Anda di halaman 1dari 19

Case Report session

Rhinosinusitis Kronik

Oleh : Hanana Syaiful John Phillip S Fitri Dwi Anggraini Preceptor : Dr. Bestari J Budiman. Sp.THT-KL 07120058 07120101 07923044

BAGIAN ILMU PENYAKIT TELINGA HIDUNG TENGGOROK BEDAH KEPALA LEHER FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS PADANG 2012
1

TINJAUAN PUSTAKA

1.

Definisi

Sinusitis adalah peradangan pada mukosa sinus paranasalis. Sinusitis diberi nama sesuai dengan sinus yang terkena. Bila mengenai beberapa sinus disebut multisinusitis. Bila mengenai semua sinus paranasalis disebut pansinusitis. Yang paling sering ditemukan ialah sinusitis maksillaris dan sinusitis etmoid, sinusitis frontal dan sinusitis sphenoid lebih jarang. Pada anak hanya sinus maksilla dan sinus etmoid yang berkembang, sedangkan sinus sphenoid belum. Sinus maksilla merupakan sinus yang paling sering terinfeksi karena : 1. Merupakan sinus paranasal yang terbesar. 2. Letak ostiumnya lebih tinggi dari dasar, sehingga aliran secret (drainase) dari sinus maksilla hanya tergantung dari gerakan silia.
3. Dasar sinus maksilla adalah dasar akar gigi (prosessus alveolaris) sehingga infeksi

gigi dapat menyebabkan sinusitis maksilla. Ostium sinus maksilla terletak dimeatus medius, disekitar hiatus semilunaris yang sempit sehingga mudah tersumbat.3 2. Anatomi

Manusia mempunyai beberapa rongga di sepanjang atap dan bagian lateral rongga hidung. Rongga rongga ini diberi nama sinus yang kemudian diberi nama sesuai dengan letaknya : sinus maxillaris, sinus frontalis, sinus sphenoidalis dan sinus ethmoidalis (sinus paranasalis).3 Sinus paranasalis ini mempunyai fungsi3 : 1. Pengatur kondisi udara 2. Thermal insulators 3. Membantu keseimbangan kepala 4. Membantu resonansi suara 5. Peredam perubahan tekanan udara 6. Membantu produksi mukus A. Sinus Maksilaris5 Terbentuk pada usia fetus bulan IV yang terbentuk dari prosesus maksilaris arcus. Bentuknya piramid, dasar piramid pada dinding lateral hidung, sedang apeksnya pada pars zygomaticus maxillae. Merupakan sinus terbesar dengan volume kurang lebih 15 cc pada orang dewasa. Berhubungan dengan : a. Cavum orbita, dibatasi oleh dinding tipis (berisi n. infra orbitalis) sehingga jika dindingnya rusak maka dapat menjalar ke mata. b. Gigi, dibatasi dinding tipis atau mukosa pada daerah P2 Mo1ar. c. Duktus nasolakrimalis, terdapat di dinding cavum nasi. B. Sinus Ethmoidalis5 Terbentuk pada usia fetus bulan IV. Saat lahir, berupa 2-3 cellulae (ruang-ruang kecil), saat dewasa terdiri dari 7-15 cellulae, dindingnya tipis. Bentuknya berupa rongga tulang seperti sarang tawon, terletak antara hidung dan mata Berhubungan dengan : 3

a.Fossa cranii anterior yang dibatasi oleh dinding tipis yaitu lamina cribrosa. Jika terjadi infeksi pada daerah sinus mudah menjalar ke daerah cranial (meningitis, encefalitis dsb). b. Orbita, dilapisi dinding tipis yakni lamina papirasea. Jika melakukan operasi pada sinus ini kemudian dindingnya pecah maka darah masuk ke daerah orbita sehingga terjadi Brill Hematoma. c.Nervus Optikus. d. C. Sinus Frontalis5 Sinus ini dapat terbentuk atau tidak. Tidak simetri kanan dan kiri, terletak di os frontalis. Volume pada orang dewasa 7cc. Bermuara ke infundibulum (meatus nasi media). Berhubungan dengan : a. Fossa cranii anterior, dibatasi oleh tulang kompakta. b. Orbita, dibatasi oleh tulang kompakta. c. Dibatasi oleh Periosteum, kulit, tulang diploic. D. Sinus Sfenoidalis5 Terbentuk pada fetus usia bulan III Terletak pada corpus, alas dan Processus os sfenoidalis. Volume pada orang dewasa 7 cc. Berhubungan dengan : a. Sinus cavernosus pada dasar cavum cranii. b. Glandula pituitari, chiasma n.opticum. c. Tractus olfactorius. d. Arteri basillaris brain stem (batang otak)5. Nervus, arteri dan vena ethmoidalis anterior dan pasterior.

