Anda di halaman 1dari 31

STATUS PASIEN

A. Identitas Pasien Nama Usia Jenis kelamin Agama Pekerjaan Alamat : Tn. M : 26 tahun : Laki laki : Islam : Tentara : Perum bukit waringin, blok M 13 No. 7 RT: 05 / 01, Desa Sukmajaya kec: Tajurhalang kab: bogor. Tanggal/pukul masuk perawatan : 29 Oktober 2011 / 01.30 WIB

DATA DASAR 1. Anamnesis Dilakukan autoanamnesis pada tanggal 31 Oktober 2011

Keluhan Utama

: Sesak napas karena luka tusuk dada sejak 1 jam sebelum masuk Rumah Sakit (SMRS)

Riwayat Penyakit Sekarang Pasien datang ke RSPAD GS sesak nafas setelah ditusuk di daerah dada sejak 1 jam SMRS. Pasien ditusuk dari arah depan sebanyak tiga kali oleh perampok. Pasien ditusuk menggunakan pisau dapur. Setelah ditusuk pasien terjatuh dan banyak mengeluarkan darah. Pasien sebelumnya dibawa ke RS Cibinong lalu luka tusuk tersebut dijahit, setelah itu pasien dirujuk dan langsung dibawa ke IGD RSPAD GS.

Riwayat Penyakit Dahulu Hipertensi Hipertiroid DM Alergi obat Asma : Disangkal : Disangkal : Disangkal : Disangkal : Disangkal

Riwayat Penyakit Keluarga Hipertensi DM Asma Hipertiroid : Disangkal : Disangkal : Disangkal : Disangkal

Primary survey A: Clear B: Spontan, Respiration Rate 28 x/menit C: Tek.Darah: 80/ 70 mmHg, Nadi : 110 x / menit CRT: < 2 detik D: GCS 15 (E4V5M6)

Secondary survey Kepala : Bentuk normocephal, rambut berwarna hitam, distribusi merata & tidak mudah dicabut Mata Hidung : : Konjungtiva Anemis -/-, Sklera Ikterik -/Septum deviasi (-), sekret -/-, Pernafasan Cuping Hidung -/-

Telinga Tenggorokan Gigi & Mulut Leher

: : : :

Bentuk Normal, Liang lapang, Sekret -/-. Bibir kering (-), Sianosis (-). Faring Hiperemis (-), uvula tampak celah. Trakea lurus ditengah, KGB regional tidak teraba membesar, Tiroid tidak teraba membesar.

Thorax Inspeksi

: : Stab wound pada dada kanan, pergerakan dada kanan

tertinggal Perkusi Palpasi Auskultasi : : : Fremitus vocal dan taktil dada kanan menurun Fremitus kanan < kiri, Nyeri tekan (+) , Krepitasi (-) Paru : Bunyi nafas dasar vesikuler /+ Rhonki (-),

wheezing (-) Jantung : BJ I dan II reguler, murmur (-), gallop (-). Abdomen Ekstremitas : : Datar, supel, bising usus (+) normal. Akral hangat, edema -/- (ekstrimitas superior)

Status Lokalis Luka tusuk pada bagian thoraks dextra setara linea mid clavicula SIC 3 Luka tusuk pada thoraks sinistra setara dengan linea parasternalis SIC 2 Perdarahan (+), fraktur tulang iga (-)

B. Laboratorium 31-10-2011 Jenis Pemeriksaan Hematologi Darah Rutin Hemoglobin Hematokrit Eritrosit Leukosit Trombosit MCV MCH MCHC 11.3* 33* 3.9* 15.900* 106.000* 85 29 34 12 16 g/dL 37 47 % 4,3 6,0 juta/uL 4.800 10.800 /uL 150.000 400.000 /uL 80 96 fl 27 32 pg 32 36 g/dL Hasil Nilai rujukan

Kimia Albumin Ureum Kreatinin Natrium Kalium Klorida Glukosa Sewaktu 2.7* 47 1.3 137 3.4* 100 121 3.5-5.0 g/dl 20 50 mg/dL 0.5 1.5 mg/dL 135 145 mEq/L 3,5 5,3 mEq/L 97 107 mEq/L < 140 mg/dL

Analisa Gas Darah pH pCO2 pO2 HCO3 Base Exces O2 Saturation 7.423 38.2 119.6* 25.2 1.5 97.2 7.37 7.45 32 46 mmHg 71 104 mmHg 21 29 mEq/L -2 - +2 mEq/L 94-98%

Pemeriksaan Pencitraan a. Foto polos thoraks posisi AP b. Foto thoraks posisi PA

C. Resume Pasien laki laki, 26 tahun datang ke RSPAD GS karena luka tusuk 1 jam SMRS. Pasien ditusuk dari arah depan sebanyak tiga kali oleh perampok. Pasien ditusuk menggunakan pisau dapur. Setelah ditusuk pasien terjatuh dan banyak mengeluarkan darah. Pasien merasa sesak dan langsung dibawa ke RSPAD GS. Pada pemeriksaan fisik, pasien dalam keadaan compos mentis dan tampak sakit sedang, pada inspeksi pemeriksaan fisik thoraks terdapat luka stab wound pada dada kanan, pergerakan hemithoraks kanan tertinggal. Pada perkusi fremitus vocal da taktil dada kanan menurun, palpasi fremitus dada kanan lebih kecil dari dada kiri, nyeri tekan (+), krepitasi (-), auskultasi pemeriksaan penunjang foto polos thoraks posisi AP terdapat Pada kesan

hematopneumothoraks dextra dan pneumothoraks sinistra.

