Anda di halaman 1dari 7

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2012

REFLEKSI KASUS
REFLEKSI KASUS DVT I. IDENTITAS Nama Usia Alamat No. RM Masuk RS Pekerjaan KASUS Pasien Tn. S berusia 78 tahun kiriman dokter spesialis penyakit dalam, datang ke IRD RS Jogja dengan keluhan bengkak dikedua kaki. Bengkak sudah dirasakan sejak 6 hari yang lalu disertai rasa senut-senut dan cekot-cekot di kedua kaki. Tidak ada keluhan mual/muntah. Kaki bengkak dan keras serta terasa panas jika di raba. Tidak ada riwayat hipertensi, tidak ada riwayat asma maupun diabetes mellitus. Pasien sudah diberi furosemid tetapi tidak ada perbaikan. Oleh dokter pasien di diagnosis DVT. II. PERMASALAHAN DVT (Deep Vein Thrombosis) terjadi akibat terbentuknya bekuan darah dalam pembuluh darah vena. Merupakan kondisi yang serius karena dapat berakibat fatal bagi penderitanya jika tidak ditangani segera, karena dapat menyebabkan emboli paru. Oleh karena itu, dibutuhkan pengetahuan tentang penatalaksanaan serta pencegahan dan cara mendiagnosis DVT, karena sering terlewatkan oleh para dokter terutama di pelayanan primer. III. TUJUAN Mengetahui gejala, tanda dan tatalaksana DVT serta upaya untuk mencegahnya IV. PEMBAHASAN A. Pendahuluan Thrombosis adalah terbentuknya bekuan darah dalam pembuluh darah, baik pada pembuluh vena maupun arteri dan dapat menyebabkan komplikasi akibat obstruksi atau emboli. Untuk itu, DVT merupakan salah satu kondisi serius yang harus segera ditangani. Tingkat keparahan dari embolisme paru tergantung dari jumlah dan ukuran dari emboli tersebut. Jika ukuran dari emboli kecil, maka akan terjadi penyumbatan pada pembuluh darah paru yang kecil, sehingga menyebabkan kematian jaringan paru (pulmonary infarction). Namun jika ukuran emboli besar maka dapat terjadi penyumbatan pada sebagian atau seluruh darah dari jantung kanan ke paru, sehingga menyebabkan kematian. RM.01. : Tn. S : 78 tahun : Baurasan DN III/597 Danurajen, Yogyakarta : 416018 : 19 Desember 2011 : PNS Jam : 20:50 wib

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2012

REFLEKSI KASUS
B. Etiologi Ada 3 faktor yang dapat menyebabkan terjadinya trombosis vena dalam, yaitu: 1. Cedera pada pembuluh darah balik Pembuluh darah balik dapat cedera selama terjadinya tindakan bedah, suntikan bahan yang mengiritasi pembuluh darah balik, atau kelainan-kelainan tertentu pada pembuluh darah balik. 2. Peningkatan kecenderungan terjadinya pembekuan darah Terdapat beberapa kelainan yang dapat menyebabkan terjadinya peningkatan kecenderungan terjadinya pembekuan darah. Beberapa jenis kanker dan penggunaan kontrasepsi oral dapat memudahkan terjadinya pembekuan darah. Kadang-kadang pembekuan darah juga dapat terjadi setelah proses persalinan atau setelah tindakan operasi. Selain itu pembekuan darah juga mudah terjadi pada individu yang berusia tua, keadaan dehidrasi, dan pada individu yang merokok. 3. Melambatnya aliran darah pada pembuluh darah balik Hal ini dapat terjadi pada keadaan seperti perawatan lama di rumah sakit atau pada penerbangan jarak jauh. Pada keadaan-keadaan tersebut otot-otot pada daerah tungkai bawah tidak berkontraksi sehingga aliran darah dari kaki menuju ke jantung berkurang. Akibatnya aliran darah pada pembuluh darah balik melambat dan memudahkan terjadinya trombosis pada vena dalam. Kondisi yang berhubungan dengan kenaikan resiko untuk terjadinya thrombosis vena dalam atau DVT adalah sebagai berikut: a. Bedah : ortopedi, thorax, abdomen b. Neoplasma c. Trauma d. Imobilisasi e. Metabolisme dan Endokrin f. Obesitas C. Pathogenesis Dalam keadaan normal, darah yang bersirkulasi berada dalam keadaan cair, tetapi akan membentuk bekuan jika teraktivasi atau terpapar dengan suatu permukaan. Virchow mengungkapkan suatu triad yang merupakan dasar terbentuknya thrombus, yang dikenal sebagai triad Virchow yang terdiri dari: 1. Gangguan pada aliran darah yang mengakibatkan statis RM.02. : ca paru, keganasan di perut, pancreas : fraktur pelvis, femur, tibia : CHF, stroke, AMI : DM, gagal jantung, sindrom nefrotik

