Anda di halaman 1dari 19

Makalah Perilaku Organisasi: Manajemen Konflik Dalam Organisasi

BAB I PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Kemajuan-kemajuan di bidang teknologi dan sosial budaya mendorong perkembangan berbagai aspek kehidupan manusia diantaranya dalam berkumpul dan hidu berkelompok. Sebagai suatu bentuk kumpulan manusia dengan ikatan-ikatan tertentu atau syarat-syarat tertentu, maka organisasi telah pula berkembang dalam berbagai aspek termasuk ukuran dan kompleksitas. Semakin besar ukuran suatu organisasi semakin cenderung menjadi kompleks keadaannya. Kompleksitas ini menyangkut berbagai hal seperti kompleksitas alur informasi, kompleksitas komunikasi, kompleksitas pembuat keputusan, kompleksitas pendelegasian wewenang dan sebagainya. Kompleksitas lain adalah sehubungan dengan sumber daya manusia. Seperti kita ketahui bahwa sehubungan dengan sumber da manusia ini dapat diidentifikasi pula berbagai kompleksitas seperti kompleksitas jabatan, kompleksitas tugas, kompleksitas kedudukan dan status, kompleksitas hak dan wewenang dan lain-lain. Kompleksitas ini dapat merupakan sumber potensial untuk timbulnya konflik dalam organisasi, terutama konflik yang berasal dari sumber daya manusia, dimana dengan berbagai latar belakang yang berbeda tentu mempunyai tujuan yang berbeda pula dalam tujuan dan motivasi mereka dalam bekerja. Seorang pimpinan yang ingin memajukan organisasinya, harus memahami faktor-faktor apa saja yang menyebabkan timbulnya konflik, baik konflik di dalam individu maupun konflik antar perorangan dan konflik di dalam kelompok dan konflik antar kelompok. Pemahaman faktor-faktor tersebut akan lebih memudahkan tugasnya dalam hal menyelesaikan konflikkonflik yang terjadi dan menyalurkannya ke arah perkembangan yang positif. 1.2 PEMBATASAN MASALAH Berbicara mengenai birokrasi mungkin tidak akan ada habisnya, karena organisasi memang sangat dekat dengan kehidupan kita, dan bahkan kita pasti tidak lepas dengan organisasi atau

kelompok, baik dalam skala kecil maupun besar, sehingga timbul berbagai permasalahan mengenai organisasi itu sendiri. Untuk itu penulis merasa perlu melakukan pembatasan masalah dalam makalah ini, yaitu Manajemen Konflik dalam Organisasi

1.3 TUJUAN Adapun tujuan dari tulisan ini adalah ingin mengetahui dan memahami apa itu konflik dan bagaimana cara mengatasi konflik yang terjadi dalam organisasi.

BAB II PEMBAHASAN 2.1 Pengertian dan Konsepsi Konflik Robbins (1996) dalam Organization Behavior menjelaskan bahwa konflik adalah suatu proses interaksi yang terjadi akibat adanya ketidaksesuaian antara dua pendapat (sudut pandang) yang berpengaruh atas pihak-pihak yang terlibat baik pengaruh positif maupun pengaruh negatif. Sedang menurut Luthans (1981) konflik adalah kondisi yang ditimbulkan oleh adanya kekuatan yang saling bertentengan. Kekuatan-kekuatan ini bersumber pada keinginan manusia. Istilah konflik sendiri diterjemahkan dalam beberapa istilah yaitu perbedaan pendapat, persaingan dan permusuhan. Perbedaan pendapat tidak selalu berarti perbedaan keinginan. Oleh karena konflik bersumber pada keinginan, maka perbedaan pendapat tidak selalu berarti konflik. Persaingan sangat erat hubungannya denga konflik karena dalam persaingan beberapa pihak menginginkan hal yang sama tetapi hanya satu yang mungkin mendapatkannya. Persaingan tidak sama dengan konflik namun mudah menjurus ke arah konflik, terutuma bila ada persaingan yang menggunakan cara-cara yang bertentengan dengan aturan yang disepakati. Permusuhan bukanlah konflik karena orang yang terlibat konflik bisa saja

tidak memiliki rasa permusuhan. Sebaliknya orang yang saling bermusuhan bisa saja tidak berada dalam keadaan konflik. Konflik sendiri tidak selalu harus dihindari karena tidak selalu negatif akibatnya. Berbagai konflik yang ringan dan dapat dikendalikan (dikenal dan ditanggulangi) dapat berakibat positif bagi mereka yang terlibat maupun bagi organisasi.

2.2 Jenis-jenis Konflik Menurut James A.F. Stoner dan Charles Wankel dikenal ada lima jenis konflik yaitu konflik intrapersonal, konflik interpersonal, konflik antar individu dan kelompok, konflik antar kelompok dan konflik antar organisasi.