D. Diagnosis Hematopneumothoraks dextra + pneumothoraks sinistra

E. Tata Laksana 1. Oksigenasi dengan Nasal kanul 1-2 L/menit 2. IVFD : Ringer Laktat per 6 jam 3. Tindakan : a. WSD (Water Seal Drainage) b. Post WSD : i. Chest phisiotherapy untuk membantu pengembangan paru ii. Rontgen thorax kontrol 4. Medikamentosa : a. Analgetik b. Antibiotik

Laporan pemasangan WSD a. A dan antiseptik pada daerah insisi b. Insisi pada ICS VII, menembus kutis, subkutis, fasia, dan pleura parietal c. Ketika pleura parietal ditembus, udara keluas, darah (+) d. WSD dipasang : i. ii. iii. iv. Initial bubble (+) Force expiration bubble (+) Continuous bubble (-) Darah (+)

Evaluasi Harian Pasien Tanggal 08 November 2011 Tanda Vital TD Nadi : 120/90 mmHg : 80 kali/menit

Suhu : 36,6C
6

RR

: 24 kali/menit

Subjektif Sesak napas berkurang, BAK lancar, terdapat bintil bintil pada daerah abdomen.

Objektif Kes/KU Thoraks : CM, SS : gerak dada simetris statis-dinamis, SN vesikuler +/+,

wheezing -/-, rhonchi -/Assessment Hematopneumothoraks (KU perbaikan) Post pemasangan WSD

Planning Tirah baring IVFD RL/ 6 jam Obat : Antibiotik dan Analgetik

Ronde Terapi lanjut Aff WSD Fisioterapi dada

TINJAUAN PUSTAKA

ANATOMI THORAKS
Thoraks adalah bagian atas batang tubuh yang terletak antara leher dan abdomen. Cavitas thoracis yang dibatasi oleh dinding thoraks, berisi thymus, jantung, paru-paru, bagian distal trachea dan bagian besar oesophagus.

Dinding Thoraks Dinding thoraks terdiri dari kulit, fascia, otot, saraf, dan tulang.

Kerangka Dinding Tulang Kerangka dinding thorax membentuk sangkar dada osteokartilaginosa yang melindungi jantung, paru-paru, dan beberapa organ abdomen (misalnya hepar). kerangka thoraks terdiri dari Vertebra thoracica (12) dan discus intervertebralis Costa (12 pasang) dan cartilago costalis Sternum Sifat khusus vertebra thoracica mencakup : Fovea costalis pada corpus vertebra untuk bersendi dengan caput costae Fovea costalis pada processus transversus untk bersendi dengan tuberculum costae, kecuali pada dua atau tiga costae terkaudal Processus spinosus yang panjang

Gambar 1. Lapisan thoraks

Costa Costa adalah tulang pipih yang sempit dan lengkung membatasi bagian terbesar sangkar dada. Ketujuh (kadang-kadang delapan) costae pertama disebut costa sejati (vertebrosternal) karena menghubungakn vertebra dengan sternum melalui cartilago costalisnya. Costa VIII sampai costa X adalah costa tak sejati (vertebrokondral) karena cartilafo masing-masing costa melekat kepada cartilago costalis tepat di atasnya. Costa XI dan XII adalah costa bebas atau costa melayang karena ujung cartilago costalis masing-masing costa berakhir dalam susunan otot abdomen dorsal.

Cartilago costalis memperpanjang costa ke arah ventral dan turut menambah kelenturan dinding thoraks. Cartilago costalis VII sampai cartilago costalis X terarah ke kranial dan bersatu untuk membentuk angulus infrasternalis dan arcus costarum pada kedua sisi. Costa berikut carilago costalisnya terpisah satu sama lain oleh spatium intercostalis yang berisi musculus intercostalis, arteria intercostalis, vena intercostalis, dan nervus intercostalis.

Anatomi Permukaan Dinding Thoraks Kedua clavicula terletak subkutan pada pertemuan thoraks dan leher. Kedua tulang itu teraba dengan mudah, terutama pada tempat persendian dengan manubrium sterni. Sternum juga terletak subkutan dan teraba seluruh panjangnya. Incisura jugularis pada manubrium mudah teraba antara ujung medial kedua clavicula yang menonjol. Angulus sterni Ludovici pada symphisis, manubriosternalis dapat diraba dan seringkali dapat diamati karena symphisis manubriosternalis antara manubrium sterni dan corpus sterni bergerak pada pernapasan. Angulus sterni yang merupakan patokan penting, terletak setinggi pasangan cartilago costalis II. Untuk menghitung costae dan spatia intercostalis, ikutilah angulus sterni dengan jari tangan ke arah lateral sampai pada cartilago costalis II, lalu hitunglah costae dan spatia intercostalis sambil menggeserkan jari ke arah laterokaudal. Spatium intercostale I terletak kaudal dari costa I, demikian pula spatia intercostalis yang lain terletak kaudal terhadap costa dengan nomor urut yang sama. Processus xyphoideus terdapat dalam lekuk yang dangkal, tempat bertau arcus costalis dexter dengan arcus costalis sinister untuk membentuk angulus infrasternalis. Angulus infrasternalis dimanfaatkan pada resusitasi kardiopulmoner untuk menempatkan tangan secara tepat pada corpus sterni. Kedua struktur ini terentang dari synchondrosis xiphosternalis ke arah sternokaudal. Bagian kranial arcus costae dibentuk oleh cartilago costalis VII, dan bagian kaudal oleh cartilago costalis VII sampai cartilago costalis X.

