Anda di halaman 1dari 32

A.

Pendahuluan Sampai saat ini hipertensi masih tetap menjadi masalah karena beberapa hal, antara lain semakin meningkatnya prevalensi hipertensi, semakin banyaknya pasien hipertensi yang belum mendapatkan pengobatan maupun yang sudah diterapi namun tekanan darahnya belum mencapai target, serta adanya penyakit penyerta dan komplikasi yang dapat meningkatkan morbiditas dan mortalitas penderita hipertensi (Mohamad yogiantoro , 2006). Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007 menunjukkan, sebagian besar kasus hipertensi di masyarakat belum terdiagnosis. Hal ini terlihat dari hasil pengukuran tekanan darah pada usia 18 tahun ke atas ditemukan prevalensi hipertensi di Indonesia sebesar 31,7%, dimana hanya 7,2% penduduk yang sudah mengetahui memiliki hipertensi dan hanya 0,4% kasus yang minum obat hipertensi (Depkes RI, 2012) Data dari National Health and Nutrition Examination Survey (NHANES), telah mengindikasikan bahwa estimasi penderita hipertensi telah mencapai 1 miliar penderita, dan ditemukan 7,1 juta meninggal setiap tahunnya. WHO sendiri melaporkan bahwa hipertensi bertanggung jawab untuk 62 % penyakit serebrovaskular dan 49 % penyakit iskemia pada jantung, dengan variasi yang sedikit dari jenis kelamin (Adam V. Chobanian, ,2003). Hipertensi menjadi masalah pada usia lanjut karena sering ditemukan menjadi faktor utama payah jantung dan penyakit koroner. Lebih dari separuh kematian diatas usia 60 tahun disebabkan oleh penyakit kardiovaskular dan serebrovaskuler (Yuliwinars, 2012). Joint National comite mengevaluasi bahwa pada individu yang berusia lebih dari 50 tahun, dan mempunyai tekanan darah sistole lebih dari 140 mmHg mempunyai risiko lebih tinggi untuk mendertia penyakit kardiovaskular dibandingkan tekanan diastolik yang tinggi . Dan risiko untuk mendertia penyakit kardiovaskular meningkat dua kali lipat setiap terjadinya peningkatan tekanan darah 20/10 mmhg, dan pada individu mempunyai tekanan darah yang normal

setelah usia 55 tahun dapat mempunyai risiko 90 % untuk menderita hipertensi (Adam V. Chobanian, 2003). Dalam rekomendasi penatalaksanaan hipertensi yang dikeluarkan oleh the 7th of Joint National Committe on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure (JNC-7) 2003, World Health Organization/ International Society of Hypertension (WHO-ISH) 1999 dinyatakan bahwa definisi hipertensi sama untuk semua golongan umur di atas 18 tahun. Pengobatan juga bukan berdasarkan penggolongan umur, melainkan berdasarkan tingkat tekanan darah dan adanya risiko kardiovaskuler pada pasien (Adam V. Chobanian, ,2003) . Berdasarkan pedoman dari European Society of Hypertension (ESH) & European Society of Cardiology (ESC)-2003 membagi hipertensi dalam 3 tingkatan sedangkan JNC-7 membagi dalam 2 stadium. Menurut ESH & ESC2003 dan JNC-7 pengobatan farmakologik dimulai pada hipertensi tingkat 1 atau TD 140-159/90-99 mmHg, sedangkan menurut British Society of Hypertension (BSH-IV 2004) memulai pada tekanan darah 160/100 mmHg. Pengobatan farmakologik dapat diberikan pada tekanan darah 140- 159/90-99 mmHg bila terdapat kerusakan organ target, penyakit kardiovaskuler, diabetes melitus, atau risiko kardiovaskuler dalam 10 tahun mencapai 20% (Adam V. Chobanian, , 2003) . Lebih dari setengah abad yang lalu, penelitian hipertensi telah membentuk paradigma yang fokus pada regulasi sistem neuroendokrin vasoaktif sistemik yang mengatur tonus vaskuler dan hemostasis cairan dan elektrolit pada ginjal. Hal ini menunjukkan bahwa hipertensi disebabkan oleh gangguan hemostasis pengaturan level hormon di sirkulasi dan aktivitas sistem saraf simpatis (Bestari J Budiman, 2012) . Lanjut usia mengalami kerusakan struktural dan fungsional pada arteri besar yang membawa darah dari jantung menyebabkan semakin parahnya pengerasan pembuluh darah dan tingginya tekanan darah (Bestari J Budiman, 2012) .

B. Ilustrasi Kasus Seorang Lansia , MR, usia 68 tahun, datang ke puskesmas dengan keluhan Nyeri pada tungkai bawah sejak 2 hari yang lalu, dengan keluhan tambahan nyeri pada kepala. Dari anamnesis dengan pasien, didapatkan bahwa 1 minggu yang lalu pasien mengaku sempat pingsan saat sendirian dirumah, kemudian ditolong oleh tetanggannya yang lewat depan rumah lalu di bawa ke klinik terdekat, dan saat itu pasien mengaku tekanan darah pasien mencapai 200/110 mmHg. Penglihatan buram, sesak nafas, bengkak didaerah tungkai, rasa baal dan rasa lemas pada kaki disangkal. Pasien menderita tekanan darah tinggi sejak 2 tahun yang lalu, dan pasien mengaku tidak rutin meminun obat untuk darah tinggi. Pasien mengaku baru meminum obat darah tinggi apabila timbul keluhan seperti nyeri kepala.Pasien mengaku pernah menderita kolesterol tinggi, akan tetapi pasien tidak ingat kapan terakhir kali hasil laboratorium untuk kadar kolesterol total.Pasien menyangkal ada keluarga yang mempunyai keluhan yang sama dengan yang di derita oleh pasien. Pada pemeriksaan fisik didapatkan seorang lansiadengan kesadaran kompos mentis, tampak sakit ringan. Dari tanda vital (Tekanan darah: 160/ 100 mmHg, Frekuensi nadi: 78 kali/ menit, ritmis, isi cukup, Respirasi: 18 kali/
menit, Temp: 36,5 C) tidak didapatkan tanda-tanda kegawatan, status generalis

tidak ditemukan kelainan. C. Penilaian Struktur dan Komposisi Keluarga Keluarga terdiri atas 2 generasi dengan kepala keluarga Lansia atau pasien itu sendiri dan pasien tinggal bersama seorang cucu dari anak keempat pasien yang berusia 13 tahun. Bentuk keluarga adalah keluarga Janda (single family)

