Anda di halaman 1dari 36

BAB I GLAUKOMA 1.

1 Latar Belakang Glaukoma merupakan penyakit yang ditandai dengan neuropati saraf optik dan defek lapangan pandang yang seringkali disebabkan karena peningkatan tekanan intraokuler. Glaukoma dapat mengganggu fungsi penglihatan dan bahkan pada akhirnya dapat mengakibatkan kebutaan. Para ahli mengklasifikasikan glaukoma menjadi tiga tipe, yaitu glaukoma sudut terbuka, glaukoma tertutup dan yang terakhir adalah childhood glaucoma. Pada tahap awal penyakit, tidak ditemukan gejala-gejala yang menandakan terjadinya peningkatan tekanan intraokuler. Hal ini biasa terjadi pada penderita glaukoma sudut terbuka. Para ahli memperkirakan kurang lebih setengah dari penderita glaukoma tidak menyadari bahwa proses penyakit sedang berlangsung sampai akhirnya terjadi pengecilan lapangan pandang yang ekstensif. Lain halnya dengan glaukoma sudut tertutup, umumnya ditemukan gejala berupa sakit kepala, rasa nyeri hebat di dalam mata terutama pada pagi hari, susah melihat sewaktu berpindah dari tempat terang ke tempat gelap, mual dan muntah. Seseorang dapat didiagnosis sebagai penderita glaukoma dengan melakukan serangkaian pemeriksaan, meliputi tonometri, oftalmoskopi, gonioskopi, pemeriksaan lapang pandang. Pada keadaan dimana seseorang dicurigai menderita glaukoma dilakukan tes provokasi, seperti tes minum air dan tes midriasis. Penatalaksanaan yang diterapkan kepada penderita, berupa medikamentosa, tindakan pembedahan, dan laser hanya ditujukan untuk memperlambat atau mencegah hilangnya penglihatan (kebutaan). Namun, berkurangnya lapang pandang yang telah terjadi tidak bisa dikembalikan. Glaukoma merupakan penyakit yang tidak dapat dicegah, namun bila diketahui secara dini dan diobati maka glaukoma dapat diatasi untuk mencegah kerusakan lebih lanjut. Penemuan dan pengobatan sebelum terjadinya gangguan penglihatan adalah cara terbaik untuk mengontrol glaukoma. Glaukoma dapat bersifat akut dengan gejala yang sangat nyata dan bersifat kronik yang hampir tidak

menunjukkan gejala, seorang dokter harus mampu mengenali gejala dan tanda glaukoma sehingga dapat memberikan penatalaksanaan yang tepat. Kebutaan menempati urutan ketiga diseluruh dunia sebagai ancaman yang menakutkan setelah kanker dan penyakit jantung koroner. Sebuah penelitian di Amerika menyebutkan sejumlah dua juta orang Amerika menderita glaukoma. Diantaranya, 889.000 orang terganggu penglihatannya yang ditandai dengan defek penglihatan yang bersifat kronis atau permanen. Sedangkan 67.150 orang telah dinyatakan buta yang ditandai dengan visus 20/200 atau lapangan pandang <20%. Penelitian ini juga menyebutkan bahwa setiap tahun sekitar 50.500 orang di Amerika menjadi buta akibat glaukoma. Badan Kesehatan Dunia (WHO) mneytakan bahwa angka kebutaan di Indonesia menduduki peringkat pertama untuk kawasan Asia Tenggara dimana angka kebutaan di Indonesia mencapai 1,5% atau sekitar 3 juta orang. Persentase itu melampaui negara Asia lainnya seperti Bangladesh dengan 1%, India 0,7% dan Thailand 0,3%. Menurut Survei Kesehatan Indera Penglihatan dan Pendengaran tahun 1993-1996, kebutaan tersebut disebabkan oleh katarak (0,78%), glaukoma (0,2%), kelainan refraksi (0,14%) dan penyakit lain yang berhubungan dengan usia lanjut (0,38%).

BAB II PEMBAHASAN

II.1

Anatomi dan Fisiologi

Korpus siliaris secara kasar berbentuk segitiga pada potongan melintang, membentang ke depan dari ujung anterior koroid ke pangkal iris (sekitar 6 mm). Korpus siliaris terdiri dari suatu zona anterior yang berombak-ombak, pars plana dan zona datar, pars plikata. Prosesus siliaris berasal dari kapiler-kapiler dan vena yang bermuara ke vena-vena korteks.Prosesus siliaris dan epitel siliaris berfungsi sebagai pembentuk akuos humor.

Gambar 1. Struktur Segmen Anterior. Komposisi Humor Akuos Humor Akuos adalah suatu cairan jernih yang mengisi kamera anterior dan posterior mata. Volumnya sekitar 250 ml/menit. Tekanannya sedikit lebih tinggi dari plasma. Komposisi serupa dengan plasma tetapi cairan ini memiliki komposisi askorbat, piruvat, dan laktat yang lebih tinggi dan protein, urea, dan glukosa yang lebih rendah. Pembentukan Akuos Humor akuos diproduksi oleh korpus silisre. Ultrafitrat plasma yang dihasilkan di stroma prosesus siliaris dimodifikasi oleh fungsi sawar dan prosesus sekretorius epitel siliaris.

Setelah masuk ke kamera anterior ke jalinan trabekular di sudut kamera anterior. Selama periode ini terjadi pertukaran diferensial komponen-komponen dengan darah dari iris. Peradangan atau trauma intraokuler menyebabkan peningkatan konsentrasi protein (humor akuos plasmoid) dan sangat mirip serum darah.

Gambar 3. Proses pembentukan akuos humor oleh epitel siliaris Aliran Keluar Humor Akuos Organ yang berperan pada outflow akuos pada sudut COA disebut trabekulum (trabecular meshwork). Struktur seperti ayakan yang terdiri dari tiga bagian yakni: uveal meshwork, korneoskleral dan meshworkendothelial meshwork (juxta canalicullar) Jalinan trabekula terdiri dari berkas-berkas jaringan kolagen dan elastis yang dibungkus oleh sel-sel trabekular yang membentuk suatu saringan dengan ukuran pori-pori semakin mengecil sewaktu mendekati kanalis schlemm. Kontraksi otot siliaris melalui insersinya ke dalam jalinan trabekula memperbesar ukuran pori-pori di jalinan tersebut sehingga kecepatan drainase akuos humor juga meningkat. Sejumlah kecil akuos humor keluar dari mata antara berkas otot siliaris dan lewat sela-sela sklera (aliran uvoskleral).