10

Gambar 2. Topografi Paru-Paru

Pleura dan Paru-Paru Pleura Paru-paru masing-masing diliputi oleh sebuah kantong pleura yang terdiri dari dua selaput serosa yang disebut pleura, yakni : pleura parietalis melapisi dinding thoraks, dan pleura visceralis meliputi paru-paru, termasuk permukaannya dalam fisura. Cavitas pleuralis adalah ruang potensial antara kedua lembar pleura dan berisi selapis kapiler cairan pleura serosa yang melumas permukaan pleura menggeser secara lancar satu terhadap yang lain pada pernapasan. Pleura parietalis melekat pada dinding thorax, mediastinum dan diaphragma. Pleura parietalis mencakup bagian-bagian berikut : Pleura kostal menutupi permukaan dalam dinding thoraks (sternum, cartilago costalis, costa, musculus intercostalis, dan sisi vertebra thoracica) Pleura mediastinal menutupi mediastinum
11

Pleura diafragmatik menutupi permukaan torakal diafragma Pleura servikal (cupula pleurae) menjulang sekitar 3 cm ke dalam leher, dan puncaknya membentuk kubah seperti mangkuk di atas apex pulmonis. Pleura parietalis beralih menjadi pleura visceralis dengan membentuk sudut tajam

menurut garis yang disebut garis refleksi pleural. Ini terjadi pada peralihan pleura kostal menjadi pleura mediastinal di sebelah ventral dan dorsal, dan pada peralihan pleura kostal menjadi pleura difragmatik di sebelah kaudal. Pada radix pulmonis terjadi peralihan pula antara lembar pleura visceralis dan pleura parietalis; sebuah duplikatur pleura parietalis yang dikenal sebagai ligamentum pulmonale tergantung ke arah kaudal di daerah ini.

Gambar 3. Pleura dan Paru-paru

12

Paru-Paru

Paru-paru normal bersifat ringan, lunak, dan menyerupai spons. Paru-paru juga kenyal dan dapat mengisut sampai sekitar sepertiga besarnya, jika cavitas thoracis dibuka. Paru-paru kanan dan kiri terpisah oleh jantung dan pembuluh darah besar dalam mediastinum medius. Paru-paru berhubungan dengan jantung dan trachea melalui struktur dalam radix pulmonis. Radix pulmonis adalah daerah peralihan pelura visceralis ke pleura parietalis yang menguhubungkan fascies mediastinalis paru-paru dengan jantung dan trachea. Hilum pulmonis berisi brinchus principalis, pembuluh pulmonal, pembuluh bronkial, pembuluh limfe dan saraf yang menuju ke paru-paru atau sebaliknya. Fissura horizontalis dan fissura obliqua pada pleura visceralis membagi paru-paru menjadi lobus-lobus. Masing-masing paru-paru memiliki puncak (apex), tiga permukaan (fascies costalis, fascies mediastinalis, dan fascies diaphragmatica), dan tiga tepi (margo superior, margo inferior, dan margo anterior). Apex pulmonis ialah ujung kranial yang tumpul dan tertutup oleh pleura servikal. Apex pulmonis dan pleura servikal menonjol ke kranial (2-3 cm) melalui apertura thoracis superior ke dalam pangkal leher. Karenanya, bagian-bagian ini dapat mengalami cedera karena luka pada leher, sehingga terjadi pneumothorax.

Hematopneumothoraks
Pengertian Haemopnemuthoraks adalah istilah medis yang menggambarkan kombinasi dua kondisi: pnemuthorax atau udara di dalam rongga dada dan hemathorax atau darah dalam rongga dada. Paru dapat kolaps sebagian/total sehingga dengan pengumpulan udara (pnemotoraks) darah (hemotorax), atau cairan lain (efusi pleura) pada area pleural/potensial. Pembesaran tekanan intrakranial yang ditimbulkan oleh peningkatan volume area pleural menurunkan kapasitas paru, menyebabkan distress pernafasan dan masalah pertukaran gas, dan menghasilkan tegangan pada struktur mediastinal yang dapat mengganggu jantung dan sirkulasi sistemik, pnemothoraks dapat terjadi karena traumatik (terbuka/tertutu) / spontan.

13

Gambar 4. Foto Rontgen Hematothoraks

Pneumothoraks
Definisi Pneumothoraks merupakan suatu keadaan dimana terdapat adanya gas/udara pada kavum pleura sehingga menyebabkan paru-paru terdesak dan kolaps. Pada pneumothoraks, udara memasuki kavitas pleuralis pada inspirasi dengan adanya tekanan intrapleura yang negatif, sedangkan selama ekspirasi kebocoran akan tersegel, yang menciptakan suatu mekanisme katup bola. Tension pneumothoraks timbul bila satu kavitas pleuralis telah terisi lengkap dengan udara dan udara terus memasuki kavitas ini, yang menyebabkan pergeseran mediastinum disertai perubahan vena cava, obstruksi sebagian aliran balik vena sistemik dan pengurangan curah jantung. Pasien pneumothoraks bisa asimtomatik atau bisa mengeluh akan adanya nyeri tajam seperti pisau atau bisa menderita gawat napas, hipoksemia, dan hiperresonansi pada sisi sakit. Deviasi trakea yang jelas, emfisema subkutis dan sianosis dapat ditemukan. Diagnosis biasanya dibuat dengan pemeriksaan fisik dan dikonfirmasi dengan foto toraks. Dengan pneumotoraks
14

kecil yang jelas, foto ekspirasi dan inspirasi bisa bermanfaat dalam menggambarkan pneumotoraks akibat bula atau kista paru yang besar.