Ny.M , 68 thn

Tn.M (64)meninggal karena stroke

An. A (2 thn) An.E

Ny. L Tn.S (45 thn) Ny.L Tn.N (43 thn)

Ny.N

Ny.T (36) tn.J

An.H 9 bulan

An. R (14 thn) An.MR(8 thn) Gambar 1 Genogram

An.A (8 thn) Bayi (1 bln)

Keterangan : Laki- laki Perempuan Tinggal serumah dengan pasien Laki-laki meninggal

Pasien

Perempuan meninggal

D. Penilaian Terhadap Keluarga Dalam penatalaksanaan penyakit pasien sangat diperlukan peran serta dan peran aktif seluruh anggota keluarga, terutama anak-anak pasien dalam merawat dan memperhatikan kesehatan bagi ibu mereka yaitu pasien. Pasien membutuhkan perhatian dari keluarganya terutama anak-anaknya, dan harusnya pasien ditemani pelaku rawat yang sesuai dan mampu. Karena apabila masalah kepatuhan obat dan kesadaran untuk kontrol pasien tidak dipenuhi dapat menyebabkan komplikasi yang fatal bagi penyakit pasien. Keluarga dan pasien sendiri berperan penting dalam mengkontrol penyakit yang diderita pasien dan untuk menekan kerusakan target organ yang diakibatkan oleh penyakit yang di derita pasien. Keluarga terutama anak-anak pasien seharusnya mengetahui lebih detail mengenai penyakit pasien dan memberikan perhatian yang lebih besar dengan lebih sering berkunjung ke rumah pasien.. Untuk itu, agar tujuan dapat tercapai dalam menangani pasien dengan melibatkan keluarga dalam perawatan serta untuk mendeteksi faktor resiko yang berkaitan dengan masalah fisik, psikologik, sosial, dan lingkungan keluarga, maka dilakukan kunjungan rumah pada tanggal 12 November 2012, 23 November 2012, dan 25 November 2012. E. Identifikasi Masalah Keluarga 1. Masalah dalam fungsi biologis: Pasien adalah seorang wanita lansia berusia 68 tahun dengan Hipertensi grade II tidak terkontrol, dan tidak patuh minum obat. 2. Masalah dalam fungsi psikologis: Hubungan antar anggota keluarga, pasien mengaku hanya dekat dengan Tn.N yaitu anak keempat pasien, dan hanya Tn.Nana yang paling sering berkunjung, Anak- anaknya yang lain jarang berkunjung ke rumah pasien dan lebih sibuk dengan keluarga mereka sendiri. Dukungan terhadap masalah kesehatan pasien dinilai kurang karena anak-anak pasien kurang mengerti masalah kesehatan. 3. Masalah dalam fungsi ekonomi dan pemenuhan kebutuhan: Kebutuhan pokok pasien dipenuhi oleh pasien sendiri dari uang pensiunan pasien dan pasien mengaku mempunyai sejumlah hutang di bank tempat pasien mengambil uang pensiunan, dan sebab itu uang pensiunannya jauh

berkurang, dan pasien sering kekurangan uang, maka dari itu pasien sering meminta tambahan kepada anak- anak pasien terutama Tn.Nana sedangkan kebutuhan cucunya yang tinggal dirumah pasien di biayai langsung oleh anak pasien yaitu ayah kandung dari cucu pasien itu sendiri. 4. Masalah perilaku kesehatan: Pasien kurang mengerti akan pentingnya kesehatan dan pemeliharaan kesehatan, hal ini terlihat dengan ketidakpatuhan pasien untuk kontrol dan minum obat dan kadang- kadang pasien malah percaya pada pengobatan herbal yang dianjurkan oleh tetangga pasien, karena pasien tidak tahu akan dampak obat-obatan herbal pada penyakitnya. 5. Masalah lingkungan: Lingkungan rumah kurang mendukung (kebersihan lingkungan rumah kurang), serta keadaan rumah cukup sempit sehingga mudah menjangkitkan penyakitpenyakit infeksi, dan atap rumah yang bocor dan meningkatkan risiko pasien untuk terjadi trauma akibat tergelincir, keadaan ini di perparah dengan keadaan pasien hanya tinggal berdua dengan cucu pasien. Kondisi lingkungan ditinjau dari kondisi rumah. Pasien tinggal dikawasan perumahan yang padat penduduk bersama cucu pasien yang berusia 14 tahun.Suami pasien sudah meninggal sejak 11 tahun yang lalu. Kawasan perumahan pasien merupakan kawasan layak huni.Rumah berada dalam gang yang cukup lebar. Akan tetapi rumah pasien dinilai kurang layak huni untuk usia lansia dikarenakan atap yang sering bocor. Rumah tidak bertingkat, terdiri dari dua kamar, satu ruang tamu sekaligus ruang makan, dan ruang keluarga., satu dapur, dan satu kamar mandi. Lantai rumah pasien berupa semen yang diplester, dan dinding rumah pasien berupa tembok yang dilapisi cat dan atap rumah pasien ditutupi oleh asbes dan seng, akan tetapi beberapa bagian sudah banyak yang rusak, sehingga sering terjadi genangan air di lantai yang dapat meningkatkan risiko pasien untuk tergelincir. Sinar matahari kurang dapat masuk ke dalam rumah. Ventilasi cukup karena pasien sering membuka pintu depan. Tetapi kamar pasien terasa lembab dan kurang cahaya masuk karena tidak terdapatnya jendela

