Anda di halaman 1dari 27

BAB 1 INTRODUKSI Meningitis merupakan peradangan dari meningen yang menyebabkan terjadinya gejala perangsangan meningen seperti sakit

kepala, kaku kuduk, disertai peningkatan jumlah leukosit pada liquor cerebrospinal (LCS). Meningitis adalah infeksi cairan otak disertai radang yang mengenai piameter (lapisan dalam selaput otak) dan arakhnoid serta dalam derajat yang lebih ringan mengenai jaringan otak dan medula spinalis bagian superfisial.1 Meningitis dibagi menjadi dua golongan berdasarkan perubahan yang terjadi pada cairan otak yaitu meningitis serosa dan meningitis purulenta. Meningitis serosa ditandai dengan jumlah sel dan protein yang meningkat disertai warna cairan serebrospinal yang jernih.2,4 Penyebab yang paling sering dijumpai adalah kuman Tuberculosis dan virus. Meningitis purulenta atau meningitis bakteri adalah meningitis yang bersifat akut dan menghasilkan eksudat berupa pus serta bukan disebabkan oleh bakteri spesifik maupun virus. Meningitis Meningococcus merupakan meningitis purulenta yang paling sering terjadi. Di luar periode neonatal, yang 3 organisme yang paling umum yang menyebabkan meningitis bakteri akut adalah Streptococcus
3,4

pneumoniae,

Neisseria

meningitidis,

dan Haemophilus influenzae tipe b (Hib).

Karena penggunaan rutin vaksin Haemophilus

influenzae tipe B (HIB), pneumokokus konjugasi, dan konjugat vaksin meningokokus di Amerika Serikat, kejadian meningitis telah menurun secara drastis.Umumnya penderita berusia di bawah 5 tahun dan pada 70% kasus terjadi pada anak-anak usia 2 tahun. Saluran nafas merupakan port dentree utama pada penularan penyakit ini. Bakteri ini ditularkan melalui udara dari pernafasan dan sekresi-sekresi tenggorokan yang masuk secara hematogen (melalui aliran darah) ke dalam cairan serebrospinal dan memperbanyak diri didalamnya sehingga menimbulkan peradangan pada selaput otak dan jaringan otak. Faktor predisposisi mencakup infeksi pernapasan, otitis media , mastoiditis , trauma kepala, hemoglobinopati, human immunodeficiency virus (HIV), dan lainnya menyatakan defisiensi imun.3,4 Meningitis bakterialis merupakan penyakit yang mengancam jiwa disebabkan oleh infeksi lapisan meningen oleh bakteri.Perhatian perawatan yang tepat, pemantauan pasien untuk terapi antibiotik, pemberian cairan yang memadai dan dukungan sangat diperlukan.

BAB 2 ISI DEFINISI Meningitis bakterialis adalah suatu peradangan selaput jaringan otak dan medulla spinalis yang disebabkan oleh bakteri patogen.1,2 Peradangan tersebut mengenai araknoid, piamater dan cairan serebrospinalis. Peradangan ini dapat meluas melalui ruang subaraknoid sekitar otak, medulla spinalis dan ventrikel. Penyakit ini menyebabkan angka kematian yang cukup tinggi(5-10%). Hampir 40% di antara pasien meningitis mengalami gejala sisa berupa gangguan peradangan pendengaran dan defisit neurologis. Meningitis harus ditangani sebagai keadaan emergensi. Kecurigaan klinis meningtis sangat dibutuhkan untuk diagnosis karena bila tidak terdeteksi dan tidak diobati dapat mengakibatkan kematian.1 Peradangan meningen yang disertai adanya bukti terdapat bakteri dalam likuor serebrospinal (LSS). Meningitis purulenta atau dikenali juga sebagai meningitis bakterialis adalah peradangan meningen yang ditandai dengan LSS yang keruh dengan jumlah leukosit >1.000mm3 dengan predominasi PMN meningitis purulenta hampir selalu disebabkan oleh bakteri.2 Meningitis bakterialis bentuk atipik adalah meningits bakterialis dengan kelainan pada LSS yang minimal sehingga sulit dibedakan dari meningitis aseptik, bentuk ini dapat ditemukan pada meningtis bakterialis yang timbul pada saat anak sedang mendapat terapi antibiotik (meningitis during antibiotic therapy/meningitis bacterialis partial treatment), stadium awal meningitis bakterialis atau karena adanya proteksi partial dari imunisasi Haemophilus influenzae type B.2 Meningitis bakterialis rekrudesens adalah munculnya kembali tanda atau gejala klinis meningitis bakterialis dalam masa pengobatan yang sebelumnya memberikan respons yang baik. Meningitis bakterialis relaps adalah munculnya kembali tanda dan gejala meningtitis bakterialis dalam waktu 3 minggu setelah penghentian pengobatan.2 Kedua bentuk meningitis ini pada umumnya disebabkan oleh bakteri yang sama dengan meningitis bakterialis sebelumnya, biasanya disebabkan adanya bakteri yang persisten di dalam LSS. Meningitis bakterialis rekurens/berulang adalah episode baru dari meningitis bakterialis yang terjadi setelah melewati masa penyembuhan dari suatu meningitis bakterialis sebelumnya, pada keadaan ini bakteri penyebab bisa sama atau berbeda dari bakteri penyebab meningitis bakterialis sebelumnya. Pada umumnya meningitis bakterialis rekurens lebih sering disebabkan oleh adanya reinfeksi dibanding dengan adanya infeksi yang persisten.2
2

EPIDEMIOLOGI

Sebelum ditemukannya antimikroba, mortalitas akibat meningitis bakterial cukup tinggi. Dengan adanya terapi antimikroba, mortalitas menurun tetapi masih tetap dikhawatirkan tinggi. 19-26% mortalitas diakibatkan karena meningitis oleh Sterptococcus pneumoniae, 3-6% oleh Haemophilus influenzae, 3-13% oleh Neisseria meningitidis. Ratarata mortalitas paling tinggi pada tahun pertama kehidupan, menurun pada usia muda, dan kembali meninggi pada usia tua. Munculnya vaksin telah mengubah kejadian meningitis bakteri anak. Sebelum

penggunaan rutin vaksin pneumococcal conjugate, kejadian meningitis bakteri di Amerika Serikat adalah sekitar 6000 kasus per tahun, kira-kira setengah daripada mereka pada pasien anak ( 18 tahun). N meningitidis menyebabkan sekitar 4 kasus per 100.000 anak (usia 1-23 bulan). Tingkat S pneumoniae meningitis adalah 6,5 kasus per 100.000 anak (usia 1-23 bulan). Saat ini, penyakit yang disebabkan oleh H influenzae, S pneumoniae, dan N meningitidis jauh kurang umum.3 Munculnya vaksinasi Hib universal dalam negara maju telah menyebabkan

penghapusan lebih dari 99% dari penyakit invasif. Perlindungan berlanjut bahkan ketika Hib yang dipakai bersamaan dengan vaksin lainnya. Sama pentingnya, vaksin terus memberikan kekebalan ke anak nanti.3 Efek yang sama terjadi dengan vaksin pneumokokus. Diberikan pada usia 2, 4, dan 6 bulan, vaksin ini telah mengurangi penyakit invasif oleh lebih dari 90%. Kelompok usia yang paling terkena dampak adalah mereka yang lebih muda dari 2 tahun dan mereka yang berusia 2-5 tahun. Hal ini terbukti dalam sebuah penelitiansurveilans di Louisville, Kentucky. Hampir setengah dari kasus penyakit pneumokokus disebabkan oleh serotipe non vaksin. 3 Vaksin untuk Neisseria, bagaimanapun, belum manjur dalam anak-anak muda. Hal ini disebabkan respon imunogenik yang rendah. Saat ini rekomendasi sasaran imunisasi untuk anak-anak dari umur 2 tahun. Di seluruh dunia, penggunaan jenis H influenzae B dan vaksin pneumokokus meningkat pada tingkat yang lebih cepat daripada yang diamati dengan penggunaan vaksin hepatitis B.3 .
3

