Anda di halaman 1dari 21

BAB I PENDAHULUAN 1.

1 Latar Belakang Tanaman memiliki daya regenerasi yang kuat, hal ini telah lama di sadari dan ini merupakan titik tolak berkembangnya industri kultur jaringan tanaman. Beberapa peneliti mengembangkan hasil peneliti sebelumnya bahwa sel/jaringan dapat di tanam secara terpisah dalam media/kultur tertentu. Usaha pengembangan tanaman dengan metoda kultur jaringan tanaman merupakan usaha pebanyakan varietas tanaman/spesies tanaman secara vegetatif. Spesies tanaman yang sering dikembangkan adalah tanaman hias,bunga,tanaman pertanian seperti sayursayuran,buah-buahan. Selain untuk perbanyakan varietas tanaman, saat ini kultur jaringan diarahkan untuk beberapa tujuan, antara lain untuk memproduksi metabolit sekunder. Perbanyakan tanaman secara vegetatif merupakan alternatif untuk mendapatkan tanaman baru yang mempunyai sifat sama dengan tanaman induknya dalam jumlah yang besar. Perbanyakan secara vegetatif dengan sifat konvensional umumnya masih memerlukan waktu yang cukup lama. Oleh karena itu, saat ini di beberapa Negara maju telah banyak dikembangkan suatu sistem perbanyakan tanaman secara vegetatif yang lebih cepat dengan hasil yang lebih banyak lagi, yakni dengan sistem kultur jaringan atau budidaya jaringan. Pada awalnya mahkota dewa dipandang sebagai tumbuhan yang sangat menarik, karena memiliki buah berwarna merah marun. Penampilan mahkota dewa yang sangat menarik ini, kemudian menyebabkan banyak orang memeliharanya sebagai tanaman hias, terutama apabila buahnya sudah mulai tua. Buah tua tumbuhan ini sesungguhnya dapat dimakan, meskipun harus diperhatikan bahwa bijinya mengandung racun. Selain itu pembudidayaannya tidak terlalu sulit, karena dapat diperbanyak dengan cara mencangkok (vegetatif) maupun menggunakan biji (generatif).

Belakangan ini muncul beberapa penyakit baru yang semakin mengancam kehidupan manusia. Banyak peneliti yang terus mencari sumber-sumber bahan baku obat dari alam tumbuhan Indonesia yang sangat kaya akan sumberdaya plasma nutfah. Beberapa diantaranya menjadi sangat populer dikalangan masyarakat, karena dianggap dapat menyembuhkan berbagai macam penyakit dan sudah diperdagangkan dalam bentuk kemasan. Salah satu diantaranya berasal dari tumbuhan mahkota dewa (Phaleria macrocarpa [Scheff.] Boerl.) suku Thymelaceae, yaitu sejenis tumbuhan perdu yang tumbuh dari dataran rendah hingga ketinggian 1200 meter di atas permukaan laut. Salah satu jenis penyakityang dapat di obati dengan Mahkota Dewa ini adalah penyakit kanker. Pengobatan terhadap kanker dapat dilakukan melalui operasi, radiasi atau dengan memberikan kemoterapi. Penggunaan antikanker yang ideal adalah antikanker yang memliliki toksisitas selektif artinya menghancurkan sel kanker tanpa merusak sel jaringan normal. Antikanker yang ada sekarang pada umumnya menekan pertumbuhan atau proliferasi sel dan menimbulkan toksisitas karena menghambat pembelahan sel normal yang proliferasinya cepat antara lain sumsum tulang, mukosa saluran cerna, folikel rambut dan jaringan limfosit. Saat ini, kultur jaringan telah berkembang menjadi suatu teknologi bioteknologi yang bermanfaat untuk memproduksi bibit-bibit unggul, pemuliaan tanaman, pelestarian plasma nutfah, dan kreasi varietas baru untuk perbaikan kualitas tanaman. Perbanyakan tanaman dengan system kultur jaringan dilaksanakan di suatu laboratorium yang aseptis dengan peralatan seperti pada laboratorium mikrobiologi. Oleh karena manfaat dari kultur jaringan tersebut, maka diperlukan praktikum penanaman biji mahkota dewa dengan kultur jarimgan agar pengembangan tanaman-tanaman obat untuk kesehatan dapat lebih meningkat dan menghasilkan lebih banyak.