yang berventilasi. Kebersihan dan kerapihan dinilai kurang, karena terdapatnya pakaian yang bertumpuk di atas tempat tidur. Didalam kamar mandi terdapat sebuah jamban jongkok dan sebuah kran air serta bak mandi, pasien juga mencuci baju di dalam kamar mandi. Lantai menuju kamar mandi sering terdapat genangan air jika hujan. Air minum, air untuk mencuci dan masak didapat dari air PAM, saluran air keluar mengalir ke got di depan rumah. Pasien memiliki satu televisi, satu kipas angin, dan satu rice coocker. Dan seperangkat komputer dan PC untuk digunakan oleh cucu pasien. F. Diagnosis Holistik (12 November 2012; primary care)
Aspek Personal : Alasan Kedatangan : nyeri kepala yang dirasakan seperti di ikat, nyeri dirasakan terutama di daerah belakang kepala. Kekhawatiran : Penyakit bertambah berat akibat darah tingginya dan pasien tidak sadarkan diri Harapan: Keluhan bisa sembuh atau minimal berkurang Persepsi : Keluhan diatas membutuhkan pengobatan yang rutin (alasan kedatangan, harapan, dan kekahwatiran) Lansia Ny. MR (68 tahun) dengan Hipertensi garde II tekanan darah tidak terkontrol Pasien adalah lansia berusia 68 tahun yang memiliki masalah ketidakpatuhan dalam kontrol, dan meminum obat untuk penyakit yang dideritanya. Pelaku rawat pasien adalah anak di bawah umur Kurangnya kesadaran pasien dan keluarga mengenai masalah kesehatan Kurangnya kesadaran pasien mengenai penyakit yang dideritanya Dari ke lima anaknya, hanya anak pasien yang ke empat yang memberi perhatian baik pada pasien Kurangnya kesadaran pasien untuk melaksanakan PHBS (Perilaku Hidup Bersih dan Sehat) Derajat 4 (mampu melakukan pekerjaan ringan sehari-hari di dalam dan luar rumah.)

Aspek Klinis Aspek Individual Aspek Psikososial

: : :

Aspek Fungsional

G. Diagnosis Keluarga Keluarga janda dengan kepala keluarga seorang lansia, dan beban keluarga ditanggung oleh kepala keluarga sehingga pemenuhan kebutuhan kurang terpenuhi.. Dan kepala keluarga membutuhkan dukungan dari anak- anaknya baik

secara moral dan finansial, karena kepala keluarga menderita penyakit degeneratif dengan risiko komplikasi. H. Tujuan Penyelesaian Masalah Pasien dan Keluarga 1. Meningkatnya pengetahuan mengenai penyakit yang diderita pasien 2. Meningkatnya kepatuhan pasien untuk kontrol dan meminum obat. 3. Menurunnya risiko komplikasi dari penyakit pasien. 4. Meningkatnya perhatian anak-anak pasien baik secara moril ataupun fungsional. 5. Tersedianya pelaku rawat yang sesuai untuk pasien. I. Indikator Keberhasilan Tekanan Darah pasien menjadi terkontrol, dan tidak terjadi kerusakan organ target. Pasien kontrol teratur ke puskesmas, dan patuh meminum obat sesuai anjuran dokter. Pengetahuan pasien mengenai penyakit yang di deritanya, dan pasien memperbaiki gaya hidup untuk mencegah komplikasi dan perburukan dari penyakit. Anak- anak pasien harus bertindak sebagai pelaku rawat, atau ada orang dewasa yang menemani pasien dirumah untuk mengawasi minum obat dan pasien tidak di tinggalkan hanya berdua dengan pelaku rawat yang masih di bawah umur. Pelaku rawat juga mampu menerapkan pemberian nutrisi yang tepat untuk pasien dan memotivasi pasien untuk beraktivitas untuk menurunkan faktor risiko, dan mencegah komplikasi. Setiap anggota keluarga memahami pentingnya peranan keluarga dalam mencegah perburukan penyakit pasien dan mencegah terjadinya komplikasi J. Tindak Lanjut Terhadap Pasien dan Keluarga Untuk menindaklanjuti permasalahan klinis dan keluarga maka dilakukan rencana penatalaksanaan pasien dan keluarga. Masalah klinis pasien direncanakan dengan tatalaksana non farmakologis dengan pembinaan terhadap keluarga. Keluhan pada pasien nyeri kepala yang dirasakan seperti di ikat, nyeri dirasakan
terutama di daerah belakang kepala, kemungkinan disebabkan tekanan darah pasien yang tinggi . Pembinaan untuk pasien adalah memberikan pengetahuan pentingnya

kontrol teratur ke puskesmas dan meminum obat anti hipertensi secara teratur,

sedangkan untuk keluarga adalah memotivasi anak-anak pasien agar ada yang mau bertindak sebagai pelaku rawat dirumah pasien, agar pasien tidak hanay tinggal berdua dengan pelaku rawat di bawah umur. Pasien dianjurkan mengikuti penyuluhan mengenai hipertensi pada lansia yang diadakan di puskesmas pada tanggal 23 November 2012. Agar pengetahuan pasien mengenai penyakit yang dideritanya meningkat, mengetahui bahaya komplikasi apabila penyakitnya tidak di kontrol, dan mengetahui keseimbangan gaya hidup yang sesuai untuk penyakit hipertensi. Masalah kondisi fisik pasien yang sering mengeluh nyeri pada tungkai juga harus ditangani, tidak hanya minum obat, akan tetapi pentingnya berolaah raga agar sendi-sendi pasien tidak kaku. Kondisi psikososial pasien juga perlu ditangani. Masalah psikososial pasien adalah kurangnya kesadaran pasien dan keluarga mengenai masalah kesehatan, kurangnya kesadaran pasien mengenai penyakit yang dideritanya, dari ke lima anaknya, hanya anak pasien yang ke empat yang memberi perhatian secara finansial dan moril pada pasien. Akan tetapi anaknya tersebut pun tidak tinggal serumah dengan pasien, sehingga dukungannya dinilai belum cukup dan sesuai untuk pasien.Sementara anak-anak pasien yang lain sangat jarangberkunjung dan cenderung sibuk dengan keluarga baru mereka, atau alasan jarak jauh dari tempat tinggal mereka yang sekarang. Pasien mengaku tidak mempremasalahkan hhal tersebut, tetapi hal tersebut dapat menjadi salah satu beban psikologi pasien yang menimbulkan stress yang dapat mempengaruhi penyakit hipertensi yang diderita oleh pasien. Hal ini harus dibenahi dengan cara memotivasi dan mengedukasi pasa anak-anak pasien yang lain mengenai masalah kesehatan pasien, dan pentingnya peran serta keluarga dalam mencegah perburukan dari penyakit pasien.

Alur Penatalaksanaan Pasien

12 november 2012 seorang lansia ny.MR (68 tahun) datang ke poli lansia dengan keluhan nyeri tungkai bawah dan nyeri kepala seperti di ikat

Ny. MR: TD : 160/100 mmHg Riwayat HT(+) sejak 1 tahu yang lalu tidak rutin minum obat

Menganjurkan pasien untuk mengikuti penyuluhan mengenai Hipertensi pada Lansia tanggal 23 nov 2012 di puskesmas

Kurangnya kepatuhan pasien untuk kontrol ke puskes secara teratur dan meminum obat secara teratur.