FAKTOR RESIKO Ras o Insidensi rata-rata lebih tinggi pada populasi kulit hitam,Afro-Amerika dan Indian dibandingkan pada populasi Kaukasia dan Hispanik.3

Jenis kelamin o Bayi laki-laki memiliki insidensi lebih tinggi terkena meningitis oleh gram negatif dibanding bayi perempuan.3 o Bayi perempuan lebih rentan terhadap meningitis oleh Listeria monocytogenes. o Sedangkan insidensi meningitis oleh Streptococcus pneumoniae adalah sama untuk bayi perempuan maupun laki-laki.

Usia o Kebanyakan penderita adalah anak dengan usia kurang dari 5 tahun. o 70% kasus terjadi pada anak dengan usia kurang dari 2 tahun. o Meningitis purulenta lebih sering terjadi pada bayi dan anak-anak karena imun tubuh yang belum terbentuk sempurna. o Meningitis bakteri anak paling sering terjadi pada anak-anak muda dari 4 tahun, dengan puncak insidensi pada mereka 3-8 bulan usia.3

Lingkungan o Risiko penularan meningitis umumnya terjadi pada keadaan sosio-ekonomi rendah. o Lingkungan kumuh o Lingkungan yang padat seperti asrama, kamp-kamp tentara dan jemaah haji o Lingkungan tidak mendapat imunisasi o Lingkungsn dimana terjadi kontak atau hidup serumah dengan penderita ISPA. o Penyakit meningitis banyak terjadi pada negara yang sedang berkembang dibandingkan pada negara maju.

ETIOLOGI Penyebab meningitis bakterialis pada periode neonatus (0-28 hari) umumnya berbeda dengan yang pada bayi dan anak-anak. o Bakteria penyebab meningitis pada bayi baru lahir mencerminkan flora

gastrointestinal dan genitourinary ibu dan lingkungan yang telah terdedah kepada bayi tersebut. Patogen yang sering adalah streptococci grup B dan D (enterococcus), gram negative enteric basil (E. coli, Klebsiella), dan Listeria monocytogenes. 1,4 o Streptococcus grup B dan E. coli, adalah 2 penyebab utama meningitis neonatal. Streptococci Grup B & D dan Listeria tetap sebagai patogen sistem saraf pusat yang penting sehingga bulan ke-3. o Dalam rentang waktu sama, infeksi sistem saraf pusat yang disebabkan oleh Streptococcus Pneumoniae, Neisseria meningitidis, dan Haemophilus influenza tipe B semakin meningkat.4 Penyebab tersering meningitis bakterialis pada anak usia 2 bulan hingga 12 tahun. o Penyebab paling sering di USA adalah Neisseria meningitidis. o Meningitis bakterialis yang disebabkan oleh Streptococcus Pneumoniae dan Haemophilus influenza tipe B semakin berkurang di negara-negara maju sejak diperkenalkan proses immunisasi universal terhadap patogen-patogen ini mulai usia 2 bulan.1,4 o Infeksi yang disebabkan oleh Streptococcus Pneumoniae atau Haemophilus influenza tipe B perlu diperkirakan pada individu dengan riwayat imunisasi tidak lengkap dan di negara-negara berkembang. Individu dengan kelainan immunologi (infeksi HIV, defisiensi subclass igG), atau anatomi (disfungsi limpa, defek cochlear atau implan) juga mungkin berisiko tinggi terkena infeksi oleh bakteria-bakteria ini.4 Perubahan pada mekanisme pertahanan tubuh disebakan defek anatomi atau defisit imun juga meningkatkan risiko terinfeksi dengan meningitis dari bakteri yang kurang patogen seperti :-4 o Pseudomonas aeruginosa, Staphylococcus aureus, coagulase-negative staphylococci, Salmonella spp. dan Listeria monocytogenes. PATOFISIOLOGI

Eksudat purulen meningeal dengan berbagai ketebalan bisa didistribusi ke pembuluh vena otak, sinus venosus, konveksitas otak, dan cerebellum dan di dalam sulkus, sylvian fissures, basal cisterns, dan saraf pusat. Ventrikulitis dengan bakteria dan sel inflamasi di dalam cairan ventrikular mungkin ada (lebih sering pada neonatus), begitu juga dengan effusi subdural , dan empiema (jarang). Infiltrat inflamasi perivaskular juga mungkin ditemui, dan membran ependymal mungkin terganggu. 4 Perubahan pembuluh darah dan parenkim otak ditandai dengan infiltrat

polimorfonuklear meluas ke bagian subintimal dari arteri dan vena kecil, vaskulitis, trombosis vena kortikal kecil, oklusi sinus vena major, necrotizing arteritis menyebabkan pendarahan subarachnoid, dan kadang dapat ditemukan nekrosis korteks serebral tanpa ditemukan trombosis pada otopsi. Infark cerebral, akibat dari oklusi pembuluh darah disebabkan inflamasi, vasospasme, dan trombosis adalah kondisi yang sering terjadi. Saiz infark bisa dari mikroskopik hingga melibatkan keseluruhan hemisfera. Inflamasi saraf spinal dan saraf pusat menimbulkan tanda rangsang meningeal, dan inflamasi saraf kranial menimbulkan kelainan neuropati cranial pada saraf optik, okulomotorius, wajah, dan saraf pendengaran. Peningkatan tekanan intrakranial turut mengakibatkan kelumpuhan saraf okulomotorius karena adanya kompresi lobus temporal dari saraf selama herniasi tentorial. Kelumpuhan saraf abducens mungkin menjadi tanda peningkatan tekanan intrakranial..4 Peningkatan tekanan intrakranial disebabkan kematian sel (edema cerebral sitotoksik), peningkatan permeabilitas kapiler pembuluh darah diinduksi sitokin (edema cerebral vasogenik), dan mungkin, peningkatan tekanan hidrostatik (edema cerebral interstisial) akibat reabsorpsi cairan cerebrospinal di dalam villus arachnoid terhalang atau obstruksi pengaliran cairan dari ventrikel. Tekanan intrakranial dapat melebihi 300 mm H2O, perfusi serebral akan dapat lebih terkontrol jika tekanan perfusi serebral (min tekanan arteri minus tekanan intrakranial) adalah <50 cm H2O karena hipotensi sistemik dengan berkurangnya aliran darah otak. Sindrom sekresi hormon antidiuretik yang tidak wajar (SIADH) dapat mengakibatkan retensi air yang berlebihan dan berpotensi meningkatkan risiko peningkatan tekanan intrakranial. Ruang ekstraseluler otak yang hipotonus dapat menyebabkan edema sitotoksik setelah pembengkakan sel dan lisis. Tentorial, falx, atau herniasi cerebellar biasanya tidak terjadi karena tekanan intrakranial meningkat ditransmisikan ke seluruh ruang subarachnoid
6

dan ada sedikit perpindahan struktur. Selain itu, jika fontanel masih paten, peningkatan TIK selalunya tidak hilang. Hidrocephalus dapat terjadi sebagai komplikasi akut meningitis bakteri.