Pada sepertiga tengah dinding lateral hidung yaitu di meatus medius terdapat muara-muara sinus maksilla, sinus frontal, dan sinus etmoid anterior. Di daerah yang sempit ini terdapat prosessus uncinatus, infundibulum, hiatus semilunaris, recessus frontalis, bula etmoid dan selsel etmoid anterior. Daerah yang sempit dan rumit ini disebut kompleks osteomeatal (KOM) yang merupakan faktor utama patogenesa terjadinya sinusitis. Mukosa hidung dan sinus paranasal terdiri dari epitel thorak berlapis semu bersilia dan diatasnya terdapat sel-sel goblet yang menghasilkan lendir. Sekresi dari selsel goblet dan kelenjar ini membentuk selimut mukosa. Di atas permukaan mukosa terdapat silia yang di rongga hidung bergerak secara teratur kearah nasofaring dan dari rongga sinus kearah ostium dari sinus tersebut. Silia dan selimut mukosa ini berfungsi sebagai proteksi dan melembabkan udara inspirasi yang disebut sebagai sistem mukosilier. Sinus dari kelompok anterior dialirkan ke nasofaring di bagian depan muara tuba eustachius sedangkan pada bagian posterior dialirkan ke nasofaring di bagian posteriorsuperior tuba eustachius.11 3. Klasifikasi Sinusitis Konsensus internasional yang merupakan hasil Internasional Conference On Sinus Disease tahun 1993 dan telah disepakati untuk dipakai di Indonesia, mendefinisikan sinusitis akut dan kronis lebih berdasarkan pada patofisiologi dari pada pembagian waktu yang ketat berdasarkan lamanya penyakit. Sinusitis diklasifikasikan sebagai sinusitis akut jika periode infeksinya sembuh dengan terapi medikamentosa tanpa terjadi kerusakan mukosa. Sinusitis akut rekuren didefinisikan sebagai episode akut yang berulang yang dapat sembuh dengan terapi medikamentosa saja sehingga tidak terdapat kerusakan mukosa yang irreversible. Sinusitis kronis adalah penyakit yang tidak dapat sembuh dengan terapi medikamentosa saja. Hal yang merupakan paradigma baru dari consensus international ini adalah, baik pada sinusitis akut maupun kronis, jika obstruksi ostium dihilangkan dan terjadi laserasi yang adekuat dari sinus-sinus yang menderita maka mukosa yang telah rusak dapat kembali mengalami regenerasi.

Untuk kepentingan praktis, kriteria untuk sinusitis akut dan kronis pada penderita dewasa dan anak berdasarkan gambaran klinik dapat dilihat pada tabel 1. Tabel 1. Kriteria sinusitis akut dan kronik pada anak dan dewasa menurut Internasional Conference on Sinus Disease 1993 KRITERIA SINUSITIS AKUT Dewasa 1. Lama Gejala dan < 8 mgg Tanda 2. Jumlah Episode < 4x / thn Serangan akut, Anak < 12 mgg SINUSITIS KRONIK Dewasa Anak 8 mgg 12 mgg 6x / thn