Kurangnya pengetahuan mengenai penyakit pasien

Melakukan edukasi kepada pasien mengenai pentingnya kontrol teratur untuk mencegah komplikasi

Pasien hanya tinggal berdua dengan cucu pasien yang berusia 13 tahun

1 minggu yang lalu pasien pingsan dan di bawa oleh tetangga ke klinik dan TD pasien saat itu : 220/110 mmHg

Kurang perhatian anak- anak pasien baik secara finansial dan moril terhadap pasien.

Mengedukasi anakanak pasien untuk lebih mengetahui penyakit pasien Memotivasi anakanak pasien untuk lebih sering berkunjung

Hipertensi grade II tekanan darah tidak terkontrol dengan risiko kerusakakan organ target

10

Gambar 2. Alur Penatalaksanaan pasien

K. Tindakan Terhadap Keluarga Yang paling penting dari masalah psikososial dari pasien adalah keluarga tidak turut serta untuk mendukung masalah kesehatan pasien. Tindakan yang harus dilakukan terhadap keluarga memotivasi dan mengedukasi pasa anak-anak pasien yang lain mengenai masalah kesehatan pasien, dan pentingnya peran serta keluarga dalam mencegah perburukan dari penyakit pasien. Tindakan awal pada keluarga adalah menjelaskan masalah yang dihadapi keluarga pasien. Masalah pada keluarga ini adalah kurangnya pengetahuan, dan kurangnya perhatian anak- anak pasien terhadap masalah kesehatan pasien baik secara moril ataupun finansial , dan diperlukannya pelaku rawat yang sesuai untuk pasien Dan anak-anak pasien juga harus diberikan motivasi untuk hidup sehat, karena anak-anak pasien berisiko untuk terkena penyakit yang sama dengan pasien mengingat kedua orang tua mereka mempunyai riwayat penyakit hipertensi yang berat. Hubungan antar anggota keluarga, pasien mengaku hanya dekat dengan Tn.N yaitu anak keempat pasien, dan hanya Tn.Nana yang paling sering berkunjung, Karena Tn.N menitipkan anaknya yang sekarang menjadi pelaku rawat pasien dan rumah Tn.N yang dinilai paling dekat dengan rumah pasien. Tetapi cucu pasien dan pelaku rawat pasien ini dinilai tidak sesuai karena masih berusia 13 tahun, dan tidak bisa diandalkan pada saat darurat. Anak- anaknya yang lain jarang berkunjung ke rumah pasien dan lebih sibuk dengan keluarga mereka sendiri. Dukungan terhadap masalah kesehatan pasien dinilai kurang karena anak-anak pasien kurang mengerti masalah kesehatan. Maka dari itu keluarga terutama anak-anak pasien penting untuk diberikan penegertian akan pentingnya dukungan masalah finansial dan moril untuk pasien, dan harus ada jalan tengah mengenai pelaku rawat yang sesuai untuk pasien. Apabila tidak mampu membayar pelaku rawat, di berikan solusi mengenai anak- anak pasien untuk bergantian sebagai pelaku rawat. Dilakukan penilaian terhadap penguasaan masalah dan kemampuan beradaptasi yang dapat dilihat pada Tabel 1. Penilaian kemampuan mengatasi masalah secara keseluruhan dan kemampuan adaptasi dengan skala: 5: dapat diselesaikan sepenuhnya oleh pasien dan keluarganya

11

4: 3:

penyelesaian hampir seluruhnya oleh keluarga dengan sedikit petunjuk dari orang lain / dokter / pelayanan kesehatan ada keinginan untuk penyelesaian, terdapat sumber namun perlu penggalian yang belum dimanfaatkan, hanya sedikit atas partisipasi keluarga dan sebagian besar masih dilakukan provider.

2:

partisipasi keluarga hanya berupa keinginan saja karena tidak mampu, tidak ada sumber, penyelesaian sepenuhnya dilakukan oleh orang lain/dokter/pelayanan kesehatan

1: 99 :

tidak ada partisipasi, menolak, tidak ada penyelesaian walaupun sarana tersedia tidak dapat dinilai.

Tabel 1. Penilaian Kemampuan Mengatasi Masalah (Koping Keluarga)


No. 1 Masalah Hipertensi grade II Rencana Intervensi Hasil Intervensi Pertemuan 1: Nilai Awal 3 Coping Akhir 3

Pasien

12

Tekanan darah tidak terkontrol

mengkonsumsi obat anti hipertensi dari puskesmas yaitu Nifedipin 2 x 10 mg dan HCT 1x 25 mg Melakukan pemeriksaan tanda- tanda vital setiap berkunjung ke rumah pasien.

12 November 2012 Tekanan darah pasien masih di atas normal (160/100 mmHg) Pertemuan 2 : 23 November 2012 Tekanan darah pasien masih di atas normal (160/100 mmHg) Pertemuan 3 : 26 November 2012 Tekanan darah pasien masih di atas normal (160/100 mmHg) Tidak ditemukannya tandatanda komplikasi dari kunjungan 1,2, dan 3 a. SSP : Tidak ditemukan b. Mata : Tidak ditemukan c. Jantung : tidak ditemukan d. Ginjal : Tidak ditemukan 3 4

Melakukan

observasi mengenai adanya komplikasi dari penyakit yang di derita pasien di setiap kunjungan Deteksi Komplikasi: a. Susunan saraf pusat tanda-tanda kelemahan otot, atau kelumpuhan saraf atau kehilangan kesadaran dari pemeriksaan fisik b.Mata : pandangan mata kabur (retinopati hipertensi) c. Jantung : batasbatas jantung dinilai normal, dan functional class d. Ginjal : keluhan berkemih, bengkak pada kedua tungkai atau pada kelopak mata Menyarankan pasien untuk

Tidak dilakukan oleh pasien, karena pasien

13

Kurangnya kepatuhan pasien untuk kontrol ke puskesmas dan meminum obat secara teratur

melakukan pemeriksaan tambahan untuk mendeteksi adanya komplikasi seperti EKG, Rongten thoraks ,Ureum,kreatinin, dan Cek protein dalam Urine. Melakukan edukasi kepada pasien mengenai pentingnya kontrol teratur untuk mencegah komplikasi

mengaku tidak mempunyai biaya dan tidak ada yang mengantar ke rumah sakit, karena letak rumah sakit yang jauh dari rumah pasien.

