Anda di halaman 1dari 45

BAB I PENDAHULUAN Syok merupakan suatu keadaan kegawat daruratan yang ditandai dengan kegagalan perfusi darah ke jaringan,

sehingga mengakibatkan gangguan metabolisme sel. Dalam keadaan berat terjadi kerusakan sel yang tak dapat dipulihkan kembali (syok irreversibel). Oleh karena itu penting untuk mengenali keadaan-keadaan tertentu yang dapat mengakibatkan syok, gejala ini berguna untuk penegakan diagnosis yang cepat dan tepat untuk selanjutnya dilakukan suatu penatalaksanaan yang sesuai.1 Renjatan adalah diagnosa klinis yang terjadi karena berbagai sebab. Renjatan merupakan kegawatan medik dengan morbiditas dan mortalitas yang tinggi (>20%) yang membutuhkan penanganan segera. Kelambatan penanganan dapat menyebabkan kematian atau terjadinya gejala sisa. Gejala awal shock pada anak tidak sama dengan dewasa karena fungsi organ dan kemampuan kompensasi tubuh yang relative berbeda sesuai perkembangan usia.2 Syok merupakan gejala yang kompleks, tidak hanya satu organ saja yang mendapatkan dampaknya tapi bisa seluruh tubuh juga terkena. Kegagalan fungsi organ ini disebabkan karena kegagalan fungsi sirkulasi yang bersifat akut dan ditandai oleh perfusi organ dan jaringan yang tidak adequat.1,2 Saat ini, syok pada anak kebanyakan terjadi karena hipovolemia. Syok kardiogenik bisa saja terjadi karena kerusakan pada primer pada miokardnya sehingga menyebabkan gangguan perfusi jaringan dan penghantaran oksigen ke jaringan. Syok anfilaktik, syok septik dan syok neurogenik lebih jarang terjadi pada anak-anak. Meskipun telah dicapai beberapa kemajuan dalam penanganannya, namun syok tetap menyebabkan morbiditas dan mortalitas yang serius pada anak.1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. Definisi Syok adalah suatu sindrom klinis kegagalan akut fungsi sirkulasi yang menyebabkan ketidakcukupan perfusi jaringan dan oksigenasi jaringan, dengan akibat gangguan mekanisme homeostasis.1 Syok juga dapat didefinisikan sebagai gangguan sistem sirkulasi yang menyebabkan tidak adekuatnya perfusi dan oksigenasi jaringan. Bahaya syok adalah tidak adekuatnya perfusi ke jaringan atau tidak adekuatnya aliran darah ke jaringan. Jaringan akan kekurangan oksigen dan bisa cedera. Syok lazim ditemukan pada anak.2,3 2. Etiologi Etiologi syok dapat diklasifikasikan sebagai berikut3: a. Syok hipovolemik (berkurangnya volume sirkulasi darah): Kehilangan darah, misalnya perdarahan Kehilangan plasma, misalnya luka bakar Dehidrasi: cairan yang masuk kurang (misalnya puasa lama), cairan keluar yang banyak (misalnya diare, muntah-muntah, fistula, obstruksi usus dengan penumpukan cairan di lumen usus). b. Syok kardiogenik (kegagalan kerja jantungnya sendiri): Kardial o Penyakit jantung iskemik, seperti infark; o Obat-obat yang mendepresi jantung; o Gangguan irama jantung, seperti aritmia; Non-kardial o Embolus pulmonal o Tamponade jantung karena darah atau eksudat di perikard
2

o Gagal napas, hipertensi pulmonal o Perikarditis dengan tekanan di perikard o Tension pneumothorax c. Syok neurogenik (reaksi vasovagal berlebihan) Suhu panas dengan banyak orang Terkejut, takut, atau nyeri Anesthesia lumbal/spinal Trauma tulang belakang

d. Syok septik Infeksi sistemik

e. Syok anafilaksis Reaksi hipersensitifitas terhadap suatu antigen

3. Patofisiologi Terdapat tiga faktor yang dapat mempertahankan tekanan darah pada keadaan fisiologis normal, yaitu2,4,5: a. Pompa jantung Jantung harus berkontraksi secara efisien. b. Volume sirkulasi darah Darah akan dipompa oleh jantung ke dalam arteri dan kapiler-kapiler jaringan. Setelah oksigen dan zat nutrisi diambil oleh jaringan, sistem vena akan mengumpulkan darah dari jaringan dan mengalirkan kembali ke jantung. Apabila volume sirkulasi berkurang maka dapat terjadi syok. c. Tahanan pembuluh darah perifer Tahanan pembuluh darah perifer yang dimaksud adalah pembuluh darah kecil, yaitu arteriole-arteriole dan kapiler-kapiler. Bila tahanan pembuluh darah perifer meningkat, artinya terjadi vasokonstriksi pembuluh darah kecil. Bila tahanan pembuluh darah perifer rendah, berarti terjadi vasodilatasi. Rendahnya tahanan pembuluh darah perifer dapat mengakibatkan penurunan tekanan darah. Darah akan berkumpul pada

pembuluh darah yang mengalami dilatasi sehingga aliran darah balik ke jantung menjadi berkurang dan tekanan darah akan turun. Pada keadaan syok keseimbangan tiga hal diatas terganggu. Pada jantung yang infark, pompa jantung tidak efisien maka cardiac output yang dihasilkan akan rendah. Pada keadaan trauma yang berat dan terjadi perdarahan, maka volume sirkulasi akan turun yang akan membuat suplai oksigen pada jaringan perifer semakin sulit. Pada suhu yang panas, saat sebagian besar pembuluh darah berdilatasi maka aliran darah yang kembali ke jantung (preload) akan berkurang. Pada keadaan-keadaan ketidakseimbangan inilah muncul syok. Keadaan syok akan melalui tiga tahapan mulai dari tahap kompensasi (masih dapat ditangani oleh tubuh), dekompensasi (sudah tidak dapat ditangani oleh tubuh), dan ireversibel (tidak dapat pulih).2,3,4,5 a. Fase 1 : kompensasi Pada fase ini fungsi-fungsi organ vital masih dapat dipertahankan melalui mekanisme kompensasi tubuh dengan meningkatkan reflek simpatis, yaitu meningkatnya resistensi sistemik dimana terjadi distribusi selektif aliran darah dari organ perifer non vital ke organ vital seperti jantung, paru dan otak. Tekanan darah sistolik tetap normal sedangkan tekanan darah sistolik meningkat akibat peninggian resistensi arteriol sistemik (tekanan nadi menyempit). Untuk mencukupi curah jantung maka jantung mengkompensasi secara temporer dengan meningkatkan frekuensi jantung. Disamping itu terdapat peningkatan sekresi vasopressin dan renin angiotensin aldosteron yang akan mempengaruhi ginjal untuk menahan natrium dan air dalam sirkulasi. Manifestasi klinis yang tampak berupa takikardia, gaduh gelisah, kulit pucat dan dingin dengan pengisian kapiler (capillary refilling) yang melambat > 2 detik.2,4,5

Gambar 2.1 Skema mekanisme kompensasi b. Fase II : Dekompensasi. Pada fase ini mekanisme kompensasi mulai gagal mempertahankan curah jantung yang adekuat dan sistem sirkulasi menjadi tidak efisien lagi. Jaringan dengan perfusi yang buruk tidak lagi mendapat oksigen yang cukup, sehingga metabolisme berlangsung secara anaerobic yang tidak efisien. Alur anaerobic menimbulkan penumpukan asam laktat dan asam-asam lainnya yang berakhir dengan asidosis. Asidosis akan bertambah berat dengan terbentuknya asam karbonat intra selular akibat ketidakmampuan sirkulasi membuang CO2. Asidemia akan menghambat kontraktilitas otot jantung dan respons terhadap katekolamin. Akibat lanjut asidosis akan menyebabkan terganggunya mekanisme pompa natrium dan kalium ditingkat selular, akibatnya integritas membrane sel terganggu, fungsi lisosom dan mitokondria akan memburuk yang dapast berakhir dengan kerusakan sel. Lambatnya aliran darah dan kerusakan reaksi rantai kinin serta system koagulasi dapat memperburuk keadaan syok dengan timbulnya agregasi tombosit dan pembentukan trombus disertai tendensi perdarahan. Pada syok juga terjadi pelepasan mediator-vaskular antara lain histamin, serotonin, sitokin (terutama TNF=tumor necrosis factor dan interleukin 1), xanthin, oxydase yang dapat membentuk oksigen radikal serta PAF (platelets agregatin factor). Pelepasan mediator oleh makrofag merupakan adaptasi normal pada awal keadaan stress atau injury, pada keadan syok yang berlanjut justru dapat memperburuk keadaan karena terjadi

vasodilatasi arteriol dan peningkatan permeabilitas kapiler dengan akibat volume intravaskular yang kembali kejantung (venous return) semakin berkurang diserai timbulnya depresi miokard. Manifestasi klinis yang dijumpai berupa takikardia yang bertambah, tekanan darah mulai turun, perfusi perifer memburuk (kulit dingin dan capillary refill bertambah lama), oliguria, dan asidosis (laju nafas bertambah cepat dan dalam) dengan depresi susunan syaraf pusat (penurunan kesadaran).2,4,5

