Anda di halaman 1dari 5

Sari Pediatri, Vol. 8, No. 4 (Suplemen), Mei 2007 Sari Pediatri, Vol. 8, No.

4 (Suplemen), Mei 2007: 115 - 119

Peran Serotonin pada Anak dengan Gangguan Autistik


Hardiono D. Pusponegoro
Divisi Neurologi, Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI-RS Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta

Abstrak. Gangguan interaksi, komunikasi, dan perilaku merupakan gejala gangguan autistic pada anak. Pada umumnya terjadi pada umur sebelum umur 3 tahun. Diagnosis gangguan autistic ditegakkan berdasarkan DSM-IV (diagnostic and statistical manual of mental disorders). Penyebab gangguan autistik yang tepat belum diketahui dan mungkin multifaktor. Penelitian terakhir banyak membahas mengenai neurotransmiter, serotonin, dan 5-hydroxytryptamine (5-HT). Dalam darah perifer ditemukan platelet hyperserotonemia, dan di otak dijumpai gangguan sistesis serotonin otak menyeluruh atau fokal. Namun belum diketahui dengan pasti apakah platelet hyperserotonemia pascanatal menyebabkan penurunan serotonin otak atau gangguan serotonin otak terjadi sangat dini sebelum dijumpai platelet hyperserotonemia. Kata kunci: serotin, autistik, DSM-IV

ejala gangguan autistik mulai terlihat sebelum anak berusia 3 tahun, terdiri dari gangguan interaksi, komunikasi, dan perilaku. Diagnosis gangguan autistik ditegakkan berdasarkan kriteria Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders atau DSM-IV. Etiologi gangguan autistik yang tepat belum diketahui dan mungkin bersifat multifaktorial. Beberapa faktor yang banyak diteliti adalah faktor genetik, neuroanatomi, dan neurotransmiter. Di antara beberapa neurotransmiter, serotonin atau 5-hydroxytryptamine (5HT) merupakan neurotransmiter yang paling sering diteliti, karena berbagai penelitian secara konsisten menunjukkan adanya hiperserotonemia pada sebagian besar anak dengan gangguan autistik. Hal tersebut menimbulkan berbagai pertanyaan mengenai kadar dan fungsi serotonin di dalam otak. Apakah kadar serotonin di otak juga tinggi atau bahkan lebih rendah? Apakah
Alamat korespondensi:
Dr. Hardiono D Pusponegoro, SpA(K). Divisi Neurologi. Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI-RSCM, Jl. Salemba 6, Jakarta 10430. Telpon 021-3149161, Fax. 021-3913982.

gangguan serotonin di otak merupakan penyebab dari gangguan autistik? Mengapa terjadi gangguan serotonin di otak? Makalah ini akan membahas mengenai penelitian terakhir mengenai peran serotonin pada gangguan autistik.

Serotonin
Sintesis, metabolisme dan ekskresi serotonin Serotonin atau 5-hidroksitriptamin (5-HT) berasal dari triptofan di dalam makanan. Triptofan mengalami hidroksilasi menjadi 5-hidroksitriptofan (5-HTP), kemudian mengalami dekarbosilasi menjadi 5-HT.2 Serotonin tersebar di seluruh tubuh, terutama di saluran cerna, trombosit dan otak. Bebagai organ tersebut mempunyai reseptor serotonin, dengan subtipe yang berbeda-beda tergantung organ tempat ia berada dan fungsi organ tersebut. Terdapat tujuh subtipe reseptor serotonin2,4,5 Di antara ketujuh reseptor tersebut, 5HT1A merupakan reseptor yang paling banyak diteliti pada anak dengan gangguan autistik.