Etiologi Berbagai kondisi yang dapat menyebabkan terjadinya pneumothoraks antara lain: a. Trauma Tension pneumothorax akibat trauma tumpul dengan atau tanpa fraktur iga Luka penetrasi yang menyebabkan masuknya udara dari lingkungan luar kedalam kavum pleura sehingga menyebabkan udara terperangkap di dalam kavum pleura b. Iatrogenik pneumothorax, misalnya prosedur pemasangan chest tube yang kurang tepat, terapi ventilasi mekanik, kanulasi vena sentral, resusitasi kardiopulmoner, terapi oksigen hiperbarik, operasi daerah leher, dan sebagainya. c. Tension pneumothorax sekunder dari kondisi medis yang sudad ada seperti : Asthma, PPOK, pneumonia, pertussis, tuberculosis, abses paru, cystic fibrosis Marfan sindrom

Manifestasi Klinis Berdasarkan anamnesis, dapat ditemukan keluhan pasien adalah nyeri dada (90%), sesak napas (80%), gelisah, nyeri epigastrik akut (jarang) dan fatigue. Sedangkan pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan tanda-tanda sebagai berikut : distress pernapasan atau respiratory arrest suara napas melemah pada sisi yang sakit adanya suara napas tambahan seperi ronchi atau wheezing yang ipsilateral tachypneu lalu kemudian menjadi bradipneu pada kondisi terminal hiperresonansi dinding dada pada perkusi (bisa tidak ada pada stadium lanjut) hiperekspansi dinding dada sianosis takikardia hipotensi pulsus paradoxus distensi vena jugularis
15

deviasi trakea (tanda-tanda lanjut) distensi abdominal (akibat peningkatan tekanan intratoraks sehingga menyebabkan deviasi ke kaudal dari diafragma)

Pemeriksaan Pencitraan Foto polos thoraks terlihat bayangan linear dari pleura visceralis tanpa adanya bayangan paru-paru di perifer bayangan tersebut, menandakan paru-paru kolaps pada posisi berbaring, terlihat sulcus sign yang radiolusen sepanjang sulcus costophrenicus dapat membantu mengidentifikasi pneumothoraks. Pergeseran mediastinum ke kontralateral Efusi pleura minimal sering ditemukan dapat ditemukan adanya diskontinuitas tulang iga sebagai tanda fraktur iga

Penatalaksanaan
-

observasi tanpa oksigenasi : merupakan observasi sederhana, sesuai untuk pasien dengan pneumothoraks yang asimtomatik dengan pneumotoraks minimal dengan evaluasi ketat untuk memastikan bahwa pneumothoraks tidak bertambah. Udara biasanya direabsorbsi spontan sebanyak 1,25% dari ukuran pneumothorax per hari.

Oksigenasi : pemberian oksigen sebanyak 3L/menit dengan nasal kanul untuk mengatasi kemungkinan hipoksemia dan membantu absorpsi udara pada rongga pleural menjadi lebih cepat.

Pemasangan Water-Seal Drainage (WSD) Dapat diberikan medikamentosa untuk membantu mengatasi keluhan pasien seperti nyeri dan anxietas.

16

Hematothoraks
Hemothoraks adalah adanya darah yang masuk ke areal pleura (antara pleura viseralis dan pleura parietalis). Biasanya disebabkan oleh trauma tumpul atau trauma tajam pada dada, yang mengakibatkan robeknya membran serosa pada dinding dada bagian dalam atau selaput pembungkus paru. Robekan ini akan mengaikibatkan darah mengalir ke dalam rongga pleura, yang akan menyebabkan penekanan pada paru. Sumber perdarahan umumnya berasal dari A. interkostalis atau A. mamaria interna. Perlu diingat bahwa rongga hemitoraks dapat menampung 3 liter cairan, sehingga pasien hematotoraks dapat syok berat (kegagalan sirkulasi) tanpa terlihat adanya perdarahan yang nyata, oleh karena perdarahan masif yang terjadi terkumpul di dalam rongga toraks. Penampakan klinis yang ditemukan sesuai dengan besarnya perdarahan atau jumlah darah yang terakumulasi. Perhatikan adanya tanda dan gejala instabilitas hemodinamik dan depresi pernapasan Hemothoraks akut yang cukup banyak sehingga terlihat pada foto thoraks, sebaiknya diterapi dengan selang dada caliber besar. Selang dada tersebut akan mengeluarkan darah dari rongga pleura, mengurani resiko terbentuknya bekuan darah di dalam rongga pleura, dan dapat dipakai dalam memonitor kehilangan selanjutnya. Evakuasi darah atau cairan juga memungkinkan dilakukannya penilaian terhadap kemungkinan terjadinya rupture diafragma traumatik. Banyak faktor yang berperan dalam memutuskan perlunya indikasi operasi pada penderita hemothoraks, status fisiologis dan volume darah yang keluar dari selang dada merupakan factor utama. Sebagai patokan bila darah yang dikeluarkan secara cepat dari selang dada sebanyak 1500 ml, atau bila darah yang keluar lebih dari 200 ml tiap jam untuk 2 sampai 4 jam, atau jika membutuhkan transfuse darah terus menerus, eksplorasi bedah harus dipertimbangkan.

KLASIFIKASI Pembagian hemothorak a) Hemothorak Kecil : yang tampak sebagian bayangan kurang dari 15 % pada foto rontgen, Hemothorak Sedang : 15 35 % tertutup bayangan pada foto rontgen, perkusi pekak

perkusi pekak sampai iga IX. Jumlah darah sampai 300 ml. b)

sampai iga VI.jumlah darah sampai 800 ml


17

c)

Hemothorak Besar : lebih 35 % pada foto rontgen, perkusi pekak sampai cranial, iga IV.

Jumlah darah sampai lebih dari 800 ml

PATOFISIOLOGI Pada trauma tumpul dada, tulang rusuk dapat menyayat jaringan paru-paru atau arteri, menyebabkan darah berkumpul di ruang pleura. Benda tajam seperti pisau atau peluru menembus paru-paru. mengakibatkan pecahnya membran serosa yang melapisi atau menutupi thorax dan paru-paru. Pecahnya membran ini memungkinkan masuknya darah ke dalam rongga pleura. Setiap sisi toraks dapat menahan 30-40% dari volume darah seseorang.