Gambar 4. Sirkulasi dan drainase Humor Akuos Glaukoma akan terjadi apabila cairan mata di dalam bola mata alirannya tidak seimbang antara produksi akuos dan aliran akuos keluar bola mata (outflow). II.2 Sebab Terjadinya Glaukoma Setiap hari mata memproduksi sekitar 1 sendok teh humor akuos yang menyuplai makanan dan oksigen untuk kornea dan lensa dan membawa produk sisa keluar dari mata melalui anyaman trabekulum ke Canalis Schlemm. Normalnya, produk dan drainase berjalan seimbang dengan tekanan intraokuler berkisar antara 12-22 mmHg. Bola mata yang mengandung banyak humor akuos akan mengembang di daerah yang paling lemah yaitu pada papil optik atau pada sklera tempat syaraf optik keluar. Syaraf optik yang membawa informasi penglihatan ke otak terdiri atas jutaan sel syaraf yang panjang. Serabut atau sel syaraf ini sangat tipis dengan diameter kira-kira 1/20.000 inci. Bila tekanan bola mata naik serabut syaraf ini akan tertekan dan rusak serta mati. Kematian sel tersebut akan mengakibatkan hilangnya penglihatan yang permanen.

Gambar 1. Normal dan abnormal aliran humor akuos (A). Aliran normal melalui anyaman trabekula (panah besar) dan rute uveasklera (panah kecil) dan anatomi yang berhubungan. Kebanyakan aliran humor akuos melewati anyaman trabekula. Setiap rute dialirkan ke sirkulasi vena mata. (B). Pada glaukoma sudut terbuka primer, aliran humor akuos melalui rute ini terhalang. (C). Pada glakuoma sudut tertutup, posisi abnormal iris sehingga memblok aliran humor akuos melewati sudut bilik mata depan (iridocorneal). Gambar dari: http://www.aafp.org/afp/20030501/1937.html Pada glaukoma sudut terbuka maupun tertutup cairan mata yang terus dihasilkan badan siliar selama 24 jam sehari pengeluarannya terganggu. Cairan mata yang berlebihan dalam bola mata akan meningkatkan tekanan bola mata. Tekanan bola mata yang tinggi akan menekan syaraf optik beserta seluruh serabut syaraf dan sel penglihatan yang disebut sebagai glaukoma. II.3 Faktor Risiko Terjadinya Glaukoma Beberapa faktor risiko yang dapat mengarah pada glaukoma adalah: 1. Epidemiologi - Glaukoma lebih banyak di alami oleh etnis Afrika dan Hispanics daripada orang kulit putih, insidennya bertambah sesuai dengan peningkatan usia. Risiko kulit hitam 7 kali dibanding orang kulit putih. - Pada etnis Asia, glaukoma sudut tertutup lebih sering dibanding sudut terbuka.

2.

Usia di atas 45 tahun

- Pada seluruh penelitian disebutkan prevalensi glaukoma sekitar 1% pada penduduk yang berusia 40 sampai 49 tahun, sementara pada usia 70 tahun, prevalensinya meningkat 10% pada orang kulit putih dan 20% pada etnis Afrika. 3. Keluarga dengan riwayat glaukoma (herediter) - Seseorang yang keluarganya menderita glaukoma memiliki risiko 4 kali lebih tinggi untuk mendapat glaukoma. 4. Penyakit sistemik lain seperti hipertensi dan diabetes - Hipertensi memiliki 6 kali lebih sering menderita glaukoma sementara diabetes memiliki risiko 2 kali lebih banyak dibanding orang dengan kadar gula darah terkontrol. 5. 6. Miopia berbakat untuk terjadi glaukoma sudut terbuka sementara hipermetropia memiliki kecenderungan menderita glaukoma sudut tertutup. Kortikosteroid inhalasi - Pada sebuah penelitian disebutkan pengunaan kortikosteroid inhalasi pada penderita asma atau kortikosteroid spray pada penderita rhinitis memiliki risiko untuk mengalami peningkatan tekanan intraokuler dan glaukoma sudut terbuka. Proses yang terjadi kemungkinan karena adanya hambatan pada drainase humor akuos. Sangat berguna untuk mendeteksi glaukoma secara dini pada penderita yang memiliki risiko tinggi. Penemuan dan pengobatan sebelum terjadinya gangguan penglihatan merupakan cara yang terbaik untuk mengontrol glaukoma. Bila seseorang termasuk ke dalam kelompok berisiko tinggi maka pemeriksaan perlu lebih sering dilakukan. Menurut American Academy of Ophtalmology (AAO), screening penderita glaukoma sebagai bagian dari pemeriksaan mata secara menyeluruh yang profesional pada orang dewasa adalah cara yang paling efektif untuk mendiagnosis glaukoma. 6 Seorang dokter umum sebaiknya merujuk pasien dengan faktor risiko atau diduga menderita glaukoma kepada spesialis mata untuk menjalani berbagai pemeriksaan, termasuk perimetri dan funduskopi, sebab penderita glaukoma sudut terbuka seringkali menunjukkan pengukuran tekanan intraokuler yang normal. 8

Tabel 1. Glaukoma : Indikasi klinik untuk merujuk ke ahli mata Tujuan Merujuk Indikasi Klinik Screening pasien dengan risiko Orang kulit hitam yang berusia 40 tahun tinggi Orang kulit putih yang berusia 65 tahun Keluarga dengan riwayat glaukoma Riwayat penyakit hipertensi, diabetes dan miopia tinggi Peningkatan TIO dengan tonometri Evaluasi pasien dengan tersangka Kecurigaan peningkatan rasio C/D > 0,5 dengan glaucoma funduskopi Abnormalitas yang nyata pada lapang pandangan Dikutip dari: http://www.aafp.org/afp/20030501/1937.html II.4 Jenis-Jenis Glaukoma Dua tipe utama glaukoma adalah glaukoma sudut terbuka primer dan glaukoma sudut tertutup. Glaukoma ini ditandai dengan peningkatan tekanan intraokuler atau tekanan dalam mata. Glaukoma sekunder merupakan glaukoma yang disebabkan karena penyakit lain yang menyebabkan peningkatan tekanan intraokuler yang diikuti dengan kerusakan syaraf optik dan kehilangan penglihatan. Ada juga glaukoma bertekanan rendah dengan tekanan intraokuler tidak pernah lebih besar dari 22 mmHg. Berikut dipaparkan mengenai jenis-jenis glaukoma. II.4.1 Glaukoma Sudut Terbuka Glaukoma sudut terbuka merupakan jenis yang paling banyak ditemui, mengenai sekitar 3 juta orang penduduk Amerika Serikat (hampir 90% dari kasus glaukoma di Amerika Serikat). Pada glaukoma sudut terbuka cairan mata setelah melalui pupil masuk ke dalam bilik mata depan dan tidak dapat melalui anyaman trabekulum. Glaukoma sudut terbuka seringkali tidak memberikan gejala. Penderita tidak menyadari menderita glaukoma karena tidak memberikan keluhan. Pada akhir dari penyakit biasanya pasien baru mengeluh pada dokter penglihatannya kabur. Benda yang terletak di bagian sentral masih terlihat jelas tetapi yang di perifer tidak terlihat sama sekali. Tekanan bola mata yang > 25 mmHg terus-menerus akan merusak syaraf optik 9

sehingga sering disebut maling penglihatan, tetapi walaupun tekanan bola mata sudah teratasi, penglihatan yang telah hilang tidak dapat diperbaiki lagi. Pada pemeriksaan dengan gonioskopi terlihat sudut bilik mata depan tempat mengalirnya cairan mata keluar terbuka lebar, bendungan cairan mata untuk keluar disebabkan karena rusaknya fungsi sel trabekula atau jumlahnya yang berkurang karena bertambahnya usia. Pendapat lain juga menyebutkan adanya gangguan pada enzim trabekula. Glaukoma sudut terbuka primer merupakan penyakit kronik yang tidak dapat diobati hanya dapat diperlambat progresivitasnya dengan pengobatan.