Gambar 2.2 Skema mekanisme dekompensasi c. Fase III : Irreversible Kegagalan mekanisme kompensasi tubuh menyebabkan syok terus berlanjut, sehingga terjadi kerusakan/kematian sel dan disfungsi sistem multi organ lainnya. Cadangan fosfat berenergi tinggi (ATP) akan habis terutama di jantung dan hepar, sintesa ATP yang baru hanya 2% / jam dengan demikian tubuh akan kehabisan energi. Kematian akan terjadi walaupun sistem sirkulasi dapat dipulihkan kembali. Manifestasi klinis berupa tekanan darah tidak terukur, nadi tak teraba, penurunan kesadaran semakin dalam (sopor-koma), anuria dan tanda-tanda kegagalan sistem organ lain.2,4,5

Gambar 2.3 Skema mekanisme irreversibel

Gambar 2.4 Skema patofisiologi syok 4. Manifestasi Klinis3,5 Sistem Kardiovaskuler Gangguan sirkulasi perifer - pucat, ekstremitas dingin. Kurangnya pengisian vena perifer lebih bermakna dibandingkan penurunan tekanan darah.

Nadi cepat dan halus. Tekanan darah rendah. Hal ini kurang bisa menjadi pegangan, karena adanya mekanisme kompensasi sampai terjadi kehilangan 1/3 dari volume sirkulasi darah.

Vena perifer kolaps. Vena leher merupakan penilaian yang paling baik. CVP rendah.

Sistem Respirasi Pernapasan cepat dan dangkal. Sistem saraf pusat Perubahan mental pasien syok sangat bervariasi. Bila tekanan darah rendah sampai menyebabkan hipoksia otak, pasien menjadi gelisah sampai tidak sadar. Obat sedatif dan analgetika jangan diberikan sampai yakin bahwa gelisahnya pasien memang karena kesakitan. Sistem Saluran Cerna Bisa terjadi mual dan muntah. Sistem Saluran Kencing Produksi urin berkurang. Normal rata-rata produksi urin pada anak adalah 1 2 ml/kg/jam. 5. Klasifikasi syok a. Syok Hipovolemik Hipovolemik berarti berkurangnya volume intravaskuler. Sehingga syok hipovolemik berarti syok yang disebabkan oleh berkurangnya volume intravaskuler. Di Indonesia shock pada anak paling sering disebabkan oleh gastroenteritis dan dehidrasi, dan shock perdarahan paling jarang, begitupun shock karena kehilangan plasma pada luka bakar dan shock karena translokasi cairan.5,6,7

Etiologi shock hipovolemik pada anak:7 Tabel 2.1 Etiologi syok hipovolemik
Intake kurang atau output kelebihan 1. Dehidrasi disebabkan: a. Intake yang kurang (minum kurang, anoreksia, hipodipsi karena hipotalamus terganggu. b. Output meningkat: Keringat banyak/insensible loss menigkat (hiperventilasi, panas tinggi) Osmotic dieresis (diabetes insipidus, defisiensi A.D.H, penyakit ginjal kronis) Kehilangan Na (Na loss nepropathy, pemakaian diuretic) Kehilangan melalui saluran percernaan (diare, ileostomi, muntah, fistula 2. Kehilangan darah - Trauma - Perdarahan gastrointestinal - Perdarahan intracranial 3. Kehilangan plasma Luka bakar Peritonitis Translokasi cairan 1. Intraintestinal (ileus paralitik, hirschprung) 2. Asites dan edema (sindroma nefrotik)

Patofisiologi Patofisiologi sangat berhubungan dengan penyakit primer dari syok. Namun secara umum bila terjadi penurunan tekanan darah maka tubuh akan mengadakan respon untuk mempertahankan sirkulasi dan perfusi yang adekuat pada organ-organ vital melalui reflex neurohumoral. Integritas sirkulasi tergantung pada volume darah yang beredar, tonus pembuluh darah, dan sistem pompa jantung. Gangguan dari salah satu fungsi tersebut dapat menyebabkan terjadinya syok. Bila terjadi syok hipovolemik maka mekanisme kompensasi yang terjadi adalah melalui7:
9

1. Baroreseptor Reseptor ini mendapat rangsangan dari perubahan tegangan dalam pembuluh darah. Bila terjadi penurunan tekanan darah maka rangsangan terhadap baroreseptor akan menurun, sehingga rangsangan yang dikirim baroreseptor ke pusat juga berkurang sehingga akan terjadi: Penurunan rangsangan terhadap cardioinhibitor centre Penurunan hambatan terhadap pusat vasomotor Akibat dari kedua hal tersebut maka akan terjadi

vasokonstriksi dan takikardia. Baroreseptor ini terdapat di sinus karotikus, arkus aorta, atrium kiri dan kanan, ventrikel kiri dan dalam sirkulasi paru. Baroreseptor sinus karotikus merupakan baroreseptor perifer yang paling berperan dalam pengaturan tekanan darah. 2. Kemoreseptor Respon baroreseptor mencapai respon maksimal bila tekanan darah menurun sampai 60mmHg, maka yang bekerja adalah kemoreseptor, yang terangsang bila terjadi hipoksia dan asidosis jaringan. Akibat rangsangan kemoreseptor ini adalah vasokonstriksi yang luas dan rangsangan pernafasan. 3. Cerebral ischkemic reseptor Bila aliran darah ke otak menurun sampai <40mmHg maka akan terjadi sympathetic discharge massif. Respon dari reseptor di otak ini lebih kuat dari pada reseptor-reseptor perifer . 4. Reseptor humoral Bila terjadi hipovolemik/ hipotensi maka tubuh akan mengeluarkan hormone-hormon stress seperti epinefrin, glucagon, dan kortisol yang merupakan hormone yang mempunyai efek kontra

10

dengan insulin. Akibat dari pengeluaran dari hormone ini adalah terjadinya takikardia, vasokonstriksi dan hiperglikemi. Vasokonstriksi diharapkan akan meningkatkan tekanan darah perifer dan preload, isi sekuncup dan curah jantung. Sekresi ADH oleh hipofisis posterior juga meningkat sehingga pengeluaran air dari ginjal dapat dikurangi. 5. Retensi air dan garam oleh ginjal Bila terjadi hipoperfusi ginjal maka akan terjadi pengeluaran rennin oleh apparatus jukstaglomerulus yang merubah angiotensin menjadi angiotensin I. Angiotensin I ini oleh converting enzyme dirubah menjadi angiotensin II yang mempunyai sifat: Vasokonstriksi kuat Merangsang pengeluaran aldosteron sehingga meningkatkan reabsorbsi natrium di tubulus ginjal. Menigkatkan sekresi vasopressin.
Volume sirkulasi

Preload
Volume sekuncup

Baroreseptor, kemoreseptor, cerebral ischemic reseptor Cardio inhibitor center dihambat Output simpatetik meningkatkat,output parasimpatetik menurun HR, kontraktilitas otot jantung , vasokonstriksi 11 Ginjal Angiotensi, vasopressin, aldosteron Aktivasi cardiostimulator center

Gambar 3.1 Refleks kardiovaskular pada hipotensi

6. Autotransfusi Autotransfusi adalah suatu mekanisme didalam tubuh untuk mempertahankan agar volume dan tekanan darah tetap stabil. Dalam keadaan normal terdapat keseimbangan antara jumlah cairan intravascular yang keluar ke ekstravaskular atau sebaliknya. Hal ini tergantung pada keseimbangan antara tekanan hidrostatik intravascular akan menurun maka akan terjadi aliran cairan dari ekstra ke intravascular sehingga tekanan darah dapat dipertahankan. Hal ini tergantung dari kecepatan hilangnya cairan, bila proses hilangnya cairan tubuh cepat maka proses ini tidak akan mampu menaikkan tekanan darah. Akibat dari semua ini maka akan terjadi: Vasokonstriksi yang luas Vasokonstriksi yang paling kuat terjadi pada pembu;uh darah skeletal, splancnic dan kulit, sedang pada pembuluh darah otak dan koronaria tidak terjadi vasokonstriksi, nahkan aliran darah pada kelenjar adrenal meningkat sebagai usaha kompensasi

