Anda di halaman 1dari 17

BAB 1 PENDAHULUAN

Hepatitis B sekarang ini sudah menjadi penyakit yang cukup banyak ditemukan di berbagai belahan dunia, dimana terdapat sedikitnya 75% dari seluruhnya 300 juta individu HBsAg positif menetap di seluruh dunia. Hepatitis B ini juga sudah menjadi penyakit yang endemis di Indonesia. Penyakit yang disebabkan oleh virus Hepatitis B (VHB) ini dianggap sebagai persoalan kesehatan masyarakat yang harus segera diselesaikan. Di Asia sebagian besar pasien Hepatitis B mendapat infeksi pada masa perinatal. Kebanyakan pasien ini tidak mengalami keluhan atau pun gejala sampai akhirnya terjadi penyakit hati kronik. Hepatitis B biasanya ditularkan dari satu orang ke orang lainnya melalui darah yang mengandung virus Hepatitis B dalam konsentrasi yang tinggi. Penularan bisa diperantarai melalui semen, saliva, melalui alat-alat yang digunakan sehari-hari seperti sisir, pisau cukur, alat makan, sikat gigi, alat kedokteran dan lain-lain. Di Indonesia kejadian infeksi Hepatitis B adalah satu di antara 12 orang, yang berlanjut menjadi hepatitis kronis, sirosis hepatis dan hepatoma. Karena Hepatitis B merupakan masalah kesehatan besar terutama di benua Asia dan kasus infeksi Hepatitis B yang begitu tinggi terutama di Indonesia, maka perlu ada tindakan pencegahan yang harus dilakukan sedini mungkin. Tindakan konkrit yang bisa dilakukan untuk mencegah penularan infeksi virus ini adalah dengan memberikan penyuluhanpenyuluhan mengenai apa itu infeksi Hepatitis B dan yang terutama adalah melakukan tindakan mencegah dengan memberikan vaksinasi pada masa perinatal. World Health Organization (WHO) mengatakan bahwa pemberian vaksin Hepatitis B tidak akan menyembuhkan pembawa kuman yang kronis, tetapi diyakini vaksin ini akan 95% efektif untuk mencegah berkembangnya penyakit menjadi carrier. Pencegahan dini dengan pemberian vaksinasi sangat dianjurkan, karena kalau tidak dilakukan dan seseorang sudah terkena infeksi virus Hepatitis B ini, penyakit lain yang lebih kompleks seperti sirosis hepatitis dan karsinoma hepatoseluler primer dapat terjadi. Kemungkinan infeksi ini untuk menjadi kronis akan lebih tinggi apabila infeksi terjadi pada usia balita dimana respon imun belum berkembang secara sempurna.

Tujuan dari maakalah ini adalah untuk menggambarkan mengenai apa itu penyakit Hepatitis B, epidemiologi, cara penularan, upaya pencegahan yang dapat dilakukan, serta membahas lebih spesifik mengenai vaksin Hepatitis B yang sangat dianjurkan untuk diberikan pada bayi yang berusia kurangdari 12 jam.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 DEFINISI Hepatitis B adalah suatu penyakit hati yang disebabkan oleh "Virus Hepatitis B" (VHB), suatu anggota famili Hepadnavirus yang dapat menyebabkan peradangan hati akut atau menahun yang pada sebagian kecil kasus dapat berlanjut menjadi sirosi hati atau kanker hati. Virus ini pertama kali ditemukan oleh Blumberg pacta tahun 1965 dan di kenal dengan nama antigen Australia. Virus ini termasuk DNA virus. Virus hepatitis B berupa partikel dua lapis berukuran 42 nm yang disebut "Partikel Dane". Lapisan luar terdiri atas antigen HBsAg yang membungkus partikel inti (core). Pada inti terdapat DNA VHB Polimerase. Pada partikel inti terdapat Hepatitis B core antigen (HBcAg) dan Hepatitis B e antigen (HBeAg). Antigen permukaan (HBsAg) terdiri atas lipo protein dan menurut sifat imunologik proteinnya virus Hepatitis B dibagi menjadi 4 subtipe yaitu adw, adr, ayw dan ayr. Subtipe ini secara epidemiologis penting, karena menyebabkan perbedaan geografik dan rasial dalam penyebarannya. Virus hepatitis B mempunyai masa inkubasi 45-80 hari, rata-rata 80-90 hari. Virus ini dapat bertahan hidup di luar tubuh setidaknya 7 hari. Selama waktu itu, virus tetap dapat menyebabkan infeksi jika memasuki tubuh orang yang tidak terinfeksi. Hal ini dapat berkisar keparahan dari penyakit ringan yang berlangsung beberapa minggu ke penyakit serius, seumur hidup. Hepatitis B biasanya menyebar melalui darah, air mani, atau cairan tubuh lain dari orang yang terinfeksi virus Hepatitis B memasuki tubuh seseorang yang tidak terinfeksi. Hal ini dapat terjadi melalui kontak seksual dengan orang yang terinfeksi atau berbagi jarum, jarum suntik, atau obat-alat injeksi. Hepatitis B juga dapat ditularkan dari ibu yang terinfeksi kepada bayinya saat lahir. Hepatitis B dapat berupa akut atau kronis. Hepatitis akut infeksi virus B adalah penyakit jangka pendek yang terjadi dalam 6 bulan pertama setelah seseorang terkena virus Hepatitis B. Infeksi akut dapat - tapi tidak selalu - menyebabkan infeksi kronis. Hepatitis kronis infeksi virus B adalah penyakit jangka panjang yang terjadi ketika virus Hepatitis B tetap dalam tubuh seseorang. Kronis Hepatitis B adalah penyakit serius yang dapat mengakibatkan masalah jangka panjang kesehatan, dan bahkan kematian.

Kemungkinan seseorang menderita hepatitis B akut menjadi kronis tergantung pada usia di mana seseorang menjadi terinfeksi. Orang muda adalah ketika terinfeksi virus Hepatitis B, semakin besarnya atau kesempatannya mengembangkan kronis Hepatitis B. Sekitar 90% bayi yang terinfeksi akan mengembangkan infeksi kronis. Risiko turun sebagai anak mendapat lebih tua. Sekitar 25% -50% dari anak-anak yang terinfeksi berusia antara 1 dan 5 tahun akan mengembangkan hepatitis kronis. Risiko turun menjadi 6% -10% ketika seseorang terinfeksi lebih dari 5 tahun. Di seluruh dunia, kebanyakan orang dengan Hepatitis B kronis terinfeksi pada saat lahir atau pada anak usia dini. Hepatitis B kronis merupakan penyakit nekroinflamasi kronis hati yang disebabkan oleh infeksi virus Hepatitis B persisten. Hepatitis B kronis ditandai dengan HBsAg positif (> 6 bulan) di dalam serum, tingginya kadar HBV DNA dan berlangsungnya proses nekroinflamasi kronis hati. Carrier HBsAg inaktif diartikan sebagai infeksi HBV persisten hati tanpa nekroinflamasi. Sedangkan Hepatitis B kronis eksaserbasi adalah keadaan klinis yang ditandai dengan peningkatan intermiten ALT>10 kali batas atas nilai normal (BANN). Diagnosis infeksi Hepatitis B kronis didasarkan pada pemeriksaan serologi, petanda virologi, biokimiawi dan histologi. Secara serologi, pemeriksaan yang dianjurkan untuk diagnosis dan evaluasi infeksi Hepatitis B kronis adalah : HBsAg, HBeAg, anti HBe dan HBV DNA (4,5). Pemeriksaan virologi, dilakukan untuk mengukur jumlah HBV DNA serum sangat penting karena dapat menggambarkan tingkat replikasi virus. Pemeriksaan biokimiawi yang penting untuk menentukan keputusan terapi adalah kadar ALT. Peningkatan kadar ALT menggambarkan adanya aktivitas kroinflamasi. Oleh karena itu pemeriksaan ini dipertimbangkan sebagai prediksi gambaran histologi. Pasien dengan kadar ALT yang menunjukkan proses nekroinflamasi yang lebih berat dibandingkan pada ALT yang normal. Pasien dengan kadar ALT normal memiliki respon serologi yang kurang baik pada terapi antiviral. Oleh sebab itu pasien dengan kadar ALT normal dipertimbangkan untuk tidak diterapi, kecuali bila hasil pemeriksaan histologi menunjukkan proses nekroinflamasi aktif. Sedangkan tujuan pemeriksaan histologi adalah untuk menilai tingkat kerusakan hati, menyisihkan diagnosis penyakit hati lain, prognosis dan menentukan manajemen anti viral. Hepatitis B merupakan penyakit yang banyak ditemukan didunia dan dianggap sebagai persoalan kesehatan masyarakat yang harus diselesaikan. Hal ini karena selain prevalensinya tinggi, virus hepatitis B dapat menimbulkan problema pasca akut bahkan dapat terjadi cirroshis hepatitis dan karsinoma hepatoseluler primer. Sepuluh persen dari infeksi

virus hepatitis B akan menjadi kronik dan 20 % penderita hepatitis kronik ini dalam waktu 25 tahun sejak tertular akan mengalami cirroshis hepatis dan karsinoma hepatoselluler (hepatoma). Kemungkinan akan menjadi kronik lebih tinggi bila infeksi terjadi pada usia balita dimana respon imun belum berkembang secara sempurna.

2.2 EPIDEMIOLOGI Pada saat ini didunia diperkirakan terdapat kira-kira 350 juta orang pengidap (carier) HBsAg dan 220 juta (78 %) diantaranya terdapat di Asia termasuk Indonesia. Berdasarkan pemeriksaan HBsAg pada kelompok donor darah di Indonesia prevalensi Hepatitis B berkisar antara 2,50-36,17 % (Sulaiman, 1994). Selain itu di Indonesia infeksi virus hepatitis B terjadi pada bayi dan anak, diperkirakan 25 -45,g% pengidap adalah karena infeksi perinatal. Hal ini berarti bahwa Indonesia termasuk daerah endemis penyakit hepatitis B dan termasuk negara yang dihimbau oleh WHO untuk melaksanakan upaya pencegahan (Imunisasi). Hepatitis B biasanya ditularkan dari orang ke orang melalui darah/darah produk yang mempunyai konsentrasi virus hepatitis B yang tinggi, melalui semen, melalui saliva, melalui alat-alat yang tercemar virus hepatitis B seperti sisir, pisau cukur, alat makan, sikat gigi, alat kedokteran dan lain-lain. Di Indonesia kejadian hepatitis B satu diantara 12-14 orang, yang berlanjut menjadi hepatitis kronik, chirosis hepatis dan hepatoma. Satu atau dua kasus meninggal akibat hepatoma.

2.3 CARA PENULARAN Penyebab Hepatitis ternyata tak semata-mata virus. Keracunan obat, dan paparan berbagai macam zat kimia seperti karbon tetraklorida, chlorpromazine, chloroform, arsen, fosfor, dan zat-zat lain yang digunakan sebagai obat dalam industri modern, bisa juga menyebabkan Hepatitis. Zat-zat kimia ini mungkin saja tertelan, terhirup atau diserap melalui kulit penderita. Menetralkan suatu racun yang beredar di dalam darah adalah pekerjaan hati. Jika banyak sekali zat kimia beracun yang masuk ke dalam tubuh, hati bisa saja rusak sehingga tidak dapat lagi menetralkan racun-racun lain. Sumber penularan virus Hepatitis B berupa:

o o o o o

Darah Saliva Kontak dengan mukosa penderita virus hepatitis B Feces dan urine Lain-lain: Sisir, pisau cukur, selimut, alat makan, alat kedokteran yang terkontaminasi virus hepatitis B. Dicurigai penularan melalui nyamuk atau serangga penghisap darah.

Orang dapat terinfeksi dengan virus selama kegiatan seperti:


Lahir (menyebar dari ibu yang terinfeksi kepada bayinya selama kelahiran) Seks dengan pasangan yang terinfeksi Berbagi jarum, jarum suntik, atau obat-peralatan injeksi Berbagi item seperti pisau cukur atau sikat gigi dengan orang yang terinfeksi Kontak langsung dengan darah atau luka terbuka dari orang yang terinfeksi Paparan darah dari needlesticks atau alat tajam lainnya.

Hepatitis B merupakan bentuk Hepatitis yang lebih serius dibandingkan dengan jenis hepatitis lainnya. Penderita Hepatitis B bisa terjadi pada setiap orang dari semua golongan umur. Ada beberapa hal yang dapat menyebabkan virus Hepatitis B ini menular:

Secara vertikal, cara penularan vertikal terjadi dari Ibu yang mengidap virus Hepatitis B kepada bayi yang dilahirkan yaitu pada saat persalinan atau segera setelah persalinan.

Secara horisontal, dapat terjadi akibat penggunaan alat suntik yang tercemar, tindik telinga, tusuk jarum, transfusi darah, penggunaan pisau cukur dan sikat gigi secara bersama-sama (Hanya jika penderita memiliki penyakit mulut (sariawan, gusi berdarah,dll) atau luka yang mengeluarkan darah) serta hubungan seksual dengan penderita.

Tidak seperti Hepatitis A, virus Hepatitis B tidak menyebar secara rutin melalui makanan atau air. Namun, ada kasus di mana Hepatitis B telah menyebar ke bayi ketika mereka telah menerima makanan pra-dikunyah oleh orang yang terinfeksi.Virus hepatitis B tidak

ditularkan melalui peralatan makan, menyusui, memeluk, mencium, memegang tangan, batuk, atau bersin. 2.4 PATOFISIOLOGI Pada manusia hati merupakan target organ bagi virus hepatitis B. Virus Hepatitis B (VHB) mula-mula melekat pada reseptor spesifik dimembran sel hepar kemudian mengalami penetrasi ke dalam sitoplasma sel hepar. Dalam sitoplasma VHB melepaskan mantelnya, sehingga melepaskan nukleokapsid. Selanjutnya nukleokapsid akan menembus dinding sel hati. Di dalam inti asam nukleat VHB akan keluar darinukleokapsid dan akan menempel pada DNA hospes dan berintegrasi; pada DNA tersebut. Selanjutnya DNA VHB memerintahkan gel hati untuk membentuk protein bagi virus baru dan kemudian terjadi pembentukan virus baru. Virus ini dilepaskan ke peredaran darah, mekanisme terjadinya kerusakan hati yang kronik disebabkan karena respon imunologik penderita terhadap infeksi. Apabila reaksi imunologik tidak ada atau minimal maka terjadi keadaan karier sehat. Gambaran patologis hepatitis akut tipe A, B dan Non A dan Non B adalah sama yaitu adanya peradangan akut diseluruh bagian hati dengan nekrosis sel hati disertai infiltrasi sel-sel hati dengan histiosit. Bila nekrosis meluas (masif) terjadi hepatitis akut fulminan. Bila penyakit menjadi kronik dengan peradangan dan fibrosis meluas didaerah portal dan batas antara lobulus masih utuh, maka akan terjadi hepatitis kronik persisten. Sedangkan bila daerah portal melebar, tidak teratur dengan nekrosis diantara daerah portal yang berdekatan dan pembentukan septa fibrosis yang meluas maka terjadi hepatitis kronik aktif.

2.5 MANIFESTASI KLINIS Terkadang Hepatitis B menunjukkan gejala akut. Meskipun sebagian besar orang dewasa mengembangkan gejala dari infeksi akut virus Hepatitis B, anak-anak banyak yang tidak. Dewasa dan anak di atas usia 5 tahun lebih mungkin untuk memiliki gejala. Tujuh puluh persen orang dewasa akan mengembangkan gejala-gejala dari infeksi. Berdasarkan gejala klinis dan petunjuk serologis, manifestasi klinis hepatitis B dibangi 2 yaitu : 1. Hepatitis B akut yaitu manifestasi infeksi virus hepatitis B terhadap individu yang sistem imunologinya matur sehingga berakhir dengan hilangnya virus hepatitis B dari tubuh hospes. Hepatitis B akut terdiri atas 3 yaitu :

a. Hepatitis B akut yang khas b. Hepatitis Fulminan c. Hepatitis Subklinik 2. Hepatitis B kronis yaitu manifestasi infeksi virus hepatitis B terhadap individu dengan sistem imunologi kurang sempurna sehingga mekanisme, untuk menghilangkan VHB tidak efektif dan terjadi koeksistensi dengan VHB. Hepatitis B akut yang khas Bentuk hepatitis ini meliputi 95 % penderita dengan gambaran ikterus yang jelas. Gejala klinis terdiri atas 3 fase yaitu : 1. Fase Praikterik (prodromal) Gejala non spesifik, permulaan penyakit tidak jelas, demam tinggi, anoreksia, mual, nyeri didaerah hati disertai perubahan warna air kemih menjadi gelap. Pemeriksaan laboratorium mulai tampak kelainan hati (kadar bilirubin serum, SGOT dan SGPT, Fosfatose alkali, meningkat).

2. Fase lkterik Gejala demam dan gastrointestinal tambah hebat disertai hepatomegali dan splenomegali. timbulnya ikterus makin hebat dengan puncak pada minggu kedua. setelah timbul ikterus, gejala menurun dan pemeriksaan laboratorium tes fungsi hati abnormal. 3. Fase Penyembuhan Fase ini ditandai dengan menurunnya kadar enzim aminotransferase. pembesaran hati masih ada tetapi tidak terasa nyeri, pemeriksaan laboratorium menjadi normal. Hepatitis Fulminan Bentuk ini sekitar 1 % dengan gambaran sakit berat dan sebagian besar mempunyai prognosa buruk dalam 7-10 hari, lima puluh persen akan berakhirdengan kematian.

Adakalanya penderita belum menunjukkan gejala ikterus yang berat, tetapi pemeriksaan SGOT memberikan hasil yang tinggi pada pemeriksaan fisik hati menjadi lebih kecil, kesadaran cepat menurun hingga koma, mual dan muntah yang hebat disertai gelisah, dapat terjadi gagal ginjal akut dengan anuria dan uremia. Hepatitis Kronik Kira-kira 5-10% penderita hepatitis B akut akan mengalami Hepatitis B kronik. Hepatitis ini terjadi jika setelah 6 bulan tidak menunjukkan perbaikan yang mantap. Beberapa orang memiliki gejala yang sedang berlangsung mirip dengan B Hepatitis akut, namun sebagian besar individu dengan Hepatitis B kronis tetap bebas dari gejala selama 20 atau 30 tahun. Sekitar 15% -25% dari orang dengan Hepatitis B kronis mengembangkan kondisi hati yang serius, seperti sirosis (parut pada hati) atau kanker hati. Gejala hepatitis B kronis dapat meliputi: merasa lelah sepanjang waktu (kelelahan) kehilangan nafsu makan merasa sakit Nyeri perut otot dan nyeri sendi kulit gatal

Rata-rata, gejala muncul 90 hari (atau 3 bulan) setelah paparan, tetapi mereka dapat muncul setiap waktu antara 6 minggu dan 6 bulan setelah paparan. Banyak orang dengan hepatitis B tidak menunjukkan gejala, tetapi orang-orang masih dapat menyebarkan virus.

2.5 FAKIOR -FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TERJADINYA HEPATITIS B Faktor Host (Penjamu)

Adalah semua faktor yang terdapat pada diri manusia yang dapat mempengaruhi timbul serta perjalanan penyakit hepatitis B. Faktor penjamu meliputi: a. Umur Hepatitis B dapat menyerang semua golongan umur. Paling sering pada bayi dan anak (25 -45,9 %) resiko untuk menjadi kronis, menurun dengan bertambahnya umur dimana pada anak bayi 90 % akan menjadi kronis, pada anak usia sekolah 23 -46 % dan pada orang dewasa 3-10% (Markum, 1997). Hal ini berkaitan dengan terbentuk antibodi dalam jumlah cukup untuk menjamin terhindar dari hepatitis kronis. b. Jenis kelamin Berdasarkan sex ratio, wanita 3x lebih sering terinfeksi hepatitis B dibanding pria. c. Mekanisme pertahanan tubuh Bayi baru lahir atau bayi 2 bulan pertama setelah lahir lebih sering terinfeksi hepatitis B, terutama pada bayi yang sering terinfeksi hepatitis B, terutama pada bayi yang belum mendapat imunisasi hepatitis B. Hal ini karena sistem imun belum berkembang sempurna. d. Kebiasaan hidup Sebagian besar penularan pada masa remaja disebabkan karena aktivitas seksual dan gaya hidup seperti homoseksual, pecandu obat narkotika suntikan, pemakaian tatto, pemakaian akupuntur. e. Pekerjaan Kelompok resiko tinggi untuk mendapat infeksi hepatitis B adalah dokter, dokter bedah, dokter gigi, perawat, bidan, petugas kamar operasi, petugas laboratorium dimana mereka dalam pekerjaan sehari-hari kontak dengan penderita dan material manusia (darah, tinja, air kemih). Faktor Agent Penyebab Hepatitis B adalah virus hepatitis B termasuk DNA virus. Virus Hepatitis B terdiri atas 3 jenis antigen yakni HBsAg, HBcAg, dan HBeAg. Berdasarkan sifat imunologik protein pada HBsAg, virus dibagi atas 4 subtipe yaitu adw, adr, ayw, dan ayr yang menyebabkan perbedaan geografi dalam penyebarannya. Subtype adw terjadi di Eropa, Amerika dan

Australia. Subtype ayw terjadi di Afrika Utara dan Selatan. Subtype adw dan adr terjadi di Malaysia, Thailand, Indonesia. Sedangkan subtype adr terjadi di Jepang dan China. Faktor Lingkungan Merupakan keseluruhan kondisi dan pengaruh luar yang mempengaruhi perkembangan hepatitis B. Yang termasuk faktor lingkungan adalah: Lingkungan dengan sanitasi jelek Daerah dengan angka prevalensi VHB nya tinggi

KELOMPOK RESIKO TINGGI TERKENA HEPATITIS B Dalam epidemiologi Hepatitis B dikenal kelompok resiko tinggi yang lebih sering terkena infeksi Virus B dibandingkan yang lain, yang termasuk kelompok ini adalah : 1. Individu yang karena profesi / pekerjaannya atau lingkungannya relatif lebih sering tertular, misal : petugas kesehatan (dokter, dokter gigi, perawat, bidan), petugas laboratorium, pengguna jarum suntik, wanita tuna susila, pria homoseksual, supir, dukun bayi, bayi yang dilahirkan dari ibu yang terinfeksi hepatitis B. 2. Individu dengan kelainan sistem kekebalan selular, misal penderita hemofilia, hemodialisa, leukemia limfositik, penderita sindroma Down dan penderita yang mendapat terapi imunosupresif. Meskipun setiap orang dapat terinfeksi Hepatitis B, beberapa orang berada pada risiko yang lebih besar, seperti mereka yang:

Berhubungan seks dengan orang yang terinfeksi Memiliki banyak pasangan seks Memiliki penyakit menular seksual Apakah laki-laki yang memiliki kontak seksual dengan pria lain Menyuntikkan narkoba atau berbagi jarum, jarum suntik, atau peralatan obat lain Hidup dengan seseorang yang memiliki kronis Hepatitis B Apakah bayi yang lahir dari ibu yang terinfeksi Terpapar darah pada pekerjaan

Apakah pasien hemodialisis Perjalanan ke negara-negara dengan sedang sampai tingkat tinggi Hepatitis B.

PREVALENSI HEPATITIS B DI INDONESIA Berdasarkan laporan Sistem Surveilance Terpadu (SST) sampai dengan tahun 1997, terlihat adanya penurunan jumlah kasus hepatitis di Puskesmas dan rumah sakit yaitu dari 48.963 kasus pada tahun 1992 menjadi 16.108 kasus pada tahun 1997. Sedangkan penderita rawat inap di rumah sakit pada kurun waktu 5 tahun berfluktuasi. CFR penyakit hepatitis dari kasus rawat inap di RS sejak tahun 1992 sampai dengan 1997 terlihat ada penurunan yaitu dari 2,2 menjadi 1,64 (tabel 2). Menurut data per propinsi tabun 1997 bahwa kasus hepatitis paling banyak terjadi di Jawa Timur (3002 kasus), Sumatera Utara (1564 kasus) dan Jawa Tengah (1454 kasus) dengan CFR masing-masing 2,8 %; 1,71 % dan 2,15 %.

Penelitian di 14 rumah sakit pada tahun 1994-1996 mendapatkan bahwa kasus hepatitis B pada tahun 1994 berjumlah 491 dengan 167 kasus di RS Husada Jakarta, tahun 1995 sebesar 662 kasus dengan 203 kasus di RS Husada Jakarta dan tahun 1996, sebesar 278 kasus dengan 69 kasus di RS Pelni Jakarta (tabel 3).

Penelitian oleh Hartono 1991 menemukan angka prevalensi Hepatitis B di Bojana Flores sebesar 7,3 %, Sanjaya dkk menemukan HBsAg dan anti HBs pada anak murid TK dan SD adalah 4 % (HBsAg) dan 14,9 % (anti HBs). Pada awal tahun 1993 dilakukan pemeriksaan HBsAg dan anti HBs pada sejumlah 5.009 sampel darah yang diambil dari karyawan RS Ciptomangunkusumo dan didapat hasil HBsAg 4,59 % dan anti HBs 35,72 % (Sulaiman A, 1993). Hasil penelitian donor darah yang dilakuklan Namru-2 dengan metode Ellisa tahun 1993.

2.6 CARA PENCEGAHAN Cara terbaik untuk mencegah Hepatitis B adalah dengan mendapatkan vaksin Hepatitis B. Vaksin Hepatitis B yang aman dan efektif dan biasanya diberikan sebagai tembakan 3-4 selama 6 bulan.

Vaksinasi hepatitis B dianjurkan untuk:


Semua bayi, dimulai dengan dosis pertama vaksin Hepatitis B pada saat lahir Semua anak-anak dan remaja berusia di bawah 19 tahun yang belum divaksinasi Orang-orang yang memiliki pasangan seks Hepatitis B Aktif secara seksual orang-orang yang tidak berada dalam hubungan jangka panjang, saling monogami. Orang mencari evaluasi atau pengobatan untuk penyakit menular seksual Pria yang memiliki kontak seksual dengan pria lain Orang-orang yang berbagi jarum, jarum suntik, atau obat-peralatan injeksi Orang yang memiliki kontak serumah dekat dengan seseorang terinfeksi virus Hepatitis B Kesehatan dan pekerja keselamatan publik beresiko terpapar cairan tubuh darah atau darah yang terkontaminasi di tempat kerja Orang dengan stadium akhir penyakit ginjal, termasuk predialisis, hemodialisis, dialisis peritoneal, dan pasien rumah dialisis Warga dan staf fasilitas untuk orang cacat perkembangan Wisatawan ke daerah dengan tingkat sedang atau tinggi Hepatitis B Orang dengan penyakit hati kronis Orang dengan infeksi HIV Siapapun yang ingin dilindungi dari infeksi virus Hepatitis B Hepatitis B vaksin tidak dianjurkan bagi orang yang memiliki reaksi alergi yang

serius dengan dosis sebelum vaksin Hepatitis B atau untuk setiap bagian dari vaksin. Selain itu, tidak dianjurkan untuk siapa saja yang alergi terhadap ragi karena ragi yang digunakan ketika membuat vaksin. Jika seorang wanita hamil memiliki Hepatitis B, dia bisa menularkan kepada bayinya selama kelahiran. Tapi ini dapat dicegah melalui serangkaian vaksinasi dan HBIG untuk awal bayinya saat lahir. Tanpa vaksinasi, bayi yang lahir dari ibu dengan infeksi virus Hepatitis B dapat mengembangkan infeksi kronis, yang dapat menyebabkan masalah kesehatan yang serius. Seorang bayi bisa mendapatkan Hepatitis B dari ibu yang terinfeksi selama persalinan. Namun hal ini dapat dicegah jika bayi yang lahir ibu yang terinfeksi menerima tembakan yang diperlukan pada waktu yang disarankan bayi harus menerima suntikan yang disebut Hepatitis B immune globulin (HBIG) dan dosis pertama vaksin Hepatitis B dalam 12 jam

setelah lahir. Dua atau 3 tembakan tambahan vaksin yang diperlukan selama 1-15 bulan ke depan untuk membantu mencegah Hepatitis B. Waktu dan jumlah tembakan akan dipengaruhi oleh beberapa faktor, termasuk jenis vaksin dan usia bayi dan berat. Selain itu, para ahli merekomendasikan bahwa bayi harus diuji setelah selesai dari seri vaksin untuk memastikan ia dilindungi dari penyakit.

BAB 3 DISKUSI MASALAH

3.1

Vaksin Hepatits B Vaksin virius hepatitis B merupakan vaksin hepatitis rekombinan mengandung antigen virus hepatitis B, HBsAg (protein antigen permukaan virus Hepatitis B) yang tidak menginfeksi, yang dihasilkan dari biakan sel ragi dengan teknologi rekayasa DNA dan sama sekali tidak mengandung DNA virus. Vaksin Hepatitis B rekombinan berbentuk suspensi steril berwarna keputihan. Hepatitis B dapat menyebabkan sirosis atau pengerutan hati, bahkan lebih buruk lagi mengakibatkan kanker hati dan kematian. Vaksin ini dapat disimpan sampai 26 bulan setelah tanggal produksi pada suhu 2- 8 derajat C, dan jangan dibekukan.

3.2

Jadwal Vaksin Hepatitis B Kerentanan bayi di Indonesia terkena Hepatitis B masih sangat tinggi karena pencegahan penularan Hepatitis B dari ibu ke anak belum maksimal. Pada anak usia 1-4 tahun infeksi cukup tinggi. Pencegahan menularan dari ibu ke bayi sangat penting karena sekitar 90 persen bayi yang terkena hepatitis B berisiko menderita sirosis hati. Vaksin dilakukan bertujuan untuk memutuskan rantai penularan melalui transmisi maternal dari ibu kepada bayinya. Sehingga vaksin hepatitis B harus diberikan secepat

mungkin seperti rekomendasi dari IDAI untuk memberikan vaksin hepatitis B yang pertama dalam 12 jam sebelum lahir. Imunisasi Hepatitis B diberikan sebanyak 3 kali (dosis) pemberian. Dosis pertama diberikan pada bayi baru lahir (newborns) menggunakan vaksin monovalen (vaksin antigen tunggal) sebelum pulang dari rumah sakit. Dosis kedua diberikan saat bayi berusia 1 2 bulan. Dan dosis ketiga diberikan pada usia 6 18 bulan (pemberian dosis terakhir/dosis final tidak boleh kurang dari usia 24 minggu). Setelah pemberian dosis pertama pada bayi baru lahir, dosis hepatitis B dapat dilengkapi dengan vaksin antigen tunggal hingga 3 dosis pemberian. Apabila menggunakan vaksin Comvax atau Pediarix, dapat diberikan hingga 4 dosis pemberian. Imunisasi Hepatitis B sampai 4 kali pemberian dimungkinkan apabila pada saat lahir diberikan vaksin kombinasi yang mengandung Hepatitis B. Bayi yang tidak mendapat imunisasi Hepatitis B saat lahir, sebaiknya mendapatkan imunisasi Hepatitis B pada usia 0, 1 dan 6 bulan (3 kali pemberian). Vaksin Hepatitis B juga efektif diberikan setelah individu terpajan. Hal ini mungkin dikarenakan masa inkubasi penyakit Hepatitis B cukup lama, sehingga imunitas diinduksi vaksin dapat membantu mencegah peryakit, seperti halnya vaksin rabies.

3.3 Cara Pemberian Vaksin Hepatitis B

Vaksin ini disuntikan secara intramuscular pada bagian anterolateral paha dengan dosis 0,5 ml. Pemberian secara IM umumnya dilakukan untuk vaksin yang menggunakan ajuvan. Salah satu dari beberapa vaksin yang menggunakan ajuvan adalah vaksin yang dibahas pada makalah ini. Ajuvan bertujuan untuk mengkonsentrasikan antigen pada tempat dimana limfosit akan terpajan kepadanya. Hal ini akan mendatangkan respon imun alamiah dengan menimbulkan danger signal, selanjutnya terjadi peningkatan ekspresi molekul costimulator dan produksi IL-12 yang menstimulasi aktivitas T helper. Terjadilah proliferasi klonal dan diferensiasi sel T menjadi sel T efektor dan sel T memori. Penggunaan ajuvan pada

vaksin hepatitis B membuat cara pemberian vaksinnya harus IM dalam, dengan jarum yang cukup panjang agar tidak terjadi nekrosis subkutan. Jika Ibu HBsAg-Positif : Bayi diberikan HBIG (Imunoglobulin Hepatitis B) dan Imunisasi Hepatitis B dosis pertama sebelum usia bayi 12 jam. Selanjutnya Imunisasi Hepatitis B dilengkapi hingga 3 kali pemberian. Jika status HBsAg Ibu tidak diketahui : Bayi diberikan imunisasi Hepatitis B sebelum berusia 12 jam. Jika bayi lahir dengan berat badan rendah (berat badan kurang dari 2000 gram) juga diberikan HBIG sebelum usia 12 jam. Jika dikemudian hari ibu diketahui HBsAgPositif, diberikan HBIG sesegera mungkin dan dalam usia 7 hari, dan ikuti jadwal imunisasi Hepatitis B bayi yang lahir dari ibu HBsAg.

3.4 Keadaan Pemberian Vaksin Hepatitis B Imunisasi yang dilakukan untuk mencegah terjadinya penyakit infeksi. Pada anak-anak dan bayi sangat rentan terhadap berbagai penyakit infeksi, sehingga di Indonesia dianjurkan salah satunya pemberian vaksin Hepatitis B. Pada orang hamil dianjurkan untuk mengikuti pemberian 4 vaksin, yaitu MMR, Tetanus toxoid, hepatitis B dan HPV. Hal ini dilakukan untuk memberikan respon imun yang optimal untuk mengatasi infeksi selama kehamilan. Pada keadaan imunokompromois seperti hemodialisis, pengguna

imunosupresan, radiasi, atau kemoterapi, dan orang dengan HIV lebih rentan pada penyakit infeksi berbagai jenis patogen. Vaksin hepatitis B diamjurkan unutk diberikan pada keadaan-keadaan diatas.

Anda mungkin juga menyukai