Communicating hydrocephalus adalah bentuk tersering akibat dari penebalan adhesi dari vili arakhnoid sekitar basal cisterns dari otak. Jadi, ada gangguan dengan resorpsi normal dari LSS. Kadang dapat terjadi hidrosefalus obstruktif yang berkembang setelah fibrosis dan gliosis dari aqueduct of Sylvius atau foramen Magendie dan Luschka. Peningkatan protein CSS disebabkan peningkatan permeabilitas pembuluh darah dari barier darah otak dan hilangnya cairan kaya albumin dari kapiler dan vena melintasi ruang subdural. Transudasi yang berkepanjangan dapat mengakibatkan efusi subdural, biasa ditemukan pada fase akhir meningitis bakteri akut. Hypoglycorrhachia (pengurangan kadar glukosa CSS) adalah karena transportasi glukosa oleh jaringan otak yang berkurang.4 Kerusakan pada korteks serebral mungkin karena efek fokal atau efek difus dari oklusi vascular (infark, nekrosis, asidosis laktat), hipoksia, invasi bakteri (cerebritis), ensefalopati toksik (toksin bakteri), peningkatan TIK, ventriculitis, dan transudasi (efusi subdural). Semua faktor patologis ini akan menyebabkan manifestasi klinis seperti gangguan kesadaran, kejang, defisit saraf kranial, defisit motorik dan sensorik, dan akhirnya retardasi psikomotor.

PATOGENESIS Meningitis bakterialis sering terjadi akibat disseminasi hematogen mikroorganisma yang jauh dari lokasi infeksi; bakteremia biasa terjadi sebelum meningitis atau terjadi bersamaan dengannya. Kolonisasi bakteria di nasofaring oleh mikroorganisma potensial patogen adalah sumber tersering bakteremia. Mungkin juga akan terjadi pembawaan berkepanjangan dari organisme kolonial tanpa menyebabkan penyakit atau lebih sering

terjadi invasi dengan cepat setelah kolonisasi baru. Infeksi virus pada saluran pernafasan atas sebelumnya atau yang sedang terjadi akan meningkatkan patogenisitas bakteria penyebab meningitis.4 N. meningitidis dan H. influenza type B melekat pada reseptor mukosal sel epitel dengan pili. Setelah perlekatan pada sel epitel, bakteria menembusi mukosa dan memasuki sirkulasi. N. meningitidis mungkin ditransportasi melintasi permukaan mukosa di dalam
7

vakuol fagositik setelah dikonsumsi oleh sel epitel. Kelangsungan hidup bakteria di dalam aliran darah ditingkatkan oleh kapsul bakteria yang besar yang mengganggu fagositosis opsonik dan berhubungan dengan peningkatan virulensi. Defek perkembangan terkait host di dalam fagositosis opsonik bakterial juga berkontribusi terhadap bakteremia. Pada host yang muda, tidak imun, defek tersebut mungkin disebabkan ketiadaan antikapsular antibodi lgM dan lgG yang terbentuk dari awal, sedangkan pada pasien imunodefisiensi, kekurangan

berbagai komponen komplemen atau sistem properdin dapat mengganggu efektifitas fagositosis opsonic. Disfungsi limpa juga akan mengurangi fagositosis opsonik lewat system retikuloendothelial. Bakteria dapat masuk ke cairan serebrospinal melalui pleksus koroideus dari ventrikel lateral dan meninges dan kemudian beredar ke cairan serebrospinal ekstraserebral dan ruang subarachnoid. Bakteria akan berkembang dengan cepat disebabkan konsentrasi komplemen dan antibodi cairan serebrospinal tidak cukup untuk menghalang proliferasi bakterial. Faktor kemotaktik kemudian merangsang respons inflamasi lokal dikarakterisasi oleh infiltrasi sel polimorfonuklear. Keberadaan lipopolisaccharida dinding sel bakteria (endotoxin) dari bakteria gram negative (H. influenza type B, N. meningitidis) dan komponen dinding sel pneumococcal (asid teichoic,peptidoglycan) menstimulasi respons inflamasi yang ditanda, bersama dengan produksi local tumor necrosis factor, interleukin 1, prostaglandin E, dan mediator inflamasi lain. Respons inflamasi selanjutnya ditandai dengan infiltrasi neutrofilik, peningkatan permeabilitas pembuluh darah, alterasi sawar darah otak, dan trombosis vaskular. Cedera otak terkait meningitis tidak sewenangnya disebabkan oleh bakteria yang tersedia tetapi terjadi akibat reaksi host terhadap inflamasi diinisiasi oleh komponen-komponen bakteria.4 Meningitis berkemungkinan terjadi setelah invasi bakteria dari titik fokus infeksi yang berdekatan seperti sinusitis paranasal, otitis media, mastoiditis, sellulitis orbital, atau kranial atau osteomyelitis vertebral atau mungkin juga terjadi setelah bakteria masuk lewat trauma kranial yang menembus, saluran dermal sinus,atau meningomyelocele.

MANIFESTASI KLINIS Onset meningitis akut mempunyai dua pola predominan. o Pola yang lebih parah dan untungnya kurang sering adalah onset mendadak dengan manifestasi syok dengan progres yang cepat, purpura, koagulasi intravascular disseminata, dan penurunan kesedaran yang seringkali berakibat koma atau kematian dalam tempoh 24 jam.4 o Lebih sering, meningitis didahului oleh demam beberapa hari beserta simptomsimptom saluran pernafasan atas atau gastrointestinal, diikuti dengan tanda-tanda tidak spesifik infeksi sistem saraf pusat seperti lethargi yang meningkat dan iritabilitas. Tanda-tanda dan gejala meningitis terkait dengan temuan nonspesifik berkaitan dengan infeksi sistemik dan manifestasi dari iritasi meningeal. o Temuan nonspesifik termasuk demam, anoreksia, dan penurunan nafsu makan, sakit kepala, gejala infeksi saluran pernapasan atas, mialgia, artralgia, takikardia, hipotensi, dan tanda-tanda pada kulit yang bervariasi, seperti petechiae, purpura, dan atau ruam makula eritematosa.4 o Manifestasi dari iritasi meningeal adalah kaku kuduk, nyeri punggung, tanda Kernig (fleksi pinggul 90 dengan tambahan nyeri dengan ekstensi kaki), dan tanda Brudzinski (fleksi involunter dari lutut dan pinggul setelah fleksi pasif leher dalam posisi terlentang) . Pada beberapa anak, terutama pada usia lebih muda dari 12-18 bulan, tanda-tanda Kernig dan Brudzinski tidak semestinya ada. Peningkatan tekanan intrakranial ditandai dengan sakit kepala, muntah, fontanel menonjol atau diastasis (pelebaran) dari sutura, kelumpuhan saraf oculomotor (anisocoria, ptosis) atau saraf abducens, hipertensi dengan bradikardia, apnea atau hiperventilasi, postur dekortikasi atau deserebrasi, stupor, koma, atau tanda-tanda herniasi. Papil edema jarang didapat pada meningitis tanpa komplikasi dan menandakan proses lebih kronis seperti adanya abses intrakranial, empyema subdural, atau oklusi dari sinus venosus duralis. Tanda neurologi fokal biasanya karena sumbatan pembuluh darah. Neuropati kranial dari saraf okular, oculomotor, abducens, wajah, dan saraf pendengaran mungkin juga akibat inflamasi fokal. Secara keseluruhan, sekitar 10-20% dari anak-anak dengan meningitis bakteri memiliki tanda-tanda neurologis fokal.
9