MANIFESTASI KLINIS Hemothorak tidak menimbulkan nyeri selain dari luka yang berdarah didinding dada. Luka di pleura viseralis umumnya juga tidak menimbulkan nyeri. Kadang-kadang anemia dan syok hipovalemik merupakan keluhan dan gejala yang pertama muncul. Secara klinis pasien menunjukan distress pernapasan berat, agitasi, sianosis, tahipnea berat, tahikardia dan peningkatan awal tekanan darah, di ikuti dengan hipotensi sesuai dengan penurunan curah jantung.

DIAGNOSIS Pemeriksaan penunjang 1. Sinar X dada : menyatakan akumulasi udara / cairan pada area pleura, dapat menunjukan penyimpangan struktur mediastinal (jantung).Hanya boleh dilakukan jika keadaan pasien stabil. 2. GDA : Variabel tergantung dari derajat fungsi paru yang dipengeruhi, gangguan mekanik pernapasan dan kemampuan mengkompensasi. PaCO2 kadang-kadang meningkat. PaO2 mungkin normal atau menurun, saturasi oksigen biasanya menurun. 3. Torakosentesis : menyatakan darah/cairan serosanguinosa (hemothorak). 4. Hb : mungkin menurun, menunjukan kehilangan darah.

18

PENATALAKSANAAN Tujuan: Evakuasi darah dan pengembangan paru secepatnya. Penanganan hemodinamik segera untuk menghindari kegagalan sirkulasi. a) Hemothorak kecil : cukup diobservasi, gerakan aktif (fisioterapi) dan tidak memerlukan

tindakan khusus. b) Hemothorak sedang : di pungsi dan penderita diberi transfusi. Dipungsi sedapat mungkin

dikeluarkan semua cairan. Jika ternyata kambuh dipasang penyalir sekat air. c) Hemothorak besar : diberikan penyalir sekat air di rongga antar iga dan transfusi.

Tujuan pengobatan adalah untuk menstabilkan pasien, menghentikan pendarahan, dan menghilangkan darah dan udara dalam rongga pleura6. Penanganan pada hemotoraks adalah 1. Resusitasi cairan. Terapi awal hemotoraks adalah dengan penggantian volume darah yang dilakukan bersamaan dengan dekompresi rongga pleura. Dimulai dengan infus cairan kristaloid secara cepat dengan jarum besar dan kemudian pemnberian darah dengan golongan spesifik secepatnya. Darah dari rongga pleura dapat dikumpulkan dalam penampungan yang cocok untuk autotranfusi.bersamaan dengan pemberian infus dipasang pula chest tube ( WSD )3.

2. Pemasangan chest tube ( WSD ) ukuran besar agar darah pada toraks tersebut dapat cepat keluar sehingga tidak membeku didalam pleura. Hemotoraks akut yang cukup banyak sehingga terlihat pada foto toraks sebaiknya di terapi dengan chest tube kaliber besar. Chest tube tersebut akan mengeluarkan darah dari rongga pleura mengurangi resiko terbentuknya bekuan darah di dalam rongga pleura, dan dapat dipakai dalam memonitor kehilangan darah selanjutnya. Evakuasi darah / cairan juga memungkinkan dilakukannya penilaian terhadap kemungkinan terjadinya ruptur diafragma traumatik.3 WSD adalah suatu sistem drainase yang menggunakan air. Fungsi WSD sendiri adalah untuk mempertahankan tekanan negatif intrapleural / cavum pleura. Macam WSD adalah : WSD aktif : continous suction, gelembung berasal dari udara sistem. WSD pasif : gelembung udara berasal dari cavum toraks pasien.

19

Pemasangan WSD : Setinggi SIC 5 6 sejajar dengan linea axillaris anterior pada sisi yang sakit . a. Persiapkan kulit dengan antiseptik b. Lakukan infiltratif kulit, otot dan pleura dengan lidokain 1 % diruang sela iga yang sesuai, biasanya di sela iga ke 5 atau ke 6 pada garis mid axillaris. c. Perhatikan bahwa ujung jarum harus mencapai rongga pleura d. Hisap cairan dari rongga dada untuk memastikan diagnosis e. Buat incisi kecil dengan arah transversal tepat diatas iga, untuk menghindari melukai pembuluh darah di bagian bawah iga f. Dengan menggunan forceps arteri bengkok panjang, lakukan penetrasi pleura dan perlebar lubangnya g. Gunakan forceps yang sama untuk menjepit ujung selang dan dimasukkan ke dalam kulit h. Tutup kulit luka dengan jahitan terputus, dan selang tersebut di fiksasi dengan satu jahitan. i. Tinggalkan 1 jahitan tambahan berdekatan dengan selang tersebut tanpa dijahit, yang berguna untuk menutup luka setelah selang dicabut nanti. Tutup dengan selembar kasa hubungkan selang tersebut dengan sistem drainage tertutup air j. Tandai tinggi awal cairan dalam botol drainage.

3. Thoracotomy Torakotomi dilakukan bila dalam keadaan : a. Jika pada awal hematotoraks sudah keluar 1500ml, kemungkinan besar penderita tersebut membutuhkan torakotomi segera. b. Pada beberapa penderita pada awalnya darah yang keluar < 1500ml, tetapi perdarahan tetap berlangsung terus. c. Bila didapatkan kehilangan darah terus menerus sebanyak 200cc / jam dalam waktu 2 4 jam. d. Luka tembus toraks di daerah anterior, medial dari garis puting susu atau luka di daerah posterior, medial dari scapula harus dipertimbangkan kemungkinan diperlukannya torakotomi, oleh karena kemungkinan melukai pembuluh darah besar, struktur hilus atau jantung yang potensial menjadi tamponade jantung. Tranfusi darah diperlukan selam aada indikasi untuk torakotomi. Selama penderita dilakukan resusitasi, volume darah awal yang dikeluarkan dengan chest tube dan kehilangan darah
20

selanjutnya harus ditambahkan ke dalam cairan pengganti yang akan diberikan. Warna darah ( artery / vena ) bukan merupakan indikator yang baik untuk di pakai sebagai dasar dilakukannya torakotomi. Torakotomi sayatan yang dapat dilakukan di samping, di bawah lengan (aksilaris torakotomi); di bagian depan, melalui dada (rata-rata sternotomy); miring dari belakang ke samping (posterolateral torakotomi); atau di bawah payudara (anterolateral torakotomi) . Dalam beberapa kasus, dokter dapat membuat sayatan antara tulang rusuk (interkostal disebut pendekatan) untuk meminimalkan memotong tulang, saraf, dan otot. Sayatan dapat berkisar dari hanya di bawah 12.7 cm hingga 25 cm.