1.2. Tujuan Praktikum Adapun tujuan dari praktikum ini adalah agar mahasiswa mampu mempraktekkan proses penanaman eksplan untuk kultur kalus dan dapat menganilisa respon pertumbuhan yang terjadi. 1.3 Manfaat Praktikum Adapun manfaat dari percobaan ini adalah agar dapat menambah

pengetahuan dalam mengembangkan tanaman melalui proses kultur jaringan dan dapat mengembangkan tanaman yang berkualitas baik khususnya yang bermanfaat dalam bidang kesehatan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Kultur Jaringan Perbanyakan tanaman secara vegetatif merupakan alternatif untuk mendapatkan tanaman baru yang mempunyai sifat sama dengan tanaman induknya dalam jumlah yang besar. Perbanyakan secara vegetatif dengan sifat konvensional umumnya masih memerlukan waktu yang cukup lama. Oleh karena itu, saat ini di beberapa Negara maju telah banyak dikembangkan suatu system perbanyakan tanaman secara vegetatif yang lebih cepat dengan hasil yang lebih banyak lagi, yakni dengan system kultur jaringan atau budidaya jaringan (Gotama,dkk.,1999). Kultur jaringan tanaman adalah teknik perbanyakan tanaman secara bioteknologi. Perbanyakan bibit secara kultur jaringan menggunakan bahan vegetatif atau organ tanaman lalu di biakkan secara in vitro, dan menghasilkan bibit-bibit tanaman dalam jumlah banyak pada waktu singkat, serta sifat dan kualitas sama dengan induknya (Gunawan,1988). Kultur jaringan dalam bahasa asing disebut sebagai tissue culture, weefsel cultuus, atau gewebe kultur. Kultur adalah budidaya dan jaringan adalah sekelompok sel yang mempunyai bentuk dan fungsi yang sama. Maka, kultur jaringan berarti membudidayakan suatu jaringan tanaman menjadi tanaman kecil yang mempunyai sifat seperti induknya (George dan Sherrington,1984). Kultur jaringan akan lebih besar persentase keberhasilannya bila menggunakan jaringan meristem. Jaringan meristem adalah jaringan muda, yaitu jaringan yang terdiri dari sel-sel yang selalu membelah, dindingnya tipis, belum mempunyai penebalan dari zat pectin, plasmanya penuh, dan vakuolanya kecilkecil. Kebanyakan orang menggunakan jaringan ini untuk tissue culture. Sebab, jaringan meristem keadaannya selalu membelah, sehingga diperkirakan mempunyai zat hormone yang mengatur pembelahan (Daisy dan Ari,1994).

Usaha pengembangan tanaman dengaan kultur jaringan merupakan usaha perbanyak vegetatif tanaman yang dapat dikatakan masih baru. Namun saat ini sudah banyak sekali penemuan-penemuan tentang ilmu pengetahuan kultur jaringan dalam bidang pertanian, biologi, farmasi, kedokteran, dan sebagainya. Di bidang farmasi, teknik kulttur jaringan sangat menguntungkan karena dapat menghasilkan senyawa metabolit sekunder untuk keperluan obat-obatan dalam jumlah yang besar dan dalam waktu yang singkat. Untuk mengetahui keuntungan pelaksannan kultur jaringan lebih lanjut, maka perlu dikemukakan perbedaan perbanyak secara vegetatif dan generatif (Mariska dan Purmaningsih,2001). Perbanyakan tanaman dapat digolongkan menjadi dua, yaitu perbanyakan tanaman secara generatif dan perbanyakan tanaman secara vegetatif. Perbanyakan tanaman secara generatif adalah dengan menanam biji, sedangkan perbanyakan tanaman secara vegetatif adalah dapat dilakukan dengan cara setek, okulasi, cangkok, penyambungan, dan yang paling mutakhir adalah kultur jaringan. Metode perbanyakan dengan cara ini dapat menghasilkan tanaman baru dalam jumlah banyak, dalam waktu yang relatif singkat (Rahardja,1995). Pengembangan tanaman dalam jumlah besar berarti pula memperbanyak tanaman secara besar-besaran untuk menghasilkan klon. Klon adalah sekumpulan tanaman atau individu atau jaringan yang mempunyai sifat keturunan atau sifat genetic yang sama . Bila tanaman-tanaman yang dihasilkan berasal dari pengembangan suatu jaringan meristem maka disebut mericlone. Sifat-sifat dari meriklone ini sama persis dengan tanaman induknya (Gotama,dkk., 1999). 2.2 Manfaat Kultur Jaringan Kegunaan utama dari kultur jaringan adalah untuk mendapatkan tanaman baru dalam jumlah banyak dan dalam waktu yang relative singkat, yang mempunyai sifat fisiologi dan morfologi sama persis dengan tanaman induk. Dari teknik kultur jaringan ini diharapkan pula memperoleh tanaman baru yang bersifat lebih unggul (Gunawan,1988).