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2012

REFLEKSI KASUS
2. Gangguan pada keseimbangan antara prokoagulan dan antikoagulan yang menyebabkan aktivasi faktor pembekuan 3. Gangguan pada dinding pembuluh darah (endotel) yang menyebabkan prokoagulan Thrombosis terjadi jika keseimbangan antara faktor trombogenik dan mekanisme protektif terganggu. Faktor trombogenik meliputi: a. Gangguan endotel b. Terpaparnya subendotel akibat hilangnya sel endotel c. Aktivasi trombosit atau interaksinya dengan kolagen subendotel atau faktor von willebrand d. Aktivasi koagulasi e. Stasis Sedangkan yang termasuk mekanisme protektif adalah: a. Faktor antitrombotik yang dilepaskan oleh sel endotel yang utuh b. Netralisasi faktor pembekuan yang aktif oleh komponen sel endotel c. Hambatan faktor pembekuan yang aktif oleh inhibitor d. Pemecahan faktor pembekuan oleh protease e. Lisisnya thrombus oleh system fibrinolisis Thrombus terdiri dari fibrin dan sel-sel darah. Thrombus vena terutama terbentuk di daerah stasis dan terdiri dari eritrosit dengan fibrin dalam jumlah yang besar dan sedikit trombosit. D. Diagnosis Anamnesis Nyeri lokal, bengkak, perubahan warna dan fungsi berkurang pada anggota tubuh yang terkena, biasanya unilateral tapi bisa juga bilateral, bisa tanpa gejala Pemeriksaan fisik Edema (terutama dari betis hingga mata kaki), eritema (kemerahan), peningkatan suhu lokal yang terkena, pembuluh darah vena teraba, homons sign (+). Selain itu untuk mengetahui probabilitas terjadinya DVT bisa di gunakan system scoring dari wells, yang dikenal dengan Wells Score, yaitu: a. Active cancer (ongoing treatment) :1 b. Paralisis, paresis, imobilitas ekstremitas bawah : 1 RM.03.

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2012

REFLEKSI KASUS
c. Mayor surgery 4 minggu terakhir d. Nyeri tekan yang terlokalisir e. Pembengkakan kaki f. Pitting edema g. Kolateral vena superfisialis h. Alternative diagnosis seperti DVT i. Calf swealing > 3 cm Interpretasi : Skor 0 Skor 1-2 Skor 3 :1 :1 :1 :1 :1 : -2 :1 = Probabilitas 0 13% = Probabilitas 13 30% = Probabilitas 49 81%

Pemeriksaan penunjang a. Pemeriksaan D-dimer b. FDP c. AT III d. Venografi

= hasilnya meningkat = meningkat = menurun (normal: 85 125%)