2.2.1 Konflik Intrapersonal Konflik intrapersonal adalah konflikseseorang dengan dirinya sendiri. Konflik terjadi bila pada waktu yang sama seseorang memiliki dua keinginan yang tidak mungkin dipenuhi sekaligus. Sebagaimana diketahui bahwa dalam diri seseorang itu biasanya terdapat hal-hal sebagai berikut: Sejumlah kebutuhan-kebutuhan dan peranan-peranan yang bersaing Beraneka macam cara yang berbeda yang mendorong peranan-peranan dan kebutuhankebutuhan itu terlahirkan. Banyaknya bentuk halangan-halangan yang bisa terjadi di antara dorongan dan tujuan. Terdapatnya baik aspek yang positif maupun negatif yang menghalangi tujuantujuan yang diinginkan. Hal-hal di atas dalam proses adaptasi seseorang terhadap lingkungannya acapkali menimbulkan konflik. Kalau konflik dibiarkan maka akan menimbulkan keadaan yang tidak menyenangkan. Ada tiga macam bentuk konflik intrapersonal yaitu : Konflik pendekatan-pendekatan, contohnya orang yang dihadapkan pada dua pilihan yang sama-sama menarik. Konflik pendekatan penghindaran, contohnya orang yang dihadapkan pada dua pilihan yang sama menyulitkan. Konflik penghindaran-penghindaran, contohnya orang yang dihadapkan pada satu hal

yang mempunyai nilai positif dan negatif sekaligus.

2.2.2 Konflik Interpersonal Konflik Interpersonal adalah pertentangan antar seseorang dengan orang lain karena pertentengan kepentingan atau keinginan. Hal ini sering terjadi antara dua orang yang berbeda status, jabatan, bidang kerja dan lain-lain. Konflik interpersonal ini merupakan suatu dinamika yang amat penting dalam perilaku organisasi. Karena konflik semacam ini akan melibatkan beberapa peranan dari beberapa anggota organisasi yang tidak bisa tidak akan mempengaruhi proses pencapaian tujuan organisasi tersebut.

2.2.3 Konflik antar individu-individu dan kelompok-kelompok Hal ini seringkali berhubungan dengan cara individu menghadapi tekanan-tekanan untuk mencapai konformitas, yang ditekankan kepada mereka oleh kelompok kerja mereka. Sebagai contoh dapat dikatakan bahwa seseorang individu dapat dihukum oleh kelompok kerjanya karena ia tidak dapat mencapai norma-norma produktivitas kelompok dimana ia berada.

2.2.4 Konflik antara kelompok dalam organisasi yang sama Konflik ini merupakan tipe konflik yang banyak terjadi di dalam organisasi organisasi. Konflik antar lini dan staf, pekerja dan pekerja - manajemen merupakan dua macam bidang konflik antar kelompok.

2.2.5 Konflik antara organisasi Contoh seperti di bidang ekonomi dimana Amerika Serikat dan negara-negar lain dianggap sebagai bentuk konflik, dan konflik ini biasanya disebut dengan persaingan.Konflik ini berdasarkan pengalaman ternyata telah menyebabkan timbulnya pengembangan produk-produk baru, teknologi baru dan servis baru, harga lebih rendah dan pemanfaatan sumber daya secara lebih efisien.

2.3 Peranan Konflik Ada berbagai pandangan mengenai konflik dalam organisasi. Pandangan tradisional

mengatakan bahwa konflik hanyalah merupakan gejala abnormal yang mempunyai akibat akibat negatif sehingga perlu dilenyapkan. Pendapat tradisional ini dapat diuraikan sebagai berikut : Konflik hanya merugikan organisasi, karena itu harus dihindarkan dan ditiadakan. Konflik ditimbulka karena perbedaan kepribadian dan karena kegagalan dalam kepemimpinan. Konflik diselesaikan melalui pemisahan fisik atau dengan intervensi manajemen tingkat yang lebih tinggi. Sedangkan pandangan yang lebih maju menganggap bahwa konflik dapat berakibat baik maupun buruk. Usaha penanganannya harus berupaya untuk menarik hal-ha yang baik dan mengurangi hal-hal yang buruk. Pandangan ini dapat diuraikan sebagai berikut : Konflik adalah suatu akibat yang tidak dapat dihindarkan dari interaksi organisasional dan dapat diatasi dengan mengenali sumber-sumber konflik.
Konflik pada umumnya adalah hasil dari kemajemukan sistem organisasi Konflik diselesaikan dengan cara pengenalan sebab dan pemecahan masalah.