Kultur jaringan telah dikenal banyak orang sebagai usaha mendapatkan varietas baru yang unggul, dari suatu jenis tanaman dalam waktu yang relatif lebih singkat daripada dengan cara pemuliaan tanaman yang harus dilakukan penanaman secara berulang-ulang sampai beberapa generasi. Untuk mendapatkan varietas baru melalui kultur jaringan, dapat dilakukan dengan cara isolasi protoplas dari dua macam varietas yang difusikan (Rahardja,1995). Kultur jaringan mempunyai manfaat yang besar dibidang farmasi, karena dari usaha ini dapat menghasilkan metabolit sekunder untuk upaya pembuatan obat-obatan, yaitu dengan memisahkan unsure-unsur yang terdapat didalam kalus maupun protokormus. Kultur jaringan juga memberikan manfaat dibidang fisiologi tanaman. Pada tanaman anggrek, misalnya telah berhasil diketahui bahwa jika ujung akarnya diiris melintang akan memperlihatkan warna tertentu. Warna ini yang nantinya akan sama dengan warna bunganya. Hal ini sangat jelas bermanfaat di dunia perdagangan tanaman hias, sebab walaupun tanaman nya belum berbung, orang sudah dapat mengetahui warna bunga yang akan muncul (Mariska,dkk.,1992). Teknik kultur jaringan sampai saat ini memang belum biasa dilaksanakan oleh para petani, baru beberapa kalangan pengusaha swasta saja yang sudah mencoba melaksanakannya, karena pelaksanaan teknik kultur jaringan ini memang memerlukan keterampilan khusus dan harus dilatarbelakangi dengan ilmu pengetahuan dasar tentang fisiologi tumbuhan, anatomi tumbuhan, biologi, kimia, dan pertanian. Dengan demikian akan sangat sulit untuk diterima oleh kalangan petani biasa. Namun, lepas dari semua kendala tersebut, kita harus mengetahui bahwa teknik kultur jaringan sangat bermanfaat bagi ilmu pengetahuan terutama untuk pengembangan bioteknologi (Sriyanti,dkk.,2002). 2.3 Kultur Kalus 2.3.1 Pengertian Kultur Kalus Kultur kalus merupakan pemeliharaan kecil tanaman dalam lingkungan buatanyang steril dan kondisi yang terkontrol (Pauls, 1995). Kalus

adalah jaringan yang berpoliferasi secara terus menerus dan tidak terorganisasi sehingga memberikan penampilan sebagai massa sel yang bentuknya tidak teratur. Berpoliferasi jaringan ini dapat dilakukan secara melakukan sub kultur sepotong kecil jaringan kalus pada medium yang segar dan interval waktu yang teratur (George dan sheriagton, 1984). Kalus diinduksi dengan melukai tanaman. Menurut George dan sheriagton, pelukaan atau pemotongan tanaman dapat merangsang pembelahan sel yang berperan dalam inisiasi pembentukan kalus kultur ini merupakan materi penting dalam kultur suspensi sel tanaman (Allan, 1996). Kemampuan bagian tanamn untuk membentuk kalus tergantung pada (Zulkarnain. 2009) : a. Umur fisiologi bahan tanm waktu diisolasi, untuk pengambilan bahan tanam dari umur fisiologi juvenil lebih baik dibanding umur fisiologi yang mendekati mature. b. Musim pada waktu bahan tanam diisolasi c. Bagian tanaman yang digunakan sebagi eksplan d. Jenis tanaman e. Faktor Luar Ada beberapa tujuan yang bisa dicapai dengan menguasai kultur kalus misalnya (Zulkarnain. 2009) : a. Dapat menjamin kesinambungan kerja kultur b. Dapat menjadi sarana bank plasma nutfah yang efisien.