KOMPLIKASI Komplikasi dapat berupa : 1. 2. 3. 4. Kegagalan pernafasan Kematian Fibrosis atau parut dari membran pleura Syok

Perbedaan tekanan yang didirikan di rongga dada oleh gerakan diafragma (otot besar di dasar toraks) memungkinkan paru-paru untuk memperluas dan kontak. Jika tekanan dalam rongga dada berubah tiba-tiba, paru-paru bisa kolaps. Setiap cairan yang mengumpul di rongga menempatkan pasien pada risiko infeksi dan mengurangi fungsi paru-paru, atau bahkan kehancuran (disebut pneumotoraks ).

Water Seal Drainage (WSD)


Definisi WSD merupakan tindakan invasif yang dilakukan untuk mengeluarkan udara, cairan (darah,pus) dari rongga pleura, rongga thorax; dan mediastinum dengan menggunakan pipa penghubung.

21

Indikasi a. Pneumothoraks : - Spontan > 20% oleh karena ruptur - Luka tusuk tembus - Klem dada yang terlalu lama - Kerusakan selang dada pada sistem drainase b. Hemothoraks : - Robekan pleura - Kelebihan antikoagulan - Pasca bedah thoraks c. Thorakotomy : - Lobektomy - Pneumoktomy d. Efusi pleura e. Empiema : - Penyakit paru serius - Kondisi inflamasi Tujuan Mengeluarkan cairan atau darah, dan udara dari rongga pleura dan rongga thorak Mengembalikan tekanan negatif pada rongga pleura Mengembangkan kembali paru yang kolaps Mencegah refluks drainage kembali ke dalam rongga dada

Tempat Pemasangan WSD a. Bagian apex paru (apical) - anterolateral interkosta ke 1-2 - fungsi : untuk mengeluarkan udara dari rongga pleura b. Bagian basal - postero lateral interkosta ke 8-9 - fungsi : untuk mengeluarkan cairan (darah, pus) dari rongga pleura

22

Gambar 5. Lokasi penusukan WSD

Jenis-jenis WSD a. WSD dengan sistem satu botol Sistem yang paling sederhana dan sering digunakan pada pasien simple pneumothoraks Terdiri dari botol dengan penutup segel yang mempunyai 2 lubang selang yaitu 1 untuk ventilasi dan 1 lagi masuk ke dalam botol Air steril dimasukan ke dalam botol sampai ujung selang terendam 2cm untuk mencegah masuknya udara ke dalam tabung yang menyebabkan kolaps paru Selang untuk ventilasi dalam botol dibiarkan terbuka untuk memfasilitasi udara dari rongga pleura keluar Drainage tergantung dari mekanisme pernafasan dan gravitasi Undulasi pada selang cairan mengikuti irama pernafasan : Inspirasi akan meningkat Ekpirasi menurun

23

b. WSD dengan sistem 2 botol Digunakan 2 botol ; 1 botol mengumpulkan cairan drainage dan botol ke-2 botol water seal Botol 1 dihubungkan dengan selang drainage yang awalnya kosong dan hampa udara, selang pendek pada botol 1 dihubungkan dengan selang di botol 2 yang berisi water seal Cairan drainase dari rongga pleura masuk ke botol 1 dan udara dari rongga pleura masuk ke water seal botol 2 Prinsip kerjasama dengan sistem 1 botol yaitu udara dan cairan mengalir dari rongga pleura ke botol WSD dan udara dipompakan keluar melalui selang masuk ke WSD Bisasanya digunakan untuk mengatasi hemothoraks, hemopneumothoraks, efusi pleural

c. WSD dengan sistem 3 botol Sama dengan sistem 2 botol, ditambah 1 botol untuk mengontrol jumlah hisapan yang digunakan Paling aman untuk mengatur jumlah hisapan Yang terpenting adalah kedalaman selang di bawah air pada botol ke-3. Jumlah hisapan tergantung pada kedalaman ujung selang yang tertanam dalam air botol WSD Drainage tergantung gravitasi dan jumlah hisapan yang ditambahkan Botol ke-3 mempunyai 3 selang : Tube pendek diatas batas air dihubungkan dengan tube pada botol ke dua Tube pendek lain dihubungkan dengan suction Tube di tengah yang panjang sampai di batas permukaan air dan terbuka ke atmosfer

24

Gambar 6. Macam-macam WSD

Komplikasi Pemasangan WSD a. Komplikasi primer : perdarahan, edema paru, tension pneumothoraks, atrial aritmia b. Komplikasi sekunder : infeksi, empiema

Prosedur pemasangan WSD a. Persiapan pasien Siapkan pasien Memberi penjelasan kepada pasien mencakup : Tujuan tindakan Posisi tubuh saat tindakan dan selama terpasang WSD. Posisi klien dapat duduk atau berbaring Upaya-upaya untuk mengurangi rangsangan nyeri seperti nafas dalam, distraksi
25