Pasien

mulai kontrol teratur ke puskesmas seminggu sekali . (tgl 17 November 201223 November 2012) Obat pasien selalu berkurang setiap kunjungan, hal ini membuktikan bahwa pasien rutin meminum obat Dari ketiga kunjungan pasien menyangkal ada sebab lain yang menyebabkan pasien tidak rutin kontrol dan minum obat , seperti faktor jauhnya pusat kesehatan, kemudian faktor ekonomi dan yang di menjadi penyebab masalah adalah tidak adanya yang mengantar pasien ke pusat kesehatan. Pasien mengikuti penyuluhan (2311-2012) Pasien mengaku pengetahuannya mengenai

Melihat adanya faktor penyebab lain menyangkut kepatuhan pasien.

Kurangnya pengetahuan mengenai penyakit pasien

Menganjurkan pasien untuk mengikuti penyuluhan mengenai hipertensi tanggal 23 nov 2012 di puskesmas

14

hipertensi bertambah, karena pasien mengaku dapat menjawab beberapa postest yang diberikan 4 Kurangnya perhatian anakanak pasien dan keluarga terdekatnya terhadap masalah kesehatan pasien, dari segi finansial dan moril Dari ketiga anak pasien, hanya satu anak pasien yang berhasil dihubungi yaitu Tn.N Anak pasien mengaku mengerti mengenai masalah kesehatan pasien. Dan anak pasien mengaku terkadang dapat memberi bantuan secara finansial untuk masalah kesehatan pasien. Anak pasien mengaku tidak bisa sering berkunjung atau menjadi pelaku rawat yang tinggal serumah dengan pasien karena mereka masih harus bekerja, dan terikat kontrak oleh tempat mereka bekerja. Dan mereka tidak bisa meninggalkan pekerjaan mereka, karena masih ada masalah ekonomi. Dan anak pasien hingga saat ini belum dapat menyewa pelaku rawat karena ada kendala biaya. Total coping

Mengedukasi

anak-anak pasien untuk lebih mengetahui penyakit pasien agar meningkatkan empati anak-anak pasien terhadap pasien

Menganjurkan anak-anak pasien untuk menjadi pelaku rawat atau menyediakan pelaku rawat yang sesuai untuk pasien

26

28

15

Kesan dari kemampuan penyelesaian masalah awal dalam pasien adalah 3 yaitu ada keinginan untuk penyelesaian, terdapat sumber namun perlu penggalian yang belum dimanfaatkan, hanya sedikit atas partisipasi keluarga dan sebagian besar masih dilakukan provider. Sementara pada keluarga adalah 2 dimana partisipasi keluarga hanya berupa keinginan saja karena tidak mampu, tidak ada sumber, penyelesaian sepenuhnya dilakukan oleh orang lain/dokter/pelayanan kesehatan adalah keluarga Pada akhir studi dilakukan penilaian kembali kemampuan keluarga menyelesaikan masalahnya. Nilai akhir koping pasien dan keluarga tidak sama dimana rata- rata koping pasien adalah 4 sementara koping untuk keluarga tidak berkembang yaitu tetap 2. Keluarga sulit diintervensi karena tidak tinggal serumah dengan pasien dan sulit untuk di hubungi. L. Hasil Pembinaan 1. Dari tiga kali kunjungan ke rumah pasien didapatkan tekanan darah pasien yang tidak turun sesuai harapan di duga, tubuh pasien telah terkompensasi oleh tekanan darah yang tinggi, atau tekanan darah pasien telah terisolasi. 2. Tidak ditemukan tanda- tanda komplikasi dari tiga kali kunjungan ke rumah pasien. Deteksi Komplikasi: a. Susunan saraf pusat = tidak ditemukan tanda-tanda kelemahan otot, atau kelumpuhan saraf atau kehilangan kesadaran dari pemeriksaan fisik b. Mata : pandangan mata kabur disangkal (retinopati hipertensi) c. Jantung : batas- batas jantung dinilai normal, dan functional class pasien masih baik. d. Ginjal : tidak ada keluhan mengenai berkemih, atau bengkak pada kedua tungkai atau pada mata 3. Tidak dilakukan oleh pasien, karena pasien mengaku tidak mempunyai biaya dan tidak ada yang mengantar ke rumah sakit, karena letak rumah sakit yang jauh dari rumah pasien. 4. Pasien mulai kontrol teratur ke puskesma seminggu sekali (tgl 17 November 2012- 23 November 2012), dan pasien mengaku selalu

16

rutin meminum obat. Dan di lihat dari jumlah obat yang selalu berkurang setiap kunjungan. 5. Dari ketiga kunjungan pasien menyangkal ada sebab lain yang menyebabkan pasien tidak rutin kontrol dan minum obat , seperti faktor jauhnya pusat kesehatan, kemudian faktor ekonomi dan yang di menjadi penyebab masalah adalah tidak adanya yang mengantar pasien ke pusat kesehatan. 6. Pasien mengikuti penyuluhan Hipertensi pada lansia 23 November 2012 7. Pasien mengaku pengetahuannya mengenai hipertensi bertambah, karena pasien mengaku dapat menjawab beberapa postest yang diberikan 25 November 2012 8. Anak pasien mengaku mengerti mengenai masalah kesehatan pasien. Dan anak pasien mengaku terkadang dapat memberi bantuan secara finansial untuk masalah kesehatan pasien. 9. Anak pasien mengaku tidak bisa sering berkunjung atau menjadi pelaku rawat yang tinggal serumah dengan pasien karena mereka masih harus bekerja, dan terikat kontrak oleh tempat mereka bekerja. Dan mereka tidak bisa meninggalkan pekerjaan mereka, karena masih ada masalah ekonomi. 10. Dan anak pasien hingga saat ini belum dapat menyewa pelaku rawat karena ada kendala biaya Sebagian besar hasil pembinaan keluarga secara keseluruhan menunjukkan peningkatan indeks koping/penguasaan masalah dari 3 sebelum pembinaan menjadi 4 setelah pembinaan. Tetapi intervensi terhadap keluarga dinilai kurang berhasil karena tidak ada peningkatan nilai koping. Konsep pelayanan kedokteran keluarga telah dijalankan dan perlu ditunjang dengan kerjasama yang baik antara provider kesehatan serta keluarga. yang diadakan oleh dokter muda di puskesmas sukmajaya pada tanggal