Gambar dari: Atlas Ilmu Penyakit Mata karangan Sidarta Ilyas II.4.2 Glaukoma Sudut Tertutup Terdapat dua tipe glaukoma sudut tertutup yaitu akut dan kronik. Glaukoma sudut tertutup terjadi karena adanya aposisi iris perifer terhadap serabut mesenkim yang mengakibatkan berkurangnya drainase humor akuos ke sudut bilik depan.

Glaukoma sudut tertutup biasanya bersifat: - Herediter - Lebih sering pada pasien rabun dekat (hipermetropia) 10

- Bilik mata depan dangkal sehingga makin dekat hubungan iris dengan tepi kornea - Pada gonioskopi terlihat iris menempel pada tepi kornea - Bila tekanan mata tinggi iris akan lebih terdorong ke depan sehingga makin menutup jalan keluar cairan mata dan akibatnya dapat menimbulkan serangan glaukoma akut Adapun suatu keadaan yang dinamakan Glaukoma Absolut yang merupakan stadium terakhir suatu glaukoma dengan kebutaan total. Apabila disertai nyeri yang tidak tertahan, dapat dilakukan suntikan alkohol retrobulber atau cyclocryotherapy. A. Glaukoma Sudut Tertutup Akut Pada glaukoma sudut tertutup tipe akut tekanan bola mata naik secara tiba-tiba akibat terjadinya penutupan pengaliran keluar cairan mata secara mendadak. Tekanan mendadak ini akan memberikan rasa sakit yang hebat terutama pada sisi mata yang mendapat serangan akut. Beberapa gejala lain yang timbul yaitu rasa mual dan muntah, mata menjadi merah, kornea keruh dan edematous, penglihatan kabur disertai adanya halo. Kasus akut ini sering ditemukan dokter di ruang gawat darurat rumah sakit. Serangan glaukoma dapat terjadi pada keadaan: - Ruang gelap (bioskop) yang memungkinkan pupil melebar - Memakai obat yang melebarkan pupil, atau obat-obat tertentu seperti anti depresan, antihistamin dan anti muntah Glaukoma akut merupakan keadaan darurat dimana penglihatan tidak akan kembali bila tekanan tidak dapat diatasi dalam beberapa jam.

B. Glaukoma Sudut Tertutup Kronik Tidak semua dengan glaukoma sudut tertutup akan mengalami serangan akut. Glaukoma ini berjalan perlahan tanpa adanya peringatan, keluhan sering tidak jelas sehingga penderita datang terlambat untuk mendapatkan perawatan dokter. Pada glaukoma sudut tertutup kronik ini iris berangsur-angsur menutupi jalan keluar tanpa gejala yang nyata. Pada keadaan ini perlahan-lahan terbentuk jaringan parut antara iris dan jalan keluar cairan mata. Tekanan bola mata akan naik bila terjadi gangguan jumlah cairan keluar akibat bertambahnya jaringan parut. 11

II.4.3 Glaukoma Sekunder Glaukoma ini terjadi karena keadaan kesehatan lainnya, seperti: - Katarak imatur atau hipermatur Katarak imatur menimbulkan glaukoma karena lensa mencembung akibat menyerap air sehinga mendorong iris ke depan yang akan menutup sudut bilik mata, sementara pada katarak hipermatur akibat lensa yang matang, bahan lensa akan keluar dari kapsulnya dan menutupi jalan keluar cairan pada sudut bilik mata (glaukoma fakolitik). - Cedera atau trauma pada mata Cedera pada mata dapat mengakibatkan perdarahan ke dalam bilik mata depan (hifema) yang menutupi cairan mata keluar. - Uveitis Uveitis dapat mengakibatkan perlengketan antara iris dengan lensa (sinekia posterior) atau perlengketan antara pangkal iris dan tepi kornea (goniosinekia). - Tumor di dalam mata - Diabetes yang mengakibatkan glaukoma neovaskuler Glaukoma neovaskuler selalu berhubungan dengan abnormalitas yang lain, terutama diabetes, glaukoma neovaskuler tidak pernah berdiri sendiri. Terbentuk pembuluh darah baru menghambat aliran cairan mata menuju ke jaringan trabekula. Glaukoma tipe ini sangat sulit diterapi.

Tabel Diagnosis diferensial dari glaukom fakomorfik Glaukoma fakomorfik Sub akut, penurunan tajam penglihatan perlahan, bentukan katarak, konfigurasi sudut iridokornea yang teratur, penutupan 12

sudut yang menetap walau telah diterapi Galukoma Sudut tertutup primer dengan iridotomi Nyeri akut, nasea, penurunan penglihatan yang cepat, biasanya dapat sembuh dengan iridotomi

Gambar dari: Atlas Ilmu Penyakit Mata karangan Sidarta Ilyas II.4.4 Glaukoma Bertekanan Rendah atau Glaukoma Normotensif Glaukoma normotensif atau dikenal juga dengan glaukoma bertekanan rendah adalah glaukoma dengan kerusakan syaraf optik tanpa peningkatan tekanan intraokuler mata, tekanan normal antara 10-20 mmHg. Penyebabnya sering tidak diketahui.

13

Penelitian labih lanjut terus dilakukan untuk mengetahui kenapa tekanan intraokuler yang normal dapat menyebabkan kerusakan syaraf optik. Riwayat keluarga menderita glaukoma, etnik Jepang dan memiliki penyakit kardiovaskuler memiliki risiko lebih besar menderita glaukoma normotenif. Di Amerika Utara diketahui prevalensi glaukoma ini lebih banyak menyerang wanita. II.4.5 Glaukoma pada Usia Muda Schele mengemukakan pembagian glaukoma pada usia muda yaitu: Glaukoma infantum: yang dapat tampak pada waktu lahir atau pada umur 1-3 tahun dan menyebabkan pembesaran bola mata karena elastisitasnya. Bola mata membesar mengikuti meningginya TIO. Glaukoma juvenil: didapatkan pada anak yang lebih besar (usia 3 tahun remaja atau dewasa muda). Glaukoma kongenital mulai terlihat sejak lahir dan kebanyakan didiagnosis dalam tahun-tahun pertama kehidupan. Glaukoma kongenital dan infantil dapat tidak disertai kelainan pada mata lain (primer) dan dapat terjadi pasca trauma, pasca operasi ataupun karena proses radang. Glaukoma kongenital primer dapat disebabkan karena gagal atau tidak terbentuknya anyaman trabekulum dan seringkali ditemukan adanya pola herediter (diduga bersifat autosomal resesif). Pengobatan atau pembedahan sangat perlu segera dilakukan. Glaukoma juvenil biasanya bersifat herediter yang terdapat pada kromosom 1 lengan pendek, ditemukan pada usia 10-25 tahun dan cenderung pada orang-orang yang menderita miopia tinggi. Ada beberapa pendapat yang menerangkan patogenesis terjadinya suatu glaukoma pada usia muda.