Pemeriksaan ini merupakan suatu standar baku (gold standard) pada trombosis vena dalam. Pada pemeriksaan ini suatu pemindai akan diinjeksikan ke dalam pembuluh darah balik, kemudian daerah tersebut akan dirntgen dengan sinar X. Jika pada hasil foto terdapat area pada pembuluh darah balik yang tidak terwarnai dengan pemindai maka diagnosis trombosis vena dalam dapat ditegakkan. e. USG vena-B mode atau color doupler Pemeriksaan ini menggunakan gelombang suara untuk membentuk gambaran aliran darah melalui pembuluh darah arteri dan pembuluh darah balik pada bagian tungkai yang terkena. E. Terapi Non-farmakologis a. Tinggikan posisi ektremitas yang terkena untuk melancarkan aliran darah vena b. Kompres hangat untuk meningkatkan sirkulasi mikrovaskuler c. Latihan lingkup gerak sendi seperti gerakan fleksi-ekstensi, menggenggam, dll. Tindakan ini akan meningkatkan aliran darah di vena-vena yang masih terbuka d. Pemakaian kaus kaki elastic, alat ini dapat meningkatkan aliran darah vena RM.04.

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2012

REFLEKSI KASUS
Farmakologis Antikaogulan, Unfractionated heparin (UFH) merupakan antikoagulan yang sudah lama digunakan untuk penatalaksanaan DVT pada saat awal. Mekanisme kerja utama heparin adalah: 1. Meningkatkan kerja antitrombin III sebagai inhibitor faktor pembekuan. 2. Melepaskan tissue factor pathway inhibitor (TFPI) dari dinding pembuluh darah. Terapi ini diberikan dengan bolus 80 IU/kgBB intravena dilanjutkan dengan infuse 18 IU/kgBB/jam dengan pemantauan nilai Activated partial thromboplastin time (APTT) sekitar 6 jam setelah bolus untuk mencapai target APTT 1,5 2,5 kali nilai kontrol dan kemudian dipantau sedikitnya tiap hari. Sebelum memulai terapi heparin, APTT, masa protrombin (PT), dan jumlah trombosit harus diperiksa, terutama pada pasien dengan risiko perdarahan yang tinggi atau dengan gangguan hati dan ginjal. Heparin berat molekul rendah (LMWH) dapat diberikan satu atau dua kali sehari secara subkutan dan mempunyai efikasi yang baik. Keuntungan LMWH adalah risiko perdarahan mayor yang lebih kecil dan tidak memerlukan pemantauan labolatorium yang sering dibandingkan dengan UFH, kecuali pada pasien-pasien tertentu seperti gagal ginjal atau sangat gemuk. Pemberian dan dosis LMWH diberikan secara subkutan, 1 atau 2 kali sehari selama minimal 5 hari dengan dosis 1 mg/kg setiap 12 jam atau 1,5 mg/kg sekali sehari diberikan pada waktu yang sama setiap harinya. Pemberian antikoagulan UFH atau LMWH ini dilanjutkan dengan antikoagulan oral yang bekerja dengan menghambat faktor pembekuan yang memerlukan vitamin K. antikoagulan oral yang sering dipakai adalah warfarin atau coumarin/derivatnya. Obat ini diberikan bersama-sama saat awal terapi heparin dengan pemantauan INR (International Normalized Ratio). Heparin diberikan selama minimal 5 hari dan dapat dihentikan bila antikoagulan oral ini mencapai target INR yaitu 2,0 3,0 selama dua hari berturut-turut. Pemberian warfarin selama 3 bulan pada pasien trombosis vena dalam yang telah diberi heparin selama 5 7 hari, akan mendapatkan insiden thrombosis berulang lebih rendah pada kelompok yang mendapatkan terapi lanjutan dengan warfarin dibandingkan dengan kelompok tanpa pemberian warfarin. Selain terapi di atas, trombosis vena dalam juga dapat diatasi dengan terapi komplemen dan alternatif. Salah satu pengobatan komplemen dan alternatif yang efektif dan aman untuk trombosis vena dalam adalah dengan nattokinase. Nattokinase adalah salah satu jenis pangan fungsional yang dibuat dari natto, suatu makanan hasil dari fermentasi kedelai dengan bantuan bakteri Bacillus subtilis natto. Natto merupakan makanan populer di Jepang, dan sudah dikonsumsi selama lebih dari 1000 tahun. Dari suatu penelitian yang dilakukan oleh Dr. Hiroyuki Sumi dari Department of Physiology, Miyazaki Medical College, Jepang, ternyata lendir dari natto mengandung enzim nattokinase, yang dapat meningkatkan kemampuan tubuh secara natural untuk memecah bekuan darah. Penggunaan nattokinase untuk mencegah terjadinya tombosis vena dalam telah dibuktikan dalam salah satu penelitian yang dilakukan oleh Cesanore MR, et al, yang diterbitkan dalam jurnal Angiology tahun 2003. Penelitian tersebut melibatkan 186 orang yang akan menjalani penerbangan jarak jauh selama kurang lebih 7 jam. Dari 186 orang tersebut, 94 orang diberikan 2 kapsul nattokinase 2 jam sebelum penerbangan dan 6 jam setelah mendarat. RM.05.