Konflik dapat merupakan kekuatan untuk pengubahan positif di dalam suatu organisasi. Dalam padangan modern ini konflik sebenarnya dapat memberikan manfaat yang banyak bagi organisasi. Sebagai contoh pengembangan konflik yang positif dapat digunakan sebagai ajang adu pendapat, sehingga organisasi bisa memperoleh pendapat-pendapat yang sudah tersaring. Seorang pimpinan suatu organisasi pernah menerapkan apa yang disebutnya dengan mitra tinju Pada saat ada suatu kebijakan yang hendak diterapkannya di organisasi yang dipimpinnya ia mencoba untuk mencari mitra yang beroposisi dengannya. Hal ini sejalan dengan pendapat yang ditulis oleh Robbins (1996) yang membahas konflik dari segi human relations and interactionist perspective. Dijelaskan bahwa konflik itu adalah hal yang alamiah dan selalu akan terjadi. Konflik merupakan bagian dari pengalaman hubungan antar pribadi (interpersonal experience) Karena itu bisa dihindari maka sebaiknya konflik dikelola dengan efektif, sehingga dapat bermanfaat dan dapat menciptakan perbedaan serta pembaharuan ke arah yang lebih baik dalam organisasi. Kesimpulannya konflik tidak selalu merugikan organisasi selama bisa ditangani dengan baik sehingga dapat :

mengarah ke inovasi dan perubahan memberi tenaga kepada orang bertindak menyumbangkan perlindungan untuk hal-hal dalam organisasi merupakan unsur penting dalam analisis sistem organisasi

2.4 Faktor-faktor yang mempengaruhi Konflik Faktor-faktor yang mempengaruhi Konflik Dapat dikelompokkan ke dalam dua kelompok besar yaitu faktor intern dan faktor ekstern. 2.4.1 Faktor Intern Kemantapan organisasi Organisasi yang telah mantap lebih mampu menyesuaikan diri sehingga tidak mudah terlibat konflik dan mampu menyelesaikannya. Analoginya dalah seseorang yang matang mempunyai pandangan hidup luas, mengenal dan menghargai perbedaan nilai dan lainlain. Sistem nilai Sistem nilai suatu organisasi ialah sekumpulan batasan yang meliputi landasan maksud dan cara berinteraksi suatu organisasi, apakah sesuatu itu baik, buruk, salah atau benar. Tujuan Tujuan suatu organisasi dapat menjadi dasar tingkah laku organisasi itu serta para anggotanya.

Sistem lain dalam organisasi Seperti sistem komunikasi, sistem kepemimpinan, sistem pengambilan keputusan, sisitem imbalan dan lain-lain. Dalam hal sistem komunikasi misalnya ternyata persepsi dan penyampaian pesan bukanlah soal yang mudah. 2.4.2 Faktor Ekstern Keterbatasan sumber daya Kelangkaan suatu hal yang dapat menumbuhkan persaingan dan seterusnya dapat berakhir menjadi konflik. Kekaburan aturan/norma di masyarakat Hal ini memperbesar peluang perbedaan persepsi dan pola bertindak.

Derajat ketergantungan dengan pihak lain Semakin tergantung satu pihak dengan pihak lain semakin mudah konflik terjadi. Pola interaksi dengan pihak lain Pola yang bebas memudahkan pemamparan dengan nilai-nilai ain sedangkan pola tertutup menimbulkan sikap kabur dan kesulitan penyesuaian diri.

2.5 Penanganan Konflik Untuk menangani konflik dengan efektif, kita harus mengetahui kemampuan diri sendiri dan juga pihak-pihak yang mempunyai konflik. Ada beberapa cara untuk menangani konflik antara lain : Introspeksi diri Bagaiman kita biasanya menghadapi konflik ? Gaya apa yang biasanya digunakan? Apa saja yang menjadi dasar dan persepsi kita. Hal ini penting untuk dilakukan sehingga kita dapat mengukur kekuatan kita. Mengevaluasi pihak-pihak yang terlibat. Sangat penting bagi kita untuk mengetahui pihak-pihak yang terlibat. Kita dapat mengidentifikasi kepentingan apa saja yang mereka miliki, bagaimana nilai dan sikap mereka atas konflik tersebut dan apa perasaan mereka atas terjadinya konflik. Kesempatan kita untuk sukses dalam menangani konflik semakin besar jika kita meliha konflik yang terjadi dari semua sudut pandang. Identifikasi sumber konflik Seperti dituliskan di atas, konflik tidak muncul begitu saja. Sumber konflik sebaiknya dapat teridentifikasi sehingga sasaran penanganannya lebih terarah kepada sebab konflik. Mengetahui pilihan penyelesaian atau penanganan konflik yang ada dan memilih yang tepat.