Kejang (fokal atau umum) karena cerebritis, infark, atau gangguan elektrolit terjadi pada 20-30% dari pasien dengan meningitis. Kejang yang terjadi pada presentasi atau dalam 4 hari pertama dari onset biasanya tidak ada makna prognostik. Kejang yang bertahan sehingga lebih dari 4 hari sakit dan individu yang sulit untuk diobati dapat dikaitkan dengan prognosis buruk.4 Perubahan status mental sering terjadi di antara pasien dengan meningitis dan mungkin karena peningkatan tekanan intrakranial, cerebritis, atau hipotensi; manifestasi meliputi iritabilitas, letargi, stupor, obtundation, dan koma. Pasien koma memiliki prognosis buruk. Manifestasi tambahan meningitis termasuk fotofobia dan tache crbrale, yang ditimbulkan dengan menggores kulit dengan benda tumpul dan mengobservasi garis merah yang timbul jelas dalam waktu 30-60 detik.

PEMERIKSAAN FISIK Pada pemeriksaan fisik, dilakukan pemeriksaan tanda-tanda vital seperti pemeriksaan suhu tubuh untuk mengukur derajat demam, dilakukan juga pemeriksaan fisik generalis untuk melihat ada atau tidaknya ubun-ubun menonjol, serta dilakukan pemeriksaan rangsang meningeal samada positif ataupun tidak. Tanda rangsang meningeal Terdapatnya rangsang meningeal dapat diperiksa dengan beberapa perasat, antara lain pemeriksaan kaku kuduk, tanda Brudzinki I, Brudzinki II dan Kernig. Jangan dikacaukan perasat-perasat tersebut dengan refleks patologis yang menunjukkan terdapatnya lesi upper motor neuron. Kaku kuduk (nuchal rigidity) Pasien dalam posisi telentang, bila lehernya ditekuk secara pasif terdapat tahanan, sehingga dagu tidak dapat menempel pada dada, maka dikatakan kaku kuduk positif. Tahanan juga dapat terasa bila leher dibuat hiperekstensi, diputar, atau digerakkan ke samping. Kadang-kadang kaku kuduk disertai hiperekstensi tulang belakang yang juga disebut opistotonus. Disamping menunjukkan adanya rangsang meningeal

(meningitis), kaku kuduk juga terdapat pada tetanus, abses retrofaring, abses peritonsilar, ensefalitis, virus, keracunan timbal dan artritis reumatoid.5
10

Gambar 1. Kaku Kuduk

Perasat Brudzinski I (Brudzinskis neck sign) Letakkan satu tangan pemeriksa di bawah kepala pasien yang telentang, dan tangan lain diletakkan di dada pasien untuk mencegah agar badan tidak terangkat, kemudian kepala pasien difleksikan ke dada secara pasif (jangan dipaksa). Bila terdapat rangsang meningeal maka kedua tungkai bawah akan fleksi pada sendi panggul dan sendi lutut.5

Gambar 2. Perasat Brudzinki I


11

Perasat Brudzinski II (Brudzinskis contralateral leg sign) Pada pasien yang telentang, fleksi pasif tungkai atas pada sendi panggung akan diikuti oleh fleksi tungkai lainnya pada sendi panggul dan sendi lutut. Hasil lebih jelas bila waktu fleksi ke panggul sendi lutut dalam keadaan ekstensi.5 Perasat Kerning Pemeriksaan Kerning ini ada bermacam-macam cara, yang biasa dipergunakan ialah pasien dalam posisi telentang dilakukan fleksi tungkai atas tegak lurus, kemudian dicoba meluruskan tungkai bawah pada sendi lutut. Dalam keadaan normal tungkai bawah dapat membentuk sudut lebih dari 1350 terhadap tungkai atas. Pada iritasi meningeal ekstensi lutut secara pasif tersebut akan menyebabkan rasa sakit dan terdapat hambatan. Pemeriksaan ini sukar dilakukan pada bayi di bawah umur 6 bulan.5

Gambar 3. Perasat Kernig

12

PEMERIKSAAN PENUNJANG Pemeriksaan laboratorium Darah perifer lengkap dan kultur darah. Pemeriksaan gula darah dan elektrolit jika ada indikasi.

Pungsi Lumbal Pungsi lumbal sangat penting untuk menegakkan diagnosis dan menentukan etiologi: o Didapatkan cairan keruh atau opalesence dengan Nonne (-)/(+) dan Pandy (+)/(++) o Jumlah sel 100-10.000/mm3 dengan hitung jenis predominan polimorfonuklear, protein 200-500 mg/dl, pewarnaan gram, biakan dan uji resistensi. Pada stadium dini, jumlah sel dapat normal dengan predominan limfosit.1,2,4 o Apabila telah mendapat antibiotik sebelumnya, gambaran LCS dapat tidak spesifik. Pungsi lumbal pada sela antara vertebra lumbal 3-4 atau vertebra lumbal 4-5.4,6 Pada kasus berat, pungsi lumbal sebaiknya ditunda dan tetap dimulai pemberian antibiotik empirik (penundaan 2-3 hari tidak mengubah nilai diagnostik kecuali untuk identifikasi kuman, itu pun jika antibiotiknya sensitif).1,6 Jika memang kuat dugaan ke arah meningitis, meskipun terdapat tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial, pungsi lumbal masih dapat dilakukan asalkan berhati-hati. Pemakaian jarum spinal dapat meminimalkan komplikasi terjadinya herniasi.1 Kontraindikasi pungsi lumbal adalah infeksi pada daerah kulit tempat suntikan dan tekanan intrakranial meningkat seperti pupil yang tidak isokor, tubuh kaku atau paralisis salah satu ekstremitas atau napas yang tidak teratur.4,6 Kontraindikasi mutlak pungsi lumbal hanya jika ditemukan tanda dan gejala peningkatan tekanan intrakranial oleh karena lesi desak ruang.1 Pungsi lumbal ulang tidak diindikasikan secara rutin untuk menilai keberhasilan terapi, tetapi dilakukan pada:2 o Neonatus o Respon obat terhadap pengobatan dalam 24jam pertama buruk o Penyebab infeksi tidak diketahui o Masih ada kecurigaan bakteri spesifik sebagai penyebab meningitis
13

Gambar 4. Pungsi Lumbal Pemeriksaan radiologis Pemeriksaan computed tomography (CT Scan) dengan kontras atau magnetic resonance imaging (MRI) kepala dilakukan pada kasus berat atau ketika curiga ada komplikasi seperti empiema subdural, hidrosefalus dan abses otak.1,2,4 Padea pemeriksaan elektroensefalografi dapat ditemukan perlambatan umum.

DIAGNOSIS Diagnosis meningitis bakterialis dapat dilakukan berdasarkan anamnesis yang mendalam, gejala kliniks yang ditemukan, pemeriksaan fisik yang didapatkan, rangsang meningeal yang positif, manakala diagnosis pasti ditegakkan apabila dilakukan pungsi lumbal dengan analisis cairan serebrospinal yang menemukan bakteri, peningkatan leukosit, peningkatan protein dan penurunan glukosa.