115

Sari Pediatri, Vol. 8, No. 4 (Suplemen), Mei 2007

Selain mempunyai reseptor serotonin, dinding usus dan trombosit juga mempunyai mekanisme transfer yang disebut sebagai Serotonin Transporter (SERT) untuk mengambil atau melepas serotonin sesuai kebutuhan.3,5 Serotonin mengalami deaminasi oksidatif oleh MAO menjadi 5-hidroksiindol-asetaldehid, yang kemudian akan dioksidasi lagi menjadi asam 5hidroksi-indol-asetat (5-HIAA) oleh enzim aldehid dehidrogenase. Asam 5-HIAA sebagai metabolit utama diekskresi ke dalam urin.4,6 Serotonin dalam trombosit Serotonin dalam darah yang disebut sebagai serotonin perifer merupakan produksi sel enterokromafin dinding usus.2 Sebagian di antaranya bekerja sebagai neurotransmiter di sistem saraf usus, sedangkan sebagian lepas ke dalam darah. Di dalam darah, sebagian besar diambil oleh trombosit menjadi platelet serotonin,4,6,7 sedangkan sisanya beredar bebas dalam plasma disebut sebagai freeserotonin.7,8 Sel enterokromafin dapat memantau kadar serotonin dalam darah dan melepaskan serotonin sesuai kebutuhan, kemungkinan melalui mekanisme SERT.3,5 Serotonin dalam otak Serotonin dalam otak disebut sebagai serotonin sentral. Pada otak manusia, saraf serotonergik pertama kali ditemukan pada usia kehamilan lima minggu dan meningkat secara cepat sampai minggu ke-10 kehamilan.4 Pada minggu ke-15 kehamilan, sel saraf serotonergik sudah terintegrasi dalam berbagai struktur otak.4 Sel saraf serotonergik mempunyai cekungan, di dalamnya berisi banyak organ Golgi dan mikrokanalikuli. Di dalam vesikel, terdapat enzim triptofan hidroksilase dan asam amino aromatik dekarboksilase, yang penting bagi sintesis serotonin dari triptofan. Selain itu ada berbagai enzim neuropeptida lain misalnya substansi P dan lain-lain. 2 Dendrit dan akson dari sel saraf serotonergik berhubungan luas dengan berbagai sel saraf lain, bahkan dengan struktur non-saraf misalnya pembuluh darah dan ventrikel.2 Di dekat sel saraf serotonergik terdapat astrosit yang mengandung sejenis protein yang disebut sebagai S-100.4 Protein S-100 berfungsi untuk mengembangkan saraf serotonergik. Sel astrosit ini banyak ditemukan pada anak, jumlahnya semakin berkurang pada orang dewasa.2 Sel saraf serotonergik mampu mengatur per116

kembangannya sendiri, suatu fenomena yang disebut dengan autoregulasi atau negative feedback.2 Kemampuan menstimulasi perkembangannya sendiri diperantarai melalui pelepasan faktor tropik S-100. Bila kadar serotonin cukup, ia mengurangi produksi S-100 sehinga mampu menghambat pertumbuhan terminal serotonergik. Hal ini berfungsi sebagai umpan balik negatif untuk mencegah pertumbuhan berlebihan terminal serotonergik. Demikian pula, pemberian berbagai bahan yang meningkatkan serotonin misalnya kokain atau MAO inhibitor dapat menginhibisi lepasnya protein S-100, sehingga menyebabkan berkurangnya terminal saraf serotonergik.4 Kadar serotonin di otak sangat tinggi pada dua tahun pertama kehidupan, lalu menurun dan mencapai kadar dewasa pada umur 5 tahun.4 Pemeriksaan dengan PET scan dengan menggunakan [11C]AMT membuktikan bahwa kapasitas sintesis serotonin otak anak normal lebih dari 200% dibandingkan orang dewasa normal, kemudian menurun mencapai kadar dewasa pada usia 5 tahun. 9 Dengan demikian, pengaruh serotonin sangat nyata pada awal kehidupan, suatu periode kritis dari perkembangan otak.9 Sel saraf serotonergik bersifat sangat plastis. Kerusakan akan segera disusul dengan terbentuknya percabangan baru disertai pulihnya fungsi yang terganggu. Percabangan baru juga bisa berasal dari saraf serotonergik yang berdekatan. Hal ini disebabkan adanya protein S-100.2