Spiegel (1994) menjelaskan ada lima tindakan yang dapat kita lakukan dalam penanganan konflik : Berkompetisi Tindakan ini dilakukan jika kita mencoba memaksakan kepentingan sendiri di atas kepentingan pihak lain. Pilihan tindakan ini bisa sukses dilakukan jika situasi saat itu

membutuhkan keputusan yang cepat, kepentingan salah satu pihak lebih utama dan pilihan kita sangat vital. Hanya perlu diperhatikan situasi menang kalah (win-win solution) akan terjadi disini. Pihak yang kalah akan merasa dirugikan dan dapat menjadi konflik yang berkepanjangan. Tindakan ini bisa dilakukan dalam hubungan atasan bawahan, dimana atasan menempatkan kepentingannya (kepentingan organisasi) di atas kepentingan bawahan. Menghindari konflik Tindakan ini dilakukan jika salah satu pihak menghindari dari situsasi tersebut secara fisik ataupun psikologis. Sifat tindakan ini hanyalah menunda konflik yang terjadi. Situasi menag kalah terjadi lagi disini. Menghindari konflik bisa dilakukan jika masingmasing pihak mencoba untuk mendinginkan suasana, mebekukan konflik untuk sementara. Dampak kurang baik bisa terjadi jika pada saat yang kurang tepat konflik meletus kembali, ditambah lagi jika salah satu pihak menjadi stres karena merasa masih memiliki hutang menyelesaikan persoalan tersebut. Akomodasi Yaitu jika kita mengalah dan mengorbankan beberapa kepentingan sendiri agar pihak lain mendapat keuntungan dari situasi konflik itu. Disebut juga sebagai self sacrifying behaviour. Hal ini dilakukan jika kita merasa bahwa kepentingan pihak lain lebih utama atau kita ingin tetap menjaga hubungan baik dengan pihak tersebut. Pertimbangan antara kepentingan pribadi dan hubungan baik menjadi hal yang utama di sini. Kompromi Tindakan ini dapat dilakukan jika ke dua belah pihak merasa bahwa kedua hal tersebut sama sama penting dan hubungan baik menjadi yang uatama. Masing-masing pihak akan mengorbankan sebagian kepentingannya untuk mendapatkan situasi menangmenang (win-win solution) Berkolaborasi Menciptakan situasi menang-menag dengan saling bekerja sama. Pilihan tindakan ada pada diri kita sendiri dengan konsekuensi dari masing-masing tindakan. Jika terjadi konflik pada lingkungan kerja, kepentingan dan hubungan antar pribadi menjadai hal yang harus kita pertimbangkan.

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan Kemampuan menangani konflik tentang terutama yang menduduki jabatan pimpinan. Yang terpenting adalah mengembangkan pengetahuan yang cukup dan sikap yang positif terhadap konflik, karena peran konflik yang tidak selalu negatif terhadap organisasi. Dengan pengembalian yang cukup senang, pimpinan dapat cepat mengenal, mengidentifikasi dan mengukur besarnya konflik serta akibatnya dengan sikap positif dan kemampuan kepemimpianannya, seorang pimpinan akan dapat mengendalikan konflik yang akan selalu ada, dan bila mungkin menggunakannya untuk keterbukaan organisasi dan anggota organisasi yang dipimpinnya. Tentu manfaatnya pun dapat dirasakan oleh dirinya sendiri.

3.2 Saran Secara pribadi penulis menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini masih banyak terdapat kekurangan atau pun kejanggalan. Untuk itu saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan demi kelancaran dalam pembuatan makalah selanjutnya. DAFTAR PUSTAKA

http://riyandari.blogspot.com/2010/02/manajemen-konflik-dalam-organisasi.html Miftah Thoha. Kepemimpinan dalam Manajemen. PT.Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1993 Munandar AS. Manajemen Konflik dalam Organisasi , dalam Seminar Strategi Pengendalian Konflik dalam Organisasi, Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, Jakarta, 987 Winardi. Manajemen Konflik (Konflik Perubhan dan Pengembangan), Mandar Maju, 1994 Definisi Manajemen Konflik Manajemen konflik merupakan serangkaian aksi dan reaksi antara pelaku maupun pihak luar dalam suatu konflik. Manajemen konflik termasuk pada suatu pendekatan yang berorientasi pada proses yang mengarahkan pada bentuk komunikasi (termasuk tingkah laku) dari pelaku

