Anda di halaman 1dari 12

KARSINOMA NASOFARING

I. PENDAHULUAN Karsinoma nasofaring merupakan tumor ganas yang paling banyak dijumpai di antara tumor ganas THT di Indonesia, dimana karsinoma nasofaring termasuk dalam lima besar tumor ganas dengan frekwensi tertinggi, sedangkan didaerah kepala dan leher menduduki tempat pertama.1 Survei yang dilakukan oleh Departemen Kesehatan pada tahun 1980 secara pathology based mendapatkan angka prevalensi karsinoma nasofaring 4,7 per 100.000 penduduk atau diperkirakan 7.000 Indonesia.2 Penanggulangan karsinoma nasofaring sampai sat ini masih merupakan suatu problem, hal ini karena etiologi yang masih belum pasti, gejala dini yang tidak khas serta letak nasofaring yang tersembunyi, sehingga diagnosis sering terlambat.2 Pada stadium dini, radioterapi masih merupakan pengobatan pilihan yang dapat diberikna secara tunggal dan memberikan angka kesembuha yang cukup tinggi. Pada stadium lanjut, diperlukan terapi tambahan kemoterapi yang dikombinasikan dengan radioterapi.2 - 8.000 kasus per tahun di seluruh

II.

ANATOMI Nasofaring merupakan rongga dengan dinding kaku di aas, belakang dan

laterl. Batas-batas nasofaring yaitu : 3 Superior : basis kranii, diliputi oleh mukosa dan fascia : bidang horizontal yang ditarik dari palatum durum ke posterior, bersifat subjektif karena tergantung dari palatum durum Anterior Posterior : choane, oleh os vomer dibagi atas chonae kanan dan kiri. : -vertebra cervikalis I dan II Inferior

-Fascia space = rongga yang berisi jaringan longgar Mukosa lanjutan dari mukosa atas Lateral : -mukosa lanjutan dari mukosa atas dan belakang -muara tuba eustachii -fossa rosenmulleri

Gambar 1. Anatomi Nasofaring (dikutiip dari kepustkaan 4)

Gambar 2. Anatomi Nasopharynx (dikuti dari kepustakaan 5)

Gambar 3. Normal anatomy of the nasopharynx. Sagittal contrast-enhanced MR image show nasopharynx (asterisk), sphenoid sinus (big white arrow), clivus (small white arrow) and soft palate (black arrow). (dikutip dari kepustakaan 6)

Pada dinding lateral nasofaring lebih kurang 1,5 inci dari bagian belakang konka nasal inferior terdapat muara tuba eustachius. Pada bagian belakang atas muara tuba eustachius terdapat penonjolan tulang yang disebut torus tubarius dan dibelakangnya terdapat suatu lekukan dari fossa Rosenmuller dan tepat diujung atas posteriornya terletak foramen laserum. Pada daerah fossa ini sering terjadi pertumbuhan jaringan limfe yang menyempitkan muara tuba eustachius sehingga mengganggu ventilasi udara telinga tengah.3 Dinding lateral nasofaring merupakan bagian terpenting, dibentuk oleh lamina faringobasilaris dari fasia faringeal dan otot konstriktor faring superior. Fasia ini

mengandung jaringan fibrokartilago yang menutupi foramen ovale, foramen jugularis, kanalis karotis dan kanalis hipoglossus. Struktur ini penting diketahui karena merupakan tempat penyebaran tumor ke intracranial.3,7 Fungsi nasofaring :3

Sebagai jalan udara pada respirasi Jalan udara ke tuba eustachii Resonator Sebagai drainage sinus paranasal kavum timpani dan hidung

III.

EPIDEMIOLOGI Angka kejadian Kanker Nasofaring (KNF) di Indonesia cukup tinggi, yakni

4,7 kasus/tahun/100.000 penduduk atau diperkirakan 7000 8000 kasus per tahun di seluruh Indonesia (Survei yang dilakukan oleh Departemen Kesehatan pada tahun 1980 secara pathology based). Santosa (1988) mendapatkan jumlah 716 (8,46%) penderita KNF berdasarkan data patologi yang diperoleh di Laboratorium Patologi anatomi FK Unair Surabaya (1973 1976) diantara 8463 kasus keganasan di Seluruh tubuh. Di Bagian THT Semarang mendapatkan 127 kasus KNF dari tahun 2000 2002. Di RSCMJakarta ditemukan lebih dari 100 kasus setahun, RS. Hasan Sadikin Bandung rata-rata 60 kasus, Ujung Pandang 25 kasus, Denpasar 15 kasus, dan di Padang dan Bukit tinggi (1977-1979). Dalam pengamatan dari pengunjung poliklinik tumor THT RSCM, pasien karsinoma nasofaring dari ras Cina relative sedikit lebih banyak dari suku bangsa lainnya.1,8

IV.