2.3.2. Pengaruh Pemberian ZPT Terhadap kultur Kalus Zat pengatur tumbuhan auksin yang sering digunakan dalam media kultur adalah asam 2,4-D diklonofenoksiasetat (2,4-D). Zat pengatur tumbuh ini bersifat

stabil karena tidak mudah mengalami kerusakan oleh cahaya maupun pemanasan pada pada waktu sterilisasi. Penambahan 2,4-D dalam media akan merangsang pembelahan dan pembesaran sel pada eksplan sehingga dapat memacu pembentukan dan pertumbuhan kalus dan meningkatkan senyawa kimia alami flavoid (Hendaryono dan Wijayani, 1994).

2.4 Kultur Mahkota Dewa Mahkota dewa merupakan tumbuhan berbentuk pohon, berumur panjang (perenial), tinggi 1 - 2,5 m. Akar tunggang. Batang berkayu, silindris, tegak, warna cokelat, permukaan kasar, percabangan simpodial, arah cabang miring ke atas. Daun tunggal, bertangkai pendek, tersusun berhadapan (folia oposita), warna hijau tua, bentuk jorong hingga lanset, panjang 7 - 10 cm, lebar 2 - 2,5 cm, helaian daun tipis, ujung dan pangkal runcing, tepi rata, pertulangan menyirip (pinnate), permukaan licin, tidak pernah meluruh Bunga tunggal, muncul di sepanjang batang dan ketiak daun, bertangkai pendek, mahkota berbentuk tabung (tubulosus) - berwarna putih Buah bulat, panjang 3 - 5 cm, buah muda berwarna hijau - setelah tua menjadi merah, bentuk dengan biji bulat, keras - berwarna cokelat, daging buah berwarna putih - berserat dan berair perbanyakan generatif (biji). Adapun klasifikasi dari mahkota dewa adalah (Tjitrosoepomo, 1993). Kingdom: Plantae (Tumbuhan) Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh) Super Divisi : Spermatophyta (Menghasilkan biji) Divisi Kelas Sub Kelas Ordo Famili Genus Spesies : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga) : Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil) : Rosidae : Myrtales : Thymelaeaceae : Phaleria : Phaleria macrocarpa (Scheff) Boerl.

Metoda kultur jaringan ini apabila digunakan dapat menhasilkan keuntungan diantaranya dapat menghasilkan suatu metabolit sekunder yang berguna untuk pengobatan dan menjaga kesehatan dalam jumlah besar, serta tumbuh di dalam waktu yang cepat pada lahan yang terbatas. Awalnya, mahkota dewa (Phaleria macrocarpa) di budidayakan sebagai tanaman hias dan digunakan untuk tanaman peneduh, tetapi saat ini tanaman mahkota dewa berguna untuk salah satu tanaman obat tradisional yang dikenal merupakan obat asli indonesia (Rahardja,1995). Sampai saat ini telah banyak penyakit yang berhasil disembuhkan tergantung pada bagian tanaman yang digunakan biasanya memberikan efek yang berbeda terhadap jenis penyakit yang dapat di obati/disembuhkan. Bagian yang digunakan atau yang paling sering digunakan adalah daunnya, daunnya biasa di gunakan dengan cara merebusnya. Penyakit yang dapat di obati yaitu disentri, alergi dan tumor. Kulit dan daging buah juga digunakan untuk pengobatan flu,rematik dan kanker rahim. Beberapa keunggulan dari mahkota dewa ini menjadikannya salah satu tanaman obat yang mendapatkan perhatian cukup besar untuk terus di kembangkan (Lisdawati,2002). Beberapa keunggulan yang dimiliki oleh mahkota dewa menyebabkan mahkota dewa mendapatkan perhatian yang besar dari beberapa negara. Saat ini mahkota dewa sedang diteliti dan dikembangkan secara serius sebagai obat untuk penyembuhan beberapa penyakit. Negara yang sedang mengembangkan penelitian ini antara lain Belanda,Taiwan,Singapura dan Malaysia (Perry,1980). Tumbuhan ini akan mengeluarkan bunga dan diikuti dengan munculnya buah setelah 9 12 bulan kemudian. Buahnya berwarna hijau saat muda dan menjadi merah marun setelah berumur 2 bulan. Buahnya berbentuk bulat dengan ukuran bervariasi mulai dari sebesar bola pingpong sampai sebesar buah apel, dengan ketebalan kulit antara 0,1 0,5 mm. Buah mahkota dewa ini biasanya digunakan untuk mengobati berbagai penyakit dari mulai flu, rematik, paru-paru, sirosis hati sampai kanker (Hartwel,1987).