Anamnesis Ditanyakan apakah ada infeksi saluran napas atas seperti batuk, pilek. Ditanyakan apakah ada infeksi saluran cerna seperti diare atau muntah.
14

Ditanyakan tentang gejala meningitis seperti demam, nyeri kepala, meningismus, bisa dengan atau tanpa penurunan kesadaran, letargi, malaise, kejang; merupakan hal yang sangat sugestif pada meningitis tetapi tidak ada satu gejala pun yang khas.1

Pada anak umur kurang 3 tahun, jarang ditanyakan apakah nyeri kepala. Pada bayi, sering ditanyakan apakah demam, iritabel, letargi, malas minum atau high pitched-cry.

Gejala kliniks Bervariasi tergantung dari usia, lama sakit sebelum berobat dan daya tahan penderita. Pada neonatus, gejala mungkin minimal, menyerupai sepsis dapat berupa malas minum, letargi, distress pernafasan, ikterus, muntah, diare, hipotermia, kejang (pada 40% kasus), ubun-ubun besar menonjol (pada 33.3% kasus).2 Pada anak yang lebih besar, dapat timbul secara akut atau secara insidious, dapat berupa demam, kejang, mual-muntah, sakit kepala, fotofobia, ubun-ubun membesar, tanda gangguan status mental seperti gelisah, letargi dan penurunan kesadaran.2,4,6

Pemeriksaan fisik Gangguan kesadaran dapat berupa penurunan kesadaran atau iritabilitas. Ubun-ubun besar yang menonjol, kaku kuduk, atau tanda rangsang meningeal lain seperti Bruzinski dan Kerning, kejang dan defisit neurologis fokal. Tanda rangsang meningeal mungkin tidak ditemukan pada anak berusia kurang dari 1 tahun.1 Manifetasi kliniks lain bisa berupa edema otak, syok septik atau septik artritis.2 Tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial seperti pusing, mual, muntah, gangguan penglihatan.1,6 Tanda-tanda infeksi di tempat lain seperti infeksi THT, sepsis atau pneumonia.

Pemeriksaan penunjang Diagnosis meningitis bakterialis terutama ditegakkan atas dasar analisis LSS yang warnanya keruh, manakala pada bentuk atipik didapatkan ground glass appearence.2 Terjadi pleositosis, dimana jumlah sel leukosit >1.000/mm3 dan pada hitung jenis predominansi polimorfonuklear. Pada bentuk atipik, pleositosis biasanya <1.000mm3. Pada Absolute neutrophyl count, bila jumlah leukosit LSS x %PMN LSS x 10 -2 /mm3, hasilnya >1, hal ini sangat mendukung kemungkinan meningitis bakterialis.
15

Terjadi hipoglikorazania, kadar gula LSS rendah, dengan rasio kadar gula LSS dengan gula darah < 0,40 memberi nilai sensitivitas 80% dan spesifisitas 90% di dalam menapis kasus meningitis bakterialis.

Terjadi peningkatan kadar protein > 200mg/mm3. Pada preparat langsung pewarnaan Gram, bila dilakukan dengan baik, hasil pemeriksaan konsisten dengan hasil biakan LSS pada meningitis bakterialis. Biakan LSS harus dibiak pada media agar, agar darah, agar coklat, media Fildes atau media Leventhal untuk mendapatkan hasil yang optimum. Rapid Diagnostic test bisa dilakukan untuk menilai adanya infeksi bakteri secara cepat, contohnya dengan cara counter current immunoelectrophoresis (CIE), uji aglutinasi lateks atau ELISA, tetapi hal ini sering dilakukan di negara maju.2

PENATALAKSANAAN Pendekatan terapi untuk pasien suspek meningitis bakteri tergantung pada sifat dari manifestasi awal dari penyakit. Seorang anak dengan perkembangan penyakit cepat kurang dari 24 jam, tanpa peningkatan tekanan intrakranial, harus mendapat antibiotik sesegera mungkin setelah pungsi lumbal dilakukan. Jika ada tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial atau tanda neurologis fokal, antibiotik harus diberikan tanpa melakukan pungsi lumbal dan sebelum memjalani CT scan. 4 Peningkatan tekanan intrakranial harus ditangani secara berterusan. Pengobatan segera dari suspek kegagalan sistem organ multiple, syok, dan sindrom distres pernapasan akut juga diindikasikan. Pasien dengan keadaan subakut berkepanjangan dan menjadi sakit selama 4-7 hari juga harus dievaluasi untuk tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial dan defisit neurologis fokal. Sakit kepala unilateral, papilledema, dan tanda-tanda lain dari peningkatan tekanan intrakranial menandakan lesi fokal seperti abses otak atau epidural, atau empiema subdural. Dalam keadaan ini, terapi antibiotik harus dimulai sebelum pungsi lumbal dan CT scan. Jika tidak ada tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial yang jelas, pungsi lumbal harus dilakukan.4

16

Terapi Antibiotik Awal Pilihan terapi awal (empiris) untuk meningitis pada bayi dan anak-anak imunokompeten terutama dipengaruhi oleh kerentanan antibiotik (Tabel 1) dari S. pneumoniae. Antibiotik yang dipilih harus mencapai tingkat bakterisida dalam CSS. Meskipun ada perbedaan geografis substansial dalam frekuensi resistensi S. pneumoniae terhadap antibiotik, persentasenya meningkat di seluruh dunia. Di Amerika Serikat, 25-50% dari strain S. pneumoniae saat ini resisten terhadap penisilin, resistensi relatif (MIC = 0,1-1,0 mg / mL) lebih sering daripada resistensi tingkat tinggi (MIC = 2,0 mg / mL).4 Resistensi terhadap cefotaxime dan ceftriaxone juga terlihat pada sampai dengan 25% dari isolat. Sebaliknya, sebagian besar strain N. meningitidis sensitif terhadap penisilin dan sefalosporin, meskipun ada isolat langka resisten dilaporkan. Sekitar 30-40% dari isolat H. influenzae tipe b memproduksi -laktamase dan, karena itu, resisten terhadap ampisilin. Strain penghasil--laktamase ini sensitif terhadap sefalosporin spektrum-luas. Berdasarkan tingkat resistensi substansial S. pneumoniae terhadap obat -laktam, vankomisin (60 mg/kg/24 jam, diberikan setiap 6 jam) direkomendasikan sebagai bagian dari terapi empiris awal. Karena kemanjuran generasi ke-3 cephalosporin dalam terapi meningitis yang disebabkan oleh S. pneumoniae sensitif, N. meningitidis, dan H. influenzae tipe b, cefotaxime (200 mg/kg/24 jam, diberikan setiap 6 jam) atau ceftriaxone (100 mg/kg/24 jam diberikan sekali per hari atau 50 mg / kg / dosis, diberikan setiap 12 jam) juga harus digunakan dalam terapi empiris awal.4 Pasien alergi terhadap -laktam antibiotik dan usia > 1 bulan dapat diobati dengan kloramfenikol, 100 mg/kg/24 jam, diberikan setiap jam 6. Bagaimanapun, pasien bisa hilang kesensitifan terhadap antibiotik. Jika infeksi L. monocytogenes dicurigai, seperti pada bayi muda atau orang-orang dengan kekurangan T -limfosit, ampisilin (200 mg/kg/24 jam, diberikan setiap jam 6) juga juga harus diberikan karena sefalosporin tidak aktif terhadap L. monocytogenes. Intravena trimetoprim-sulfametoksazol adalah pengobatan alternatif untuk monocytogenes L.. Jika seorang pasien immunocompromised dan dicurigai meningitis bakteri gram negatif, terapi awal mungkin termasuk ceftazidime dan aminoglikosida.