Fungsi serotonin di dalam otak


Di dalam otak, serotonin mempunyai 2 fungsi. Pada orang dewasa, serotonin berfungsi sebagai neurotransmiter, sedangkan pada anak kecil berfungsi sebagai pengatur perkembangan otak. 4,6 Serotonin sebagai neurotransmiter Neurotransmiter serotonin disintesis oleh sel saraf serotonergik presinaps, disimpan dalam vesikel, kemudian dilepaskan melalui celah sinaps. Pada membran postsinaps, serotonin berikatan dengan reseptor yang spesifik. Setelah digunakan sebagai neurotransmiter, serotonin dalam sinaps diambil kembali oleh suatu sistem transpor membran yang spesifik, dan disimpan kembali dalam vesikel saraf pre-sinaps.2

Sari Pediatri, Vol. 8, No. 4 (Suplemen), Mei 2007

Pada orang dewasa, hilangnya saraf serotonergik menyebabkan hilangnya sinaps dan penurunan kadar S-100. Sel saraf kembali menjadi imatur dan tidak dapat berfungsi kembali. Kekurangan neurotransmiter serotonin menyebabkan berbagai gejala perilaku dan perubahan biologis, misalnya agresi, kesulitan belajar, perubahan fungsi seksual, gangguan atensi, perubahan nafsu makan, gangguan irama pernapasan, gangguan tidur, gangguan sekresi steroid, dan aliran darah.2 Berbagai gangguan psikiatrik juga dapat timbul misalnya depresi, skizoprenia, sindrom Down, Alzheimer, gangguan autistik, ADHD dan lain-lain. Serotonin sebagai pengatur perkembangan otak Selama kehamilan, serotonin sampai di organ target sangat cepat, mendahului neurotransmiter lain. 4 Serotonin bersifat membantu perkembangan sel target (trofik),2,4 menentukan pembentukan dan penambahan dendrit, sinaptogenesis, neurogenesis dan organisasi korteks. 4,6 Proses ini juga memerlukan protein S-100. Tidak adanya serotonin menyebabkan gangguan maturasi neuron target dan gangguan pembentukan dendrit dan sinaps. Hilangnya serotonin pada periode awal perkembangan fetus tikus menyebabkan pengurangan permanen jumlah neuron di hipokampus dan korteks otak tikus dewasa.4,6 Telah diketahui bahwa berbagai faktor genetik, lingkungan dan toksin dapat mempengaruhi perkembangan anak. Sangat menarik bahwa faktor tersebut juga dapat mempengaruhi pembentukan serotonin. Telah dilaporkan bahwa kadar serotonin dapat menurun karena infeksi virus, malnutrisi, isolasi sosial, hipoksia, stress dan beberapa macam obat misalnya kokain, alkohol, dan nikotin.4 Jadi, dapat disimpulkan bahwa berbagai penyakit gangguan perkembangan dapat disebabkan oleh hal-hal tersebut melalui serotonin.

Sawar darah otak baru menjadi sempurna saat anak berumur 1-2 tahun.4,6 Akibatnya, serotonin dalam darah atau trombosit yang tinggi dapat masuk ke dalam otak sebelum naka berumur 1-2 tahun.6 Suatu hipotesis menyatakan bahwa hiperserotonemia menyebabkan umpan balik negatif di otak, dan menyebabkan hilangnya terminal serotonergik.4 Berbagai data penelitian menyokong hal ini, misalnya 1) perbaikan gejala gangguan autistik setelah anak mendapat obat yang meningkatkan serotonin,15 2) peningkatan insidens gangguan autistik bila ibu menggunakan kokain atau alkohol,16 3) penelitian PET scan yang menunjukkan bahwa salah satu bagian otak menunjukkan peningkatan serotonin sedangkan bagian lain menunjukkan penurunan serotonin,17 dan 4) penelitian terhadap tikus yang memperlihatkan bahwa tikus yang dibuat menjadi hiperserotonemia akan mengalami hilangnya terminal serotonergik di hipokampus dan korteks serebri serta menunjukkan gejala-gejala autisme.4 Serotonin dalam plasma platelet-free (freeserotonin) Ada peneliti lain yang beranggapan bahwa serotonin yang terikat pada trombosit tidak dapat melalui sawar darah-otak, sehingga dilakukan penelitian terhadap serotonin plasma atau free-serotonin. Kadar free-serotonin adalah 1/100 dari kadar platelet serotonin.18 Ternyata, kadar free-serotonin anak yang mengalami gangguan autistik tidak berbeda dengan saudara sekandung dan ayah.18 Hasil penelitian ini menimbulkan dugaan bahwa peningkatan serotonin pada anak dengan gangguan autistik disebabkan platelet serotonin , bukan freeserotonin.18 Pemeriksaan serotonin otak dengan PET Sintesis serotonin di otak dapat diperiksa menggunakan positron emission tomography (PET) scan. Chugani dkk17 melakukan penelitian dengan mengevaluasi kemampuan sintesis serotonin otak secara in vivo mengunakan analog triptofan -C methyl-L-tryptophan (AMT) sebagai pelacak. Pada penelitian ini ditemukan adanya asimetri sintesis serotonin pada 7 anak laki-laki dengan gangguan autistik berumur 4-11 tahun.17 Penurunan akumulasi [11C]AMT terlihat di korteks frontal kiri dan talamus kiri pada 5 anak, disertai peningkatan [11C]AMT di nukleus dentatus serebelum kanan. Pada 2 anak sisanya, akumulasi [11C]AMT menurun di korteks frontal kanan
117