ETIOLOGI Terjadinya KNF mungkin multifaktorial, proses karsinogenesisnya mungkin

mencakup banyak tahap. Faktor yang mungkin terkait dengan timbulnya KNF adalah:1,7

1. Kerentanan Genetik Walaupun karsinoma nasofaring tidak termasuk tumor genetik, tetapi kerentanan terhadap karsinoma nasofaring pada kelompok masyarakat tertentu relatif lebih menonjol dan memiliki agregasi familial. Analisis korelasi menunjukkan gen HLA (human leukocyte antigen) dan gen pengkode enzim sitokrom p4502E (CYP2E1) kemungkinan adalah gen kerentanan terhadap karsinoma nasofaring, mereka berkaitan dengan sebagian besar karsinoma nasofaring.1,7 2. Infeksi Virus Eipstein-Barr Banyak perhatian ditujukan kepada hubungan langsung antara karsinoma nasofaring dengan ambang titer antibody virus Epstein-Barr (EBV). Serum pasienpasien orang Asia dan Afrika dengan karsinoma nasofaring primer maupun sekunder telah dibuktikan mengandung antibody Ig G terhadap antigen kapsid virus (VCA) EB dan seringkali pula terhadap antigen dini (EA); dan antibody Ig A terhadap VCA (VCA-IgA), sering dengan titer yang tinggi. Hubungan ini juga terdapat pada pasien di Amerika yang mendapat karsinoma nasofaring aktif. Bentuk-bentuk anti-EBV ini berhubungan dengan karsinoma nasofaring tidak berdifrensiasi (undifferentiated) dan karsinoma nasofaring non-keratinisasi (non-keratinizing) yang aktif (dengan mikroskop cahaya) tetapi biasanya tidak berhubung dengan tumor sel skuamosa atau elemen limfoid dalam limfoepitelioma.1,7 Kaitan antara virus Epstein-Barr dan konsumsi ikan asin dikatakan sebagai penyebab utama timbulnya penyakit ini. Virus tersebut dapat masuk ke dalam tubuh dan tetap tinggal di sana tanpa menyebabkan suatu kelainan dalam jangka waktu yang lama. Untuk mengaktifkan virus ini dibutuhkan suatu mediator. Kebiasaan untuk mengkonsumsi ikan asin secara terus menerus dari masa anak-kanak, merupkan mediator utama yang dapat mengaktifkan virus ini sehingga menimbulkan karsinoma nasofaring.2,9 3. Faktor Lingkungan Penelitian akhir-akhir ini menemukan zat-zat berikut berkaitan dengan timbulnya karsinoma nasofaring yaitu golongan Nitrosamin,diantaranya

dimetilnitrosamin dan dietilnitrosamin, Hidrokarbon aromatic dan unsur Renik, diantaranya nikel sulfat.1,7

V.

STADIUM Penentuan stadium yang terbaru berdasarkan atas kesepakatan antara UICC

(Union Internationale Contre Cancer) pada tahun 1992 adalah sebagai berikut : 1,3,10 T = Tumor, menggambarkan keadaan tumor primer, besar dan perluasannya. T0 : Tidak tampak tumor T1 : Tumor terbatas pada 1 lokasi di nasofaring T2 : Tumor meluas lebih dari 1 lokasi, tetapi masih di dalam rongga nasofaring T3 : Tumor meluas ke kavum nasi dan / atau orofaring T4 : Tumor meluas ke tengkorak dan / sudah mengenai saraf otak

N = Nodul, menggambarkan keadaan kelenjar limfe regional N0 : Tidak ada pembesaran kelenjar N1 : Terdapat pembesaran kelenjar homolateral yang masih dapat digerakkan N2 : Terdapat pembesaran kelenjar kontralateral / bilateral yang masih dapat digerakkan N3 : Terdapat pembesaran kelenjar baik homolateral, kontralateral atau bilateral, yang sudah melekat pada jaringan sekitar.

M = Metastase, menggambarkan metastase jauh M0 : Tidak ada metastase jauh M1 : Terdapat metastase jauh.