17

TABEL 1 Penggunaan Antibiotik untuk Pengobatan Meningitis bakteri [*] [*] neonatus OBAT Amikacin[][] Ampicillin Cefotaxime 07 Hari 15-20 dibagi q12h 200-300 dibagi q8h 100 dibagi q12h 828 Hari 20-30 dibagi q8h 300 dibagi q4h atau q6h 150-200 dibagi q8h atau q6h 150 dibagi q8h 7,5 dibagi q8h 150-200 dibagi q8h atau q6h 450.000 dibagi q6h 7,5 dibagi q8h 30-45 dibagi q8h BAYI & ANAK-ANAK 20-30 dibagi q8h 300 dibagi q4-6h 200-300 dibagi q8h atau q6h

Ceftriaxone[] Ceftazidime Gentamicin[][] Meropenem Nafcillin

150 dibagi q12h 5 dibagi q12h 100-150 dibagi q8h atau q12h 250,000-450,000 dibagi q8h 5 dibagi q12h

100 dibagi q12h atau q24h 150 dibagi q8h 7,5 dibagi q8h 120 dibagi q8h 150-200 dibagi q4h atau q6h

Penicillin G Rifampin Tobramycin[][]

450.000 dibagi q4h atau q6h 20 dibagi q12h 7,5 dibagi q8h 60 dibagi q6h

Vancomycin[][] 30 dibagi q12h

Dimodifikasi dari Klein JO: pengobatan antimikroba dan pencegahan meningitis. Pediatr Ann 1994, 23:76, dan dari RM Kliegman, Greenbaum LA, Lye PS: Strategi Praktis di Pediatric Diagnosis dan Terapi, ed 2. Philadelphia, Elsevier, 2004, p 963.
*

Dosis dalam mg / kg (U / kg untuk penisilin G) per hari. Dosis yang lebih kecil dan interval dosis lebih lama, terutama untuk aminoglikosida dan untuk neonatus berat lahir sangat rendah, mungkin disarankan.

vankomisin.

Pemantauan kadar serum dianjurkan untuk memastikan nilai-nilai aman dan terapi Penggunaan pada neonatus tidak dianjurkan karena kurang pengalaman dalam meningitis

neonatal.
18

Durasi Terapi Antibiotika Terapi untuk S.pneumoniae meningitis tidak rumit penisilin-sensitif harus dilengkapi dalam 10 sampai 14 hari dengan generasi ke-3 penisilin sefalosporin atau intravena (400.000 U/kg/24 jam, diberikan setiap 4-6 jam). Jika mengisolasi tahan terhadap penisilin dan sefalosporin generasi ke-3, terapi harus dilengkapi dengan vankomisin. Intravenous penisilin (400.000 U/kg/24 jam) selama 5-7 hari adalah pengobatan pilihan untuk N.meningitidis meningitis tanpa komplikasi. Meningitis H. influenzae tipe b tanpa komplikasi harus dirawat selama 7-10 hari. Pasien yang menerima antibiotik intravena atau oral sebelum LP dan yang tidak memiliki patogen diidentifikasi tetapi memiliki bukti infeksi bakteri akut berdasarkan profil CSS mereka harus terus menerima terapi dengan ceftriaxone atau cefotaxime selama 7-10 hari. Jika tanda-tanda fokal hadir atau anak tidak menanggapi pengobatan, fokus parameningeal mungkin hadir dan CT scan atau MRI harus dilakukan.4 Pungsi lumbal ulang rutin tidak diindikasikan pada pasien dengan meningitis tanpa komplikasi antibiotik-sensitif S. pneumoniae, N. meningitidis, atau H. influenzae tipe b. Mengulangi pemeriksaan CSS diindikasikan dalam beberapa neonatus, pada pasien dengan meningitis basilaris gram negatif, atau infeksi yang disebabkan oleh S. pneumoniae tahan-laktam. CSS harus steril dalam waktu 24-48 jam dari inisiasi terapi antibiotik yang tepat. Meningitis akibat bakteri Escherichia coli atau P. aeruginosa memerlukan terapi dengan generasi ke-3 sefalosporin aktif terhadap isolat in vitro. Sebagian besar isolat E. coli sensitif terhadap cefotaxim atau ceftriaxone, dan sebagian besar isolat P. aeruginosa sensitif terhadap ceftazidime. Meningitis basilaris gram-negatif harus dirawat selama 3 minggu atau minimal 2 minggu setelah sterilisasi CSS, yang mungkin terjadi setelah 2-10 hari pengobatan. Efek samping dari terapi antibiotik meningitis termasuk flebitis, obat demam, ruam, emesis, kandidiasis oral, dan diare. Ceftriaxone dapat menyebabkan pseudolithiasis kandung empedu reversibel, terdeteksi oleh ultrasonografi perut. Ini biasanya tanpa gejala tetapi mungkin berhubungan dengan emesis dan nyeri kuadran kanan atas.4

19

Kortikosteroid Pembunuhan bakteri secara cepat dalam CSS dengan efektif mensterilkan infeksi meningeal tetapi merilis produk sel beracun setelah lisis sel (sel dinding endotoksin) yang mempresipitat kaskade inflamasi sitokin.4 Pembentukan edema resultan dan infiltrasi neutrophilic dapat menghasilkan cedera neurologis tambahan dengan memburuknya tanda dan gejala SSP. Oleh karena itu, agen yang membatasi produksi mediator inflamasi dapat bermanfaat bagi pasien dengan meningitis bakteri. Data mendukung penggunaan deksametason intravena, 0,15 mg / kg / dosis diberikan setiap jam 6 selama 2 hari, dalam pengobatan anak-anak yang lebih tua dari 6 minggu dengan meningitis bakteri akut yang disebabkan oleh H. influenzae tipe b. Di antara anak-anak dengan meningitis karena H. influenzae tipe b, penerima kortikosteroid memiliki durasi demam yang lebih singkat, rendah protein CSS dan tingkat laktat, dan penurunan gangguan pendengaran sensorineural. 4 Data pada anak-anak tentang manfaat, jika ada, kortikosteroid dalam pengobatan meningitis yang disebabkan oleh bakteri lainnya tidak dapat disimpulkan. Pengobatan dini orang dewasa dengan meningitis bakteri, terutama mereka dengan meningitis pneumokokus, bagaimanapun, membawa hasil lebih baik. Kortikosteroid tampaknya memiliki manfaat maksimal jika diberikan 1-2 jam sebelum antibiotik dimulai. Mereka juga mungkin efektif jika diberikan bersamaan dengan atau segera setelah dosis 1 antibiotik. Komplikasi dari kortikosteroid termasuk perdarahan

gastrointestinal, hipertensi, hiperglikemia, leukositosis, dan demam rebound setelah dosis terakhir.