< 6x / thn 4x / thn masing-masing

3. Reversibilitas mukosa

berlangsung minimal 10 hari Dapat sembuh sempurna Dengan medikamentosa

Tidak dapat sembuh sempurna Dengan medikamentosa

Sementara berdasarkan lokasi, sinusitis dapat dibagi menjadi :


a. Sinusitis maksilaris mengenai sinus maksila, bisa menyebabkan nyeri atau

rasa tertekan di daerah pipi


b. Sinusitits frontalis mengenai sinus frontalis, bisa menyebabkan nyeri atau

rasa tertekan di belakang atau di atas mata, sakit kepala


c. Sinusitis etmoidalis mengenai sinus etmoid, bisa menyebabkan nyeri atau

rasa tertekan di antara atau belakang mata


d. Sinusitis sfenoidalis mengenai sinus sfenoid, bisa menyebabkan nyeri atau

rasa tertekan dibelakang mata tapi sering menjalar ke vertex.

4. Etiologi Faktor-faktor fisik, kimia, saraf hormonal atau emosional dapat mempengaruhi mukosa hidung yang selanjutnya mempengaruhi mukosa sinus. Defisiensi nutrisi, kelelahan, kesegaran fisik yang menurun dan penyakit sistemik juga penting dalam etiologi sinusitis. 6

Sebagai faktor predisposisi lain ialah lingkungan berpolusi, udara dingin serta kering yang dapat menyebabkan perubahan pada mukosa serta kerusakan silia. Panyebab sinusitis akut adalah : 1. Rhinitis akut 2. Infeksi faring seperti faringitis, adenoitis, tonsillitis akut. 3. Infeksi gigi rahang atas M1, M2, M3 serta P1 dan P2 (dentogen) 4. Berenang dan menyelam 5. Trauma dapat menyebabkan perdarahan mukosa sinus paranasal. 6. Barotrauma dapat menyebabkan nekrosis mukosa. Bakteri sering menjadi penyebab terjadinya sinusitis akut. Streptococcus pneumonia (3040%), Hemophillus Influenzae (20-30%), Moraxella catarhalis (12-20%) merupakan bakteri pathogen yang ditemukan pada hampir 70% penderita sinusitis akut. Infeksi virus juga sering memicu terjadinya sinusitis akut. Rhinovirus, virus influenza dan parainfluenzae virus merupakan pathogen primer dalam 3-15% kasus sinusitis akut. Adanya kelainan sinus ditemukan pada 87% pasien yang menderita rhinitis yang disebabkan oleh virus. Komplikasi bakteri pada rhinitis yang disebabkan oleh virus ditemukan pada 2% kasus. Bakteri-bakteri penyebab sinusitis kronis antara lain pneumococcus, streptococcus, hemophilus influenza, kuman gram positif anaerob, klebsiella, batang gram negative, streptococcus pneumonia, streptococcus hemoliticus, pseudomonas. Golongan jamur dari spesies candida, aspergilus juga dilaporkan sebagai penyebab sinusitis. Kondisi dan faktor yang berperan pada sinusitis kronik diantaranya : 1. 2. Kelainan anatomi yang mempengaruhi kompleks osteomeatal seperti Rhinitis alergi : alergi sebagai factor predisposisi dari sinusitis dimana septum deviasi, konka bulosa, deviasi prosesus uncinatus. terjadi edema mukosa dan hipersekresi, keadaan ini akan menimbulkan penyumbatan muara sinus mengakibatkan stasis sekret. Hal ini sebagai medium infeksi yang pada akhirnya menimbulkan sinusitis kronik. 3. Nasal polip. Nasal polip dapat menekan komplek osteomeatal sehingga menyebabkan terjadinya sinusitis kronis. Polip mengakibatkan terjadinya 7

kerusakan silia sehingga terjadi penurunan produksi dan aliran mucus akibatnya terjadi stasis yang berlanjut menjadi sinusitis. Timbulnya polip nasal biasanya dihubungkan dengan adanya inflamasi kronik dari rongga hidung. 4. 5. Pengobatan infeksi akut yang tidak sempurna. Faktor hormonal seperti kehamilan, pubertas dimana gangguan hormonal