Di dalam kulit buah mahkota dewa terkandung senyawa alkaloid, saponin, dan flavonoid. Batang mahkota dewa yang bergetah dapat digunakan untuk mengobati penyakit kanker tulang, bahkan bijinya yang dianggap sangat beracun, masih digunakan sebagai obat luar untuk mengobati penyakit kulit. Mungkin hanya akar dan bunganya saja yang jarang dipergunakan sebagai obat. Selain itu mahkota dewa dapat tumbuh hingga puluhan tahun dengan tinggi mencapai 5 meter dan masa produktifnya berkisar antara 10 sampai 20 tahun. Selain itu didalam buah mahkota dewa memiliki efek sebagai anti oksidan (Lisdawati, 2002).

BAB III METODOLOGI

3.1 Waktu dan Tempat Praktikum Praktikum Penanaman Eksplan biji mahkota dewa ini dilakukan di Laboratorium Kultur Jaringan Tumbuhan, Universitas Tanjungpura, pada hari jumat, 30 November 2012 pukul 16.00 21.30 WIB. 3.2 Alat dan Bahan Adapun alat-alat yang digunakan dalam Penanaman Eksplan biji mahkota dewa adalah gelas piala, gelas ukur, mata pisau scalpel, pinset dan pisau scalpel. Bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah akuades steril,bayclin, eksplan berupa biji mahkota dewa dan tween. 3.3 Prosedur Kerja 3.3.1 Sterlisasi Eksplan Eksplan dicuci dengan sunlight sebanyak 2 tetes untuk menghilangkan kotoran yang melekat selama 15 menit. Kemudian, dibilas dengan air mengalir selama 30 menit. Selanjutnya dilakukan proses sterlisasi didalam Laminar Air Flow Cabinet. Ekspan dimasukkan kedalam larutan bayclin yang telah ditambah tween 20, yang konsentrasi bayclin masing-masing 10% dan 15 %, didalam konsentrasi 10% eksplan direndam selama 10 menit dan 15% selama 5 menit. Selanjutnya, ekspan dibilas dengan akuades steril 3x masing-masing 3 menit. 3.2.2 Penanaman Eksplan Eksplan yang telah disterilkan, diletakkan diatas cawan petri yang sudah ada diberi kertas saring diatasnya. Kemudian, eksplan biji dipotong menjadi 2 bagian. Selanjutnya eksplan biji ditanam pada medium, ditutup rapat dengan alumunium foil.

3.2.3 Pemeliharaan Kultur dan Pengaamatan

Kultur diletakkan diatas rak pada ruang kultur dengan suhu ruang 25-28c. Dilakukan pencahayaan secara terus-menerus. Kemudian kultur tadi diamati selama 2 minggu, diamati dan dicatat respon yang terjadi pada eksplan.

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Pengamatan 4.1.1 Sterilisasi Eksplan No 1. Perlakuan Pengamatan

Eksplan dicuci dengan sunlight Eksplan : biji mahkota dewa sebanyak 2 tetes kotoran untuk yang menghilangkan Eksplan bersih

melekat selama 15 menit.

