseana, Volume XXXI, Nomor 4, Tahun 2006 : 23-30. Hee Kang Yun, Sang Rul Park and Ik Kyo Chung. 2011. Biofiltration efficiency and biochemical composition of three seaweed species cultivated in a fish-seaweed integrated culture Research Article Algae 2011, 26(1): 97-108. Indriani, H. dan Suminarsih, H. 1994. Rumput Laut: Budidaya, Pengolahan dan Pemasaran. Penebar Swadaya, Yogyakarta. Ipteknet. 2002. Rumput Laut / Alga,. http://www.iptek.net.id/ind/pd_ alga/index.php?mnu=2&alga=coklat&id=8 . Diakses tanggal 20 Mei 2010. Istini,Sri., A.Zatnika dan Suhaimi.1985. Manfaat Rumput Pengolahannya.Seafarming workshop report:Bandar lampung. Laut dan

Lobban, C.S., and Horrison. 1994. Seaweed Ecology and Phisiology. Cambridge University Press, London. Sugiarto, A., dkk, 1978. Rumput Laut (Algae), Manfaat, Potensial dan Usaha Budidayanya, LON - LIPI, Jakarta. Suryaningrum., D., Murdinah., Arifin M. 2000. Penggunaan kappa-karaginan sebagai bahan penstabil pada pembuatan fish meat loaf dari ikan tongkol (Euthyinnus pelamys. L). Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia. Vol: 8/6. Sze, P. 1993. Biology of the Alga. Second Edition. Wm. C. Brown Publisher. Oxford, London.

Taib, G., E. G. Said dan S. Wiraatmadja. 1987. Operasi Pengeringan Pada Pengolahan Hasil Pertanian. PT. Mediyatama Sarana Perkasa. Jakarta. Trihatmoko, Y. K., Suminarti, D. U., Apristiani, Dwi. Dan Kurniawati, M. 2005. Pengembangan Permen Jeli Rumput Laut Aroma. Jurnal Saintifika Gadjah Mada 2(1): 21-29. Wimbaningrum, R. 2010. Padina australis Hauck. http://plasmanutfah.unej.ac.id /node/4219 . Diakses tanggal 20 Mei 2010. Yasita,Dian dan Intan Dewi R.2008. Optimasi Proses Ekstrasi Pada Pembuatan Karaginan Dari Rumput Laut Untuk Mencapai Foodgrade. Jurusan Teknik Kimia.Fakultas Teknik.Universitas Diponegoro:Semarang.

Anda mungkin juga menyukai