dapat mengakibatkan terjadinya edema mukosa. 5. Epidemiologi Sinusitis menyerang 1 dari 7 orang dewasa di United States, dengan lebih dari 30 juta individu yang didiagnosis tiap tahunnya. Individu dengan riwayat alergi atau asma berisiko tinggi terjadinya rhinosinusitis. Rhinosinusitis lebih banyak menyerang wanita dari pada pria. Dan sering pada wanita antara umur 25-64 tahunSinusitis baik yang akut ataupun yang kronik mempunyai prevalensi yang cukup tinggi di masyarakat. Data di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo menunjukkan prevalensi 25 % terutama pada anak-anak dimana angka ini menunjukkan 2-3 kali lipat jumlah angka di literatur luar negri. 6. Patofisiologi Mukosa hidung dan sinus paranasal terdiri dari epitel torak bertingkat semu yang pada permukaanya mempunyai silia. Diatas permukaaan epitel selalu terdapat lendir atau mukus yang dihasilkan oleh sel goblet dan kelenjar seromukus yang disebut palut lendir. Lendir ini berguna untuk melembabkan udara pernafasan dan menangkap partikel debu dan kuman yang masuk ke rongga hidung dan sinus. Silia atau rambut getar bergerak terus-menerus secara teratur dengan gerak cepat dan kuat ke arah tujuan dan gerakan lentur dan lambat waktu kembali, sehingga dapat mengalirkan palut lendir dari hidung dan muara sinus ke arah nasofaring dan dari dalam sinus kearah muaranya.9 Kesehatan sinus dipengaruhi oleh patensi ostium-ostium sinus dan kelancaran klirens dari mukosiliar didalam komplek osteo meatal (KOM). Disamping itu, mukus juga mengandung substansi antimikrobial dan zat-zat yang berfungsi sebagai pertahanan terhadap kuman yang masuk bersama udara pernafasan1.

Bila terinfeksi organ yang membentuk KOM mengalami oedem, sehingga mukosa yang berhadapan akan saling bertemu. Hal ini menyebabkan silia tidak dapat bergerak dan juga menyebabkan tersumbatnya ostium. Hal ini menimbulkan tekanan negatif didalam rongga sinus yang menyebabkan terjadinya transudasi atau penghambatan drainase sinus. Efek awal yang ditimbulkan adalah keluarnya cairan serous yang dianggap sebagai sinusitis non bakterial yang dapat sembuh tanpa pengobatan. Bila tidak sembuh maka sekret yang tertumpuk dalam sinus ini akan menjadi media yang poten untuk tumbuh dan multiplikasi bakteri, dan sekret akan berubah menjadi purulen yang disebut sinusitis akut bakterialis yang membutuhkan terapi antibiotik. Jika terapi inadekuat maka keadaan ini bisa berlanjut, akan terjadi hipoksia dan bakteri anaerob akan semakin berkembang. Keadaan ini menyebabkan perubahan kronik dari mukosa yaitu hipertrofi, polipoid atau pembentukan polip dan kista.1 Dinding lateral hidung adalah organ penting yang didalamnya terdapat saluran-saluran sinus dan mempunyai 3 tonjolan tulang yang dilapisi mukosa yang disebut konka inferior, konka media, dan konka superior. Terdapat 3 pasangan sinus yang besar, yaitu sinus maksilla, sinus frontal dan sinus sphenoid masing-masing kiri dan kanan, serta beberapa sinus kecil dengan sel-sel kecil yang disebut sinus etmoid ( anterior dan posterior ). Sinus maksilla, sinus frontal dan sinus etmoid anterior disebut sebagai sinus anterior yang bermuara di meatus medius, sedangkan sinus sphenoid dan sinus etmoid posterior merupakan kelompok simus posterior yang bermuara di meatus superior Sinusitis yang hanya mengenai beberapa sinus paranasal disebut multisinusitis, sedangkan bila mengenai sinus paranasal disebut pansinusitis. Secara singkat agar sinus paranasal berfungsi dengan baik di perlukan 3 faktor yaitu : 1. 2. 3. Ostium dalam keadaan baik ( terbuka ) Sistem mukosiliar bekerja baik Kualitas dan kuantitas sekresi yang normal