maupun pihak luar dan bagaimana mereka mempengaruhi kepentingan dan interpretasi. Bagi pihak luar (di luar yang berkonflik) sebagai pihak ketiga, yang diperlukan adalah informasi yang akurat tentang situasi konflik. Hal ini karena komunikasi efektif di antara pelaku dapat terjadi jika ada kepercayaan terhadap pihak ketiga. Menurut Ross (1993) bahwa manajemen konflik merupakan langkah-langkah yang diambil para pelaku atau pihak ketiga dalam rangka mengarahkan perselisihan ke arah hasil tertentu yang mungkin atau tidak mungkin menghasilkan suatu akhir berupa penyelesaian konflik dan mungkin atau tidak mungkin menghasilkan ketenangan, hal positif, kreatif, bermufakat, atau agresif. Manajemen konflik dapat melibatkan bantuan diri sendiri, kerjasama dalam memecahkan masalah (dengan atau tanpa bantuan pihak ketiga) atau pengambilan keputusan oleh pihak ketiga. Suatu pendekatan yang berorientasi pada proses manajemen konflik menunjuk pada pola komunikasi (termasuk perilaku) para pelaku dan bagaimana mereka mempengaruhi kepentingan dan penafsiran terhadap konflik. Sementara Minnery (1980: 220) menyatakan bahwa manajemen konflik merupakan proses, sama halnya dengan perencanaan kota merupakan proses. Minnery (1980: 220) juga berpendapat bahwa proses manajemen konflik perencanaan kota merupakan bagian yang rasional dan bersifat kreatif, artinya bahwa pendekatan model manajemen konflik perencanaan kota secara terus menerus mengalami penyempurnaan sampai mencapai model yang representative dan ideal.

B. Teori-teori Konflik Teori-teori utama mengenai sebab-sebab konflik adalah: 1. Teori Hubungan Masyarakat Menganggap bahwa konflik disebabkan oleh polarisasi yang terus terjadi,

ketidakpercayaan dan permusuhan di antara kelompok yang berbeda dalam suatu masyarakat. Sasaran: meningkatkan komunikasi dan saling pengertian antara kelompok yang mengalami konflik, serta mengusahakan toleransi dan agar masyarakat lebih bisa saling menerima keragaman yang ada di dalamnya.

2. Teori Kebutuhan Manusia

Menganggap bahwa konflik yang berakar disebabkan oleh kebutuhan dasar manusia (fisik, mental dan sosial) yang tidak dipenuhi atau dihalangi. Hal yang sering menjadi inti pembicaraan adalah keamanan, identitas, pengakuan, partisipasi, dan otonomi. Sasaran: mengidentifikasi dan mengupayakan bersama kebutuhan mereka yang tidak terpenuhi, serta menghasilkan pilihan-pilihan untuk memenuhi kebutuhan itu.

3. Teori Negosiasi Prinsip Menganggap bahwa konflik disebabkan oleh posisi-posisi yang tidak selaras dan perbedaan pandangan tentang konflik oleh pihak-pihak yang mengalami konflik. Sasaran: membantu pihak yang berkonflik untuk Memisahkan perasaan pribadi dengan berbagai masalah dan isu dan memampukan mereka untuk melakukan negosiasi berdasarkan kepentingan mereka daripada posisi tertentu yang sudah tetap. Kemudian melancarkan proses kesepakatan yang menguntungkan kedua belah pihak atau semua pihak.

4. Teori Identitas Berasumsi bahwa konflik disebabkan oleh identitas yang terancam, yang sering berakar pada hilangnya sesuatu atau penderitaan di masa lalu yang tidak diselesaikan. Sasaran: melalui fasilitas lokakarya dan dialog antara pihak-pihak yang mengalami konflik, sehingga dapat mengidentifikasi ancaman dan ketakutan di antara pihak tersebut dan membangun empati dan rekonsiliasi di antara mereka.

5. Teori Kesalahpahaman Antarbudaya Berasumsi bahwa konflik disebabkan oleh ketidakcocokan dalam acara-acara komunikasi berbagai budaya yang berbeda. Sasaran: menambah pengetahuan kepada pihak yang berkonflik mengenai budaya pihak lain, mengurangi streotip negatif yang mereka miliki tentang pihak lain, meningkatkan keefektifan komunikasi antarbudaya.

6. Teori Transformasi Konflik Berasumsi bahwa konflik disebabkan oleh masalah-masalah ketidaksetaraan dan ketidakadilan yang muncul sebagai masalah sosial, budaya dan ekonomi.

Sasaran: mengubah struktur dan kerangka kerja yang menyebabkan ketidaksetaraan dan ketidakadilan termasuk kesenjangan ekonomi, meningkatkan jalinan hubungan dan sikap jangka panjang di antara pihak yang berkonflik, mengembangkan proses dan sistem untuk mempromosikan pemberdayaan, keadilan, perdamaian, pengampunan, rekonsiliasi, pengakuan.

C. Kebijakan Impelementasi Manajemen Konflik di Sekolah Implementasi manajemen konflik dalam pendidikan dilakukan dengan beberapa pendekatan. Menurut Donna Crawford dan Richard dalam laporannya, menyebutkan bahwa memiliki empat pendekatan dalam melakukan implementasi manajemen konflik dalam bidang pendidikan yaitu: a. Proses Curriculum Yaitu dalam menyusun kurikulum selalu melibatkan seluruh elemen yang berkepentingan. Di samping terus melakukan pelatihan-pelatihan untuk guru dan kalau memungkinkan selalu melibatkan masyarakat dalam proses penyusunan kurikulum, proses pengembangan dan selalu melakukan follow up terhadap gejala-gejala konflik dalam pendidikan.