Latihan rentang sendi (ROM) pada sendi bahu sisi yang terkena

c. Persiapan alat Sistem drainage tertutup Motor suction Slang penghubung steril Botol berwarna putih/bening dengan kapasitas 2 liter, gas, pisau jaringan/silet, trokart, cairan antiseptic, benang catgut dan jarumnya, duk bolong, sarung tangan , spuit 10cc dan 50cc, kassa, NACl 0,9%, konektor, set balutan, obat anestesi (lidokain, xylokain), masker

d. Pelaksanaan Tentukan tempat pemasangan, biasanya pada sela iga ke IV dan V, di linea aksillaris anterior dan media. Lakukan analgesia / anestesia pada tempat yang telah ditentukan. Buat insisi kulit dan sub kutis searah dengan pinggir iga, perdalam sampai muskulus interkostalis. Masukkan Kelly klemp melalui pleura parietalis kemudian dilebarkan. Masukkan jari melalui lubang tersebut untuk memastikan sudah sampai rongga pleura / menyentuh paru. Masukkan selang ( chest tube ) melalui lubang yang telah dibuat dengan menggunakan Kelly forceps Selang ( Chest tube ) yang telah terpasang, difiksasi dengan jahitan ke dinding dada Selang ( chest tube ) disambung ke WSD yang telah disiapkan. Foto X- rays dada untuk menilai posisi selang yang telah dimasukkan.

26

Gambar 7. Pemasangan WSD

e. Tindakan setelah prosedur Perhatikan undulasi pada slang WSD Bila undulasi tidak ada, berbagai kondisi dapat terjadi antara lain : o Motor suction tidak berjalan o Slang tersumbat o Slang terlipat o Paru-paru telah mengembang Oleh karena itu, yakinkan apa yang menjadi penyebab, segera periksa kondisi sistem drainage, amati tanda-tanda kesulitan bernafas Cek ruang control suction untuk mengetahui jumlah cairan yang keluar
27

Cek batas cairan dari botol WSD, pertahankan dan tentukan batas yang telah ditetapkan serta pastikan ujung pipa berada 2cm di bawah air

Catat jumlah cairan yg keluar dari botol WSD tiap jam untuk mengetahui jumlah cairan yg keluar

Observasi pernafasan, nadi setiap 15 menit pada 1 jam pertama Perhatikan balutan pada insisi, apakah ada perdarahan Anjurkan pasien memilih posisi yang nyaman dengan memperhatikan jangan sampai slang terlipat

Anjurkan pasien untuk memegang slang apabila akan merubah posisi Beri tanda pada batas cairan setiap hari, catat tanggal dan waktu Ganti botol WSD setiap 3 hari dan bila sudah penuh. Catat jumlah cairan yang dibuang Lakukan pemijatan pada slang untuk melancarkan aliran Observasi dengan ketat tanda-tanda kesulitan bernafas, sianosis, emphysema subkutan Anjurkan pasien untuk menarik nafas dalam dan bimbing cara batuk efektif Botol WSD harus selalu lebih rendah dari tubuh Yakinkan bahwa selang tidak kaku dan menggantung di atas WSD Latih dan anjurkan pasien untuk secara rutin 2-3 kali sehari melakukan latihan gerak pada persendian bahu daerah pemasangan WSD

Pencabutan selang WSD Indikasi pengangkatan WSD adalah bila : a. Paru-paru sudah reekspansi yang ditandai dengan : i. Tidak ada undulasi ii. Cairan yang keluar tidak ada iii. Tidak ada gelembung udara yang keluar iv. Kesulitan bernafas tidak ada v. Dari rontgen foto tidak ada cairan atau udara vi. Dari pemeriksaan tidak ada cairan atau udara b. Slang WSD tersumbat dan tidak dapat diatasi dengan spooling atau pengurutan pada slang.
28

c. Diskusi Pneumotoraks adalah keadaan terdapatnya udara atau gas dalam rongga pleura. Pada keadaan normal rongga pleura tidak berisi udara, supaya paru-paru leluasa mengembang terhadap rongga dada. Insidensi pneumotoraks sulit diketahui karena episodenya banyak yang tidak diketahui, pria lebih banyak dari wanita dengan perbandingan 5:1. Trauma toraks kebanyakan disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas yang umumnya berupa trauma tumpul. Pada trauma tumpul tidak terjadi diskontinuitas dinding toraks. Trauma tumpul terutama akibat dari kecelakaan lalu-lintas, terjatuh, olahraga, crush atau blast injuries. Sekitar <10% yang memerlukan operasi torakotomi. Dapat juga disebabkan trauma tajam (trauma tembus) terutama disebabkan oleh tikaman dan tembakan. Pada trauma tembus terjadi diskontinuitas dinding toraks (laserasi) langsung akibat trauma. Terutama akibat tusukan benda tajam (pisau, kaca) atau peluru. Sekitar 10-30% memerlukan operasi torakotomi. Hematotoraks adalah terkumpulnya darah didalam rongga pleura. Secara keseluruhan angka mortalitas trauma toraks adalah 10%, dimana trauma toraks menyebabkan satu dari empat kematian karena trauma yang terjadi di Amerika Utara. Banyak penderita meninggal setelah sampai di rumah sakit, dan banyak kematian ini seharusnya dapat dicegah dengan meningkatkan kemampuan diagnostik dan terapi. Kurang dari 10% dari trauma tumpul toraks dan hanya 15-30% dari trauma tembus toraks yang membutuhkan tindakan torakotomi. Kematian akibat trauma toraks merupakan 1/4 jumlah kematian total akibat kasus-kasus trauma. Penyebab utama dari hematotoraks adalah laserasi paru atau laserasi dari pembuluh darah interkostal atau mamaria internal yang disebabkan oleh trauma tajam atau trauma tumpul. Dislokasi fraktur dari vertebra torakal juga dapat menyebabkan terjadinya hematotoraks. Hematotoraks massif yaitu terkumpulnya darah dengan cepat lebih dari 1500 cc didalam rongga pleura. Biasanya disebabkan oleh luka tembus yang merusak pembuluh darah sistemik atau pembuluh darah pada hilus paru. Hal ini juga dapat disebabkan oleh trauma tumpul. Kehilangan darah menyebabkan hipoksia. Vena leher dapat kolaps akibat adanya hipovolemia berat, tetapi kadang dapat ditemukan distensi vena leher jika disertai tension pneumothorax. Jarang terjadi efek mekanik dari adarah yang terkumpul di intratoraks lalu mendorong mesdiastinum sehingga menyebabkan distensi dari pembuluh vena leher. Diagnosis hemotoraks ditegakkan dengan adanya syok yang disertai suara nafas menghilang, perkusi pekak pada sisi dada yang mengalami trauma, dan hipotensif. Dari foto toraks didapatkan opasifikasi atau efusi pleura. Terapi awal hemotoraks masif adalah dengan penggantian volume darah yang dilakukan bersamaan dengan dekompresi rongga pleura. Dimulai dengan infus cairan kristaloid secara cepat dengan jarum besar dan kemudian pemberian darah dengan
29