12

tubuh utuk meningkatkan respon katekolamin pada syok. Vasokonstriksi ini menyebabkan suhu tubuh perifer menjadi dingin dan kulit menjadi pucat. Sebagai akibat vasokonstriksi ini maka tekanan distolik akan meningkat pada fase awal, sehingga tekanan nadi menyempit, tetapi bila proses berlanjut ini tidak dapat dipertahankan dan tekanan datah akan semakin menurun sampai tidak teratur. Takikardia Iskemia jaringan akan menyebabkan metabolism anaerobic dan terjadi asidosis metabolik Hipovolemia menyebabkan aliran darah menjadi lambat sehingga keseimbangan pertukaran O2 dan Co2 kedalam pembuluh darah lama dan kaibatnya terjadi perbedaan yang besar antara tekanan O2 dan CO2 arteri danvena. Akibat dari hipoksia dan berkurangnya nutrisi kejaringan maka metabolisme menjadi metabolisme anaerobic yang tidak efektif dan hanya menghasilkan 2 ATP dari setiap molekul glukosa. Pada metabolism oerobik dengan oksigen dan nutrisi yang cukup dengan pemecahan 1 molukel glukosa akan menghasilkan 36 ATP. Akibat dari metabolism anaerobic ini akan terjadi penumpukan asam laktat dan pada khirnya metabolism tidak akan mampu lagi menyediakan energy yang cukup untuk mempertahan homeostasis seluler, terjadi kerusakan popma ionic dinding sel, natrium masuk ke dalam sel dan kalium keluar sel sehingga terjadi akumulasi kalsium dalam sitosol, terjadi edema dan kematian sel. Pada akhirnya terjadi banyak kerusakan sel organ-organ tubuh atau terjadi kegagalan organ multiple dan renjatan yang ireversibel.7 Tubuh manusia berespon terhadap perdarahan akut dengan mengaktivasi sistem fisiologi utama sebagai berikut: sistem hematologi, kardiovaskuler, ginjal, dan sistem neuroendokrin.

13

Sistem hematologi berespon terhadap kehilangan darah yang berat dan akut dengan mengaktivasi kaskade koagulasi dan vasokonstriksi pembuluh darah (melalui pelelepasan tromboksan A2 lokal). Selain itu, platelet diaktivasi (juga melalui pelepasan tromboksan A2 lokal) dan membentuk bekuan darah immatur pada sumber perdarahan. Pembuluh darah yang rusak menghasilkan kolagen, yang selanjutnya menyebabkan penumpukan fibrin dan menstabilkan bekuan darah. Dibutuhkan waktu sekitar 24 jam untuk menyempurnakan fibrinasi dari bekuan darah dan menjadi bentuk yang sempurna. Sistem kardiovaskuler pada awalnya berespon terhadap syok hipovolemik dengan meningkatkan denyut jantung, meningkatkan kontraktilitas miokard, dan vasokonstriksi pembuluh darah perifer. Respon ini terjadi akibat peningkatan pelepasan norepinefrin dan penurunan ambang dasar tonus nervus vagus (diatur oleh baroreseptor di arcus caroticus, arcus aorta, atrium kiri, dan penbuluh darah pulmonal). Sistem kardiovaskuler juga berespon dengan mengalirkan darah ke otak, jantung, dan ginjal dengan mengurangi perfusi kulit, otot, dan traktus gastrointestinal. Sistem renalis berespon terhadap syok hemoragik dengan peningkatan sekresi renin dari apparatus juxtaglomeruler. Renin akan mengubah angiotensinogen menjadi angiotensin I, yang selanjutnya akan dikonversi menjadi angiotensin II di paru-paru dah hati. Angotensin II mempunyai 2 efek utama, yang keduanya membantu perbaikan keadaan pada syok hemoragik, yaitu vasokonstriksi arteriol otot polos, dan menstimulasi sekresi aldosteron dari korteks adrenal. Aldosteron bertanggungjawab pada reabsorbsi aktif natrium dan akhirnya akan menyebabkan retensi air.7 Sistem neuroendokrin berespon terhadap syok hemoragik dengan meningkatan Antidiuretik Hormon (ADH) dalam sirkulasi. ADH dilepaskan dari glandula pituitari posterior sebagai respon terhadap penurunan tekanan darah (dideteksi oleh baroreseptor) dan terhadap

14

penurunan konsentrasi natrium (yang dideteksi oleh osmoreseptor). Secara tidak langsung ADH menyebabkan peningkatan reabsorbsi air dan garam (NaCl) pada tubulus distalis, duktus kolektivus, dan lengkung Henle.7 Manifestasi klinis Tergantung pada penyakit primer penyebab syok, kecepatan dan jumlah cairan yang hilang, lama renjatan serta kerusakan jaringan yang terjadi, tipe dan stadium renjatan. Secara klinis perjalanan renjatan dapat dibagi dalam 3 fase yaitu fase kompensasi, dekomensasi, dan ireversibel.7

Tabel 3.2 Manifestasi Klinis Syok Hipovolemik


Tanda klinis Blood loss ( %) Heart rate Tekanan Sistolik Nadi/volume Capillary refill Kulit Pernafasan Kesadaran Kompensasi Sampai 25 Takikardia + Normal Normal/menurun Normal/meningkat 3-5 detik Dingin, pucat Takipneu Gelisah Dekompensasi 25 40 Takikardia ++ Normal/menurun Menurun + Meningkat > 5 detik Dingin/mottled Takipneu + Lethargi bereaksi Ireversible > 40 Taki/bradikardia Tidak terukur Menurun ++ Meningkat ++ Dingin+/deadly pale Sighing respiration Reaksi - / hanya terhadap nyeri

Diagnosis

15

Pada pemeriksaan fisik perlu dibedakan hipovolemik akibat kehilangan cairan keluar tubuh seperti pada diare atau perpindahan cairan ke ruang interstitial seperti pada demam berdarah dengue atau sepsis. Anak dengan kehilangan cairan ke luar tubuh akan menunjukkan tanda klasik dehidrasi seperti ubun-ubun besar cekung, mata cekung, mucosa kering, turgor kulit turun, capilary refill turun, akral dingin, dan penurunan kesadaran. Anak dengan perpindahan cairan ke ruang interstitial menunjukkan tanda gangguan perfusi seperti capilary refill lambat, akral dingin, dan penurunan status mental tanpa adanya tanda lain yang dijumpai pada anak dehidrasi. Tekanan darah akan menurun bila terjadi kehilangan cairan lebih dari 30%. Pada syok akibat perdarahan hipotensi biasanya terjadi bila kehilangan darah lebih dari 40% volume.7,8,9 Tabel 3.3 Perkiraan Kehilangan Cairan dan Darah Berdasarkan Presentasi Penderita

Pemeriksaan laboratorium7,8 Hemoglobin dan hematokrit

16

Pada fase awal renjatan syok karena perdarahan kadar Hb dan hematokrit masih tidak berubah, kadar Hb dan hematokrit akan menurun sesudah perdarahan berlangsung lama, karena proses autotransfusi. Hal ini tergantung dari kecepatan hilangnya darah yang terjadi. Pada syok karena kehilangan plasma atau cairan tubuh seperti pada DF atau diare dengan dehidrasi akatn terjadi haemokonsentrasi. Urin Produksi urin akan menuru, lebih gelap dan pekat. Berat jenis urin menigkat >1,020. Sering didapat adanya proteinuria Pemeriksaan BGA pH, PaO2, PaCO2 dan HCO3 darah menurun. Bila proses berlangsung terus maka proses kompensasi tidak mampu lagi dan akan mulai tampak tanda-tanda kegagalan dengan makin menurunnya pH dan PaO2 dan meningkatnya PaCO2 dan HCO3. Terdapat perbedaan yang jelas antara PO2 dan PCO2 arterial dan vena. Pemeriksaan elektrolit serum Pada renjatan sering kali didapat adanya gangguan keseimbangan elektrolit seperti hiponatremi, hiperkalemia, dan hipokalsemia terutama pada penderita dengan asidosis Pemeriksaan fungsi ginjal pemeriksaan BUN dan serum kreatinin penting pada renjatan terutama bila ada tanda-tanda gagal ginjal Pemeriksaan faal hemostasis Pemeriksaan yang lain untuk menentukan penyebab penyakit primer

17

Penatalaksanaan7,8,9 1. Bebaskan jalan nafas, oksigen, jika perlu bisa diberikan ventilator support. 2. Infus RL atau koloid 20 ml/kg BB dalam 10-15 menit, dapat diulang 2-3 kali. Bila akses vena sulit pada anak balita dapat dilakukan akses intraosseous di pretibia. Pada renjatan berat pemberian cairan dapat mencapai > 60 ml/kg BB dalam 1 jam. Bila resusitasi cairan sudah mencapai 2-3 kali tapi respons belum adekuat, maka dipertimbangkan untuk intubasi dan bantuan ventilasi. Bila tetap hipotensi sebaiknya dipasang kateter tekanan vena sentral (CVP). 3. Inotropik, indikasi : renjatan refrakter terhadap pemberian cairan, renjatan kardiogenik. Dopamin : 2-5 tg/kg BB/ menit.