b. Mediation Program Yaitu menyiapkan training/pelatihan untuk guru supaya mampu memediasi persoalanpersoalan di sekolah. Di samping menyiapkan modul untuk para guru.

c. Peaceable Classroom Yaitu semua guru yang mengajarkan di sekolah mampu melakukan kerjasama dengan sesama guru dan pihak manajemen sekolah. Di samping memberi pemahaman kepada siswa sebagai peace maker.

d. Peaceable School Yaitu menerapkan manajemen konflik di sekolah secara komprehensif dalam sistem pendidikan. Dengan terus mengembangkan proses pembelajaran untuk siswa, guru, dan masyarakat. Guru terus dikembangkan menjadi profesional, murid diharapkan punya informasi tentang konflik dan masyarakat harus punya inisiatif untuk pemahaman (Donna Crawford dan Richard Bodine, 1996).

D. Dampak Konflik yang Positif dan Negatif a. Dampak Positif dari Konflik 1)Memungkinkan ketidakpuasan yang tersembunyi muncul ke permukaan, sehingga sekolah sebagai suatu organisasi dapat melakukan penyesuaian. 2)Mendinamiskan suatu organisasi sekolah, sehingga tidak berjalan rutin dan statis.

b. Dampak Negatif dari Sekolah Menimbulkan perasaan tidak enak sehingga menghambat komunikasi dan bahkan menimbulkan ketegangan. Menimbulkan perpecahan dalam sekolah yang dapat mengganggu perhatian guru dan staf dari program sekolah. Jadi, yang terpenting bagi kepala sekolah bukan mengelak terhadap adanya konflik, tetapi mengelolanya agar dapat mendorong sekolah menjadi dinamis dan konflik tidak melampaui titik patah yang mengakibatkan terhambatnya program sekolah.

E. Strategi Menyelesaikan Konflik Ada empat strategi untuk menyelesaikan konflik yang efektif di sekolah, yaitu: (a) teknik konfrontasi, (b) menggunakan gaya tertentu, (c) perbaikan praktik organisasi, dan (d) perubahan peran dan struktur organisasi.

a. Teknik konfrontasi digunakan jika diinginkan penyelesaian yang sama menguntungkan (win-win). Pendapat/konsep yang menyebabkan konflik didiskusikan untuk mendapatkan solusinya. Untuk itu dapat digunakan teknik bargaining (negosiasi), dengan bantuan mediasi pihak ketiga, atau menggunakan keputusan integratif. b. Gaya penyelesaian tertentu diharapkan jika diinginkan penyelesaian secara alamiah. Pada pokoknya konflik dibiarkan sehingga terjadi penyelesaian mengikuti lima kecenderungan. c. Perbaikan praktik organisasi diterapkan jika dari evaluasi ditemukan bahwa konflik terjadi akibat praktik organisasi sekolah yang kurang tepat. Untuk itu, perlu dilakukan langkahlangkah, antara lain: perbaikan tujuan/sub tujuan sekolah, klarifikasi tugas/wewenang setiap

personel, penyempurnaan kebijakan, rotasi personel, dan melakukan pelatihan jika memang diperlukan. d. Perubahan struktur organisasi diterapkan jika konflik diakibatkan oleh struktur organisasi yang kurang baik (bukan sekedar praktiknya yang salah).

F. Tahapan dalam Mengelola Konflik Ada tiga tahapan dalam mengelola konflik, yaitu: a. Perencanaan analisis konflik. Pada tahap ini dilakukan identifikasi konflik yang terjadi, untuk menentukan sumber penyebab dan pihak-pihak yang terlibat dalam konflik tersebut. Jika konflik sudah dalam tahap terbuka akan dapat mudah dikenal, tetapi jika masih dalam tahap potensi (tersembunyi) perlu diberi stimulus akan menjadi terbuka dan dapat dikenal. b. Evaluasi konflik. Pada tahap ini dilakukan evaluasi apakah konflik tersebut sudah mendekati titik patah, sehingga perlu diredam agar tidak menimbulkan dampak negatif. Atau konflik tersebut masih berada ada sekitar titik kritis yang justru menimbulkan dampak positif. Atau justru baru dalam tahap tersembunyi, sehingga perlu diberi stimulus agar mendekati titik kritis dan memberikan dampak positif. c. Memecahkan konflik. Pada tahap ini kepala sekolah mengambil tindakan untuk mengatasi konflik yang terjadi, termasuk memberi stimulus jika memang konflik masih dalam tahap tersembunyi dan perlu dibuka.