20

Suportif o Periode kritis pengobatan meningitis bakerialis adalah hari ke-3 dan ke-4. Tanda vital dan evaluasi neurologis harus dilakukan secara teratur. Untuk mencegah muntah dan aspirasi, sebaiknya pasien dipuasakan lebih dahulu pada awal sakit. o Lingkar kepala harus dimonitor setiap hari pada anak dengan ubun-ubun besar yang masih terbuka.1 o Peningkatan tekanan intrakranial, Syndrome Inappropriate Antidiuretic Hormone (SIADH), kejang dan demam harus dikontrol dengan baik. Restriksi cairan atau posisi kepala lebih tinggi tidak selalu dikerjakan pada setiap anak dengan meningitis bakterialis. o Perlu dipantau adanya komplikasi SIADH. Diagnosis SIADH ditegakkan jika terdapat kadar natrium serum yang < 135 mEq/L (135 mmol/L), osmolaritas serum < 270 mOsm/kg, osmolaritas urin > 2 kali osmolaritas serum, natrium urin > 30 mEq/L (30mmol/L) tanpa adanya tanda-tanda dehidrasi atau hipovolemia. Beberapa ahli merekomendasikan pembatasan jumlah cairan dengan memakai cairan isotoni, terutama jika atrium serum <130 mEq/L (130 mmol/L). Jumlah cairan dapat dikembalikan ke cairan rumatan jika kadar natrium serum kembali normal.1

Pemantauan Terapi o Untuk pemantauan efek samping penggunaan antibiotik dosis tinggi, dilakukan pemeriksaan darah perifer secara serial, uji fungsi hati dan uji fungsi ginjal apabila ada indikasi.1

Tumbuh kembang o Gangguan pendengaran sebagai gejala sisa meningitis bakterial terjadi pada 30% pasien, karena itu uji fungsi pendengaran harus segera dikerjakan setelah pulang.
1

Gejala sisa lain seperti retardasi mental, epilepsi, kebutaan, spastisitas dan hidrosefaus. Pemeriksaan penunjang dan konsultasi ke department terkait disesuaikan dengan temuan klinis pada saat follow-up.

21

KOMPLIKASI Selama pengobatan meningitis, komplikasi Sistem Saraf Pusat akut dapat mencakup kejang, peningkatan TIK, kelumpuhan saraf kranial, stroke, herniasi otak atau serebelar, dan trombosis pada dural sinus vena. Koleksi cairan dalam ruang subdural berkembang dalam 10-30% dari pasien dengan meningitis dan tidak menunjukkan gejala pada 85-90% pasien. Efusi subdural terutama sering terjadi pada bayi. Efusi subdural dengan gejala dapat menyebabkan diastasis, ubun-ubun menonjol dari jahitan, memperbesar lingkar kepala, emesis, kejang, demam, dan hasil abnormal transiluminasi tengkorak. CT atau MRI scan menegaskan adanya efusi subdural. Dengan adanya peningkatan TIK atau tingkat kesadaran menurun, efusi subdural simptomatik harus ditangani dengan aspirasi melalui ubun-ubun terbuka. Demam sendiri bukan merupakan indikasi untuk aspirasi.4 SIADH terjadi pada beberapa pasien dengan meningitis, menyebabkan hiponatremia dan osmolalitas serum berkurang. Hal ini dapat memperburuk edema otak atau mengakibatkan kejang hyponatremic. Demam yang berhubungan dengan meningitis bakteri biasanya sembuh dalam waktu 5-7 hari dari onset terapi. Demam berkepanjangan (> 10 hari) dicatat pada sekitar 10% pasien. Demam berkepanjangan biasanya karena infeksi kambuhan virus, infeksi bakteri nosokomial atau sekunder, tromboflebitis, atau reaksi obat. Demam sekunder mengacu pada luapan dari suhu tinggi setelah selang afebris. Infeksi nosokomial sangat penting untuk dipertimbangkan dalam evaluasi pasien. Perikarditis atau arthritis dapat terjadi pada pasien yang sedang dirawat karena meningitis, terutama yang disebabkan oleh N. meningitidis. Keterlibatan situs-situs tersebut dapat disebabkan baik dari penyebaran bakteri atau dari deposisi kompleks imun. Secara umum, perikarditis menular atau arthritis terjadi sebelumnya dalam pengobatan daripada kekebalan-dimediasi penyakit.4 Trombositosis, eosinofilia, dan anemia dapat berkembang selama terapi untuk meningitis. Anemia mungkin karena hemolisis atau penekanan sumsum tulang. KID yang paling sering dikaitkan dengan pola cepat progresif presentasi dan tercatat paling sering pada pasien dengan syok dan purpura. Kombinasi endotoksemia dan hipotensi berat memulai kaskade koagulasi, koeksistensi trombosis berkelanjutan dapat menghasilkan gangren perifer simetris.
22

PROGNOSIS. Terapi antibiotik yang tepat dan perawatan suportif telah mengurangi angka kematian dari meningitis bakteri setelah periode neonatal kepada <10%. Tingkat mortalitas tertinggi yang diamati adalah pada meningitis pneumokokus. Sequelae perkembangan saraf yang parah dapat terjadi pada 10-20% dari pasien yang sedang pulih dari meningitis bakteri, dan sebanyak 50% memiliki beberapa, meskipun halus, morbiditas neurobehavioral. Prognosis terburuk pada bayi berusia kurang dari 6 bulan dan pada mereka dengan konsentrasi tinggi bakteri / produk bakteri dalam CSS.4 Mereka dengan kejang terjadi lebih dari 4 hari di dalam tempoh terapi atau dengan koma atau tanda-tanda neurologis fokal pada presentasi memiliki peningkatan risiko untuk mempunyai gejala sisa jangka panjang. Tampaknya tidak ada hubungan antara durasi gejala sebelum diagnosis meningitis dan hasil. Sequelae neurologis yang paling umum meliputi gangguan pendengaran, retardasi mental, kejang berulang, keterlambatan dalam akuisisi bahasa, gangguan penglihatan, dan masalah perilaku. Kehilangan pendengaran sensorineural adalah sequela paling umum meningitis bakteri dan, biasanya, sudah hadir pada saat presentasi awal. Hal ini disebabkan terjadi labyrinthitis setelah infeksi pada koklea dan ini terjadi pada sebanyak 30% dari pasien dengan meningitis pneumokokus, 10% dengan meningokokus, dan 5-20% dari mereka dengan H. influenzae tipe b meningitis.4 Gangguan pendengaran mungkin juga karena peradangan langsung dari saraf pendengaran. Semua pasien dengan meningitis bakteri harus menjalani penilaian audiologic sebelum atau segera setelah keluar dari rumah sakit. Diindikasikan untuk sering melakukan penilaian ulang secara rawat jalan untuk pasien yang memiliki defisit pendengaran.

23

PENCEGAHAN Vaksinasi dan antibiotik profilaksis untuk orang yang beresiko kontak mewakili dua cara yang tersedia untuk mengurangi kemungkinan meningitis bakteri.4 Ketersediaan dan penerapan masing-masing pendekatan tergantung pada bakteri menginfeksi spesifik.