M. Pembahasan

17

Dalam penanganan kasus ini dilakukan pendekatan kedokteran keluarga untuk memberikan pelayanan kesehatan yang holistik, komprehensif, berkesinambungan, terpadu dan paripurna, dengan memandang pasien sebagai bagian dari dirinya sendiri. Keluarga dan lingkungannya. Ny.MR didiagnosis Hipertensi grade II tekanan darah tidak terkontrol berdasarkan anamnesa yang didapat yaitu riwayat hipertensi sejak 1 tahun yang lalu dengan pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah 160/100 mmHg . Diduga tekanan darah tinggi pada pasien ddisebabkan faktor risiko yang tidak dapat di kontrol yaitu akibat umur dan jenis kelamin. Karena pada wanita terlindung dari penyakit kardiovaskuler sebelum menopause. Wanita yang belum mengalami menopause dilindungi oleh hormon estrogen yang berperan dalam meningkatkan kadar High Density Lipoprotein (HDL). Kadar kolesterol HDL yang tinggi merupakan faktor pelindung dalam mencegah terjadinya proses aterosklerosis. Efek perlindungan estrogen dianggap sebagai penjelasan adanya imunitas wanita pada usia premenopause. Pada premenopause wanita mulai kehilangan sedikit demi sedikit hormon estrogen yang selama ini melindungi pembuluh darah dari kerusakan. Proses ini terus berlanjut dimana hormon estrogen tersebut berubah kuantitasnya sesuai dengan umur wanita secara alami, yang umumnya mulai terjadi pada wanita umur 45-55 tahun. Dari hasil penelitian didapatkan hasil lebih dari setengah penderita hipertensi berjenis kelamin wanita sekitar 56,5%. Hipertensi lebih banyak terjadi pada pria bila terjadi pada usia dewasa muda. Tetapi lebih banyak menyerang wanita setelah umur 55 tahun, sekitar 60% penderita hipertensi adalah wanita. Hal ini sering dikaitkan dengan perubahan hormon setelah menopause . Kemudian umur, Semakin tinggi umur seseorang semakin tinggi tekanan darahnya, jadi orang yang lebih tua cenderung mempunyai tekanan darah yang tinggi dari orang yang berusia lebih muda. Hipertensi pada usia lanjut harus ditangani secara khusus. Hal ini disebabkan pada usia tersebut ginjal dan hati mulai menurun, karena itu dosis obat yang diberikan harus benar-benar tepat. Tetapi pada kebanyakan kasus , hipertensi banyak terjadi pada usia lanjut. Pada wanita, hipertensi sering terjadi pada usia diatas 50 tahun. Hal ini disebabkan terjadinya perubahan hormon sesudah menopause. Hanns Peter (2009)

18

mengemukakan bahwa kondisi yang berkaitan dengan usia ini adalah produk samping dari keausan arteriosklerosis dari arteri-arteri utama, terutama aorta, dan akibat dari berkurangnya kelenturan. Dengan mengerasnya arteri-arteri ini dan menjadi semakin kaku, arteri dan aorta itu kehilangan daya penyesuaian diri. Menurut Darmojo (2006), faktor yang mempengaruhi hipertensi pada lanjut usia adalah : 1. Penurunanya kadar renin karena menurunya jumlah nefron akibat proses menua. Hal ini menyebabkan suatu sirkulus vitiosus: hipertensi glomerelosklerosis-hipertensi yang berlangsung terus menerus. 2. Peningkatan sensitivitas terhadap asupan natrium. Dengan bertambahnya usia semakin sensitif terhadap peningkatan atau penurunan kadar natrium. 3. Penurunan elastisitas pembuluh darah perifer akibat proses menua akan meningkatakan resistensi pembuluh darah perifer yang mengakibatkan hipertensi sistolik. 4. Perubahan ateromatous akibat proses menua menyebabkan disfungsi endotel yang berlanjut pada pembentukan berbagai sitokin dan subtansi kimiawi lain yang kemudian meyebabkan resorbi natrium di tubulus ginjal, meningkatkan proses sklerosis pembuluh darah perifer dan keadaan lain berhubungan dengan kenaikan tekanan darah. Keluarga berperan penting dalam mengontrol faktor risiko yang dapat di kontrol yaitu Obesitas, pada usia + 50 tahun dan dewasa lanjut asupan kalori mengimbangi penurunan kebutuhan energi karena kurangnya aktivitas. Itu sebabnya berat badan meningkat. Obesitas dapat memperburuk kondisi lansia. Kelompok lansia dapat memicu timbulnya berbagai penyakit seperti artritis, jantung dan pembuluh darah, hipertensi. Indeks masa tubuh (IMT) berkorelasi langsung dengan tekanan darah, terutama tekanan darah sistolik. Risiko relatif untuk menderita hipertensi pada orang obese 5 kali lebih tinggi dibandingkan dengan seorang yang berat badannya normal. Pada penderita hipertensi ditemukan sekitar 20-30% memiliki berat badan lebih. Yang kedua adalah pasien kurang berolah raga berdasarkan anamnesa pasien tidak mau berolah raga karena merasa badannya tidak sebugar dulu lagi padahal Olahraga banyak dihubungkan dengan pengelolaan penyakit tidak menular, karena olahraga isotonik dan teratur dapat