Menurut Anderson : o o Adanya jaringan mesenkim embrional yang persisten di bagian perifer bilik mata depan, menutup trabekula Canalis Schlemm tidak terbentuk 14

Sedangkan menurut Seefelder : iris berinsersi pada garis Schwalbe (akhir dari membran descemet) atau 1/3 anterior trabekula. Adapun pendapat dari W.B. Clark : M. Siliaris Longitudinal berjalan ke muka dan berinsersi pada trabekula sehingga bila serat-serat ini berkontraksi, menyebabkan Canalis Schlemm tertutup. Untuk menegakkan diagnosis, maka harus diperhatikan tanda-tanda dini yaitu: fotofobi, lakrimasi, blefarospasme, kemudian timbul pengeruhan kornea, penambahan diameter kornea, penambahan diameter bola mata dan peninggian TIO. Pada keadaan lanjut dapat ditemukan: Diameter kornea yang besar, 13-15 mm (buftalmus) Robekan membran descemet Kornea keruh secara difus Pada keadaan seperti ini harus juga dipikirkan megalokornea dan kekeruhan kornea akibat trauma forceps atau juga keratitis. Untuk menyingkirkan diagnosis banding ini, perlu pemeriksaan tonometri, gonioskopi, dan ophtalmoskop. II.5 Pemeriksaan Mata pada Glaukoma Diagnosis glaukoma hanya dapat dilihat setalah melakukan beberapa pemeriksaan pada mata, meliputi: 1. 2. 3. 4. 5. 6. Membuat anamnesis pribadi atau riwayat pada keluarga Melakukan pemeriksaan tekanan bola mata dengan tonometer Ophtalmoskopi untuk melihat kerusakan syaraf optik Perimetri untuk melihat keadaan lapang pandangan Gonioskopi untuk menentukan jenis glaukoma Uji provokasi Sesungguhnya sukar menentukan tekanan bola mata seseorang dengan glaukoma karena setiap mata mempunyai ukuran dan daya tahan yang berbeda. Tekanan bola mata tidak tetap dari hari ke hari ataupun dari jam ke jam. Akibat fluktuasi ini pemeriksaan tonometri saja tidaklah cukup. Penderita glaukoma dengan sudut terbuka seringkali menunjukkan tekanan intraokuler yang normal sehingga diperlukan pemeriksaan lain. 15

II.5.1 Mengukur Tekanan Bola Mata (Tonometri) Tekanan bola mata diukur dengan berbagai cara, seperti: 1. Cara Digital Cara yang paling mudah, tetapi paling tidak cermat, karena bersifat subyektif. Digunakan bila terpaksa dan tidak ada alat lain. Caranya: Kedua jari telunjuk diletakkan di atas bola mata sambil penderita diminta melihat ke bawah. Satu jari menekan, sedangkan jari lainnya menahan secara bergantian. Tinggi rendahnya tekanan dicatat sbb: TIO = N (normal) N + 1 (agak tinggi) N 1 (agak rendah) N + 2 (tinggi) 2. Cara Mekanik dengan Tonometer Schiotz Keunggulan: harga terjangkau, praktis. Kelemahan: ketelitian dalam beberapa hal kurang dapat diandalkan. Caranya: Penderita berbaring dan mata ditetesi pantokain 1-2 %. Penderita diminta melihat lurus ke suatu titik di langit-langit, atau diminta melihat ke salah satu jarinya yang diacungkan di depan hidungnya. Pemeriksa berdiri di sebelah kanan penderita. Dengan ibu jari tangan kiri kelopak mata digeser ke atas tanpa menekan bola mata, jari kelingking tangan kanan menahan kelopak inferior. Perlahan-lahan tonometer diletakkan di atas kornea. Jarum tonometer akan menunjuk pada suatu angka di atas skala. Tiap angka pada skala sesuai dengan jumlah Hg tekanan bola mata yang dapat dibaca dari suatu tabel yang telah disediakan. Apabila beban 5,5 gram tertera angka 3 atau kurang, perlu diukur dengan beban 7,5 atau 10 gram. 3. Tonometer Non Kontak Dengan tekanan udara pada permukaan kornea. Pemeriksaan ini kurang teliti karena alat pengukur tidak berkontak dengan bola mata. 4. Tonometer Aplanasi 16

Dilakukan dengan mata terlebih dahulu ditetes obat yang memberikan rasa baal disertai zat warna fluoresein Tekanan bola mata normal berkisar antara 15-20 mmHg. Penderita glaukoma sebagian besar memiliki tekanan bola mata > 20 mmHg. Kadang-kadang terlihat pengecualian dimana tekanan bola mata > 25 mmHg tapi tidak memperlihatkan kelainan syaraf optik, keadaan ini disebabkan karena orang tersebut mempunyai daya tahan yang lebih tinggi dibandingkan orang normal (hipertensi okuli). Pada hipertensi okuli didapatkan tekanan intraokuler yang meninggi, tanpa disertai suatu kelainan papil syaraf optik dan lapang pandangan. Tekanan intraokuler antara 20-30 mmHg. Kerusakan papil baru terjadi dalam waktu yang lama. Tekanan intraokuler yang tinggi perlu dikontrol dengan pengobatan dan secara teratur dikaji keadaan papil dan lapang pandangan. Sebaliknya dapat juga terjadi orang dengan tekanan bola mata < 20 mmHg memperlihatkan kerusakan pada syaraf optik (glaukoma normotensif).

17

Gambar dari: Atlas Ilmu Penyakit Mata karangan Sidarta Ilyas II.5.2 Ophtalmoskopi Jika tersangka glaukoma ditemukan baik karena keluhan penderita ataupun screening berdasarkan faktor risiko, seorang dokter bila memungkinkan sebaiknya melakukan pemeriksaan ophtalmoskopi pada kedua mata, khusunya pada diskus optik sebelum dirujuk.

18

Kerusakan pada syaraf optik seringkali ditemukan sebelum defisit lapang pandangan ditemukan. Penemuan diagnostik termasuk pelebaran simetris cup and disc (C/D) ratio lebih besar dari 0,5 dan rasio C/D asimetri antara dua mata 0,2 atau lebih.

Gambar 2. Diskus optikus Gambar 3. Rasio C/D pada Gambar


normal. Lihat batas tegas dari nervus optikus ini mendekati 0,6. optikus jelas dari cup, dan warna pink dari cerah dari sisi neuroretinal. bahwa pasien nervus dan optikus

4.