Berdasarkan TNM tersebut di atas, stadium penyakit dapat ditentukan : Stadium I : T1 N0 M0 Stadium II : T2 N0 M0 Stadium III : T3 N0 M0 T1,T2,T3 N1 M0 Stadium IV : T4 N0,N1 M0 ` Tiap T N2,N3 M0 Tiap T Tiap N M12,3,9-13

Menurut American Joint Committee Cancer tahun 1988, tumor staging dari nasofaring diklasifikasikan sebagai berikut : Tis : Carcinoma in situ T1 : Tumor yang terdapat pada satu sisi dari nasofaring atau tumor yang tak dapat dilihat, tetapi hanya dapat diketahui dari hasil biopsi. T2 : Tumor yang menyerang dua tempat, yaitu dinding postero-superior dan dindinglateral. T3 : Perluasan tumor sampai ke dalam rongga hidung atau orofaring. T4 : Tumor yang menjalar ke tengkorak kepala atau menyerang saraf cranial (atau keduanya)

VI.

DIAGNOSIS

A. Anamnesis / Gambaran Klinis Gejala Dini. Penting untuk mengetahui gejala dini karsinoma nasofaring dimana tumor masih terbatas di nasofaring, yaitu : 1,2 a. Gejala telinga 1. Oklusi Tuba Eustachius1,2 Pada umumnya bermula pada fossa Rossenmuller. Pertumbuhan tumor dapat menekan tuba eustachius hingga terjadi oklusi pada muara tuba. Hal ini akan

mengakibatkan gejala berupa mendengung (Tinnitus) pada pasien. Gejala ini merupakan tanda awal pada KNF. 2 Oklusi Tuba Eustachius dapat berkembang hingga terjadi Otitis Media. Sering kali pasien datang sudah dalam kondisi pendengaran menurun, dan dengan tes rinne dan webber, biasanya akan ditemukan tuli konduktif b. Gejala Hidung1,2 1. Epistaksis; dinding tumor biasanya dipenuhi pembuluh darah yang dindingnya rapuh, sehingga iritasi ringan pun dapat menyebabkan dinding pembuluh darah tersebut pecah. 2. Terjadinya penyumbatan pada hidung akibat pertumbuhan tumor dalam nasofaring dan menutupi koana. Gejala menyerupai rinitis kronis. Gejala telinga dan hidung di atas bukanlah gejala khas untuk Karsinoma Nasofaring, karena dapat ditemukan pada berbagai kasus pada penyakit lain. Namun jika gejala terus terjadi tanpa adanya respons yang baik pada pengobatan, maka perlu dicurigai akan adanya penyebab lain yang ada pada penderita; salah satu di antaranya adalah KNF c. Gejala mata1,2 Pada penderita KNF seringkali ditemukan adanya diplopia (penglihatan ganda) akibat perkembangan tumor melalui foramen laseratum dan menimbulkan gangguan N. IV dan N. VI.. Bila terkena chiasma opticus akan menimbulkan kebutaan. Gejala lanjut1,2 - Limfadenopati servikal - Gejala akibat perluasan tumor ke jaringan sekitar - Gejala akibat metastase jauh

B. Pemeriksaan Fisis Pemeriksaan fisis yang dilakukan yaitu:8 1. 2. Inspeksi dan palpasi : benjolan pada leher (lateral) Massa di nasofaring yang dapat dilakukan dengan pemeriksaan rinoskopi dan laringoskopi 3. 4. Otoskopi, tes pendengaran Pemeriksaan saraf kranial

C. Pemeriksaan Penunjang 1. Nasopharyngoscopy Nasopharyngoscopy adalah salah satu metode pemeriksaan yang paling penting dalam mendiagnosa NPC, dan pengecekan yang sederhana, hasilnya cukup dapat dipercaya. Dokter akan mendoskopi melalui kedalaman rongga hidung nasofaring pasien dan tenggorokan untuk memeriksa pada mukosa nasofaring dan tenggorokan terhadap lesi abnormal. 1,9,11 2. Pemeriksaan dengan X-Ray Pemeriksaan X-ray dapat memeriksa berbagai tumor dan kerusakan dasar tulang tengkorak, yang kondusif untuk adanya kanker nasofaring, ren. X-ray biasanya memeriksa dengan menggunakan radiografi lateralis pada nasofaring dan inspeksi radiografi tulang tengkorak. 1,11 3. Diagnosa radionuklida tulang pencitraan Diagnosa radionuklida tulang pencitraan adalah kepekaan noninvasif dan tinggi dari metode diagnosa, scan tulang diagnosis metastasis tulang biasanya dianggap suatu kebetulan pada bagian tingkat positif sebesar 30% lebih tinggi dari Xray, dan dapat dilakukan 3-6 bulan setelah luka diketahui.1,11 4. Pemeriksaan CT Pemeriksaan CT dapat memahami daerah tumor Intracavitary, apakah di rongga deformasi dan simetri, istirahat faring yang hanya sebentar atau tidak ada istirahat. Selain itu, Anda juga dapat menampilkan invasi nasofaring, seperti rongga