Epinephrine : 0,1 g/KgBB/menit iv, dosis bisa ditingkatkan bertahap sampai efek yang diharapkan, pada kasus-kasus berat bisa sampai 2-3 g/kg BB/ menit.

Dobutamin : 5 g/KgBB/menit iv, ditingkatkan bertahap sampai 20 g/KgBB/menit iv.

Norepinephrine : 0,1 g/KgBB/menit iv, dapat ditingkatkan sampai efek yang diharapkan.

4. Kortikosteroid Kortikosteroid yang diberikan adalah hydrocortison dengan dosis 50 mg/KgBB iv bolus dilanjutkan dengan dosis yang sama dalam 24 jam secara continuous infusion.

18

Gambar 3.2 Bagan Penatalaksanaan Syok Hipovolemik.

Komplikasi7 - Gagal ginjal akut - ARDS (acute respiratory distress syndrome/shock lung) - Depresi miokard-gagal jantung

19

- Gangguan koagulasi/pembekuan - SSP dan Organ lain Evaluasi gejala sisa SSP sangat penting, mengingat organ ini sangat sensitif terhadap hipoksia yang dapat terjadi pada renjatan berkepanjangan. - Renjatan ireversibel.

b. Syok Kardiogenik Syok kardiogenik disebabkan oleh kegagalan fungsi pompa jantung yang mengakibatkan curah jantung menjadi berkurang atau berhenti sama sekali untuk memenuhi kebutuhan metabolisme. Syok kardiogenik ditandai oleh gangguan fungsi ventrikel, yang mengakibatkan gangguan berat pada perfusi jaringan dan penghantaran oksigen ke jaringan. Ventrikel kiri gagal bekerja sebagai pompa dan tidak mampu menyediakan curah jantung yang memadai untuk mempertahankan perfusi jaringan. Tujuan utama penanganan syok kardiogenik adalah curah jantung.1 Etiologi shock kardiogenik1 Infark miokard akut dengan kerusakan otot jantung Kerusakan katup jantung: stenosis mitral, insufisiensi mitral, stenosis katup aorta, insufisiensi katup aorta Gangguan irama jantung: atrial fibrilasi, ventrikular fibrilasi, ventrikular takhikardi Gangguan sistem konduksi hantaran listrik jantung: atrioventrikular blok, sinoaurikular blok. Patofisiologi Syok Kardiogenik Syok kardiogenik disebabkan oleh kegagalan faal pompa jantung yang mengakibatkan curah jantung menjadi kecil atau berhenti sama

20

sekali. Secara mekanisme mungkin disebabkan oleh robeknya dinding ventrikel, regurgitasi oleh karena infark juga mengenai katub jantung, aritmia, atau disfungsi dari ventrikel kiri, kanan ataupun keduanya. Pada robeknya dinding ventrikel terjadi 3-6 hari sesudah infark diikuti dengan tamponade dan syok dan peninggian CVP serta tekanan baji pada arteri pulmonalis. Sedangkan regurgitasi dapat terjadi karena infark mengenai muskulus papilaris. Disfungsi dari ventrikel kanan dapat dilihat dari meningginya CVP sedangkan pada ventrikel kiri ditandai dengan edema paru. Kegagalan pompa jantung menyebabkan terjadinya penurunan curah jantung (cardiac output) dan menyebabkan kegagalan perfusi ke jaringan, akibatnya berbagai organ mengalami kekurangan oksigen sementara terjadi kompensasi tubuh untuk mempertahankan pengaliran darah ke otak.1,3 Gambar 2. Mekanisme Syok Kardiogenik pada Infark Miokard
Mekanisme Syok Kardiogenik pada Infark Miokard
Nekrosis Vetrikel kiri yang luas Disfungsi Miokardium Hipotensi Aritmia Cardiac Output Asidosis sistemik Aliran koroner menurun Hipoksia miokardium

Tekanan Atrium Kiri Tekanan Art. Pulmonalis

Tekanan Darah Arteri

Vasokonstriksi

Manifestasi Klinik

Syok kardiogenik dapat dipandang sebagai bentuk yang berat dari kegagalan ventrikel kiri. Penurunan kontraktilitas jantung mengurangi curah jantung dan meningkatkan volume dan tekanan akhir diastolik ventrikel kiri sehingga menyebabkan kongesti paru dan edema. Dengan menurunnya tekanan arteri sistemik, maka terjadi perangsangan baroreseptor pada aorta dan sinus karotikus. Perangsangan simpatoadrenal menimbulkan reflek vasokonstriksi, takikardi, dan
21

peningkatan

kontraktilitas

untuk

menambah

curah

jantung

dan

menstabilkan tekanan darah. Kontraktilitas akan terus meningkat melalui hukum starling melalui retensi natrium dan air. Jadi menurunnya kontraktilitas pada syok kardiogenik akan memulai respon kompensatorik yang meningkatkan beban akhir dan beban awal. Meskipun mekanisme ini pada mulanya akan meningkatkan tekanan arteri darah dan perfusi jaringan, namun efeknya terhadap miokard justru buruk karena meningkatkan beban kerja jantung dan kebutuhan oksigen miokard. Aliran darah koroner yang tidak memadai (terbukti dengan adanya infark) menyebabkan meningkatnya ketidakseimbangan antara kebutuhan dan suplai oksigen terhadap miokardium. Syok kardiogenik dicirikan oleh lingkaran setan ( vicious circle) dimana terjadi penurunan kontraktilitas miokardium (depression of myocardial contractility), biasanya karena iskemia, menyebabkan pengurangan cardiac output dan tekanan arteri (arterial pressure), dimana menghasilkan hipoperfusi miokardium dan iskemia lanjutan dan penurunan cardiac output. Disfungsi miokardial sistolik mengurangi stroke volume; dan bersama dengan disfungsi diastolik, memicu peninggian tekanan enddiastolic ventrikel kiri dan pulmonary capillary wedge pressure/PCWP (> 18 mmHg) seperti pada kongesti paru. Penurunan/pengurangan perfusi koroner memacu pemburukan iskemia, disfungsi miokardium progresif, dan spiral menurun yang cepat (rapid downward spiral), bilamana jika tidak diputus, seringkali menyebabkan kematian (Anurogo, 2009). Sindrom respon peradangan sistemik [systemic inflammatory response syndrome (SIRS)] dapat menyertai infark yang luas dan syok. Sitokin peradangan (inflammatory cytokines), inducible nitric oxide synthase (INOS), dan kelebihan nitric oxide dan peroxynitrite dapat berkontribusi terhadap asal-usul (genesis) syok kardiogenik sebagaimana yang mereka lakukan terhadap bentuk lain syok. Asidosis laktat dari perfusi jaringan yang buruk dan hipoksemia dari edem paru ( pulmonary

22

edema) dapat sebagai hasil dari kegagalan pompa dan kemudian berkontribusi terhadap lingkaran setan ini dengan memburuknya iskemia miokardium dan hipotensi. Asidosis berat (pH < 7,25) mengurangi daya kemanjuran/efektivitas (efficacy) yang secara endogen dan eksogen telah diberi katekolamin (catecholamines).1,.3,4 Manifestasi klinis Syok kardiogenik ditandai oleh hal-hal berikut5 : Tekanan arteri sistolik < 90 mmHg atau 30-60 mmHg dibawah batas bawah sebelumnya Adanya bukti penurunan aliran darah ke sistem organ-organ utama : o Keluaran urin < 20 ml/jam, biasanya disertai penurunan kadar natrium dalam urin o Vasokonstriksi perifer yang disertai gejala kulit dingin dan lembab o Gangguan fungsi mental

Indeks jantung < 2,1 L/menit/m2 Keluhan Utama Syok Kardiogenik o Oliguri (urin < 20 mL/jam). o Mungkin ada hubungan dengan IMA (infark miokard akut). o Nyeri substernal seperti IMA.

Diagnosis syok kardiogenik adalah berdasarkan:

Tanda Penting Syok Kardiogenik Tensi turun < 80-90 mmHg. Takipneu dan dalam. Takikardi. Nadi cepat, kecuali ada blok A-V. Tanda-tanda bendungan paru: ronki basah di kedua basal paru. Bunyi jantung sangat lemah, bunyi jantung III sering terdengar.

23

Sianosis. Diaforesis (mandi keringat). Ekstremitas dingin. Perubahan mental. Diagnosis Syok kardiogenik dapat didiagnosa dengan mengetahui adanya tanda-tanda syok dan dijumpai adanya penyakit jantung, seperti infark miokard yang luas, gangguan irama jantung, rasa nyeri daerah torak, atau adanya emboli paru, tamponade jantung, kelainan katub atau sekat jantung. Syok kardiogenik ditandai dengan tekanan sistolik rendah (kurang dari 90mHg), diikuti menurunnya aliran darah ke organ vital 5,8,9:
1. Produksi urin kurang dari 20 ml/jam 2. Gangguan mental, gelisah, sopourus 3. Akral dingin 4. Aritmia

yang

serius,

berkurangnya

aliran

darah

koroner,

meningkatnya laktat kardial.