6.1 Obstruksi mekanis 9

Menyebabkan terjadinya sumbatan pada ostium, dapat terjadi karena : 1. Deviasi septum 2. Obstruksi KOM 3. Hipertrofi konka 4. Polip 5. Tumor 6. Rinolit ( benda asing ) di dalam rongga hidung Obstruksi KOM tersering akibat proses inflamasi pada mukosa hidung akibat rhinitis kronis dan rhinitis alergi, dimana pada rhinitis alergi tidak hanya oleh karena edema mukosa, juga akibat lendir yang banyak yang merupakan media yang baik untuk tumbuhnya bakteri. Obstruksi persisten menyebabkan berkurangnya tekanan oksigen, menurunkan pH sinus, disfungsi silia dan menyebabkan tekanan negatif dalam kavum sinus. Bersin dan batuk menyebabkan bertambahnya tekanan negatif tersebut. Semua hal diatas menyebabkan sinus sebagai media yang baik untuk tumbuhnya bakteri. 6.2 Infeksi saluran nafas atas Sinusitis dapat disebabkan oleh :
1. Bakteri : streptococcus pneumonia, Haemophillus influenza, Streptococcus group

A, Staphylococcus aureus, Niesseria, Klebsiella, Basil gram -, Pseudomonas. 2. Virus : Rhinovirus, Influenza virus, Parainfluenza virus 3. Bakteri anaerob : Fusobakteria Infeksi virus akan menyebabkan terjadinya edema pada dinding hidung dan sinus sehingga menyebabkan terjadinya penyempitan pada ostium sinus, dan berpengaruh pada mekanisme drainase di dalam sinus. Virus tersebut juga memproduksi enzim dan neuraminidase yang mengendurkan mukosa sinus dan mempercepat difus virus pada lapisan mukosilia. Hal ini menyebabkan silia menjadi kurang aktif dan sekret yang diproduksi sinus menjadi lebih kental, yang merupakan media yang sangat baik untuk berkembangnya bakteri pathogen. Adanya bakteri dan lapisan mukosilia yang abnormal meningkatkan kemungkinan terjadinya infeksi atau reinokulasi dari virus. 10

Konsumsi oksigen oleh bakteri akan menyebabkan keadaan hipoksia di dalam sinus dan akan memberikan media yang menguntungkan untuk berkembangnya bakteri anaerob. Penurunan jumlah oksigen juga akan mempengaruhi pergerakan silia dan aktivitas keukosit. Sinusitis kronis dapat disebabkan oleh fungsi lapisan mukosilia yang tidak adekuat, obstruksi sehingga drainase tersebut terganggu dan terdapatnya beberapa bakteri pathogen. 6.3 Sinusitis kronik dan asma Keduanya memiliki patofisiologi yang sama yaitu memiliki proses dasar inflamasi yang sama-sama memiliki yaitu : 1. Mediator kimia : histamin, prostaglandin, D2, leukotrin, C4, D4, E4 2. Cytokine : interleukin ( 4, 5, 9, 13 ), CCL 11, TNF 3. Mediator selular : eosinofil, Th 2, limfosit 4. Sehingga keduanya sering disebut sebagai one airway.one disease 6.4 Infeksi pada gigi Hubungan yang dekat antara gigi maksilla belakang dengan sinus maksillaris telah menjadi pertimbangan untuk terjadinya sinusitis maksillaris. Dimana terjadi perjalaran lansung bakteri dari akar gigi ke sinus maksilla serta reaksi inflamasi dan reaksi imunologi dari akar gigi sendiri. Streptococcus pneumonia, Heamophillus influenza, Moraxella catharalis adalah yang paling sering menimbulkan sinusitis akut, sedangkan bakteri anaerob merupakan penyebab 67% kasus sinusitis kronis. 6.5 Polusi udara Polusi mengalami penumpukan di mukus selama inspirasi. Peningkatannya dapat menyebabkan iritasi secara kimia dan fisik yang menyebabkan reaksi inflamasi yang menyebabkan edema mukosa dan menghasilkan secret yang berlebihan. 6.6 Baro trauma Perjalanan menggunakan pesawat, menyelam, penggunaan oksigen hiperbarik adalah penyebab sering menimbulkan kerusakan jaringan yang berhubungan dengan perubahan tekanan yang terjadi dengan cepat (baro trauma). Pada baro 11