Cup Cup dan

nervus bersifat pada terdapat

yang

diskus optikus, demarkasi yang Hubungan klinis dengan riwayat glaukomatous. pemeriksaan abnormal. menunjukkan sampai 0,8,

juga nervus optikus ini membesar ini penipisan yang khas pada sisi inferior neuroretinal, terbentuk suatu takik.

Gambar dari: http://www.aafp.org/afp/20030501/1937.html II.5.3 Pemeriksaan Lapang Pandangan (Parametri) Bila tekanan bola mata tidak normal dan terlihat kelainan pada papil syaraf optik seharusnya dilakukan pemeriksaan lapang pandangan. Dengan melihat kerusakan atau penyempitan lapang pandangan dapat diketahui adanya kerusakan syaraf optik akibat glaukoma. Pasien duduk santai dengan satu mata ditutup sedang mata yang lain menatap sebuah titik di pusat suatu alat berbentuk parabola. Sebuah sumber cahaya kecil dipindahpindahkan dan bila mata melihat titik tersebut maka pasien diminta untuk menekan tombol yang memberikan suatu bunyi. Dengan cara ini maka akan terlihat lapang pandangan yang dapat dilihat, bercak hitam pada lapang pandangan dan bintik mata. Pada keadaan yang parah yang terlihat hanya penglihatan sentral saja.

19

Gambar 5. Analisa lapang pandangan secara komputerisasi menunjukkan kerusakan lapang


pandangan yang progresif pada mata kiri pasien dengan glaukoma yang tidak terkontrol. (A) Lapang pandangan pertama normal dan menunjukkan lokasi bintik buta dari nervus optikus. (B) abnormalitas lapang pandangan pertama pada pasien ini adalah kerusakan lapang pandangan daerah superior dan nasal. (C) Gangguan yang progresif, kerusakan lapang pandangan meluas melibatkan bagian superior dan inferior. (D) Akhirnya, pada keadaan lebih lanjut, kerusakan luas pada seluruh lapang pandangan, menyisakan bagian paling sentral dari penglihatan.

Gambar dari: http://www.aafp.org/afp/20030501/1937.html

II.5.4 Pemeriksaan Sudut Bilik Mata (Gonioskopi) Gonioskopi adalah pemeriksaan untuk menilai sudut bilik mata depan dengan menggunakan suatu lensa kontak khusus. Gonioskopi diperlukan untuk menilai lebar sempitnya sudut bilik mata depan. Dengan gonioskopi dapat dibedakan antara glaukoma

20

sudut terbuka atau sudut tertutup. Dapat pula diperiksa apakah terjadi sinekia anterior perifer serta meramalkan apakah suatu sudut mata akan mudah tertutup dikemudian hari. Pada gonioskopi terdapat 5 area spesifik yang dievaluasi di semua kuadran yang menjadi penanda anatomi dari sudut bilik mata depan: a. b. c. d. e. Iris perifer, khususnya insersinya ke badan siliar. Pita badan siliar, biasanya tampak abu-abu atau coklat. Taji sklera, biasanya tampak sebagai garis putih prominen di atas pita badan silier. Trabekulum meshwork Garis Schwalbe, suatu tepi putih tipis tepat di tepi trabekula Meshwork. Pembuluh darah umumnya terlihat pada sudut normal terutama pada biru.

Gambar dari: American Academy of Ophtalmology Menurut Gori dan Posner, sudut BMD diklasifikasikan sebagai luas, sedang, dan sempit. Sudut luas (sekitar 40o) semua struktur dapat dilihat.

21

dapat dilihat.

Sudut sedang (25o) hanya struktur di anterior taji sklera yang Sudut sempit (10o) hanya struktur di depan trabekulum meshwork yang dapat terlihat. Menurut Shaffer, sudut BMD diklasifikasikan sebagai:

Grade 4 (35-45o) Merupakan sudut terluas khas untuk myopia dan afakia, dimana badan siliar dapat dilihat dengan mudah.

Grade 3 (20-35o) Sudut terbuka, setidaknya taji sklera dapat diidentifikasi. Grade 2 (20o) Sempit moderat, trabekulum dapat diidentifikasi. Penutupan sudut mungkin terjadi tetapi jarang.

Grade 1 (10o) Sangat sempit hanya garis Schawlbe yang terlihat, mungkin juga bagian atas trabekulum dapat diidentifikasi.

Celah Suatu keadaan tidak terdapatnya kontak iridokorneal yang nyata, tetapi tidak ada struktur sudut yang dapat diidentifikasi. Sudut sperti ini memiliki ancaman penutupan yang paling besar.

Grade 0 Penutupan dihasilkan dari kontak iridokorneal.

22

II.5.5 Uji Provokasi A. Untuk Glaukoma Sudut Terbuka Uji minum air Penderita berpuasa, tanpa pengobatan selama 24 jam. Penderita minum air 1 liter dalam 5 menit. Tekanan intraokuler diukur setiap 15 menit selama 1,5 jam. Kenaikan > 8 mmHg dianggap glaukoma. Pressure congestion test Pasang tensi meter pada ketinggian 50-60 mmHg selama 1 menit. Kemudian ukur tekanan intraokuler. Kenaikan > 9 mmHg mencurigakan, bila > 11 mmHg pasti patologis. Kombinasi uji minum air dengan pressure congestion test Setengah jam setelah uji minum air dilakukan pressure congestion test. Kenaikan > 11 mmHg mencurigakan, kenaikan > 39 mmHg pasti patologis. Uji steroid Diteteskan larutan dexamethasone 3-4 dd gtt I, selama 2 minggu. Kenaikan TIO 8 mmHg menunjukkan glaukoma. B. Untuk Glaukoma Sudut Tertutup Uji kamar gelap Penderita duduk di tempat gelap selama 1 jam, tidak boleh tidur. Terjadi midriasis yang mengganggu aliran cairan bilik mata ke trabekulum. Kenaikan > 10 mmHg pasti patologis, sedangkan kenaikan 8 mmHg mencurigakan. Uji membaca Penderita diminta membaca huruf kecil pada jarak dekat selama 45 menit. Kenaikan tensi 10-15 mmHg patologis. Uji midriasis Dengan meneteskan midriatika seperti kokain 2 %, homatropin 1%. TIO diukur setiap 15 menit selama 1 jam. Kenaikan 5 mmHg mencurigakan sedangkan > 7 mmHg pasti patologis. 23

Uji bersujud (prone position test) Penderita disuruh besujud selama 1 jam. Kenaikan TIO 8-10 mmHg menandakan mungkin ada sudut yang tertutup.