golongan spesifik secepatnya. Darah dari rongga pleura dapat dikumpulkan dalam penampungan yang cocok untuk autotransfusi. Bersamaan dengan pemberian infus, sebuah selang dada (chest tube) no. 38 French dipasang setinggi puting susu, anterior dari garis midaksilaris lalu dekompresi rongga pleura selengkapnya. Ketika dicurigai adanya hematotoraks masif pertimbangkan untuk melakukan autotransfusi. Jika pada awalnya sudah keluar 1.500 ml, kemungkinan besar penderita tersebut membutuhkan torakotomi segera. Beberapa penderita yang pada awalnya darah yang keluar kurang dari 1.500 ml, tetapi pendarahan tetap berlangsung. Ini juga mamebutuhkan torakotomi. Keputusan torakotomi diambil bila didapatkan kehilangan darah terus menerus sebanyak 200 cc/jam dalam waktu 2 sampai 4 jam, tetapi status fisiologi penderita tetap lebih diutamakan. Transfusi darah diperlukan selama ada indikasi untuk toraktomi. Selama penderita dilakukan resusitasi, volume darah awal yang dikeluarkan dengan selang dada (chest tube) dan kehilangan darah selanjutnya harus ditambahkan ke dalam cairan pengganti yang akan diberikan. Warna darah (arteri atau vena) bukan merupakan indikator yang baik untuk dipakai sebagai dasar dilakukannya torakotomi. Luka tembus toraks di daerah anterior medial dari garis puting susu dan luka di daerah posterior, medial dari skapula harus disadari oleh dokter bahwa kemungkinan dibutuhkan torakotomi, oleh karena kemungkinan melukai pembuluh darah besar, struktur hilus dan jantung yang potensial menjadi tamponade jantung. Pada kasus ini seorang laki-laki berusia 26 tahun setelah ditusuk, dari gambaran radiologis didapatkan gambaran hematopneumotorak dextra dan pneumothoraks sinistra. Terjadinya hematothorax diperkirakan karena adanya luka tusuk merobek pleura sehingga udara dapat masuk ke cavum pleura. Sedangkan hematotoraks disebabkan karena laserasi dari pembuluh darah interkostal atau mamaria interna yang disebabkan oleh luka tusuk. Untuk penatalaksanaannya dapat dipasang Water Seal Drainage untuk mengeluarkan udara dan darah yang ada di cavum pleura, serta dapat diberikan analgetik untuk mengurangi rasa sakit. KESIMPULAN Pasien laki-laki berusia 26 tahun datang setelah ditusuk 1 jam sebelum masuk rumah sakit, pasien tampak sesak. Dari pemeriksaan fisik dan radiologis menunjukkan adanya hematopneumothorax dextra dan pneumothoraks sinistra.

30

DAFTAR PUSTAKA
1. Bowman JG. Pneumothorax, Tension and Traumatic. February 5,2009. Cited on Febuary 20, 2010. Available at http://emedicine.medscape.com/article/827551-overview 2. http://www.netterimages.com/image/10375.htm 3. Kumpulan Kuliah Bedah. Jakarta : Bagian Bedah Staf Pengajar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia ; 1992 4. Moore KL. Anatomi Klinis Dasar. Jakarta : Penerbit Hipokrates ; 2002 5. Sabiston, DC.Essentials of Surgery. Edisi ke -1.Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC ; 1994 7. Sjamsuhidajat, Wim de Jong. Buku Ajar Ilmu Bedah edisi revisi. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta. 1997 8. ADAM, Inc, Hemothorax, http://www.healthscout.com/ency/1/000126.html, April 2009 9. Denise Serebrisky, MD, hemotoraks, pendahuluan, http://emedicine.medscape.com/article/1002107-overview, maret 2009 10. American college of surgeons, ATLS, hemotoraks, IKABI, 2004 11. Robert A. Cowles, MD, Hemothorax Overview, http://www.umm.edu/ency/article/000126.htm, oktober 2008 12. Misthos, P, dkk, Hemothorax, http://en.wikipedia.org/wiki/Hemothorax, februari 2010. 13. Maryland medical center, http://www.umm.edu/ency/article/000126.htm, 2009 14. Sari, Dina kartika, dkk, massive hematotoraks, chirurgica, Tosca enterprise, 2005. 15. Townsend, Courtney M,dkk, Torakotomi, http://www.surgeryencyclopedia.com/StWr/Thoracotomy.html, 2010

31

Anda mungkin juga menyukai