sinusitis, tekanan negatif ini terjadi karena ketidakseimbangan antara udara dalam rongga hidung dan udara dalam sinus. Tekanan negatif ini menyebabkan tekanan pembuluh darah mukosa edema, perdarahan mukosa dan submukosa dan perdarahan ke dalam sinus, hal ini menybabkan penyeimbangan suhu udara. 7. Diagnosis Penegakan diagnosis sinusitis secara umum: 7.1 Gejala dan Tanda : 1.Kriteria Mayor : Sekret nasal yang purulen Drenase faring yang purulen Purulent Post Nasal Drip Batuk

2.Kriteria Minor : Edem periorbital Sakit kepala Nyeri di wajah Sakit gigi Nyeri telinga Sakit tenggorok Nafas berbau Bersin-bersin bertambah sering Demam

12

7.2 Tes Diagnosa 1. Kriteria mayor Foto rontgeny (waters radiograph atau air fluid level) : penebalan lebih 50% dari antrum Coronal CT Scan : penebalan atau opaksifikasi dari mukosa sinus. Tes sitologi nasal (smear) : neutrofil dan bakteri Ultrasound 2. Kriteria minor

Kemungkinan terjadinya sinusitis jika : 1. Gejala dan tanda : 2 mayor, 1 minor dan 2 kriteria minor. 2. Tes diagnosa a. Transiluminasi Transiluminasi menggunakan angka sebagai parameternya. Transiluminasi akan menunjukkan angka 0 atau 1 apabila terjadi sinusitis (sinus penuh dengan cairan) b. Rontgen sinus paranasalis Sinusitis akan menunjukkan gambaran berupa 1. Penebalan mukosa, 2. Opasifikasi sinus ( berkurangnya pneumatisasi) 3. Gambaran air fluid level yang khas akibat akumulasi pus yang dapat dilihat pada foto waters. Bagaimanapun juga, harus diingat bhwa foto SPN 3 posisi ini memiliki kekurangan dimana kadang kadang bayangan bibir dapat dikacaukan dengan penebalan mukosa sinus. c. CT Scan CT Scan adalah pemeriksaan yang dapat memberikan gambaran yang paling baik akan adanya kelainan pada mukosa dan variasi antominya yang relevan untuk mendiagnosis sinusitis kronis maupun akut. 13 : 1 mayor = confirmatory, 1 minor = supuratif

7.3 Pemeriksaan Penunjang

Walaupun demikian, harus diingat bahwa CT Scan menggunakan dosis radiasi yang sangat besar yang berbahaya bagi mata. d. Sinoscopy Sinoscopy merupakan satu satunya cara yang memberikan informasi akurat tentang perubahan mukosa sinus, jumlah sekret yang ada di dalam sinus, dan letak dan keadaan dari ostium sinus. Yang menjadi masalah adalah pemeriksaan sinoscopy memberikan suatu keadaan yang tidak menyenangkan buat pasien. e. Pemeriksaan mikrobiologi Biakan yang berasal fari hidung bagian posterior dan nasofaring biasanya lebih akurat dibandingkan dengan biakan yang berasal dari hidung bagian anterior. Namun demikian, pengambilan biakan hidung posterior juga lebih sulit. Biakan bakteri spesifik pada sinusitis dilakukan dengan menagspirasi pus dari inus yang terkena. Seringkali diberikan suatu antibiotik yang sesuai untuk membasmi mikroorganisme yang lebih umum untuk penyakit ini. 8. Terapi10 Jika ditemukan faktor predisposisinya, maka dilakukan tata laksana yang