II.6 Pengobatan Glaukoma dan Efek Sampingnya Pengobatan glaukoma bertujuan untuk mengontrol tekanan bola mata sehingga tidak memberikan kerusakan pada syaraf optik dan lapang pandangan, penderita glaukoma perlu diperiksa secara teratur dan memakai obat antiglaukoma seumur hidup. Uraian antara pasien dan dokter perlu jelas karena akan diketahui kondisi dan pengaruh obat terhadap pasien serta merencanakan pengobatannya, perlu diberikan penjelasan mengenai manfaat obat dan efek samping yang dapat timbul. Tujuan pengobatan untuk mencegah berlanjutnya gangguan penglihatan atau lapang pandangan. Penglihatan yang telah hilang pada glaukoma tidak akan dapat menjadi normal kembali. Tekanan yang direndahkan tidak berarti memperbaiki penglihatan akan tetapi bertujuan untuk mempertahankan sisa penglihatan agar kebutaan tidak terjadi. II.6.1 Medikamentosa Terdapat variasi pengobatan glaukoma yang dapat diberikan baik tunggal ataupun kombinasi dengan obat lain atau bersama-sama terapi operatif/laser untuk mengontrol tekanan bola mata. Beberapa tetas mata yang dipakai adalah: 1. Beta Bloker Golongan ini telah digunakan bertahun-tahun. Timolol merupakan jenis beta bloker yang paling dikenal. Pemakaiannya 1-2 kali sehari untuk menurunkan pembentukan cairan mata dan membantu menurunkan tekanan intraokuler. Beberapa efek samping yang biasa ditemukan: Menurunkan heart rate Menurunkan tekanan darah 24

Lemas Sesak nafas Menurunkan libido Depresi 2. Analog Prostaglandin Golongan ini merupakan jenis pengobatan terbaru glaukoma Termasuk Travaprost dan Latanoprost Pertama kali diperkenalkan pada tahun 1996 dan bekerja dengan cara meningkatkan aliran cairan mata keluar dan membantu menurunkan tekanan intraokuler. Efek samping yang biasa ditemukan: Hiperemia (merah pada mata) Rasa menyengat Gatal Pandangan kabur 3. Alfa Agonis Golongan ini berfungsi untuk menurunkan produksi cairan mata dan meningkatkan aliran cairan keluar dari mata sehingga menurunkan tekanan intraokuler. Pemakaiannya 3 kali sehari. Brimonidine merupakan jenis yang biasa digunakan. Efek samping yang biasa ditemukan: Rasa menyengat pada mata Mual, lemas Sakit kepala Rasa kering pada mulut dan hidung 4. Inhibitor Karbonik Anhidrase Golongan ini tersedia dalam bentuk tablet ataupun tetes mata seperti Brizolamide atau Dorzolamide. Tetes mata digunakan 3 kali sehari. Golongan ini menurunkan produksi cairan mata dan menurunkan tekanan intraokuler. Efek samping yang biasa ditemukan: 25

Rasa nyeri pada mata Diare Batu ginjal Depresi dan pelupa 5. Miotik Pilokarpin adalah pengobatan yang sering digunakan dan telah lama tersedia. Digunakan 3-4 kali sehari. Miotik meningkatkan aliran cairan mata keluar dengan cara menurunkan ukuran pupil dan tekanan intraokuler. Efek samping yang biasa ditemukan: Pandangan kabur Penglihatan berkurang pada malam hari Tabel 2. Pengobatan Glaukoma Obat topikal Beta Bloker Nonselektif Timolol maleate (Timoptic, Timoptic-XE) Efek pada mata Rasa terbakar/ menyengat, mata kabur sementara (terutama pada gel), fotofobia, konjunctivitis, blepharitis, keratitis pungtata, dermatitis kontak, eritema kelopak mata Efek sistemik Menurunkan denyut nadi/ cardiac output, bronkospasm e, hipotensi, depresi, menurunkan libido, impotensi, memperburu k profil lipid, menurunkan respon terhadap hipoglikemi, pembedahan atau anafilaksis Sama seperti timolol Kontra Indikasi Asma, PPOK, gagal jantung, sinus bradikardia,b lok atrioventrikul er derajat 2/3, hipersensitif terhadap beta bloker Interaksi obat Gunakan secara hatihati dengan oral beta bloker, kalsium channel bloker, quinidine, digitalis dan obat penurun katekolamin (seperti reserpin) Catatan klinis Efek nokturnal kurang, takifilaksis

Levobunolol (Betagan)

Meningkatkan timolol

Sama seperti Sama seperti Tetesan timolol, plus timolol ukuran hipersensitif terbesar pada preservatif sulfit 26

Carteolol (Ocupress)

Sama seperti Sama seperti Sama seperti Sama seperti Memiliki timolol timolol timolol timolol beberapa aktivitas simpatomime tik Metipranolol Memiliki efek Sama seperti Sama seperti Sama seperti (Optipranolol) pada mata timolol timolol timolol terbesar dari beta bloker pada grup ini, uveitis anterior Selektif Betaxolol (Betoptic, Betoptic S) Meningkatkan timolol Jarang, efek samping pada kardiopulmo ner lebih sedikit dibandingkan timolol Berkeringat, salivasi, sering BAK, nausea, diare, bronkospasm e, kolik biliaris, perubahan status mental, variasi respon kardiovaskul er Sinus bradikardia, blok atrioventrikul er derajat 2/3, gagal jantung Sama seperti timolol, plus obat antagonis psikotrofik adrenergik seperti thioridazine (Mellaril) Bisa menjadi presipitat jika dipakai dengan sodium sulfacetamide Mata kabur meningkat pada sediaan gel, miosis menurun pada Ocusert Pilo, lepasnya retina meningkat pada pasien myopia, gunakan secara hatihati pada pasien dengan katarak, hipertiroid, parkinson atau obstruksi saluran kemih 27

Miotik Pilocarpine (Isoptocarpine , Ocusert Pilo)

Rasa terbakar, mata kabur, kesulitan penglihatan malam hari, miosis atau berakomodasi, opasitas lensa (jarang), lepasnya retina (jarang), berisiko terjadi glaukoma sudut tertutup (jarang)

Hipersensitif, asma yang tak terkontrol, iritis akut

Inhibitor Karbonik Anhidrase Dorzolamide (Trusopt)

Rasa terbakar, keratitis pungtata, alergi mata, lebih tinggi efeknya dibanding timolol

Gangguan pengecapan, sakit kepala, nausea, astenia, batu ginjal (jarang)

Hipersensitif pada sulfonamide, cedera mata atau pembedahan

Tidak dianjurkan penggunaan sistemik, bisa meningkatkan efek terapi salisilat, bisa meningkatkan keasaman obat, dan menghambat ginjal untuk eksresi obat dasar Sama seperti dorzolamide

Lensa kontak harus dilepas, boleh dipakai lagi setelah 15 menit setelah pengobatan, tidak dianjurkan pada pasien dengan disfungsi hepar atau renal Sama seperti dorzolamide

Brinzolamide (Azopt)

Efeknya lebih rendah dibandingkan dengan dorzolamide, blepharitis, sensasi seperti benda asing Rasa terbakar, konjunctivitis folikuler, edema makula

Gangguan Hipersensitif pengecapan, pada sakit kepala, sulfonamide seperti rhinitis

Simpatomim etik Epinefrin-like Dipivefrin (Propine)