2.

dibilas

dengan

air

mengalir Eksplan bersih

selama 30 menit 3. dilakukan didalam Cabinet 4. Ekspan larutan ditambah konsentrasi konsentrasi dimasukkan bayclin tween kedalam Eksplan menjadi lebih bersih tanpa telah ada sisa sunlight yang masingeksplan proses Laminar sterlisasi Air Flow

yang 20,

bayclin 10%

masing 10% dan 15 %, didalam direndam selama 10 menit dan 15% selama 5 menit. 5. Ekspan dibilas dengan akuades Eksplan menjadi lebih bersih tanpa steril 3x masing-masing 3 menit ada sisa bayclin

4.1.2 Penanaman Eksplan No 1. Eksplan Perlakuan yang telah disterilkan, Pengamatan

diletakkan diatas cawan petri yang sudah ada diberi kertas saring diatasnya 2. Eksplan biji dipotong menjadi 2 Dipotong pada bagian tengah biji bagian 3. Eksplan biji ditanam pada medium, Bagian yang terbelah pada biji ditutup rapat dengan alumunium foil. kontak langsung dengan media

4.1.3 Pemeliharaan Kultur dan Pengaamatan Konsentrasi Botol NAA,BAP 1 0,0 2 3 1 0,10-6 2 3 1 0,10-7 2 3 1 10-6,0 2 3 1 10-6,10-6 2 3 1 2 3 4 5 6 Hari ke7 8 9 10 11 12 13 14 X X X X X X * X X X X X X X X X X X * X X X X X X X X X X X X X

X X X X X X X X

X X X X X X X X X X X X X X X X X X

* * X X * X X X X X X X * X X X X X

X X X X X X X X X X X X X X X X X X * *

X X X X X X X X X X X X X

X X X X X X X X X X

X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X

1 10-6,10-7 2 3 1 10-7,0 2 3 1 10-7,10-6 2 3 1 10-7,10-7 2 3

X X X X X

X X X X X

X X

X X X X

X X X X X X X X

X X X X X

* * * X X X X X X * X

X X X X X X X X X X X X X

X X X X X X X X X X

Keterangan : X * : Terkontaminasi : Belum tumbuh/berkecambah : Berkecambah : Bertunas

4.2 Pembahasan Percobaan ini dibahas mengenai kultur kalus. Dalam pembuatan kultur kalus ini, dilakukan tahapan seperti sterilisasi eksplan, penanaman eksplan dan pemeliharaan serta pengamatan kalus. Eskplan yang digunkana pada percobaan

ini adalah bji mahkota dewa. Biji mahkota dewa dapat berkhasiat sebagai anti oksidan,anti kanker, flu dan rematik. Pada tahap sterlisasi eksplan, sterilisasi ini dilakukan dengan tujuan untuk mengilangkan adanya kontaminasi baik mikroba maupun jamur pada eksplan sehingga pada saat pertumbuhannya, eskplan akan tumbuh dengan baik. Langkahlangkah yang dilakukan antara lain eksplan dicuci dengan sunlight sebanyak 2 tetes untuk menghilangkan kotoran yang melekat selama 15 menit, pencucian dengan sunlight ini dilakukan tidak dalam waktu yang lama, hal ini dikarenakan menjaga agar hanya kotoran dari eksplan yang hilang tanpa adanya zat pertumbuhan yang hilang pada eksplan. Kemudian, dibilas dengan air mengalir selama 30 menit, tujuan dibilas lagi dengan air mengalir adalah untuk menghilangkan sisa sunlight yang ada pada eksplan. Selanjutnya dilakukan proses sterlisasi didalam Laminar Air Flow Cabinet, dilakukan dalam LAFC dikarenakan laminar ini mengandung pergerakan udara yang steril, sehingga memungkinkan bekerja melakukan proses penanaman selanjutnya dalam kondisi yang steril. Kemudian, ekspan dimasukkan kedalam larutan bayclin yang telah ditambah tween 20, yang konsentrasi bayclin masing-masing 10% dan 15 %, didalam konsentrasi 10% eksplan direndam selama 10 menit dan 15% selama 5 menit. Bayclin mengandung adanya chlorine, sehingga dapat menghindari terjadinya kontaminasi pada eksplan, penambahan tween 20 digunakan untuk meningkatkan kerja dari bayclin sehingga eksplan akan lebih bersih tanpa adanya kontaminasi dan tanpa ada sia sunlight yang tersisa. Selanjutnya, ekspan dibilas dengan akuades steril 3x masing-masing 3 menit, pembilasan dengan akuadest steril ini bertujuan untuk membersihkan eksplan. Hasil dari proses sterilisasi ini adalah eksplan biji mahkota dewa tampak lebih putih dan bersih. Selanjutnya pada proses penanaman eksplan. Langkah-langkah yang dilakukan adalah eksplan yang telah disterilkan, diletakkan diatas cawan petri yang sudah ada diberi kertas saring diatasnya, tujuan diletakkanya eksplan diatas cawan petri yang diberi kertas saring adalah agar mempermudah eksplan biji untuk dipotong. Kemudian, eksplan biji dipotong menjadi 2 bagian, pemotongan