Serotonin pada gangguan autistik


Platelet hyperserotonemia Berbagai penelitian melaporkan peningkatan platelet serotonin sebanyak 50-70% pada gangguan autistik dibandingkan anak normal, anak dengan retardasi mental atau anak dengan epilepsi. Keadaan ini disebut sebagai platelet hyperserotonemia.7,10-14

Sari Pediatri, Vol. 8, No. 4 (Suplemen), Mei 2007

dan talamus kanan, dan meningkat di nukleus dentatus kiri. Ketiga daerah tersebut berhubungan melalui jaras dentato-talamo-kortikal. Jaras ini juga melibatkan korteks prefrontal, area Broca, korteks motor, dan motor suplemen. Gangguan sintesis serotonin pada jaras otak yang penting untuk produksi bahasa dan integrasi sensoris akan mengganggu fungsi produksi bahasa dan integrasi sensoris.17 Positron emission tomography (PET) scan dengan menggunakan [ 11 C]AMT dapat pula digunakan untuk menilai kapasitas sintesis serotonin otak secara keseluruhan. Pada anak dengan gangguan autistik kapasitas sintesis serotonin otak meningkat secara perlahan mulai umur 2 tahun sampai mencapai kadar 1,5 kali orang dewasa pada umur 15 tahun.9 Nilai ini jauh lebih rendah dibandingkan anak yang tidak menderita gangguan autistik. 9 Data tersebut menunjukkan bahwa anak normal membutuhkan sintesis serotonin otak yang sangat tinggi di awal kehidupan. Hal ini terganggu pada anak gangguan autistik.9 Penelitian lain pada 117 anak dengan gangguan autistik berumur 2-15 tahun menggunakan [11C]AMT PET menunjukkan adanya gangguan sintesis serotonin korteks serebri.19 Sebanyak 90% anak menunjukkan gangguan di korteks lobus frontal, dan meluas ke lobus temporal, parietal dan oksipital pada sebagian anak. Anak dengan gangguan autistik dengan penurunan ambilan [11C]AMT korteks kiri memperlihatkan angka kejadian gangguan berbahasa yang lebih berat, sedangkan anak gangguan autistik dengan penurunan ambilan [11C]AMT korteks kanan memperlihatkan angka kejadian lebih tinggi dari tidak adanya preferensi tangan kanan.20 Penelitian-penelitian tersebut memperlihatkan bahwa terdapat dua jenis abnormalitas sintesis serotonin otak yaitu penurunan sintesis serotonin otak secara keseluruhan dan penurunan sintesis serotonin secara fokal pada anak dengan gangguan autistik.17 Penelitian kadar serotonin pada ibu Suatu penelitian membandingkan kadar serotonin ibu dari anak dengan gangguan autistik dan ibu dari anak normal. Kadar free-serotonin ibu dari anak dengan gangguan autistik lebih rendah secara bermakna dibandingkan dengan ibu dari anak normal.8 Ditemukan pula korelasi yang positif antara kadar free-serotonin ibu
118