Meningkatka Glaukoma n tekanan sudut darah, tertutup aritmia, tremor

Gunakan secara hatihati dengan obat kardio vaskuler atau stimulansia

Lebih rendah efeknya pada mata dan sistemik dibandingkan epinefrin, gunakan hatihati pada pasien dengan penyakit kardiovaskul er

Clonidin-like Brimodine (Alphagan)

Takifilaksis Gangguan Sakit kepala, Krisis Gunakan (jarang), konjunctiva, mengantuk, hipertensi, secara hati- tidak alergi mata lelah, variasi terapi dengan hati dengan dianjurkan 28

(kurang dari respon apraclonidine, tekanan lebih dari darah timolol)

inhibitor monoamine oksidase, hipersensitif pada clonodin (Catapres)

pengobatan antihipertensi dan digitalis

pada pasien dengan disfungsi hepar atau renal Takifilaksis (sering), obat adjunctif jangka pendek, bukan terapi lini pertama

Apraclonidine (Iopidine)

Alergi/reaksi lokal, perubahan aktivitas visual sementara

Meningkatka Sama seperti Sama seperti n efek dari Brimonidine Brimonidine SSP, perubahan aktivitas visual

Analog Prostaglandi n Latanoprost (Xalatan)

Rasa terbakar/ menyengat, pigmentasi iris, keratitis pungtata

Sakit kepala, gejala ISPA, nyeri dada (jarang), mialgia (jarang)

Hipersensitif, glaukoma sudut tertutup, infeksi mata atau inflamasi

Bisa menjadi presipitat dengan tetes mata yang berisi thimerosol (antiseptik)

Prodrug, menurunkan tekanan intraokuler diurnal, tidak dianjurkan pada pasien dengan disfungsi hepar atau renal

Dikutip dari: http://www.aafp.org/afp/990401ap/1871.html Kegagalan hasil pengobatan dapat disebabkan oleh kesalahan dalam tehnik pemakaian obat, walaupun pasien memakai semua obat sesuai resep. Menutup saluran nasolakrimal berguna karena bila obat diteteskan pada mata, obat akan masuk ke rongga hidung. Obat yang masuk hidung akan masuk ke dalam peredaran darah dan memberikan efek samping. Untuk mencegah hal ini maka pada saat meneteskan obat ke mata maka tempat pengaliran obat masuk hidung (pungtum lakrimal) ditutup dengan jari selama 1-2 menit.

29

Gambar 6. Absorbsi sistemik obat topikal antiglaukoma terjadi secara primer melalui duktus nasolakrimal Gambar dari: http://www.aafp.org/afp/990401ap/1871.html II.6.2 Laser pada Glaukoma Bedah laser dilakukan pada berbagai jenis glaukoma dan dapat dilakukan sebagai tambahan pengobatan media. Susunan mata yang terdiri atas kornea yang jernih mengakibatkan mudahnya sinar laser diarahkan pada jaringan yang akan diperbaiki di dalam mata. Bedah laser memberikan hasil cepat, sederhana, yang biasanya tidak sakit. Beberapa tahun terakhir ini terdapat pendapat yang menyatakan bahwa bedah laser merupakan bedah alternatif yang aman dibanding pengobatan pada pasien glaukoma. A. Bedah Laser Pada Glaukoma Sudut Terbuka Tehnik laser yang digunakan adalah dengan trabekuloplasti laser. Trabekuloplasti laser dilakukan dengan membakar daerah anyaman trabekulum yang akan mempercepat pengaliran cairan mata keluar. Tindakan ini dilakukan dengan berobat

30

jalan dimana tindakan laser memakan waktu tidak lebih dari 1 jam, tanpa memberikan rasa sakit. Hasil trabekuloplasti laser akan lebih baik pada keadaan berikut: Pasien usia lanjut Belum pernah mendapat pembedahan Glaukoma bertekanan rendah Tidak ada peradangan Tindakan laser akan menurunkan tekanan pada 80% pasien dengan glaukoma sudut terbuka. Pada pasien yang tidak berhasil laser tidak akan memberikan kesulitan baru. B. Bedah Laser Pada Glaukoma Sudut Tertutup Tehnik laser yang digunakan adalah dengan iridotomi laser. Iridotomi laser ini dilakukan untuk mendapatkan lubang pada bagian iris yang berwarna. Pada keadaan ini dibuat sebuah lubang kecil pada selaput pelangi perifer. Iridotomi laser adalah prosedur yang terbaik dilakukan pada glaukoma sudut tertutup. Pada glaukoma sudut tertutup secara rutin tidak dipakai tetes mata kecuali bila tekanan tinggi. Pada keadaan kemungkinan terjadinya glaukoma sudut tertutup maka dilakukan iridotomi perifer. II.6.3 Tindakan Bedah pada Glaukoma Beberapa penderita glaukoma tidak dapat diatasi dengan pengobatan tetes mata, tablet dan laser untuk menurunkan tekanan bola mata. Keadaan ini dapat ditolong dengan tindakan bedah yang mempergunakan mikroskop untuk menurunkan tekanan bola mata. Tujuan pembedahan pada glaukoma adalah membuat filtrasi jalan keluar cairan mata. Terdapat berbagai tehnik bedah glaukoma dalam upaya agar pasien tidak memakai obat untuk glaukoma yang dideritanya. Seperti setiap tindakan bedah, maka operasi glaukoma dapat saja memberikan beberapa penyulit atau komplikasi seperti infeksi, perdarahan, perubahan tekanan bola mata yang diharapkan dan hilangnya penglihatan.

31

Pemilihan jenis operasi yang baik untuk setiap pasien tegantung banyak faktor seperti tipe dan beratnya glaukoma. A. Bedah Filtrasi Bedah filtrasi dilakukan dengan anestesi lokal dan kadang-kadang sedikit obat tidur, tanpa perlu pasien dirawat. Dengan memakai alat sangat halus diangkat sebagian kecil sklera sehingga terbentuk satu lubang. Melalui celah sklera yang dibentuk, cairan mata akan keluar sehingga tekanan bola mata berkurang, yang kemudian diserap di bawah konjuctiva. Pasca bedah pasien harus memakai penutup mata dan mata yang di bedah tidak boleh kena air. Untuk sementara pasien pasca bedah glaukoma dilarang bekerja berat. B. Trabekulektomi Bedah trabekulektomi merupakan tehnik bedah untuk mengalirkan cairan melalui saluran yang ada. Pada trabekulektomi ini cairan mata tetap terbentuk normal akan tetapi pengaliran keluarnya dipercepat atau salurannya diperluas. Bedah trabekulektomi membuat katup sklera sehingga cairan mata keluar dan masuk di bawah konjunctiva. Untuk mencegah jaringan parut yang terbentuk diberikan 5 fluorouracil atau mitomisin. Dapat dibuat lubang filtrasi yang besar sehingga tekanan bola mata sangat menurun. Pembedahan ini memakan waktu tidak lebih dari 30 menit. Setelah pembedahan perlu diamati pada 4-6 minggu pertama. Untuk melihat keadaan tekanan mata setelah pembedahan. Biasanya pengobatan akan dikurangi secara perlahan-lahan. C. Bedah Filtrasi Dengan Implan Pada keadaan tertentu adalah tidak mungkin untuk membuat filtrasi secara umum sehingga perlu dibuatkan saluran buatan (artifisial) yang ditanamkan ke dalam mata untuk drainase cairan mata keluar. Beberapa ahli berusaha membuat alat yang dapat mempercepat keluarnya cairan bilik mata depan. Upaya di dalam membuat alat ini adalah: Dapat mengeluarkan cairan mata yang berlebihan 32