hidung, orofaring, rongga parafaringeal, fossa infratemporal, selubung karotis, fosa pterygopalatine, sinus maksilaris, sinus kavernosus ethmoid, orbital dan intrakranial, dan faring, metastase pada leher kelenjar getah bening. 1,11 5. Pemeriksaan USG mode B Pemeriksaan USG mode B dalam mendiagnosa dan metode pengobatan yang besar digunakan pada nasofaring dengan sederhana di noninvasive di USG B pada hati dan dapat digunakan untuk memeriksa metastasis kelenjar getah bening, metastasis serviks di kelenjar getah bening , metastasis pada bagian retroperitoneal.
1,11

6. Pemeriksaan Magnetic Resonance Imaging Pengecekan Magnetic Resonance Imaging (MRI) dapat dengan jelas menunjukkan bahwa tengkorak di semua tingkat, sulci, gyri materi abu-abu, materi putih dan ventrikel, serebrospinal pipa cairan, pembuluh darah, dapat menentukan dengan akurat batas-batas tumor, pemeriksaan radioterapi terhadap hindbrain, MRI sangat membantu tidak adanya kerusakan.1,11 7. Diagnosa Serologi EB tingkat antibodi virus dan keganasan lainnya pada pasien dan orang sehat terdapat perbedaan yang sangat signifikan antara serum dari pasien dengan kanker nasofaring, sehingga Diagnosa serologi dapat digunakan sebagai Diagnosa sekunder kanker nasofaring.1,11 8. Diagnosa Patologis Nasofaring akhirnya didiagnosa berdasarkan Diagnosa patologis, jaringan hidup kanker nasofaring adalah sebagai berikut: 1,11 a. Metode gigitan mulut biopsi

b. Metode hidung nasofaring biopsi c. aspirasi jarum halus dari nasofaring Sebagian besar tumor ganas nasofaring (80% sampai 99%) timbul dari epitel dan harus dianggap sebagai varian dari karsinoma sel skuamosa. Menurut Organisasi

Kesehatan Dunia (WHO), Karsinoma nasofaring diklasifikasikan kedalam tiga jenis histologi:12 1. karsinoma sel skuamosa 2. nonkeratinizing karsinoma, 3. undifereentiated karsinoma. Perbedaan histologis ketiga jenis ini tidak begitu jelas. Istilah karsinoma lymphoepithelial atau lymphoepithelioma digunakan untuk menggambarkan

nonkeratinizing dan undifferentiated karsinoma nasofaring di mana limfosit banyak ditemukan di antara sel-sel tumor. Distribusi jenis histopatologi menurut WHO bervariasi di setiap geografi. Di Amerika Utara, sekitar 20% dari karsinoma nasofaring adalah tipe 1, 10% tipe 2 dan 70% tipe 3. Di Hong Kong, sekitar 3% adalah tipe 1, 9% tipe 2, dan 88% tipe 3. Selain itu, histologi nasofaring juga berhubungan dengan ras dan asal-usul kebangsaan. WHO tipe 1 terdiri dari 75% kasus karsinoma nasofaring dan ditemukan paling sering pada orang kulit putih nonHispanic. Sisanya 25% terdiri dari WHO tipe 2 dan 3 dan lebih sering ditemukan di Asia. Asia memiliki proporsi tertinggi jenis WHO tipe 2 dan 3. 12 Limfoma maligna pada nasofaring tidak begitu sering ditemukan. Tumor ganas lainnya seperti adenokarsinoma, plasmacytoma, melanoma, dan sarkoma relatif jarang.12

VII.

KOMPLIKASI

VIII. PROGNOSIS IX. DIAGNOSIS BANDING

Anda mungkin juga menyukai