dan anak dengan gangguan autistik, tetapi tidak dengan kadar pada ayah dan saudara yang normal.8 Penelitian ini membuka pandangan bahwa kadar serotonin pada ibu yang rendah dapat menyebabkan gangguan autistik pada anak sejak dalam kandungan. Penelitian pada binatang Kahne dkk.21 memberikan agonis serotonin pada tikus hamil dari usia kehamilan 12- 20 hari. Ternyata terjadi penurunan jumlah terminal saraf serotonergik di hipokampus dan korteks dan perubahan reseptor serotonin pada anak tikus. Anak tikus memperlihatkan perubahan tingkah laku berupa reaktifitas yang berlebihan terhadap stimulus sensoris dan taktil, kurangnya vokalisasi ketika mereka dipisahkan dari induknya dan adanya penurunan pada tugas-tugas spontan. Penelitian ini memperlihatkan bahwa pemberian agonis serotonin pada periode prenatal menyebabkan lahirnya anak tikus dengan perilaku seperti gangguan autistik. Penelitian ini kontradiktif dengan hasil penelitian yang melaporkan bahwa kadar serotonin ibu dari anak dengan gangguan autistik lebih rendah dibandingkan kontrol.8 Namun, peran serotonin terhadap terjadinya gangguan autistik tidak sesederhana seperti yang telah diterangkan di atas. Platelet serotonin merupakan produk dari sel enterokromafin usus. Penelitian pada tikus 5HT1A receptor knock-out menunjukkan bahwa: (1) tikus berumur 3 hari memperlihatkan pengurangan 8% dari serotonin otak disertai platelet serotonin yang normal, (2) setelah berumur 2 minggu, terlihat serotonin otak yang normal disertai platelet hyperserotonemia.7 Hal ini menunjukkan bahwa serotonin otak tergangu lebih dahulu sebelum terjadinya platelet hyperserotonemia dan gangguan otak bukan disebabkan platelet hyperserotonemia. Janusonis3 berpendapat ada penyebab tertentu yang menyebabkan platelet hyperserotonemia sekaligus merubah kadar serotonin di otak.7 Perubahan kadar serotonin otak sudah berhenti saat dini, sedangkan platelet hyperserotonemia masih berlangsung terus.3 Faktor tersebut yang belum diketahui sampai sekarang.

Kesimpulan
Sampai sekarang belum ada petanda biologis spesifik untuk membantu mencari penyebab gangguan autistik. Pada anak dengan gangguan autistik ditemukan adanya abnormalitas serotonin baik

Sari Pediatri, Vol. 8, No. 4 (Suplemen), Mei 2007

dalam darah tepi maupun otak. Pada darah tepi ditemukan adanya platelet hyperserotonemia , sedangkan pada otak ditemukan gangguan sintesis serotonin otak baik secara keseluruhan maupun fokal. Ganguan tersebut dapat berupa rendahnya sintesis serotonin, atau serotonin berlebihan yang akhirnya akan mengurangi jumlah terminal serotonergik melalui mekanisme negative-feedback. Belum diketahui dengan pasti apakah platelet hyperserotonemia pascanatal sampai anak berumur 2 tahun menyebabkan penurunan serotonin otak, atau gangguan serotonin otak terjadi sangat dini sebelum terlihatnya platelet hiperserotonemia.