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2012

REFLEKSI KASUS
Penggunaan Nattokinase pada Penerbangan Jarak Jauh Completing the study DVT SVT Control 92 5 2 Treat 94 0 0 Total 186 5 2 p Value <0.025 <0.05

Keterangan : DVT : Deep Vein Thrombosis (Trombosis Vena Dalam) SVT : Superficial Vein Thrombosis (Trombosis Vena Luar) Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa dari 94 orang yang diberikan nattokinase sebelum dan setelah penerbangan jarak jauh tidak ada yang mengalami trombosis vena dalam maupun trombosis vena luar. Sedangkan dari 92 orang yang tidak diberikan nattokinase sebelum dan setelah penerbangan terdapat 5 orang yang mengalami trombosis vena dalam dan 2 orang yang mengalami trombosis vena luar. Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa nattokinase secara signifikan dapat mencegah terjadinya trombosis vena pada penerbangan jarak jauh. F. Pencegahan Seperti pada kebanyakan kasus medis, pencegahan adalah hal yang paling utama. Meminimalkan faktor risiko adalah kunci pencegahan pada DVT. Salah satu pencegahannya adalah dengan menggunakan kaus kaki penekan (compression stocking) yang digunakan secara rutin, cara ini bermanfaat dalam mencegah pembentukan DVT di kemudian hari. Selain itu, bagi orang yang sedang berwisata direkomendasikan untuk berdiri dan berjalan setiap beberapa jam selama menempuh perjalanan.

V. KESIMPULAN Thrombosis adalah terbentuknya bekuan darah dalam pembuluh darah. Bekuan darah dapat terbentuk pada vena, arteri, jantung dan mikrosirkulasi dan dapat menyebabkan komplikasi akibat obtruksi atau emboli. DVT sering terlupakan oleh para dokter, untuk itu dibutuhkan pemahaman tentang penyebab serta gejala/tanda klinis dari penyakit ini. Dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang tepat dapat segera diberikan tindakan yang sesuai dan dapat mencegah komplikasi yang akan timbul. VI. REFERENSI

RM.06.

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2012

REFLEKSI KASUS
Cesanore MR, Belarco G, Nicolaides AN, Ricci A, Geroulakos G, Ippolito E, et al. Prevention of venous thrombosis in long-haul flights with flite tabs:the LONFLIT-FLITE randomized, controlloed trial. Angiology 2003;54(0):T1-9 Deep Vein Thrombosis (DVT). 2008. Diakses tanggal 23 Desember 2011 dari

http://www.totalkesehatananda.com/dvt4.html Fauci, et al. 2009. Harrisons Manual of Medicine 17th edition. Mc Graw Hill Medical: United States of America Mansjoer, Arif.dkk.2000. Kapita Selekta Kedokteran Edisi Ketiga Jilid 1. Media Aesculapius FKUI: Jakarta Sukrisman, lusyawati. 2006. Trombosis vena dalam dan emboli paru dalam buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid II edisi IV. Pusat penerbit Ilmu Penyakit Dalam FK-UI: Jakarta

Yogyakarta, 23 Januari 2012 Dokter Pembimbing

dr. Titiek Riani., Sp.PD

RM.07.

Anda mungkin juga menyukai