19

menurunkan tahanan perifer yang akan menurunkan tekanan darah (untuk hipertensi) dan melatih otot jantung sehingga menjadi terbiasa apabila jantung harus melakukan pekerjaan yang lebih berat karena adanya kondisi tertentu Kurangnya aktivitas fisik menaikan risiko tekanan darah tinggi karena bertambahnya risiko untuk menjadi gemuk. Orang-orang yang tidak aktif cenderung mempunyai detak jantung lebih cepat dan otot jantung mereka harus bekerja lebih keras pada setiap kontraksi, semakin keras dan sering jantung harus memompa semakin besar pula kekuaan yang mendesak arteri. Pada pasien tidak ditemukan faktor risiko kebiasaan merokok, tapi merokok menyebabkan peninggian tekanan darah. Perokok berat dapat dihubungkan dengan peningkatan insiden hipertensi maligna dan risiko terjadinya stenosis arteri renal yang mengalami ateriosklerosis. Dalam penelitian kohort prospektif oleh dr. Thomas S Bowman dari Brigmans and Womens Hospital, Massachussetts terhadap 28.236 subyek yang awalnya tidak ada riwayat hipertensi, 51% subyek tidak merokok, 36% merupakan perokok pemula, 5% subyek merokok 1-14 batang rokok perhari dan 8% subyek yang merokok lebih dari 15 batang perhari. Subyek terus diteliti dan dalam median waktu 9,8 tahun. Kesimpulan dalam penelitian ini yaitu kejadian hipertensi terbanyak pada kelompok subyek dengan kebiasaan merokok lebih dari 15 batang perhari . Pasien mengaku lebih suka memakan yang gurih-gurih, dan hal ini dapat di sebabkan menjadi faktor yang dapat memacu terjadinya hipertensi karena Konsumsi natrium yang berlebih menyebabkan konsentrasi natrium di dalam cairanekstraseluler meningkat. Untuk menormalkannya cairan intraselulerditarik ke luar, sehingga volume cairan ekstraseluler meningkat. Meningkatnya volume cairan ekstraseluler tersebut menyebabkan meningkatnya volume darah, sehingga berdampak kepada timbulnya hipertensi. Badan kesehatan dunia yaitu World Health Organization (WHO) merekomendasikan pola konsumsi garam yang dapat mengurangi risiko terjadinya hipertensi. Kadar sodium yang direkomendasikan adalah tidak lebih dari 100 mmol (sekitar 2,4 gram sodium atau 6 gram garam) perhari. Salah satu faktor risiko yang dapat memacu peningkatan tekanan darah pada pasien diduga adalah stress, maksudnya disini adalah terdapatnya masalah

20

psikososial pada diri pasien . Hubungan antara stres dengan hipertensi diduga melalui aktivitas saraf simpatis peningkatan saraf dapat menaikan tekanan darah secara intermiten (tidak menentu). Stress yang berkepanjangan dapat mengakibatkan tekanan darah menetap tinggi. Walaupun hal ini belum terbukti akan tetapi angka kejadian di masyarakat perkotaan lebih tinggi dibandingkan dengan di pedesaan. Hal ini dapat dihubungkan dengan pengaruh stress yang dialami kelompok masyarakat yang tinggal di kota. Stres akan meningkatkan resistensi pembuluh darah perifer dan curah jantung sehingga akan menstimulasi aktivitas saraf simpatis. Adapun stres ini dapat berhubungan dengan pekerjaan, kelas sosial, ekonomi, dan karakteristik personal Pengobatan hipertensi terdiri dari terapi nonfarmakologis dan farmakologis, selain pengobatan pada hipertensi sendiri diperlukan juga pengobatan faktor risiko atau kondisi penyerta lainnya. Tujuan dari pengobatan hipertensi adalah target tekanan darah <140/90 mmHg , untuk individu berisiko tinggi (diabetes, gagal ginjal proteinuria) <130/80 mmHg, penurunan morbiditas dan mortalitas kardiovaskular, dan menghambat laju penyakit ginjal proteinuria. (Mohamad yogiantoro , 2006). Pengobatan hipertensi terdapat tiga hal evaluasi menyeluruh terhadap kondisi penderita adalah : 1. Pola hidup dan indentifikasi ada tidaknya faktor risiko kardiovaskuler 2. Penyebab langsung hipertensi sekunder atau primer 3. Organ yang rusak karena hipertensi. Upaya non farmakologi menurut berdasarkan perubahan gaya hidup disini peran keluarga sangat penting untuk memotivasi pasien dalam memperbaiki gaya hidup 1. Sering Berolah raga 2. Berhenti merokok 3. Penurunan berat badan yang berlebihan 4. Berhenti/mengurangi asupan alkohol 5. Mengurangi asupan garam. 6. Menghindari stress

21

Karena pasien sudah lansia Terapi farmakologi pada pasien perlu dipikirkan kemungkinan adanya : 1. Gangguan absorsbsi dalam alat pencernaan 2. Interaksi obat 3. Efek samping obat. 4. Gangguan akumulasi obat terutama obat-obat yang ekskresinya melalui ginjal.

Gambar 3. Alogaritma Penatalaksanaan Hipertensi (JNC-7 .2003)

Pembinaan pada keluarga ini di perlukan karena ketidakpatuhan pasien masalah kontrol ke puskesmas dan meminum obat anti hipertensi itu dapat dipengaruhi oleh kurangnya motivasi dan edukasi pada pasien dan keluarga

22

pasien. Karena pentingnya mengontrol tekanan darah pada pasien agar tidak terjadi komplikasi seperti 1. Penyakit jantung iskemik Pasien hipertensi mempunyai risiko yang tinggi untuk terkena myocardial infarction (MI). atau lebih dikenal sebagai serangan jantung atau kejadian dari penyakit jantung koroner. Hal ini disebabkan pada penyakit hipertensi suplai oksigen ke arteri koroner cenderung menurun dan diperburuk dengan keadaan penyakit jantung koroner seharusnya suplai oksigen dibutuhkan lebih banyak, karena meningkatnya aktivitas ventrikel kiri untuk mempertahankan suplai darah ddan oksigen di perifer atau akibat adanya hipertrofi dari ventrikel kiri. 2. Stroke Stroke dapat terjadi perdarahan di otak akibat pecahnya jantung pembuluh darah di otak. Atau akibat iskemia jaringan otak diakibatkan adanya sumbatan dari penyakit penyerta hipertensi. 3. Gagal Ginjal Gagal ginjal dapat terjadi karena kerusakan progresif akibat tekanan yang yang tinggi pada kapiler-kapiler ginjal, yaitu glomerulus. 4. Ensefalopati Ensefalopati dapat terjadi terutama pada hipertensi maligna (hipertensi yang meninglkat dengan cepat). Tekanan yang sangat tinggi pada kelainan ini dapat menyebabkan peningkatan tekanan kapiler dan mendorong cairan ke dalam ruang interstitium di seluruh susunan saraf pusat. Neuron-neuron disekitarnya kolaps dan terjadi koma serta kematian.