ini dilakukan pada bagian tengah biji dimana pada bagian ini terdapat kandungan lembaga yang dapat mempermudah tumbuh dan berkembanganya eksplan biji ini. Selanjutnya eksplan biji ditanam pada medium, ditutup rapat dengan alumunium foil, posisi yang digunakan untuk penanaman eksplan kedalam media adalah posisi dimana bagian dalam biji kontak langsung dengan media, hal ini dikarenakan kandungan zat tumbuh pada biji terletak pada bagian dalamnya sehingga dengan adanya media yang mengandung banyak nutrisi sehinggan eksplan biji akan tumbuh dengan baik. Hasil yand didapat yaitu eksplan biji ditanam pada 24 botol kultur, dengan masing-masing botol berisi 1 eksplan biji yang telah dipotong menjadi dua kecuali satu botol yang hanya mengandung 1 potong eksplan biji, dikarenakan kurangnya eksplan biji yang disiapkan. Pada proses pemeliharaan kultur dan pengaamatan. Langkah-langkah yang dilakukan adalah kultur diletakkan diatas rak pada ruang kultur dengan suhu ruang 25-28c., digunakan suhu tersebut dikarenakan suhu tersebut adalah suhu efektif untuk eksplan dapat tumbuh. Kemudian, dilakukan pencahayaan secara terus-menerus. Kemudian kultur tadi diamati selama 2 minggu, diamati dan dicatat respon yang terjadi pada eksplan. Hasil yang didapat pada percobaan ini adalah dari 24 botol eksplan yang ditanam yang tersisa hingga hari ke-14 hanya 8 botol eksplan. Pada 16 botol yang terkontaminasi itu disebabkan karena adanya berbagai mikrooganisme seperti jamur, bakteri, serangga atau virus. Organisme organisme tersebut secara universal terdapat pada jaringan tanaman. Banyak yang bersifat non-patogenik, artinya mereka tidak menyebabkan bahaya bagi tanaman inang pada kondisi normal. Kondisi kering dan adanya organisme competitor menyebabkan mereka dalam kondisi terkontrol. Tapi, kondisi in vitro yang disukai eksplan, yaitu mengandung sukrosa dan hara dalam konsentrasi tinggi, kelembaban tinggi dan suhu yang hangat, juga disukai mikroorganisme yang seringkali tumbuh dan berkembang sangat cepat, mengalahkan eksplan. Meskipun usaha sterilisasi untuk menciptakan lingkungan yang aseptic sudah sering dilakukan, namun kontaminasi masih sering terjadi. Kontaminasi yang terjadi diperkirakan disebabkan oleh mikrobia golongan protista. Yaitu Kapang lendir seluler genus Dictyostelium. Hal ini ditentukan berdasarkan morfologi koloni

yaitu adanya plasmodium yang tersebar di seluruh permukaan medium kultur yang terkontaminasi. Plasmodium ini lama kelamaan membentuk agregrat berupa benang miselium yang sangat halus dan menjadi pusat koloni. Selain itu dikarenakan adanya beberapa faktor yang akan mempengaruhi pertumbuhan kalus, seperti musim pada saat pengambilan bahan tanam untuk diisolasi yang dimana pada percobaan ini dilakukan pada musim hujan, bagian tanaman yang dilakukan adalah biji, sehingga terkadang ada biji yang sudah busuk , umur atau fisiologi pada tanaman yang digunakan, umur tanaman yang digunakan kebanyakan yang sudah masak, tetapi juga ada yang masih muda. Pada 8 botol yang tersisa, diantaranya sudah ada yang berkecambah dan ada yang sudah berkecambah maupun bertunas, hal ini menunjukka bahwa biji mahkota dewa dapat ditumbuhkan melalui kultur jaringan.

BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan a. Proses penanaman eksplan yang dilakukan adalag dengan menggunakan eksplan biji ahkota dewa yang ditumbuhkan secra in vitro didalam media MS yang diberikan kedalamnya larutan stok hara serta ZPT (NAA,BAP) dengan variasi konsentrasi
b. Respon pertumbuhan yang didapat yaitu selama pengamatan 14 hari,

terdapat 8 boltor kultur yang menunjukkan pertumbuhan eksplan, dimana eksplan sudah ada yang berkecambah dan ada yang berkecambah serta

bertunas. Namun terdapat 16 botol yang tidak mengalami pertumbuhan akibat adanya kontaminasi. 5.2 Saran a. Pemilihan biji dilakukan dengan sebaik-baiknya, dipilih bji yang ridak mendekati mature b. Sebaiknya musim pada saat pengambilan bahan tanaman diisolasi diperhatikan, karena pada saat musim hujan akan cenderung terjadinya kontaminasi

DAFTAR PUSTAKA Allan. 1995.kultur kalus dan kultur suspensi sel. Konisius. Yokyakarta. Daisy, S.H. dan Ari Wijayani, 1994. Teknik Kultur Jaringan. Kanisius, Yogyakarta. George dan Sherington. 1984. Kultur Kalus. Penebon swadaya. Jakarta. George, E.F. and Sherrington. 1984. Plant propagation by tissue culture. Eastern Press, Reading Berks. 709 p. Gunawan, L.W. 1988. Teknik Kultur Jaringan. Laboratorium Kultur Jaringan, PAU Bioteknologi, IPB.Bogor. Gotama, I. B. I., Sugiarto, S., Nurhadi, M., Widiyastuti, Y. Wahyono, S. dan Prapti, I. J. 1999. Inventaris Tanaman Obat Indonesia. Jilid V.

Departemen Kes. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, 147148. Jakarta. Hartwel, J.L. 1987. Plants used Against Cancer. Quarterman Publications, Inc., Lawrence, Massachusetts. Hendaryono, D.P dan A. Wijayani. 1994. Teknik Kultur Jaringan. Yogyakarta: Kanisius. Lisdawati. 2002. Buah Mahkota Dewa, Toksisitas, Efek antiokasidan bedsarkan uji penapisan Farmakologi. Universitas Gajah Mada. Nootter, K. , Burger, H, Schenk, P and Stoter G. 1999. Moleculer mechanisms of drug resistence and sensitivity, in Oncological Research at the Erasmus University Rotterdam- University Hospital Rotterdam. Mariska, I., Hobir, dan D. Sukmadjaja. 1992. Usaha pengadaan bahan tanaman melalui bioteknologi Hasil kultur jaringan. Prosiding Temu dan Usaha Obat. Pengembangan Penelitian Tanaman Rempah

Puslitbangtri dan Pusat Pengkajian dan Pengembangan Agribisnis. Jakarta. Mariska, I. dan R. Purnamaningsih. 2001. Perbanyakan vegetative tanaman tahunan melalui kultur in vitro. Jurnal Litbang Pertanian 20(1):1-7. Perry, L.M. 1980. Medicinal Plant of East and Southeast Asia Atribute Properties and Uses. MIT Press. London. Rang, H.P., Dale, M.M and Ritter, J.M. 1995. Pharmakology, 3nd edition, Churchil Livingstone, New York and Tokyo. Rahardja, P. C. 1995. Kultur Jaringan : Teknik Perbanyakan Tanaman Secara Modern. Penerbit Swadaya, Jakarta. Sriyanti, Daisy P. dan Ari Wijayani. 2002. Teknik Kultur Jaringan : Pengenalan dan Petunjuk Perbanyakan Tanaman Secara Vegetatif-Modern. Kanisius. Yogyakarta. Tjitrosoepomo, Gembong. 1993. Taksonomi Umum. Gajah Mada University Press. Yogyakarta.

Zulkarnain. 2009. Kultur Jaringan Tanaman. Bumi Aksara.Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai