Abstract
Tracheal intubation is indicated in a variety of situations when illness or a medical procedure prevents a person from maintaining a clear and safety airway, breathing, and oxygenating the blood. In these circumstances, oxygen supplementation using a simple face mask is inadequate. Tracheal intubation is generally considered the best method and still a gold standard for airway management under a wide variety of circumstances, as it provides the most reliable means of oxygenation and ventilation and the greatest degree of protection against regurgitation and pulmonary aspiration. Because it is an invasive and extremely uncomfortable medical procedure, it must be take informed content to the patient and relatives. However, tracheal intubation requires a great deal of clinical experience to master and serious complications may result even when properly performed. Key-words : intubation, respiratory support, anesthesia, emergency medicine, life saving
(***) Disampaikan pada : Pelatihan Peningkatan Kompetensi tenaga Medis dan Paramedis( teori dan keterampilan klinik), RS Putera Bahagia Cirebon., 27 Februari 2011.
Pendahuluan
Pemakaian endotrakheal tube untuk menjamin keamanan jalan nafas bagi penderita, sampai sekarang masih tetap merupakan standar utama, baik untuk tindakan rutin dalam anestesia umum terutama pada operasi-operasi khusus, maupun dalam berbagai kondisi penderita di ruang perawatan intensif, serta juga dalam berbagai keadaan gawat darurat, yang terutama bertujuan untuk life saving. Sebenarnya intubasi endotrakheal sudah lama dikenal sejak berabad-abad yang lalu, dan diketahui telah digunakan di Mesir sejak 3600 tahun sebelum Masehi, yang dapat dilihat pada Ebers Papyrus, dan Egyptian medical papyrus, sedangkan di India dikenal sejak 2000 tahun sebelum Masehi dalam Rigveda, and Sanskrit text of ayurvedic medicine. Pada masa itu, pemasangan intubasi endotrakheal dilakukan setelah tindakan trakheotomy terlebih dahulu., dan pada umumnya untuk situasi gawat darurat. Tapi teknik murni intubasi endotrakheal seperti yang dilakukan sekarang, tanpa melalui trakheotomy, mulai diperkenalkan oleh Ibnu Sina ( 980-1037), dalam usaha memberikan bantuan pernafasan pada penderitanya ( The Canon of Medicine ) yang kemudian disempurnakan teknik dan pemakaiannya oleh Ibnu Zuhr (1092-11620) atau yang dikenal dengan nama Avenzoar of AlAndalus. Intubasi endotrakheal kemudian lebih disempurnakan baik dalam teknik maupun peralatannya, oleh Andreas Vesalius of Brussels (1514-1564), setelah terlebih dahulu melakukan berbagai eksperimen pada hewan. Penggunaan forceps atau blade laryngoskop seperti yang di kenal sekarang, mulai diperkenalan oleh Ivan Whiteside Magill (1888-1986) yang menggunakan blade lurus dengan alur untuk tube nya dan Robert Reynolds Mackintosh (1897-1989) yang memperkenalkan blade dalam bentuk melengkung (curve) yang lebih sesuai dengan anatomi rongga mulut. Dengan ditemukannya fibre optic oleh Rudolph Schindler (1888-1968) yang
menggunakannya untuk tindakan gastrocameras, maka pada tahun 1967, Peter Murphy, English anaesthesiologist, mulai menggunakan fibre optic ini untuk tindakan endoscopy dan intubasi endotrakheal. Maka mulai saat itu lah teknik fibre optic tracheal intubation makin banyak dipergunakan ,karena mudah dan sangat mengurangi resiko kegagalan intubasi, serta dan terutama dapat dilakukan pada hampir semua kondisi pasen dengan aman dan akurat
Definisi
Intubasi endotrakheal adalah memasukkan tube kedalam trakhea ,untuk menjamin agar jalan nafas tetap aman Dengan terjaminnya jalan nafas yang aman, maka diharapkan terjamin pula sirkulasi
pengambilan oksigen dan pengeluaran carbon dioksida secara fisiologis dari tubuh penderita, yang akan turut menentukan kehidupan penderita.
Gambar 2
Diagram of an endotracheal tube that has been inserted into the trachea: A - endotracheal tube (blue) B - cuff inflation tube with pilot balloon C - trachea D - esophagus
Secara garis besar, trakhea yang terutama terdiri dari jaringan tulang rawan hialin sekitar 16 20 buah yang melingkar serta jaringan otot polos, jaringan ikat dan jaringan mukosa yang mengandung kelenjar-kelenjar., dengan panjang sekitar 10-12 cm dan diameter sekitar 2 -2,5 cm, bercabang menjadi bronkhus kiri dan kanan. Pada laki-laki diameternya lebih besar daripada wanita, sedangkan pada anak-anak diameter selain lebih kecil, juga terletak lebih jauh ke dalam serta lebih mudah bergerak, dibandingakn dewasa yang posisinya sudah tetap pada tempatnya setinggi ruas cervical 6. Tempat percabangan trakhea menjadi bronkhus kiri dan kanan disebut carina, dan secara antomis bronkhus kanan lebih dekat/pendek ke carina dengan sudut yang lebih landai, dibandingkan bronkhus kiri yang lebih jauh dari carina dengan sudut lebih tajam. Pada intubasi endotrakheal, ujung tube harus berada di daerah carina, dan bila kita mendorong tube lebih dalam, maka tube akan masuk ke bronkhus kanan. Keadaan ini tidak boleh terjadi, bila tube berada dalam bronkhus kanan, dan keadaan ini tidak dikoreksi, maka bronkhus kiri tidak akan mendapat suplai oksigen yang adekwat. Bila dibiarkan maka, dalam waktu sekitar tiga lima menit akan terjadi hipoksemia, dengan tanda awal sianosis di daerah acral ekstrimitas, dan penurunan saturasi oksigen pada monitor secara drastis. Ini terjadi karena makin lama bilik kiri jantung yang menerima darah dari vena
4
pulmonalis kadar oksigennya makin berkurang, karena hanya mengangkut oksigen dari paru kanan, sedangkan dari paru kiri, hanya sedikit atau tidak ada samasekali oksigen yang di angkutnya. Untuk menghindari hal ini, pada saat sudah selesai melakuan intubasi endotrakheal, harus dilakukan pemeriksaan Vesicular Breathing Sound(VBS), paru kiri terlebih dahulu baru paru kanan. Bila VBS kiri sudah sama dsengan kanan, berarti tube sudah tepat berada di daerah carina, dan ini aman bagi penderita, karena suplai oksigen seimbang masuk paru kiri dan kanan secara adekwat.
Indikasi
beberapa kondisi medis yang merupakan indikasi pemasangan endotrkheal tube (ETT), antara lain adalah sebagai berikut : Stroke, non penetrating head injury Comateous patient ( Glasgow Coma Scale kurang dari nilai 8 ) Tindakan anestesi umum ( General anesthesia ), terutama pada operasi khusus, seperti laparotomi dan operasi daerah thoraks, head and neck surgery , laminectomy dan sebagainya. Pasen apnoe atau obstruksi jalan nafas oleh berbagai sebab, termasuk benda asing di daerah laryngopharyng Manipulasi diagnostik : misal bronchoscopy Pencegahan aspirasi cairan lambung ke dalam paru-paru Endoscopic operative procedurs : laser therapy or stenting of the bronchy Intensive care medicine : respiratory support Emergency medicine : cardiorespiratory resuscitation
Teknik Intubasi
Ada berbagai teknik intubasi yang dapat dilakukan seperti ; 1. Oral intubation, dilakukan intubasi melalui mulut 2. Nasal intubation, intubasi melalui rongga hidung 3. Fascilitation intubation, intubasi dilakukan dengan menggunakan fasilitas obatobatan seperti obat anestesi dan obat pelemas otot. Teknik ini adalah yang paling di anjurkan, mengingat bahwa secara medis, teknik intubasi adalah teknik
yang invasif, dan merupakan tindakan medis yang sangat tidak menyenangkan dan tidak nyaman bagi penderita. 4. Awake / crash intubation atau rapid sequence intubation, intubasi dilakukan pada penderita yang sadar tanpa menggunakan fasilitas obat-obatan seperti di atas., biasanya dilakukan pada situasi gawat darurat. 5. Blind intubation, dilakukan melalui nasal , tanpa dapat melihat daerah pita suara, basanya pada penderita yang tidak dapat membuka rongga mulut. Pada tenik ini diperlukan kerja sama penuh dengan penderita, agar mengikuti instruksi kita selama pemasangan tube endotrakheal. Secara umum teknik ini merupakan yang tersulit dari semua teknik intubasi endotrakheal. 6. Fibre optic intubation, intubasi dengan bantuan alat fibre optic seperti yang digunakan pada teknik endoscopy. Dilakukan pada penderita yang tidak dapat membuka rongga mulut, dan sulit dilakukan dengan teknik blind intubation. 7. Needle crycothyrotomy, biasanya dilakukan pada keadaan gawat darurat yang tidak mungkin dapat dilakukan intubasi, misalnya pada spasme pita suara 8. Tracheotomy, tindakan ini dilakukan pada penderita yang tidak dapat dilakukan intubasi, dan memerlukan support respirasi untuk jangka waktu yang lama. Prosedur pemasangan tube endotrakheal, khususnya pada teknik intubasi melalui oral adalah sebagai berikut :
Tindakan
Berikan penjelasan pada pasen dan atau keluarganya tentang pentingnya dilakukan
intubasi, faktor penyulit dan komplikasi yang akan terjadi serta penanggulangannya., lakukan dokumentasi
2 3
Monitoring detak jantung , saturasi oksigen dan lakukan suction bila banyak lendir
Buka rongga mulut, yaitu mendorong mandibula dengan menggunakan ibu jari, selebar mungkin sambil menahan maxilla dengan jari telunjuk.
laryngoscpe menyusuri dan menggeser lidah mulai dari sisi kanan lidah sampai pangkal lidah, sehingga kita bisa melihat epiglotis dan pita suara.
Minta bantuan penata/perawat untuk menekan di daerah cricoid, sehingga trakhea dan pita suara lebih jelas terlihat Masukkan tube endotrakheal di antara pita suara dengan teknik smooth and gentle
, agar tidak banyak menimbulkan erosi pada pita suara. Tempatkan tube sampai dengan tanda hitam pada tube sudah melewati pita suara.
Cabut laryngoscope, kemudian pasang oral tube ( mayo ) agar endotrakheal tube tidak tergigit. Pompa balon tube endotrakheal , rasakan dengan tangan kita secara cermat, agar
10
balon ini tidak terlalu keras yang dapat merusak trakhea, terutama pita suara, tapi juga tidak boleh terasa lembek, karena akan memungkinkan balon tidak penuh menutup trakhea
11
Fiksasi tube endotrakheal dengan plester, jangan terlalu kencang, karena fungsinya hanya sementara, agar tube tidak tergeser/lepas tercabut. Periksa Vesicular breathing sound ( VBS ), dada kiri terlebih dahulu kemudian
12
dada kanan, sampai yakin betul VBS kiri sama dengan VBS kanan. Lakukan suction bila ada lendir di tube, agar VBS terdengan lebih jelas
13
Sambungkan tube dengan hand bag pump/ventilator Berikan respiratory support yang optimal dan adekwat Monitoring detak jantung dan saturasi oksigen Dokumentasi
14
15
16
Catatan : pada situasi gawat darurat, bila terjadi kegagalan intubasi endotrakheal, sesegera mungkin lakukan crycothyrotomy, mengingat waktu yang kita punyai untuk oksigenisasi terutama ke jaringan otak hanya sekitar tiga menit ( sesuai dengan kaidah resusitasi ). Untuk itu selama melakukan intubasi endotrakheal harus selalu diwaspadai terjadinya gangguan oksigenisasi, dengan tanda-tanda sianosis pada ujung jari tangan dan kaki serta bibir dan
7
lidah, dan atau tanda tanda penurunan saturasi oksigen pada monitor yang meninjukkan angka di bawah 80 persen.
endotrakheal, sehingga lebih memudahkan dan lebih cepat melakukan intubasi. Harus diingat bahwa anak-anak sangat rentan terhadap penurunan kadar oksigen, dan makin lama proses intubasi dilakukan, makin tinggi resiko terjadinya hipoksia, hal ini tentu akan lebih berbahaya bila terjadi pada anak-anak.
2. Tube endotrakheal.
Tube ini merupakan tube yang fleksibel, dengan berbagai ukuran, dari yang terkecil untuk bayi dan anak-anak sampai ukuran untuk orang dewasa, dan pada umumnya setiap tube sudah mempunyai inflating balon , untuk menutupi diameter trakhea. Terdapat dua tipe tube endotrakheal, yaitu yang kinking dan tube yang non kinking atau tube spiral, karena di dalam tube nya terdapat spiral-spiral yang fleksibel. Untuk intubasi yang reguler dan atau emergency, lebih sering digunakan tube yang kinking, yaitu bila tube ini dilengkungkan, maka saluran tube akan
tersumbat, sehingga udara tidak bisa lewat. Sedangkan untuk intubasi dengan posisi khusus, misalnya setelah intubasi posisi pasen harus tengkurap, maka dipasang tube yang non kinking, karena tube ini tidak akan tersumbat biarpun tube ini dilengkungkan sampai lebih dari 90 derajat. Secara umum tube tipe non kinking lebih aman dibandingkan dengan tube tipe kinking, tetapi karena lebih lentur, kurang rigid dibandingkan dengan tube kinking, maka pada pemasangannnya ke dalam trakhea harus dibantu dengan Magill tang dan atau stylet. 3. Stylet ( mandrayn), untuk membantu agar tube endotrakheal tidak terlalu lentur, mempermudah masuknya tube ke dalam trakhea. 4. Oral tube ( mayo ), terurama di gunakan pada oral intubation, untuk mencegah tube endotrakhaeal tergigit. 5. Dispossible syringe, untuk memompa inflating balon pada tube endotrakheal 6. Magill tang, alat penjepit tube endotrakheal, yang lengkungannya sesuai dengan anatomi rongga mulut, pharyng dan laryng. Alat ini akan memasukkan tube ke dalam trakhea. 7. Plester untuk fiksasi tube setelah selesai intubasi. 8. Stetoskop, untuk memeriksa vesicular breathing sound ( VBS ) ke dua paru-paru. sangat membantu
Faktor faktor penyulit itu antara lain adalah : Anak- anak, terutama neonatus dan bayi kurang dari dua tahun. Selain karena
laryngoskop yang digunakan relatif besar dibandingkan ukuran anatomi-fisiologis rongga pharyngolaryng yang mempersulit lapangan pandangan, juga pada anak-anak ini mudah terjadi perdarahan serta lebih cepat terjadi hipoksia di bandingkan dengan dewasa. Rahang ( mandibula atau maxilla), sulit dibuka karena spasme, fraktur . Tumor sekitar rahang ( ameloblastoma yang besar, struma yang besar , tumor nasopharyng ) Head and neck surgery ( craniotomi, strumectomi dan sebagainya ) Fraktur atau dislokasi cervical spine Leher dan rahang yang kaku karena kelainan anatomis atau latihan fisik, misal pada tentara/polisi yang biasa sikap tegak., dan atau leher pendek disertai obesitas. Micrognathia dan abnormalitas small jaw Macroglossus ( lidah besar ) Labiopalatoschizis Gigi-geligi yang hampir semua ompong, terutama pada usia lanjut, serta juga gigi palsu. Bila sebelum intubasi ditemukan faktor-faktor penyulit tadi dan juga diprediksi intubasi endotrakhealnya ada kemungkinan tidak berhasil, sebaiknya dari awal sudah langsung saja direncanakan trakheotomy. membebaskan jalan nafas dengan cara lain, misalnya langsung dilakukan
10
Komplikasi
Berbagai komplikasi dapt terjadi sewaktu melakukan tindakan intubasi endotrakheal, dari yang ringan sampai dengan komplikasi yang cukup serius, di antaranya adalah : Laserasi bibir, lidah dan mukosa rongga mulut Gigi patah Perdarahan daerah mulut , hidung dan laryng Laserasi/erosi epiglotis dan pita suara Hipoksia
Kerusakan permanen pita suara, menyebabkan suara parau atau suara hilang sama
sekali Meningkatnya irama jantung dan irreguler heartbeat Peningkatan tekanan darah Peningkatan tekanan intra occular dan intra cranial Laryngospasme dan bronchospasme , spasme pita suara Vagal refleks, yang paling bahaya adalah cardiac arrest, karena bokade Nervus vagus pada jantung ( Nervus laryngeus adalah cabang langsung dari N vagus ) Perforasi trakhea dan esofagus Dislokasi atau fraktur vertebrae cervicalis, persendian tempomandibular atau kartilago artenoid Retropharyngeal abses Fistula trakheoesofageal
Proses extubasi
Pada dasarnya, tidak ada kontra indikasi absolute untuk ekstubasi endotrakheal, bilamana pernafasan pasen sudah di anggap optimal dan adekwat tanpa harus terus menggunakan tube endotrakheal, dalam hal ini tentunya tube endotrakheal sudah tidak diperlukan lagi, maka tube endotrakheal harus segera di ekstubasi.
11
Tindakan
Berikan penjelasan pada keluarga pasen, ang pentingnya ekstubasi, komplikasi dan cara penanggulangannya, dokumentasi.
Persiapkan perlengkapan resusitasi/ intubasi, sebagai tindakan preventife bila saat ekstubasi terjadi hal-hal yang tidak diinginkan sehingga diperlukan tindakan re intubasi
3 4 5 6 7
Masukkan pipa suction ke dalam tube, sampai kira-kira ujung tube endotrakheal, lakukan suction sambil menarik tube ke luar. Lakukan ekstubasi dengan smooth and gentle
9 10 11
Mayo (oral tube) sementara jangan di cabut Pasang face mask, lakukan insuflasi manual dengan jumlah dan frekwensi yang adekwat Perhatikan dada pasen harus terlihat naik- turun sesuai dengan insuflasi pernafasan manual yang kita berikan
12 13 14
Monitoring detak jantung dan saturasi oksigen Bila monitoring baik, test pasen untuk bernafas spontan, tanpa bantuan insuflasi manual Bila pasen dapat bernafas spontan dengan adekwat, monitoring dalam batas normal/baik, berati proses ekstubasi berlangsung dengan baik
15
Dokumentasi
12
KOMPLIKASI EKSTUBASI
Meskipun kita sudah melakukan ekstubasi tube endotrkheal dengan smooth and gentlement, tetap saja bisa terjadi komplikasi dari yang ringan sampai beresiko tinggi, diantaranya adalah : Perdarahan karena laserasi tube suction pada mulut dan hidung Batuk batuk Muntah makanan atau cairan lambung yang dapat menimbulkan aspirasi ke paru-paru Vagal refleks, terutama yang paling bahaya adalah laryngospasme dan atau broncho spasme serta cardiac arrest ( bila ini terjadi lakukan resusitasi, re intubasi atau langsung crycothyrotomy )
13
lainnya bilamana terjadi kegagalan intubasi. 3. Lakukan intubasi endotrakheal dengan smooth and gentle
keberhasilannya baik dan mengurangi komplikasi se minimal mungkin 4. Koreksi posisi tube intra trakheal dengan baik dan aman, dengan menyamakan Vesicular Breathing Sound (VBS) yang sama antara paru kiri dan kanan. Perlu di ingatkan kembali agar paru kiri diperiksa terlebih dahulu daripada paru kanan, sesuai dengan letak anatomis bronkhus kiri dan kanan. 5. Bila intubasi sudah dapat kita jamin dengan baik, lakukan fiksasi tube dengan benar dan aman, sehingga tidak akan berubah, walaupun posisi penderita berubahubah. 6. Berikan respiratory support yang adekwat dan aman agar oksigenisasi terjamin dengan optimal. 7. Bila intubasi endotrakheal sudah tidak diperlukan, lakukan ekstubasi dengan smooth and gentle juga untuk mencegah komplikasi. 8. Yakinkan dengan aman bahwa, pasca ekstubasi, jalan nafas penderita tetap
15
Tinjauan kepustakaan
1. American Society of Anesthesiologists Task Force on the management of the difficult airway (2003). "Practice guidelines for the management of the difficult airway: an updated report". Anesthesiology 98 (5): 126977. doi:10.1097/00000542-200305000-00032. PMID 12717151. 2. Barash, PG; Cullen, BF; Stoelting, RK, eds (2009). Clinical Anesthesia (6th ed.). Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins. ISBN 9780781787635. Benumof, JL, ed (2007) 3. Barnao V, Buks M, : Endotracheal tube management- NICU., June 2010, printed copies of document, valid antil May 9, 2011,
www.adhb.govt.nz/newborn/Guidelines/Respiratory/Intubation/ETT.htm 4. . Benumof's Airway Management: Principles and Practice (2nd ed.). Philadelphia: Mosby-Elsevier. ISBN 9780323022330.
http://books.google.com/?id=uUVYjVUexKUC&printsec=frontcover&dq=Be numof's+Airway+Management:+Principles+and+Practice#v=onepage&q&f=f alse. Retrieved 2010-10-16. 5. Committee on Trauma, American College of Surgeons (2004). ATLS: Advanced Trauma Life Support Program for Doctors (7th ed.). Chicago: American College of Surgeons. ISBN 9781880696316. 6. Dhara,Sasanka S; Update in Anesthesia, Practical Procedures, Issue
17(2003), article 3: page 1 of 1. Wikipedia, free enciclopedy, februari 2011. 7. Epstein SK, Nevins ML, Chung J. Effect of unplanned extubation on outcome of mechanical ventilation. Am J Respir Crit Care Med. 2000;161:1912-16. 8. Grays Anatomy of the Human Body., Bibliogrphic Record, Preface 20th edition ( Yahoo Education )
9.
Magill, I (1930). "Technique in endotracheal anaesthesia". British Medical Journal 2: 8179. doi:10.1136/bmj.2.1243.817-a. PMC 2451624. PMID 20775829. http://www.pubmedcentral.nih.gov/articlerender.fcgi?tool=pmcentrez&artid=2 451624. Retrieved 2010-10-16.
16
10. Murphy, P (1967). "A fibre-optic endoscope used for nasal intubation". Anaesthesia 22 (3): 48991. doi:10.1111/j.1365-2044.1967.tb02771.x.
PMID 4951601.^ 11. Shiga, T; Wajima, Z; Inoue, T; Sakamoto, A (2005). "Predicting difficult intubation in apparently normal patients: a meta-analysis of bedside screening test performance". Anesthesiology 103 (2): 42937.PMID 16052126 retrieved2010-10-16. 12. Tominaga GT, Rudzwick H, Scannell G,Waxman K. Decreasing unplanned extubations in the surgical intensive care unit. Am J Surg. 1995; 170 : 589 590
13. Wylie, J. Neonatal Endotracheal Intubation. Archives of Disease in Childhood Education and practice 2008, ; 93 : 44-49
17