A. Kesimpulan Manajemen konflik merupakan serangkaian aksi dan reaksi antara pelaku maupun pihak luar dalam suatu konflik. Pada prinsipnya, konflik yang timbul dalam penyelenggaraan satuan pendidikan adalah sebagai suatu yang wajar dan dominan. Selain itu, konflik merupakan dinamisator organisasi. Pandanglah bahwa organisasi tanpa konflik bermakna diam, statis, dan tidak mencapai kemajuan yang diharapkan. Implementasi manajemen konflik dan pendidikan dilakukan dengan beberapa pendekatan. Konflik sebenarnya sesuatu ilmiah, yang dalam batas tertentu dapat bernilai positif.

B. Saran

Pimpinan satuan pendidikan harus memiliki kekuatan dan otoritas sebagai pimpinan pendidikan. Ia harus dapat mendayagunakan kekuatan yang ada pada dirinya dan mampu memanfaatkan otoritas yang ada pada dirinya untuk mengarahkan sikap dan perilaku bawahan. Dengan demikian konflik yang ada harus dikoordinir agar dinamika yang terjadi benar-benar dapat menjadi sesuatu yang positif untuk menghasilkan perubahan sekaligus mendukung perkembangan dan pencapaian tujuan pendidikan.

DAFTAR PUSTAKA Hendyat Soetoyo dan Achmad Supriyanto. 1997. Manajemen Konflik. Bahan Pelatihan Kepala Sekolah. Jakarta: Dit. Dikmenum.

Master Broek, Willen. 1987. Conflict Management and Organization Development. Chichester: John Wiley & Sons. Label: Manajemen Pendidikan Islam

MANAJEMEN KONFLIK DALAM SEKOLAH


A. Definisi Manajemen Konflik Manajemen konflik merupakan serangkaian aksi dan reaksi antara pelaku maupun pihak luar dalam suatu konflik. Manajemen konflik termasuk pada suatu pendekatan yang berorientasi pada proses yang mengarahkan pada bentuk komunikasi (termasuk tingkah laku) dari pelaku maupun pihak luar dan bagaimana mereka mempengaruhi kepentingan dan interpretasi. Bagi pihak luar (di luar yang berkonflik) sebagai pihak ketiga, yang diperlukan adalah informasi yang akurat tentang situasi konflik. Hal ini karena komunikasi efektif di antara pelaku dapat terjadi jika ada kepercayaan terhadap pihak ketiga. Menurut Ross (1993) bahwa manajemen konflik merupakan langkah-langkah yang diambil para pelaku atau pihak ketiga dalam rangka mengarahkan perselisihan ke arah hasil tertentu yang mungkin atau tidak mungkin menghasilkan suatu akhir berupa penyelesaian konflik dan mungkin atau tidak mungkin menghasilkan ketenangan, hal positif, kreatif, bermufakat, atau agresif. Manajemen konflik dapat melibatkan bantuan diri sendiri, kerjasama dalam memecahkan masalah (dengan atau tanpa bantuan pihak ketiga) atau pengambilan keputusan oleh pihak ketiga. Suatu pendekatan yang berorientasi pada proses manajemen konflik menunjuk pada pola

komunikasi (termasuk perilaku) para pelaku dan bagaimana mereka mempengaruhi kepentingan dan penafsiran terhadap konflik. Sementara Minnery (1980: 220) menyatakan bahwa manajemen konflik merupakan proses, sama halnya dengan perencanaan kota merupakan proses. Minnery (1980: 220) juga berpendapat bahwa proses manajemen konflik perencanaan kota merupakan bagian yang rasional dan bersifat kreatif, artinya bahwa pendekatan model manajemen konflik perencanaan kota secara terus menerus mengalami penyempurnaan sampai mencapai model yang representative dan ideal.

B. Teori-teori Konflik Teori-teori utama mengenai sebab-sebab konflik adalah: 1. Teori Hubungan Masyarakat Menganggap bahwa konflik disebabkan oleh polarisasi yang terus terjadi,

ketidakpercayaan dan permusuhan di antara kelompok yang berbeda dalam suatu masyarakat. Sasaran: meningkatkan komunikasi dan saling pengertian antara kelompok yang mengalami konflik, serta mengusahakan toleransi dan agar masyarakat lebih bisa saling menerima keragaman yang ada di dalamnya.

2. Teori Kebutuhan Manusia Menganggap bahwa konflik yang berakar disebabkan oleh kebutuhan dasar manusia (fisik, mental dan sosial) yang tidak dipenuhi atau dihalangi. Hal yang sering menjadi inti pembicaraan adalah keamanan, identitas, pengakuan, partisipasi, dan otonomi. Sasaran: mengidentifikasi dan mengupayakan bersama kebutuhan mereka yang tidak terpenuhi, serta menghasilkan pilihan-pilihan untuk memenuhi kebutuhan itu.