Neisseria meningitidis. Kemoprofilaksis direkomendasikan untuk semua kontak dekat pasien dengan meningitis meningokokus tanpa memandang usia atau status imunisasi. Orang yang dekat harus diobati dengan rifampisin 10 mg / kg / dosis setiap 12 jam (dosis maksimum 600 mg) selama 2 hari sesegera mungkin setelah mengidentifikasi kasus meningitis meningokokus yang dicurigai atau sepsis. Kontak dekat termasuk rumah tangga, pusat penitipan anak, dan kontak sekolah pembibitan dan pekerja perawatan kesehatan yang memiliki kontak langsung dengan sekresi oral (mulut ke mulut resusitasi, penyedotan, intubasi). Kontak yang telah terdedah harus segera diobati karena dicurigai infeksi pada indeks pasien, konfirmasi bakteriologis infeksi tidak perlu ditunggu. Selain itu, semua kontak harus dididik tentang tanda-tanda awal penyakit meningokokus dan kebutuhan untuk mencari perhatian medis segera jika tanda-tanda berkembang. Sebuah quadrivalent (A, C, Y, W-135), vaksin terkonjugasi (MCV-4; Menactra) dilisensikan oleh US Food and Drug Administration. Komite Penasehat Praktek Imunisasi (ACIP) kepada Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) merekomendasikan administrasi rutin vaksin ini untuk remaja 11-12 tahun. Vaksin meningokokus juga direkomendasikan untuk anak berisiko tinggi yang lebih tua dari 2 tahun. Pasien berisiko tinggi termasuk mereka dengan asplenia anatomi atau fungsional atau kekurangan protein komplemen terminal. Penggunaan vaksin meningokokus harus dipertimbangkan untuk mahasiswa baru, terutama mereka yang tinggal di asrama, karena peningkatan risiko infeksi meningokokus diamati invasif dibandingkan dengan risiko mereka yang tidak mengikuti kuliah, usia-kontrol cocok. Risiko untuk penyakit meningokokus di kalangan mahasiswa yang bukan baru masuk adalah serupa dengan populasi umum usia yang sama. Vaksin ini juga dapat digunakan sebagai tambahan dengan kemoprofilaksis untuk kontak yang terdedah dan selama wabah penyakit meningokokus.4

24

Haemophilus influenzae tipe B. Rifampisin profilaksis harus diberikan kepada semua kontak rumah tangga pasien dengan penyakit invasif yang disebabkan oleh H. influenzae tipe b, jika ada anggota keluarga dekat yang lebih muda dari 48 bulan yang belum diimunisasi lengkap atau jika orang yang immunocompromised, dari segala usia, berada dalam rumah tangga . Kontak serumah adalah mereka yang tinggal di kediaman kasus indeks atau yang telah menghabiskan minimal 4 jam dengan kasus indeks untuk setidaknya 5 dari 7 hari sebelum rawat inap pasien. Anggota keluarga harus menerima profilaksis rifampisin segera setelah diagnosis dicurigai dalam kasus indeks karena> 50% dari kasus sekunder keluarga terjadi dalam 1 minggu setelah pasien indeks telah dirawat di rumah sakit.4 Dosis rifampisin adalah 20 mg/kg/24 jam (dosis maksimum 600 mg) diberikan sekali setiap hari selama 4 hari. Rifampisin menyebabkan warna urin dan keringat berubah kepada merah-oranye, mengotorkan lensa kontak, dan mengurangi konsentrasi serum dari beberapa obat, termasuk kontrasepsi oral. Rifampisin merupakan kontraindikasi selama kehamilan. Kemajuan paling mencolok dalam pencegahan meningitis bakteri anak mengikut pengembangan dan lisensi vaksin konjugasi terhadap H. influenzae tipe b. Empat vaksin konjugasi dilisensikan di Amerika Serikat. Meskipun tiap vaksin memunculkan profil yang berbeda dari respon antibodi pada bayi diimunisasi pada usia 2-6 bulan, semua menghasilkan tingkat antibodi pelindung dengan tingkat efikasi terhadap infeksi invasif berkisar dari 70 sampai 100%. Khasiat ini tidak konsisten dalam populasi Native Amerika, sebuah kelompok yang memiliki insiden penyakit yang sangat tinggi. Semua anak harus diimunisasi dengan H. influenzae tipe b konjugat vaksin bermula pada usia 2 bulan.

Streptococcus pneumoniae. Administrasi rutin vaksin konjugasi heptavalent terhadap S. pneumoniae dianjurkan untuk anak-anak lebih muda dari usia 2 tahun. Dosis awal diberikan pada usia 2 bulan. Anak-anak yang beresiko tinggi infeksi pneumokokus invasif, termasuk mereka yang asplenia fungsional atau anatomis dan orang-orang yang dengan imunodefisiensi (seperti infeksi HIV, immunodeficiency primer, dan mereka yang menerima terapi imunosupresif) juga harus menerima vaksin.4

25

BAB 3 PENUTUP Meningitis bakterialis adalah suatu peradangan selaput jaringan otak dan medulla spinalis yang disebabkan oleh bakteri patogen. Peradangan tersebut mengenai araknoid, piamater dan cairan serebrospinalis. Peradangan ini dapat meluas melalui ruang subaraknoid sekitar otak, medulla spinalis dan ventrikel. Peradangan meningen yang disertai adanya bukti terdapat bakteri dalam likuor serebrospinal (LSS). Meningitis purulenta atau dikenali juga sebagai meningitis bakterialis adalah peradangan meningen yang ditandai dengan LSS yang keruh dengan jumlah leukosit >1.000mm3 dengan predominasi PMN meningitis purulenta hampir selalu disebabkan oleh bakteri. Faktor predisposisi mencakup infeksi human

pernapasan, otitis

media , mastoiditis ,

trauma

kepala,

hemoglobinopati,

immunodeficiency virus (HIV), dan lainnya menyatakan defisiensi imun. Diagnosis meningitis bakterialis dapat dilakukan berdasarkan anamnesis yang mendalam, gejala kliniks yang ditemukan seperti demam, muntah, penurunan kesadaran, pemeriksaan fisik yang didapatkan seperti ubun-ubun mencembung, kejang, letargis, rangsang meningeal yang positif, manakala diagnosis pasti ditegakkan apabila dilakukan pungsi lumbal dengan analisis cairan serebrospinal yang menemukan bakteri, peningkatan leukosit, peningkatan protein dan penurunan glukosa. Meningitis bakterialis merupakan penyakit yang mengancam jiwa dan harus ditangani sebagai keadaan emergensi. Perhatian perawatan yang tepat, dengan pemberian antibiotik, kortikosteroid, terapi suportif serta pemantauan tumbuh kembang sangat penting bagi mengurangi angka kematian dari meningitis bakteri serta mengelakkan terjadinya komplikasi. Sebagai langkah pencegahan, dapat diberikan vaksinasi dan antibiotik profilaksis untuk orang yang beresiko kontak agar dapat mengurangi kemungkinan terjadinyameningitis bakteri.

26

DAFTAR PUSTAKA 1) Antonius HP, Hegar B, Handyastuti S, Salamiah I. Pedoman Pelayanan Medis. Jilid I. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jakarta. 2010. 2) Garna.H, Nataprawira .H.M, Meningitis bakterialis. Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak. Edisi 3. Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran RS Dr.Hasan Sadikin. Bandung. 2005. 221-9. 3) Meningitis bakterialis. Diunduh dari http://emedicine.medscape.com/article/1166190overview. Di unduh pada tanggal 1 Desember 2012. 4) Kliegman, Stanton, Geme ST, Schor, Behrman. Acute Bacterial Meningitis Beyond the Neonatal Period. Nelson Textbook of Pediatrics. 19th ed. Elsevier Saunder. USA. 2011. 25155) Matondang.C.S, Wahidiyat.I, Sastroasmoro.S. Diagnosis Fisis pada Anak. Edisi 2. CV Sagung Seto. Jakarta. 2003.131-137. 6) WHO. Meningitis. Pelayanan Kesehatan Anak Di Rumah Sakit. Kesehatan RI. 2008. 175-79. Departemen

27

Anda mungkin juga menyukai