5. Meningkatnya adrenalin, glucose, free fatty acid cortisol, rennin,

angiotensin plasma serta menurunnya kadar insulin plasma. Pada keadaan lanjut akan diikuti hipoksemia primer ataupun sekunder, hipovolemia, terjadi dan karena asidosis ketidakseimbangan metabolik. ventilasi-perfusi, merupakan Hipovolemia

komplikasi yang sering terjadi pada syok kardiogenik, disebabkan oleh meningkatnya redistribusi cairan dari intravaskular keinterstitiel, stres akut, ataupun penggunaan diuretika. Kriteria hemodiamik syok kardiogenik adalah hipotensi terus menerus (tekanan darah sistolik < 90 mmHg lebih dari 90 menit) dan bekurangnya cardiac index (<2,2/menit per m2) dan meningginya tekanan kapiler paru (>15 mmHg). 5,8

24

Diagnosis dapat juga ditegakkan sebagai berikut5,8,9: 1. Tensi turun : sistolis < 90 mmHg atau menurun lebih dari 30-60 mmHg dari semula, sedangkan tekanan nadi < 30 mmHg. 2. Curah jantung, indeks jantung < 2,1 liter/menit/m2. 3. Tekanan di atrium kanan (tekanan vena sentral) biasanya tidak turun, normal, rendah sampai meninggi. 4. Tekanan diatrium kiri (tekanan kapiler baji paru) rendah sampai meninggi. 5. Resistensi sistemis. 6. Asidosis. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan yang segera dilakukan5,8,9 :
-

Serum elektrolit, fungsi ginjal dan fungsi hepar. Jumlah sel darah merah, leukosit (infeksi), trombosit (koagulopati) Enzim Jantung (Creatinine Kinase, troponin, myoglobin, LDH) Analisa gas darah arteri, dapat menggambarkan keseimbangan asam basa
dan kadar oksigen. Defisit basa penting, menggambarkan kejadian dan derajat renjatan, harus dipantau terus selama resusitasi.

Pemeriksaan serial kadar laktat, menggambarkan hipoperfusi dan prognosis.

Pemeriksaan yang harus direncanakan EKG, ekokardiografi. foto polos dada

Komplikasi Syok Kardiogenik


1. Cardiopulmonary arrest

2. Disritmi 3. Gagal multisistem organ


4. Stroke

5. Tromboemboli

25

Penatalaksanaan Syok Kardiogenik 5,8,9: 1. Pastikan jalan nafas tetap adekuat, bila tidak sadar sebaiknya dilakukan intubasi. 2. Berikan oksigen 8 - 15 liter/menit dengan menggunakan masker untuk mempertahankan PO2 70 - 120 mmHg 3. Rasa nyeri akibat infark akut yang dapat memperbesar syok yang ada harus diatasi dengan pemberian morfin. 4. Koreksi hipoksia, gangguan elektrolit, dan keseimbangan asam basa yang terjadi. 5. Bila mungkin pasang CVP. 6. Pemasangan kateter Swans Ganz untuk meneliti hemodinamik. Medikamentosa 8,9 :
1. Morfin sulfat 4-8 mg IV, bila nyeri. 2. Anti ansietas, bila cemas. 3. Digitalis, bila takiaritmi dan atrium fibrilasi. 4. Sulfas atropin, bila frekuensi jantung < 50x/menit. 5. Dopamin

dan

dobutamin

(inotropik

dan

kronotropik),

bila

perfusi jantung tidak adekuat. Dosis dopamin 2-15 mikrogram/kg/m. Dobutamin 2,5-10 mikrogram/kg/m: bila ada dapat juga diberikan amrinon IV.
6. Norepinefrin 2-20 mikrogram/kg/m. 7. Diuretik/furosemid 40-80 mg untuk kongesti paru dan oksigenasi

jaringan.
8. Digitalis bila ada fibrilasi atrial atau takikardi supraventrikel.

c. Syok Septik Sepsis merupakan penyakit sistemik yang disebabkan oleh kumankuman atau bahan-bahan yang berasal dari atau dibuat oleh kumankuman. Organism yang paling sering menyebabkan syok septik dalah kuman gram negative. Tetapi syok juga bisa disebabkan oleh kuman

26

gram positif bahkan jamur, rickettsia dan bermacam-macam virus dapat menimbulkan syok yang sifatnya tidak banyak berbeda.10 Respon penderita terhadap pencetus yaitu masuknya kuman kedalam tubuh ditentukan oleh keadaan penderita sebelumnya. Kuman (pencetus Neuroendokrin Reaksi penderita Status imunologi

Kelainan metabolisme

Keadaan host sebelumnya: - Status volume darah - Status nutrisi - Status kompetensi miokard Faktor-faktor tersebut dibawah memegang peranan10: 1. Efek langsung yang disebabkan oleh kuman atau bahan-bahan terhadap system kardiovaskuler. 2. Kekacauan system metabolism 3. Efek kardiovaskuler terhadap produk-produk yang timbul secara sekunder karena infeksi antara lain: komplemen, koagulasi kalikrein dan bahan-bahan toksin. 4. Pelepasan bahan-bahan vasoaktif lain. 5. Mekanisme kompensasi penderita dan keadaan penderita sebelum terjadi sepsis Etiologi Syok sepsik dapat disebabkan oleh infeksi bakteri gram negatif 70% (Pseudomonas auriginosa, Klebsiella, Enterobakter, E. choli, Proteus). Infeksi bakteri gram positif 20-40% (Stafilokokus aureus, Stretokokus, Pneumokokus), infeksi jamur dan virus 2-3% ( Dengue Hemorrhagic Fever, Herpes viruses), protozoa (Malaria falciparum).

27

Sedangkan pada kultur yang sering ditemukan adalah Pseudomonas, disusul oleh Stapilokokus dan Pneumokokus. Syok sepsik yang terjadi karena infeksi gram negatif adalah 40% dari kasus, sedangkan gram positif adalah 5-15% dari kasus. Syok septik sering terjadi pada10: 1. Bayi baru lahir 2. Usia diatas 50 tahun 3. Penderita gangguan sistem kekebalan. Sindrom respon inflamasi sitemik (SIRS) yaitu respon tubuh terhadap inflamasi sistemik mencakup 2 atau lebih keadaan berikut 1,10: Suhu > 38 0C Frekuensi jantung > 90 kali/menit Frekuensi nafas > 20 kali/menit atau PaCO2 < 32 mmHg Leukosit darah > 12.000/ mm3, < 4000/mm3 atau stab > 10%

Sepsis merupakan suatu keadaan klinis berkaitan dengan infeksi dengan manifestasi SIRS. Sepsis berat merupakan sepsis yang disertai dengan disfungsi organ, hipoperfusi atau hipotensi termasuk asidosis laktat, oliguria dan penurunan kesadaran. Sepsis dengan hipotensi merupakan sepsis dengan tekanan darah sistolik <90 mmHg atau penurunan tekanan darah sistolik >40 mmHg dan tidak ditemukan penyebab hipotensi Renjatan septik merupakan sepsis dengan hipotensi meskipun telah diberikan resusitasi cairan secara adekuat atau memerlukan vasopressor untuk mempertahankan tekanan darah dan perfusi organ.10 Patofisiologi Terjadinya syok septik dapat melalui dua cara yaitu aktivasi lintasan humoral dan aktivasi cytokines. Lipopolisakarida (LPS) yang terdapat pada dinding bakteri gram negatif dan endotoksinnya serta komponen dinding sel bakteri gram positif dapat mengaktifkan10: 1. Sistem komplemen,

28

2. Membentuk kompleks LPS dan protein yang menempel pada sel monosit, 3. Faktor XII (Hageman faktor). Sistem komplemen yang sudah diaktifkan akan merangsang netrofil untuk saling mengikat dan dapat menempel ke endotel vaskuler, akhirnya dilepaskan derivat asam arakhidonat, enzim lisosom superoksida radikal, sehingga memberikan efek vasoaktif lokal pada mikrovaskuler yang mengakibatkan terjadi kebocoran vaskuler. Di samping itu sistem komplemen yang sudah aktif dapat secara langsung menimbulkan meningkatnya efek kemotaksis, superoksida radikal, ensim lisosom. LBP-LPS monosit kompleks dapat mengaktifkan cytokines, kemudian cytokines akan merangsang neutrofil atau sel endotel, sel endotel akan mengaktifkan faktor jaringan PARASIT-INH-1. Sehingga dapat mengakibatkan vasodilatasi pembuluh darah dan Disseminated Intravascular Coagulation (DIC). Cytokines dapat secara langsung menimbulkan demam, perobahan-perobahan metabolik dan perobahan hormonal.10