3. Teori Negosiasi Prinsip Menganggap bahwa konflik disebabkan oleh posisi-posisi yang tidak selaras dan perbedaan pandangan tentang konflik oleh pihak-pihak yang mengalami konflik. Sasaran: membantu pihak yang berkonflik untuk Memisahkan perasaan pribadi dengan berbagai masalah dan isu dan memampukan mereka untuk melakukan negosiasi berdasarkan kepentingan mereka daripada posisi tertentu yang sudah tetap. Kemudian melancarkan proses kesepakatan yang menguntungkan kedua belah pihak atau semua pihak.

4. Teori Identitas Berasumsi bahwa konflik disebabkan oleh identitas yang terancam, yang sering berakar pada hilangnya sesuatu atau penderitaan di masa lalu yang tidak diselesaikan. Sasaran: melalui fasilitas lokakarya dan dialog antara pihak-pihak yang mengalami konflik, sehingga dapat mengidentifikasi ancaman dan ketakutan di antara pihak tersebut dan membangun empati dan rekonsiliasi di antara mereka.

5. Teori Kesalahpahaman Antarbudaya Berasumsi bahwa konflik disebabkan oleh ketidakcocokan dalam acara-acara komunikasi berbagai budaya yang berbeda. Sasaran: menambah pengetahuan kepada pihak yang berkonflik mengenai budaya pihak lain, mengurangi streotip negatif yang mereka miliki tentang pihak lain, meningkatkan keefektifan komunikasi antarbudaya.

6. Teori Transformasi Konflik Berasumsi bahwa konflik disebabkan oleh masalah-masalah ketidaksetaraan dan ketidakadilan yang muncul sebagai masalah sosial, budaya dan ekonomi. Sasaran: mengubah struktur dan kerangka kerja yang menyebabkan ketidaksetaraan dan ketidakadilan termasuk kesenjangan ekonomi, meningkatkan jalinan hubungan dan sikap jangka panjang di antara pihak yang berkonflik, mengembangkan proses dan sistem untuk mempromosikan pemberdayaan, keadilan, perdamaian, pengampunan, rekonsiliasi, pengakuan.

C. Kebijakan Impelementasi Manajemen Konflik di Sekolah Implementasi manajemen konflik dalam pendidikan dilakukan dengan beberapa pendekatan. Menurut Donna Crawford dan Richard dalam laporannya, menyebutkan bahwa memiliki empat pendekatan dalam melakukan implementasi manajemen konflik dalam bidang pendidikan yaitu:

a. Proses Curriculum Yaitu dalam menyusun kurikulum selalu melibatkan seluruh elemen yang berkepentingan. Di samping terus melakukan pelatihan-pelatihan untuk guru dan kalau memungkinkan selalu melibatkan masyarakat dalam proses penyusunan kurikulum, proses pengembangan dan selalu melakukan follow up terhadap gejala-gejala konflik dalam pendidikan.

b. Mediation Program Yaitu menyiapkan training/pelatihan untuk guru supaya mampu memediasi persoalanpersoalan di sekolah. Di samping menyiapkan modul untuk para guru.

c. Peaceable Classroom Yaitu semua guru yang mengajarkan di sekolah mampu melakukan kerjasama dengan sesama guru dan pihak manajemen sekolah. Di samping memberi pemahaman kepada siswa sebagai peace maker.

d. Peaceable School Yaitu menerapkan manajemen konflik di sekolah secara komprehensif dalam sistem pendidikan. Dengan terus mengembangkan proses pembelajaran untuk siswa, guru, dan masyarakat. Guru terus dikembangkan menjadi profesional, murid diharapkan punya informasi tentang konflik dan masyarakat harus punya inisiatif untuk pemahaman (Donna Crawford dan Richard Bodine, 1996).

D. Dampak Konflik yang Positif dan Negatif a. Dampak Positif dari Konflik 1)Memungkinkan ketidakpuasan yang tersembunyi muncul ke permukaan, sehingga sekolah sebagai suatu organisasi dapat melakukan penyesuaian. 2)Mendinamiskan suatu organisasi sekolah, sehingga tidak berjalan rutin dan statis.

b. Dampak Negatif dari Sekolah Menimbulkan perasaan tidak enak sehingga menghambat komunikasi dan bahkan menimbulkan ketegangan.

Menimbulkan perpecahan dalam sekolah yang dapat mengganggu perhatian guru dan staf dari program sekolah. Jadi, yang terpenting bagi kepala sekolah bukan mengelak terhadap adanya konflik, tetapi mengelolanya agar dapat mendorong sekolah menjadi dinamis dan konflik tidak melampaui titik patah yang mengakibatkan terhambatnya program sekolah.

Referensi

Hendyat Soetoyo dan Achmad Supriyanto. 1997. Manajemen Konflik. Bahan Pelatihan Kepala Sekolah. Jakarta: Dit. Dikmenum.

Master Broek, Willen. 1987. Conflict Management and Organization Development. Chichester: John Wiley & Sons. Diposkan oleh Humam Syaharuddin di 3/22/2012 11:42:00 PM

Anda mungkin juga menyukai