sesuai dan diberi terapi tambahan. Jika ada perbaikan maka pemberian antibiotik mencukupi 10-14 hari. Selain antibiotic pengobatan tambahan juga diperlukan seperti dekongestan dan mukolitik. Hal ini dapat mengurangi udem serta palut secret yang menyumbat ostium sehingga akan memudahkan bagi pengobatan definit untuk mecapai organ targetnya. Jika faktor predisposisi tidak ditemukan maka terapi sesuai pada episode akut lini II + terapi tambahan. Sambil menunggu ada atau tidaknya perbaikan, diberikan antibiotik alternative 7 hari atau buat kultur. Jika ada perbaikan teruskan antibiotik mencukupi 10-14 hari, jika tidak ada perbaikan evaluasi kembali dengan pemeriksaan naso-endoskopi, sinuskopi (jika irigasi 5 x tidak membaik). Jika ada obstruksi kompleks osteomeatal maka dilakukan tindakan bedah yaitu BSEF atau bedah konvensional. Jika tidak ada obstruksi maka evaluasi diagnosis. 14

Selain

antibiotic

pengobatan

tambahan

juga

diperlukan

seperti

dekongestan dan mukolitik. Hal ini dapat mengurangi udem serta palut secret yang menyumbat ostium sehingga akan memudahkan bagi pengobatan definit untuk mecapai organ targetnya. Diatermi gelombang pendek di daerah sinus yang sakit. Pada sinusitis maksila dilakukan pungsi dan irigasi sinus, sedang sinusitis Pembedahan

ethmoid, frontal atau sfenoid dilakukan tindakan pencucian Proetz.

Radikal a. b. c. Sinus maksila dengan operasi Cadhwell-luc. Sinus ethmoid dengan ethmoidektomi. Sinus frontal dan sfenoid dengan operasi Killian. Non Radikal a. bedah Sinus Endoskopik Fungsional (BSEF). Prinsipnya dengan membuka

dan membersihkan daerah kompleks ostiomeatal. Dan bila keadaan sinusitis yang kronik berhubugan dengan keadaan alergi atau rhinitis alergi maka, penatalaksanaannya antara lain : Hindari alergen Medikamentosa. Pengobatan medikamentosa tergantung dari lama dan berat-ringannya gejala. Obat yang biasa digunakan adalah antihistamin H1 generasi I, antihistamin H1 generasi II, dan bila terdapat gejala hidung tersumbat dapat ditambah pseudoefedrin.

15

Pada rinitis alergi persisten, bisa diberikan antihistamin generasi II (setirizin) jangka lama. Bila gejala tidak membaik dapat diberikan kortikosteroid intranasal misalnya mometason atau flutikason. Tindakan bedah. Tindakan bedah hanya dilakukan pada kasus-kasus selektif misalnya sinusitis dengan air-fluid level atau deviasi septum nasi. . Komunikasi dengan pasien dan orangtua diperlukan agar pemeriksaan berkala dilakukan dan pemberian obat dapat disesuaikan dengan fluktuasi gejala, mengingat rinitis Alergi adalah penyakit kronik yang gejalanya akan hilang timbul. Pada gejala yang menetap dan berat, diperlukan penilaian menyeluruh dan tatalaksana lanjut, antara lain imunoterapi. 9. Komplikasi7,8,10 CT-Scan penting dilakukan dalam menjelaskan derajat penyakit sinus dan derajat infeksi di luar sinus, pada orbita, jaringan lunak dan kranium. Pemeriksaan ini harus rutin dilakukan pada sinusitis refrakter, kronis atau berkomplikasi. 1. Komplikasi orbita Sinusitis ethmoidalis merupakan penyebab komplikasi pada orbita yang tersering. Pembengkakan orbita dapat merupakan manifestasi ethmoidalis akut, namun sinus frontalis dan sinus maksilaris juga terletak di dekat orbita dan dapat menimbulkan infeksi isi orbita. 2. Mukokel Mukokel adalah suatu kista yang mengandung mukus yang timbul dalam sinus, kista ini paling sering ditemukan pada sinus maksilaris, sering disebut sebagai kista retensi mukus dan biasanya tidak berbahaya.