29

Gambar 3.3 Skema patofisiologi syok sepsis Faktor XII (Hageman factor) akan diaktivasi oleh peptidoglikan dan asam teikot yang terdapat pada dinding bakteri gram positif. Faktor XII yang sudah aktif akan meningkatkan pemakaian faktor koagulasi sehingga terjadi DIC. Faktor XII yang sudah aktif akan mengubah prekallikrein menjadi kalikrein, kalikrein mengubah kininogen sehingga terjadi pelepasan hipotensive agent yang potensial bradikinin, bradikinin akan menyebabkan vasodiltasi pembuluh darah. Terjadinya kebocoran kapiler, akumulasi netrofil dan perubahan perubahan metabolik, perubahan hormonal, vasodilatasi, DIC akan menimbulkan sindroma sepsis. Hipotensi respiratory distress syndrome, multiple organ failure akhirnya kematian.10 Manifestasi Klinis Karena terdapat banyak jenis syok septik, maka sulit untuk menggolongkan keadaan tersebut. Beberapa gejala antara lain8,10: 1. Demam tinggi 2. Seringkali vasodilatasi nyata di seluruh tubuh, terutama pada jaringan yang terinfeksi. 3. Curah jantung yang tinggi pada sekitar separuh penderita, disebabkan oleh adanya vasodilatasi di jaringan yang terinfeksi dan oleh derajat metabolik yang tinggi dan vasodilatasi di tempat lain dalam tubuh, akibat dari rangsangan toksin bakteri terhadap metabolisme sel dan dari suhu tubuh yang tinggi. 4. Melambatnya aliran darah, mungkin disebabkan oleh aglutinasi sel darah merah sebagai respons terhadap jaringan yang mengalami degenerasi. 5. Pembentukan bekuan kecil di daerah yang luas dalam tubuh, keadaan yang disebut koagulasi intravaskular menyebar. Hal ini juga menyebabkan faktor-faktor pembekuan menjadi habis terpakai sehingga

30

timbul perdarahan di banyak jaringan, terutama dinding usus dan traktus intestinal. Pada tahap dini dari syok septik, biasanya pasien tidak memperlihatkan tanda-tanda kolaps sirkulasi tetapi hanya tanda-tanda infeksi bakteri. Setelah infeksi menjadi lebih hebat, sistem sirkulasi biasanya ikut terlibat baik secara langsung ataupun sebagai akibat sekunder dari toksin bakteri. Akhirnya sampailah pada suatu titik di mana kerusakan sirkulasi menjadi progresif serupa dengan yang terjadi di seluruh jenis syok lainnya. Tahap akhir dari syok septik tidak banyak berbeda dengan tahap akhir syok hemoragik, meskipun faktor-faktor pencetusnya sangat berlainan pada kedua macam syok tersebut. Diagnosis Pemeriksaan darah menunjukkan jumlah sel darah putih yang banyak atau sedikit, dan jumlah faktor pembekuan yang menurun. Jika terjadi gagal ginjal, kadar hasil buangan metabolik (seperti urea nitrogen) dalam darah akan meningkat. Analisa gas darah menunjukkan adanya asidosis dan rendahnya konsentrasi oksigen. Pemeriksaan EKG jantung menunjukkan ketidakteraturan irama jantung, menunjukkan suplai darah yang tidak memadai ke otot jantung. Biakan darah dibuat untuk menentukan bakteri penyebab infeksi.8,10 Penatalaksanaan8,10 1. Memberantas infeksi : Meningitis, umur > 1 bulan Ampiciline 300 400 mg/KgBB/hari dibagi 6 dosis Chloramphenicol 100 mg/KgBB/hari dibagi 4 dosis Resiko tinggi infeksi gram negatif kombinasi aminoglikosida dan derivat penisilin

31

Moxalactam, cefotaxime, ceftazidime dan cephalosporin generasi III untuk infeksi gram negatif aerob dan anaerob

Jamur Candida dapat diberikan amphotericin B Dosis 0.25 0.30 mg/KgBB/hari dalam waktu 3 6 jam Dosis dapat dinaikkan perlahan-lahan 0.1 0.25 mg/KgBB sampai 0.5 1.0 mg/KgBB/hari (maksimal 50 mg/hari) dan diberikan selama 10 14 hari Pemakaian Antibiotik. Setelah diagnosa sepsis ditegakkan,

antibiotik harus segera diberikan, dimana sebelumnya harus dilakukan kultur darah, cairan tubuh, dan eksudat. Pemberian antibiotik tak perlu menunggu hasil kultur. Untuk pemilihan antibiotik diperhatikan dari mana kuman masuk dan dimana lokasi infeksi, dan diberikan terapi kombinasi untuk gram positif dan gram negatif. Indikasi terapi kombinasi yaitu: Sebagai terapi pertama sebelum hasil kultur diketahui. Pasien yang dapat imunosupresan, khususnya dengan netropeni. Dibutuhkan efek sinergi obat untuk kuman yang sangat pathogen (pseudomonas aureginosa, enterococcus).

2. Mempertahankan perfusi jaringan yang adekuat : a. Pemberian cairan & pengaturan keseimbangan asam basa : Ringer laktat 10 20 ml/KgBB/beberapa menit sampai 1 jam untuk memperbaiki volume cairan intravaskuler b. Kadar protein total 4.5 gr/100 ml dapat diberikan FFP c. Tekanan vena sentral 5 6 cmH2O dengan hipotensi diberi cairan kristaloid lagi 10 20 ml/KgBB selama 10 menit
d. Tekanan vena sentral 6 10 cmH2O cairan kristaloid 5 10

ml/KgBB sampai tekanan vena sentral mencapai 10 15 cmH2O

32

e. Transfusi darah bila Ht 3% untuk mempertahankan Ht antara 35 40 % f. Sodium bikarbonat digunakan untuk koreksi gangguan asam basa. Jika dalam keadaan darurat diberi 1 2 mEq/KgBB dengan kecepatan 1 mEq/kgBB/menit g. Obat-obat vasoaktif diberikan bila curah jantung tetap rendah walaupun pemberian cairan sudah adekuat atau bila ada edema paru diberikan: Golongan xanthine (aminophyllin) Glucagon Cardiac glucocide, digitalis dan derivatnya h. Golongan steroid yang diberikan : Dexamethasone 1 3 mg/kgBB atau Methyl prednisolon 30 mg/kgBB setiap 4-6 jam selama 72 jam 3. Ventilasi a. Jalan nafas harus bebas b. Oksigenasi yang adekuat c. Bila ada tanda-tanda kegagalan pernafasan akut : Hiperventilasi Hipoksemia berat Hiperkapnea d. Bila terjadi adult respiratory distress syndrome bisa diberikan ventilator mekanik 4. Pengobatan supportif Nutrisi dengan tinggi kalori protein, dan pemberian mineral Bila ada gagal ginjal dipertimbangkan dialisis peritoneal Koreksi komponen darah (FFP atau trombosit) d. Syok Anafilaktif

33

Adalah suatu reaksi anafilaksis berat yang disertai dengan insufisiensi sirkulasi. Anafilaksis merupakan kondisi alergi di mana curah jantung dan tekanan arteri seringkali menurun dengan hebat.11 Etiologi 1,3,4,11 Makanan : kacang, telur, susu, ikan laut, buah. Allergen immunotherapy Gigitan atau sengatan serangga Obat-obat : penicillin, sulpha, immunoglobin (IVIG), serum, NSAID Latex Vaksin Exercise induce Anafilaksis idiopatik : anafilaksis yang terjadi berulang tanpa diketahui penyebabnya meskipun sudah dilakukan evaluasi/observasi dan challenge test, diduga karena kelainan pada sel mast yang menyebabkan pengeluaran histamine. Patofisiologi 1,3,4,11 Anafilaksis adalah reaksi sistemik yang disebabkan oleh antigen khusus yang bereaksi dengan molekul IgE pada permukaan sel mast dan basofil yang menyebabkan pengeluaran segera beberapa mediator yang kuat. Satu efek utamanya adalah menyebabkan basofil dalam darah dan sel mast dalam jaringan prekapiler melepaskan histamin atau bahan seperti histamin. Histamin selanjutnya menyebabkan 1. Kenaikan kapasitas vaskular akibat dilatasi vena 2. Dilatasi arteriol yang mengakibatkan tekanan arteri menjadi sangat menurun, dan 3. Kenaikan luar biasa pada permeabilitas kapiler dengan hilangnya cairan dan protein ke dalam ruang jaringan secara cepat. Hasil akhirnya merupakan suatu penurunan yang luar biasa pada aliran balik