N. Kesimpulan

23

1. Telah teridentifikasi fungsi-fungsi keluarga pasien meliputi fungsi biologis, fungsi sosial, fungsi psikososial, fungsi ekonomi dan faktor perilaku kesehatan, serta faktor lingkungan sekitar tempat tinggal. 2. Telah ditegakkan diagnosis hipertensi grade II dengan tekanan darah belum terkontrol berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik 3. Penatalaksanaan hipertensi grade II kesehatan primer. 4. Penatalaksanaan masalah kesehatan pada pasien harus dilakukan secara holistik, komprehensif dan berkesinambungan. 5. Perlu partisipasi keluarga sebagai mitra dokter dalam penatalaksaan masalah kesehatan pasien. O. Saran Saran bagi kesinambungan pelayanan adalah: Untuk pembina berikutnya : 1. Sumber Daya Manusia : Dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan, maka pembinaan kesehatan perlu kerjasama yang baik antara petugas kesehatan dengan masyarakat sekitar. 2. Mental psikologikal : Untuk melakukan pembinaan terhadap suatu keluarga perlu pendekatan tertentu yang sangat membutuhkan keuletan dalam menjalankan pembinaan. 3. Komunikasi : Kemampuan berkomunikasi merupakan hal utama pelayan kesehatan yang bertugas sebagai pembina. Komunikasi yang baik bertujuan untuk menjadi perantara dan juga keluarga yang akan dibina agar lebih terbuka terhadap permasalahannya dan mengerti dengan apa yang disampaikan oleh pembina sehingga program keluarga binaan ini dapat terlaksana. dapat dilakukan di pelayanan

4. Manajemen klinis :

24

Untuk menyelesaikan masalah yang ada dalam keluarga perlu adanya kerjasama antara provider kesehatan dan seluruh anggota keluarga. 5. Evaluasi masalah Menindak lanjuti tindakan yang belum terlaksana yaitu: a. Apakah pasien dapat mengontrol tekanan darah pasien. b. Apakah pasien akan selalu kontrol secara teratur dan meminum obat secara teratur c. Apakah d. Apakah P. Penutup Sampai saat ini hipertensi masih tetap menjadi masalah karena beberapa hal, antara lain semakin meningkatnya prevalensi hipertensi, semakin banyaknya pasien hipertensi yang belum mendapatkan pengobatan maupun yang sudah diterapi namun tekanan darahnya belum mencapai target, serta adanya penyakit penyerta dan komplikasi yang dapat meningkatkan morbiditas dan mortalitas penderita hipertensi. Dan penatalaksanaannya tidak hanya melalui terapi farmakologis dan sama pentingnya dengan terapi farmakologis, terapi non farmakologis juga penting untuk menurunkan mortalitas dari penderita hipertensi. Dan hal ini sangat dibutuhkan dukungan dari keluarga baik secara finansial atau moril. pengetahuan anak-anak pasien pasien akan dapat penyakit mencari pasien solusi akan untuk memperbaiki gaya hidup pasien. menempatkan pelaku rawat yang layak untuk pasien.

Daftar Pustaka

25

Mohamad yogiantoro 2006., Hipertensi Esensial dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi IV. Editor Slamet Suyono, Balai Penerbit FKUI. Jakarta, Hal 599 Adam V. Chobanian, et all, .Seventh Report Of The JNC on prevention, detection, evaluation, and treatment of High Blood Pressure the 7th of Joint National Committe on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure (JNC-7) Kasper DL, Braunwald E, Fauci AS et al.Hypertension. Harrisons Manual of Medicine, 16th edition. New York : McGraw-Hill, 2005. Yuliwinars, 2012 , Hipertensi pada lansia tersedia di http://digilib.unimus.ac.id diunduh tanggal 16 November 2012 Bestari J Budiman, Al Hafiz, 2012.Epistaksis dan hipertensi Apakah ada Hubungannya, tersedia di http: jurnal.fk.unand.ac diunduh tanggal 14 november `2012.

Lampiran 1 Keadaan Rumah Pasien :

26

Ruang tamu sekaligus ruang makan dan ruang keluarga

Atap Rumah Pasien

27

Kamar pasien dan cucu pasien

Dapur Pasien

28

Kamar Mandi sekaligus tempat cuci baju

Lampiran 2. Algoritma Penanganan Hipertensi (menurut JNC VII)

29

Modifikasi gaya hidup

Belum mencapai target TD (<140 mmHg atau < 130/80 mmHg pada DM dan CKD)

Terapi farmakologis awal

Hipertensi tanpa kerusakan target organ

Hipertensi dengan kerusakan target organ

Hipertensi Stage1:Diuretik Tiazid atau ACE-I, ARB, Bloker,CCB atau


kombinasi

Hipertensi Stage 2 2 kombinasi obat (tiazid dan ACE-I atau ARB atau -Bloker atau CCB

Obat untuk kerusakan organ target


Obat hipertensi lain bila diperlukan

TD target belum tercapai

Optimasi dosis sampai TD target tercapai Pertimbangkan konsul ahli hipertensi

Lampiran 3. Anjuran Diet Rendah Garam II

30

Pembagian Makanan Sehari Diit 1600 kalori rendah garam II (600-800 mg Na) Dalam pemasakan diperbolehkan menggunakan sdt garam dapur (1 g). Bahan makanan tinggi natrium dihindarkan. Makanan ini diberikan pada pasien dengan oedema, asites dan atau hipertensi berat. Bahan makanan yang diberikan sehari
Jenis bahan makanan Nasi Daging Telur Tempe Kacang hijau Sayuran Buah Minyak Gula pasir Berat (g) 350 100 50 100 25 200 150 25 25 Ukuran 5 gls sedang 2 ptg sedang 1 btr 4 ptg sedang 2 sdm 2 gls 2 bh pisang sedang 2 sdm 2 sdm

Nilai gizi
Kalori Protein Lemak Hidrat arang Kalsium Besi Vitamin A Thiamin Vitamin C Natrium 2230 kal 75 g 53 g 365 g 0,5 g 24 mg 6139 SI 1,2 mg 87 mg 305 mg

Pembagian makanan sehari Pagi Beras Telur Sayuran Minyak Gula pasir 70 g= 1 gls nasi 50 g= 1 btr 50 g= gls 5 g= sdm 10 g= 1 sdm Siang dan Sore Beras 140 g = 2 gls nasi Daging Tempe Buah Minyak Pukul 10.00 50 g= 1 ptg daging 50 g = 2 ptg sdg 75 g = 1 bh pisang 10 g= 1 sdm

Sayuran 75 g = gls

31

Kacang hijau 25 g = 2 sdm Gula pasir Pagi 15 g = 1 sdm Contoh menu : : nasi, telur dadar, tumis kacang panjang Pukul 10.00 : bubur kacang hijau Siang : nasi, ikan acar kuning, tahu bacam, sayur lodeh, pepaya Sore : nasi, daging pesmol, tempe keripik, cah sayuran, pisang

32

Anda mungkin juga menyukai