16

Dalam sinus frontalis, ethmoidalis dan sfenoidalis, kista ini dapat membesar dan melalui atrofi tekanan mengikis struktur sekitarnya. Kista ini dapat bermanifestasi sebagai pembengkakan pada dahi atau fenestra nasalis dan dapat menggeser mata ke lateral. Dalam sinus sfenoidalis, kista dapat menimbulkan diplopia dan gangguan penglihatan dengan menekan saraf didekatnya. Piokel adalah mukokel terinfeksi, gejala piokel hampir sama dengan mukokel meskipun lebih akut dan lebih berat. Prinsip terapi adalah eksplorasi sinus secara bedah untuk mengangkat semua mukosa yang terinfeksi dan memastikan drainase yang baik atau obliterasi sinus. 3. Komplikasi Intra Kranial Meningitis akut, salah satu komplikasi sinusitis yang terberat adalah meningitis akut, infeksi dari sinus paranasalis dapat menyebar sepanjang saluran vena atau langsung dari sinus yang berdekatan, seperti lewat dinding posterior sinus frontalis atau melalui lamina kribriformis di dekat sistem sel udara ethmoidalis. Abses dura, adalah kumpulan pus diantara dura dan tabula interna kranium, sering kali mengikuti sinusitis frontalis. Proses ini timbul lambat, sehingga pasien hanya mengeluh nyeri kepala dan sebelum pus yang terkumpul mampu menimbulkan tekanan intra kranial. Abses subdural adalah kumpulan pus diantara duramater dan arachnoid atau permukaan otak. Gejala yang timbul sama dengan abses dura. Abses otak, setelah sistem vena, dapat mukoperiosteum sinus terinfeksi, maka dapat terjadi perluasan metastatik secara hematogen ke dalam otak. Terapi komplikasi intra kranial ini adalah antibiotik yang intensif, drainase secara bedah pada ruangan yang mengalami abses dan pencegahan penyebaran infeksi. 4. Osteomielitis dan abses subperiosteal

17

Penyebab tersering osteomielitis dan abses subperiosteal pada tulang frontalis adalah infeksi sinus frontalis. Nyeri tekan dahi setempat sangat berat. Gejala sistemik berupa malaise, demam dan menggigil

DAFTAR PUSTAKA 1. Mangunkusumo E, Soetjipto D. Sinusitis. Dalam buku ajar ilmu kesehatan telinga hidung tenggorok kepala dan leher. FKUI. Jakarta 2007. Hal 150-3 2. PERHATI. Fungsional endoscopic sinus surgery. HTA Indonesia. 2006. Hal 1-6 3. http://www.geocities.com.sg/articles/RSUP Fatmawati.html. Diakses tanggal 25 Februari 2012 4. http://www.mayo fondation for medical education.com.sg/articles/sinus infections problems.html. Diakses tanggal 25 Februari 2012 5. Pletcher SD, Golderg AN. 2003. The Diagnosis and Treatment of Sinusitis. In advanced Studies in Medicine. Vol 3 no.9. PP. 495-505 Wikipedia. Sinusitis. Diakses dari www.medicastore.org/sinusitis 6. Adams, Boies, Highler. Dalam buku ajar penyakit THT.EGC. Jakarta 1997. Hal 240-259. 7. Wikipedia. Sinusitis. Diakses dari www.wikipedia.org/wiki/sinusitis 8. Endang Mangunkusumo. Alergi sebagai penyulit sinusitis. Dalam simposium PKB Bagian THT FKUI-RSCM. April 2003 9. Endang Mangunkusumo, Nusjirwan Rifki, Sinusitis, dalam Eviati, nurbaiti, editor, Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan Leher, Balai Penerbit FK UI, Jakarta, 2002, 121 125 10. http://www.majalah-farmacia.com/rubrik/one_news.asp?IDNews=163

18

11. Bagian Ilmu Penyakit Telinga-hidug dan Tenggorokan Fakultas Kedokteran Universitas HAsanuddin Makssar Sulawesi Selatan. Kumpulan Naskah Lengkap Kursus, Pelatihan Dan Demo Bedah Sius Endoskopik Fungsional. FK Unahas. Makassar. 2000

19

Anda mungkin juga menyukai