34

vena dan seringkali menimbulkan syok serius sehingga pasien meninggal dalam beberapa menit. Mediator ini menyebabkan timbulnya gejala-gejala urtikaria, angioedema, spasme bronkus, spasme laring, meningkatnya permeabilitas pembuluh darah, vasodilatasi, dan nyeri/kolik abdomen. Jika seseorang sensitif terhadap suatu antigen dan kemudian terjadi kontak lagi terhadap antigen tersebut, akan timbul reaksi hipersensitivitas. Antigen yang bersangkutan terikat pada antibodi dipermukaan sel mast sehingga terjadi degranulasi, pengeluaran histamin, dan zat vasoaktif lain. Keadaan ini menyebabkan peningkatan permeabilitas dan dilatasi kapiler menyeluruh. Terjadi hipovolemia relatif karena vasodilatasi yang mengakibatkan syok, sedangkan peningkatan permeabilitas kapiler menyebabkan edem. Pada syok anafilaktik, bisa terjadi bronkospasme yang menurunkan ventilasi. Mekanisme anafilaksis melalui beberapa fase3,4 : a. Fase Sensitisasi, yaitu waktu yang dibutuhkan untuk pembentukan Ig E sampai diikatnya oleh reseptor spesifik pada permukaan mastosit dan basofil. Alergen yang masuk lewat kulit, mukosa, saluran nafas atau saluran makan di tangkap oleh Makrofag. Makrofag segera mempresen-tasikan antigen tersebut kepada Limfosit T, dimana akan mensekresikan sitokin (IL-4, IL-13) yang menginduksi Limfosit B berproliferasi menjadi sel Plasma (Plasmosit). Sel plasma memproduksi Immunoglobulin E (Ig E) spesifik untuk antigen tersebut. Ig E ini kemudian terikat pada receptor permukaan sel Mast (Mastosit) dan basophil. b. Fase Aktivasi, yaitu waktu selama terjadinya pemaparan ulang dengan antigen yang sama. Mastosit dan Basofil melepaskan isinya yang berupa granula yang menimbulkan reaksi pada paparan ulang . Pada kesempatan lain masuk alergen yang sama ke dalam tubuh. Alergen yang sama tadi akan diikat oleh Ig E spesifik dan memicu terjadinya reaksi segera yaitu pelepasan mediator vasoaktif antara lain histamin,

35

serotonin, bradikinin dan beberapa bahan vasoaktif lain dari granula yang di sebut dengan istilah preformed mediators. Ikatan antigenantibodi merangsang degradasi asam arakidonat dari membran sel yang akan menghasilkan Leukotrien (LT) dan Prostaglandin (PG) yang terjadi beberapa waktu setelah degranulasi yang disebut Newly formed mediators. c. Fase Efektor adalah waktu terjadinya respon yang kompleks (anafilaksis) sebagai efek mediator yang dilepas mastosit atau basofil dengan aktivitas farmakologik pada organ organ tertentu. Histamin memberikan efek bronkokonstriksi, meningkatkan permeabilitas kapiler yang nantinya menyebabkan edema, sekresi mukus dan vasodilatasi. Serotonin meningkatkan permeabilitas vaskuler dan bradikinin menyebabkan kontraksi otot polos. Platelet activating factor (PAF) berefek bronchospasme dan meningkatkan permeabilitas vaskuler, agregasi dan aktivasi trombosit. Beberapa faktor kemotaktik menarik eosinofil dan neutrofil. Prostaglandin yang dihasilkan menyebabkan bronchokonstriksi, demikian juga dengan Leukotrien. Manifestasi Klinis 8,9,11 Reaksi timbul dalam beberapa detik atau menit sesudah paparan allergen. Gejala kardiovaskular : hipotensi/renjatan Gejala saluran nafas : sekret hidung, hidung gatal, udema hipopharing/laring, gejala asma. Kulit : pruritus, erithema, urtikaria dan angioedema. Gejala Intestinal : kolik abdomen, kadang-kadang disertai muntah dan diare. Gejala SSP : pusing, sincope, gangguan kesadaran sampai koma. Diagnosis11 a. Anamnesis : mendapatkan zat penyebab anafilaksis (injeksi, minum obat, disengat hewan, makan sesuatu atau setelah test kulit ), timbul

36

biduran mendadak, gatal dikulit, suara parau sesak ,sekarnafas, lemas, pusing, mual,muntah sakit perut setelah terpapar sesuatu. b. Fisik diagnostik Keadaan umum : baik sampai buruk Kesadaran: Composmentis sampai Koma Tensi : Hipotensi, Nadi :Tachycardi, Kepala dan leher : cyanosis, dispneu, conjunctivitis, lacrimasi, edema periorbita, perioral, rhinitis Thorax aritmia sampai arrest Pulmo Bronkospasme, stridor, rhonki dan wheezing, Abdomen : Nyeri tekan, BU meningkat Ekstremitas : Urticaria, edema. Tambahan Hematologi : Pemeriksaan darah

c. Pemeriksaan

menunjukkan jumlah sel darah putih yang banyak atau sedikit, dan jumlah faktor pembekuan yang menurun. Jika terjadi gagal ginjal, kadar hasil buangan metabolik (seperti urea nitrogen) dalam darah akan meningkat. Hitung sel meningkat hemokonsentrasi, trombositopenia eosinophilia naik/normal/turun. Biakan darah dibuat untuk menentukan bakteri penyebab infeksi d. X foto : Hiperinflasi dengan atau tanpa atelektasis karena mukus plug, e. EKG : Gangguan konduksi, atrial dan ventrikular disritmia atau menunjukkan ketidakteraturan irama jantung, menunjukkan suplai darah yang tidak memadai ke otot jantung. f. Analisa gas darah menunjukkan adanya asidosis dan rendahnya konsentrasi oksigen Penatalaksanaan8,11 1. Resusitasi (A, B, C)

37

2. Adrenalin 1% : 0,01 ml/kgBB diberikan intramuskuler. Bila tidak ada perbaikan, diulang 10 15 menit kemudian (maksimal 3 kali) 3. Infus RL/NaCl 0,9 % atau cairan koloid 20 ml/kgBB bila dengan adrenalin belum menunjukkan perbaikan perfusi jaringan. 4. Bronkodilator pada penderita yang menunjukkan gejala seperti asma. Aminophylline intravena atau adrenergic bronkodilator (albuterol, terbutalin) parenteral atau nebulizer. 5. Antihistamin :

Diphenhydramine 2 mg/kgBB im atau iv atau 5 mg/kgBB per oral. Chlortrimeton untuk gejala-gejala kulit seperti urtikaria,

angioderma, pruritus 6. Kortikosteroid : hydrcortisone 6 8 mg/kgBB/6 8 jam Kortikosteroid hanya diberikan pada renjatan refrakter, urtiaria persisten, atau angioderma yang masih menetap setelah fase akut teratasi.

e. Syok Neurogenik Syok neurogenik merupakan kegagalan pusat vasomotor. Syok neurogenik terjadi karena hilangnya tonus pembuluh darah secara mendadak di seluruh tubuh. Syok neurogenik juga dikenal sebagai syok spinal. Bentuk dari syok distributif, hasil dari perubahan resistensi pembuluh darah sistemik yang diakibatkan oleh cidera pada sistem saraf (seperti: trauma kepala, cedera spinal, atau anestesi umum yang dalam).1,6 Etiologi Penyebabnya antara lain5 :

38

1. Trauma medula spinalis dengan quadriplegia atau paraplegia (syok spinal). 2. Rangsangan hebat yang kurang menyenangkan seperti rasa nyeri hebat pada fraktur tulang. 3. Rangsangan pada medula spinalis seperti penggunaan obat anestesi spinal/lumbal. 4. Trauma kepala (terdapat gangguan pada pusat otonom). 5. Suhu lingkungan yang panas, terkejut, takut. Patofisiologi Syok neurogenik termasuk syok distributif dimana penurunan perfusi jaringan dalam syok distributif merupakan hasil utama dari hipotensi arterial karena penurunan resistensi pembuluh darah sistemik (systemic vascular resistance). Sebagai tambahan, penurunan dalam efektifitas sirkulasi volume plasma sering terjadi dari penurunan venous tone, pengumpulan darah di pembuluh darah vena, kehilangan volume intravaskuler dan intersisial karena peningkatan permeabilitas kapiler. Akhirnya, terjadi disfungsi miokard primer yang bermanifestasi sebagai dilatasi ventrikel, penurunan fraksi ejeksi, dan penurunan kurva fungsi ventrikel. Pada keadaan ini akan terdapat peningkatan aliran vaskuler dengan akibat sekunder terjadi berkurangnya cairan dalam sirkulasi. Syok neurogenik mengacu pada hilangnya tonus simpatik (cedera spinal). Gambaran klasik pada syok neurogenik adalah hipotensi tanpa takikardi atau vasokonstriksi kulit. Syok neurogenik terjadi karena reaksi vasovagal berlebihan yang mengakibatkan vasodilatasi menyeluruh di regio splanknikus, sehingga perfusi ke otak berkurang. Reaksi vasovagal umumnya disebabkan oleh suhu lingkungan yang panas, terkejut, takut atau nyeri. Syok neurogenik bisa juga akibat rangsangan parasimpatis ke jantung yang memperlambat kecepatan denyut jantung dan menurunkan rangsangan simpatis ke pembuluh darah. Misalnya pingsan mendadak akibat gangguan emosional. Pada penggunaan anestesi spinal, obat