Keluarnya tidak hanya dalam jumlah dan persentase Mengatur tekanan maksimum, minimum optimal, seperti hidrostat Tahan tehadap kemungkinan penutupan Minimal terjadinya hipotensi Desain yang menghindarkan migrasi dan infeksi Bersifat atraumatik

D. Siklodestruksi Tindakan lain yang dapat dilakukan adalah mengurangkan produksi cairan mata oleh badan siliar yang masuk ke dalam bola mata. Diketahui bahwa cairan mata ini dikeluarkan terutama oleh pembuluh darah di badan siliar dalam bola mata. Pada siklodestruksi dilakukan perusakan sebagian badan siliar sehingga pembentukan cairan mata berkurang. Tindakan ini jarang dilakukan karena biasanya tindakan bedah utama adalah bedah filtrasi. II.7 Prognosis Glaukoma merupakan penyebab kebutaan yang ketiga di Indonesia, terdapat sekitar 0,40% penderita glaukoma di Indonesia yang mengakibatkan kebutaan pada 0,16% penduduk. Glaukoma sering terdapat pada usia lanjut walaupun dapat mengenai semua umur. Glaukoma disebut juga sebagai maling penglihatan, karena sering tidak menunjukan gejala atau keluhan pada penderitanya sampai terjadinya kerusakan syaraf optik yang mengakibatkan gangguan lapang pandangan sehingga terjadi kebutaan. Kerusakan syaraf mata pada glaukoma merupakan kelainan syaraf yang tidak dapat normal kembali. Apabila diagnosis glaukoma sudah ditegakkan maka usaha yang dilakukan mempertahankan agar tidak terjadi kerusakan saraf optik selanjutnya. Pengobatan yang tepat akan mencegah terjadi kerusakan lapang pandangan dan penglihatan. Yang terpenting dalam pengobatan glaukoma adalah untuk menjalani pengobatan, pasien glaukoma perlu diperiksa secara teratur dan memakai obat antiglaukoma seumur hidupnya. Gangguan yang telah berat masih perlu mendapat 33

pengobatan untuk mencegah kerusakan lanjut. Sebagai seorang dokter, perlu untuk menjelaskan manfaat dan efek samping dari pengobatan yang diberikan, selain itu pasien juga harus mendapatkan informasi mengenai tehnik pemakaian obat. Pada glaukoma akut tindakan operatif merupakan pilihan utama, terapi dengan pengobatan hanya merupakan pendahuluan sebelum operasi dilakukan. Pengobatan harus diberikan secara cepat karena jika lebih dari 2 hari maka sinekia anterior perifer sudah kuat dan pengobatan yang diberikan tidak berguna lagi. Tindakan operatif juga dilakukan apabila penderita menjalani pengobatan tidak teratur. Pada glaukoma anak yang asimptomatik saat lahir dan onset timbul pada usia kurang dari 24 bulan memiliki prognosis lebih baik terutama bila segera dilakukan tindakan operatif. Tanpa pengobatan, glaukoma dapat berkembang secara perlahan sehingga akhirnya menimbulkan kebutaan. Apabila obat tetes antiglaukoma dapat mengontrol tekanan intraokuler pada mata yang belum mengalami kerusakan luas prognosis akan baik. Apabila proses penyakit terdeteksi secara dini, sebagian besar pasien glaukoma dapat ditangani dengan baik secara medis.

34

BAB III KESIMPULAN


Glaukoma adalah penyakit mata yang ditandai ekskavasi glaukomatosa, neuropati saraf optik, serta kerusakan lapang pandang yang khas dengan kenaikan tekanan intraokuler sebagai faktor resiko utamanya. Ekskavasi glaukomatosa, penggaungan atau ceruk papil saraf optik akibat glaukoma merupakan gejala glaukoma yang mengakibatkan kerusakan pada saraf optik. Istilah glaukoma akut atau glaukoma kongestif akut timbul karena glaukoma ini timbulnya mendadak yang disertai dengan tanda kongesti. Glaukoma akut hanya timbul pada orang orang yang mempunyai sudut bilik mata yang sempit, jadi hanya pada orang orang dengan predisposisi anatomis. Gejala klinis pada glaukoma akut dibagi dalam 2 fase yaitu fase prodorma dan fase kongestif akut. Diagnosis baru dapat ditegakkan kalau tekanan bola mata diukur, lalu didapatkan tinggi sekali. Pemeriksaan tekanan bola mata dapat diukur dengan tonometer schiotz. Penanganan glaukoma akut, yaitu segera dilakukan penurunan TIO (Tekanan Intra Okular) dengan memberikan cairan hiperosmotik. Pada pasien yang TIO (Tekanan Intra Okular) tidak turun dalam 2 4 jam setelah ditangani dengan pemberian obat obatan, maka sebaiknya dirujuk ke dokter spesialis mata untuk ditangani lebih lanjut.

35

BAB IV DAFTAR PUSTAKA 1. Ilyas S. Ilmu Penyakit Mata. Balai Penerbit FKUI. Jakarta. 2001. hal : 1729,220-4. 2. Vaughan DG, Eva RP, Asbury T. Oftalmologi Umum. Edisi 14. Widya Medika. Jakarta. 2000.hal : 220-38. 3. Ilyas S. Kedaruratan Dalam Ilmu Penyakit Mata. Balai Penerbit FKUI. Jakarta. hal : 97-100. 4. Ilyas S, Tanzil M, Salamun, Azhar Z. Sari Ilmu Penyakit Mata. Balai Penerbit FKUI. Jakarta. 2000. hal : 155-72. 5. Ilyas S. Dasar Teknik Pemeriksaan dalam Ilmu Penyakit Mata. Balai Penerbit FKUI. Jakarta. 2000. hal : 117-37. 6. Kanski J J. Atlas Bantu Oftalmologi. Hipokrates. Jakarta 1992. hal : 51-7. 7. Ilyas S. et all. Ilmu Penyakit Mata untuk dokter umum dan mahasiswa kedokteran. Edisi 2. Sagung Seto. Jakarta. 2001. hal : 254-9. 8. Ilyas S. Atlas Ilmu Penyakit Mata. Sagung Seto. Jakarta. 2001. hal : 54-7. 9.. http://www.jakarta-eye-center.com/indonesia/tanyajawab.asp?id=1974&cat 10. http://www.ahaf.org/glaucoma/index.html

36

Anda mungkin juga menyukai