Daftar Pustaka
1. American Pediatric Association. Disorders usually first diagnosed in infancy, childhood, or adolescence. Dalam: Diagnostic and statistical manual of mental disorders: DSM IV-TR. Edisi ke-4. Washington DC: RR Donnelley & Sons Co 2000. h. 59-64. Azmitia EC. Serotonin neurons, neuroplasticity, and homeostasis of neural tissue. Neuropsychopharmacology 1999; 21:33S-45S. Janusonis S. Statistical distribution of blood serotonin as a predictor of early brain abnormalities. Theoretical Biology and Medical Modelling 2005; 2: 27-43. Whitaker-Azmitia PM. Serotonin and brain development: Role in human developmental diseases. Brain Res Bull 2001; 56:479-48. Gershon M. Review article: Serotonin receptors and transporters - roles in normal and abnormal gastrointestinal motility. Alimentary Pharmacol Ther 2004; 20:3-14. Witaker-Azmitia PM. Behavioral and cellular consequences of increasing serotonergic activity during brain development: a role in autism? Int J Dev Neurosci 2005; 23:75-83. Janusonis S, Anderson GM, Shifrovich I, Rakie P. Ontogeny of brain and blood serotonin levels in 5-HT1A receptor knockout mice: Potential relevance to the neurobiology of autism. in press. Connors SL, Matteson KJ, Sega GA, Lozzio CB, Caroll RC, Zimmerman AW. Plasma serotonin in autism. Pediatr. Neurol. 2006; 35:182-6. Chugani DC, Muzik O, Behen M, Rothermel R, Janisse JJ, Lee J, Chugani HT. Developmental changes in brain serotonin synthesis capacity in autistic and nonautistic

2.

3.

4.

5.

6.

7.

8.

9.

children. Ann Neurol 1999; 45:287-295. 10. Cook EH Jr. AR, Anderson GM, Berry-Kravis EM, Yan SY, Yeoh HC, Sklena PJ, Charak DA, Leventhal BL. Platelet serotonin studies in hyperserotonemic relatives of children with autistic disorder. Life Sci. 1993; 52:2005-15. 11. Anderson GM, Freedman DX, Cohen DJ, Volkmar FR, Holder EL, McPhedran P, et al. Whole blood serotonin in autistic and normal subjects. J. Child Psychol. Psychiatr 1987; 28:885-900. 12. McBride PA, Anderson GM, Hertzig ME, Snow ME, Thompson SM, Khait VD, et al. Effects of diagnosis, race, and puberty on platelet serotonin levels in autism and mental retardation. J Am Acad Child Adolesc Psychiatry 1998; 37:767-76. 13. Mulder EJ, Anderson GM, Kema IP, deBildt A, vanLang NDJ, denBoer J, Minderaa RB. Platelet Serotonin Levels in Pervasive Developmental Disorders and Mental Retardation: Diagnostic Group Differences, WithinGroup Distribution, and Behavioral Correlates. J. Am. Acad. Child Adolesc. Psychiat 2004; 43:491-9. 14. Singh VK, Warren R. Hyperserotonemia and serotonin receptor antibodies in children with autism but not mental retardation. Biol Psychiatry 1997; 41:753-5. 15. McDougle CJ, Kresch LE, Posey DJ. Repetitive thoughts and behavior in pervasive developmental disorders: treatment with serotonin reuptake inhibitors. J. Autism Dev. Disord. 2000; 30:427-35. 16. Davis E, Fennoy L, Laraque D, Kanem N, Brown G, Mitchell J. Autism and developmental abnormalities in children with perinatal cocaine exposure. J. Natl. Med. Assoc. 1992; 84:315-9. 17. Chugani DC, Muzik O, Rothermel R, Behen M, Chakraborty P, Mangner T. Altered serotonin synthesis in the dentatothalamocortical pathway in autistic boys. Ann Neurol 1997; 42:666-9. 18. Cook EH Jr., Leventhal BL, Freedman DX. Free serotonin in plasma; Autistic children and their first-degree relatives. Biol Psychiatry 1988; 24:488-91. 19. Chandana SR, Behen ME, Juhasz C, Muzik O, Rothermel RD, Mangner TJ, et al. Significance of abnormalities in developmental trajectory and asymmetry of cortical serotonin synthesis in autism. Int J Dev Neurosci 2005; 23:171-82. 20. Chugani DC. Serotonin in autism and pediatric epilepsies. Ment Retard Dev Disabil Res Rev 2004; 10:112-6. 21. Kahne D TA, Borella A, Shapiro L, Johnstone F, Wei H. Behavioral and magnetic resonance spectroscopic studies in the rat hyperserotonemic model of autism. 2002; 75:403-10.

119

Anda mungkin juga menyukai