39

anestesi melumpuhkan kendali neurogenik sfingter prekapiler dan menekan tonus venomotor. Pasien dengan nyeri hebat, stress, emosi dan ketakutan meningkatkan vasodilatasi karena mekanisme reflek yang tidak jelas yang menimbulkan volume sirkulasi yang tidak efektif dan terjadi sinkop, syok neurogenik disebabkan oleh gangguan persarafan simpatis descendens ke pembuluh darah yang mendilatasi pembuluh darah dan menyebabkan terjadinya hipotensi dan bradikardia.3,5 Manifestasi Klinis Hampir sama dengan syok pada umumnya tetapi pada syok neurogenik terdapat tanda tekanan darah turun, nadi tidak bertambah cepat, bahkan dapat lebih lambat (bradikardi) kadang disertai dengan adanya defisit neurologis berupa quadriplegia atau paraplegia . Sedangkan pada keadaan lanjut, sesudah pasien menjadi tidak sadar, barulah nadi bertambah cepat. Karena terjadinya pengumpulan darah di dalam arteriol, kapiler dan vena, maka kulit terasa agak hangat dan cepat berwarna kemerahan.3,5 Diagnosis Hampir sama dengan syok pada umumnya tetapi pada syok neurogenik terdapat tanda tekanan darah turun, nadi tidak bertambah cepat, bahkan dapat lebih lambat (bradikardi) kadang disertai dengan adanya defisit neurologis berupa quadriplegia atau paraplegia.3,5 Diagnosis Banding Diagnosis banding syok neurogenik adalah sinkop vasovagal. Keduanya sama-sama menyebabkan hipotensi karena kegagalan pusat pengaturan vasomotor tetapi pada sinkop vasovagal hal ini tidak sampai menyebabkan iskemia jaringan menyeluruh dan menimbulkan gejala syok. Diagnosis banding yang lain adalah syok distributif yang lain seperti syok septik, syok anafilaksi. Untuk syok yang lain biasanya sulit

40

dibedakan tetapi anamnesis yang cermat dapat membantu menegakkan diagnosis.3,5 Penatalaksanaan Konsep dasar untuk syok distributif adalah dengan pemberian vasoaktif seperti fenilefrin dan efedrin, untuk mengurangi daerah vaskuler dengan penyempitan sfingter prekapiler dan vena kapasitan untuk mendorong keluar darah yang berkumpul ditempat tersebut.5,8 1. Baringkan pasien dengan posisi kepala lebih rendah dari kaki (posisi Trendelenburg). 2. Pertahankan jalan nafas dengan memberikan oksigen, sebaiknya dengan menggunakan masker. Pada pasien dengan distress respirasi dan hipotensi yang berat, penggunaan endotracheal tube dan ventilator mekanik sangat dianjurkan. Langkah ini untuk menghindari pemasangan endotracheal yang darurat jika terjadi distres respirasi yang berulang. Ventilator mekanik juga dapat menolong menstabilkan hemodinamik dengan menurunkan penggunaan oksigen dari otot-otot respirasi. 3. Untuk keseimbangan hemodinamik, sebaiknya ditunjang dengan resusitasi cairan. Cairan kristaloid seperti NaCl 0,9% atau Ringer Laktat sebaiknya diberikan per infus secara cepat 250-500 cc bolus dengan pengawasan yang cermat terhadap tekanan darah, akral, turgor kulit, dan urin output untuk menilai respon terhadap terapi. 4. Bila tekanan darah dan perfusi perifer tidak segera pulih, berikan obatobat vasoaktif (adrenergik; agonis alfa yang indikasi kontra bila ada perdarahan seperti ruptur lien). 5. Pemberian obat-obatan Dopamin: Merupakan obat pilihan pertama. Pada dosis > 10 mcg/kg/menit, berefek serupa dengan norepinefrin. Jarang terjadi takikardi. Dosis dopamine yang diberikan 2,5-20 mcg/kg/menit

41

Norepinefrin: Efektif jika dopamin tidak adekuat dalam menaikkan tekanan darah. Monitor terjadinya hipovolemi atau cardiac output yang rendah jika norepinefrin gagal dalam menaikkan tekanan darah secara adekuat. Pada pemberian subkutan, diserap tidak sempurna jadi sebaiknya diberikan per infus. Obat ini merupakan obat yang terbaik karena pengaruh vasokonstriksi perifernya lebih besar dari pengaruh terhadap jantung (palpitasi). Pemberian obat ini dihentikan bila tekanan darah sudah normal kembali. Dosis pemberian Norepinefrin 0,05-2 mcg/kg/menit. Epinefrin : Pada pemberian subkutan atau im, diserap dengan sempurna dan dimetabolisme cepat dalam badan. Efek vasokonstriksi perifer sama kuat dengan pengaruhnya terhadap jantung Sebelum pemberian obat ini harus diperhatikan dulu bahwa pasien tidak mengalami syok hipovolemik. Perlu diingat obat yang dapat menyebabkan vasodilatasi perifer tidak boleh diberikan pada pasien syok neurogenik. Dosis pemberian Epinefrin 0,05-2 mcg/kg/menit. Dobutamin : Berguna jika tekanan darah rendah yang diakibatkan oleh menurunnya cardiac output. Dobutamin dapat menurunkan tekanan darah melalui vasodilatasi perifer. Dosis pemberian dobutamin 2,5-10 mcg/kg/menit.

42

BAB III KESIMPULAN Syok adalah suatu sindrom klinis kegagalan akut fungsi sirkulasi yang menyebabkan ketidakcukupan perfusi jaringan dan oksigenasi jaringan, dengan akibat gangguan mekanisme homeostasis.1 Keadaan syok akan melalui tiga tahapan mulai dari tahap kompensasi (masih dapat ditangani oleh tubuh), dekompensasi (sudah tidak dapat ditangani oleh tubuh), dan ireversibel (tidak dapat pulih).2,3 Langkah pertama untuk bisa menanggulangi syok adalah harus bisa mengenal gejala syok. Tidak ada tes laboratorium yang bisa mendiagnosa syok dengan segera. Diagnosa dibuat berdasarkan pemahaman klinik tidak adekuatnya perfusi organ dan oksigenasi jaringan.8 Langkah selanjutnya yang cukup penting dalam menanggulangi syok adalah berusaha mengetahui kemungkinan penyebab syok. Syok hipovolemik merupakan jenis syok yang paling sering terjadi. Syok kardiogenik, syok neurogenik, syok septik dan juga syok anafilaktik juga merupakan penyebab syok yang lain.8

43

DAFTAR PUSTAKA

1. Behrman et al. Nelson Textbooks Of Pediatrics. Ed.17. 2006 2. Guyton & Hall. Buku Ajar Fisiologi Edisi 11. EGC: Jakarta. 2006 3. Kosim, Sholeh et al. Buku ajar: neonatologi, ed 1, IDAI, Jakarta : 2008 4. Price, Sylvia A, Patofisiologi :Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, ed 4, EGC, Jakarta. 2007 5. Arikan, Ayse A. Pediatric Shock. Signa Vitae 3(1): 13-23. 2008. Diunduh tanggal 04-03-2013 http://www.signavitae.com/attachments/051_SV %202008%203(1)%20%2013%20-%2023.pdf 6. Staff FKUI, 2005. Ilmu Kesehatan Anak jilid 3. Infomedika, Jakarta 7. Azis, A latief. Hypovolemic Shock in Children. Kapita Selekta Ilmu Kesehatan Anak IV. FK Unair RSU Dr. Soetomo Surabaya. 2005. Diunduh tanggal 04-03-2013. http://old.pediatrik.com/pkb/20060220-rf7ui3-pkb.pdf 8. Scwartz W. Pedoman Klinis Pediatri. EGC. Jakarta : 2005 9. WHO. Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit. 2011 10. Biban, Paolo et all. Early Recognition and Management of Septic Shock in Children. Pediatric Report Volume 4:e13. 2012. Diunduh tanggal 04-032013. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3357612/pdf/pr-2012-1e13.pdf

44

11. Resuscitation

Council

(UK).

Emergency

Treatment

Anaphylactic

Reactions. 2013. Diunduh tanggal 03-03-2013. http://www.resus.org.uk/pages/reaction.pdf

45

Anda mungkin juga menyukai