Anda di halaman 1dari 25

BAB I PENDAHULUAN

Skizofrenia adalah suatu sindrom klinis variabel, namun sangat mengganggu, psikopatologi yang melibatkan kognisi, emosi, persepsi, dan aspek lain dari perilaku. Ekspresi manifestasi ini bervariasi di seluruh pasien dan dari waktu ke waktu, tetapi efek dari penyakit ini selalu berat dan biasanya tahan lama. Gangguan ini biasanya dimulai sebelum usia 25, berlangsung sepanjang hidup, dan mempengaruhi orang-orang dari semua kelas sosial. Kedua pasien dan keluarga mereka sering menderita perawatan yang buruk dan pengucilan sosial karena ketidaktahuan yang luas tentang gangguan tersebut. Meskipun skizofrenia dibahas seolah-olah itu adalah penyakit tunggal, mungkin terdiri dari sekelompok gangguan dengan etiologi heterogen, dan itu termasuk pasien yang presentasi klinis, respon pengobatan, dan kursus penyakit bervariasi. Dokter harus menghargai bahwa diagnosis skizofrenia didasarkan sepenuhnya pada sejarah psikiatri dan pemeriksaan status mental. Tidak ada tes laboratorium untuk skizofrenia.1 Skizofrenia merupakan gangguan psikotik yang paling sering. Hampir 1 % penduduk di dunia menderita skizofrenia selama hidup mereka. Gejala skizofrenia biasanya muncul pada usia remaja akhir atau dewasa muda. Awitan pada laki-laki biasanya antara 15-25 tahun. Prognosis biasanya lebih buruk pada laki-laki bila dibandingkan dengan perempuan. Awitan setelah umur 40 tahun jarang terjadi.2 Skizofrenia suatu deskripsi sindrom dengan variasi penyebab ( banyak belum diketahui ) dan perjalanan penyakit ( tak selalu bersifat kronis atau deteriorating ) yang luas, serta sejumlah akibat yang tergantung pada perimbangan pengaruh genetik, fisik, dan sosial budaya. Pada umumnya ditandai oleh penyimpangan yang fundamental dan karakteristik dari pikiran dan persepsi, serta oleh afek yang tidak wajar (inappropriate ) atau tumpul (blunded ). Kesadaran yang jernih ( clear consciousness ) dan kemampuan intelektual biasanya tetap terpelihara, walaupun kemunduran kognitif tertentu dapat berkembang kemudian.3

Skizofrenia merupakan penyakit kronik. Sebagian kecil dari kehidupan mereka berada dalam kondisi akut dan sebagian besar penderita berada lebih lama dalam fase residual yaitu fase yang memperlihatkan gambaran penyakit yang ringan. Selama periode residual, pasien lebih menarik diri atau mengisolasi diri, dan aneh. Gejala-gejala penyakit biasanya terlihat jelas oleh orang lain.2 Di Amerika Serikat prevalensi skizofrenia seumur hidup dilaporkan secara bervariasi terentang dari 1 sampai 1,5 %; konsisten dengan angka tersebut, penelitian Epidemological Catchment Area (ECA) yang disponsori oleh National Institue of Mental Helath (NIHM) melaporkan prevalensi seumur hidup sebesar 1,3 %.1 Skizofrenia adalah sama-sama prevalensinya antara laki-laki dan wanita. Tetapi, dua jenis kelamin tersebut menunjukkan perbedaan dalam onset dan perjalanan penyakit. Laki-laki mempunyai onset lebih awal daripada wanita. Usia puncak onset untuk laki-laki adalah 15 sampai 25 tahun; untuk wanita usia puncak adalah 25 sampai 35 tahun. Onset skizofrenia sebelum usia 10 tahun atau sesudah 50 tahun adalah sangat jarang.1 DSM-IV mempunyai criteria diagnosis resmi dari American Psychiatric Association untuk skizofrenia. Kriteria diagnostik DSM-VI sebagian besar tidak berubah dari DSM edisi ketiga yang direvisi ( DSM-III-R ), walaupun DSM IV menawarkan lebih banyak pilihan bagi klinisi dan lebih deskriptif terhadap situasi klinis yang actual.1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI
Skizofrenia adalah suatu sindrom klinis variabel, namun sangat mengganggu, psikopatologi yang melibatkan kognisi, emosi, persepsi, dan aspek lain dari perilaku.1 Skizofrenia suatu deskripsi sindrom dengan variasi penyebab ( banyak belum diketahui ) dan perjalanan penyakit ( tak selalu bersifat kronis atau deteriorating ) yang luas, serta sejumlah akibat yang tergantung pada perimbangan pengaruh genetik, fisik, dan sosial budaya. 3

B. EPIDEMIOLOGI
Di Amerika Serikat, prevalensi seumur hidup skizofrenia adalah sekitar 1 persen, yang berarti bahwa sekitar 1 diantara 100 orang menderita skizofrenia selama hidup mereka. Epidemiologi Penelitian di Catchment Area disponsori oleh National Institute of Mental Health melaporkan prevalensi seumur hidup sebesar 0,6 sampai 1,9 persen. Menurut DSM-IV-TR, kejadian tahunan berkisar skizofrenia 0,5-5,0 per 10.000, dengan beberapa variasi geografis (misalnya, insiden lebih tinggi untuk orang yang lahir di daerah perkotaan negara-negara industri). Skizofrenia ditemukan dalam semua masyarakat dan wilayah geografis, dan insiden dan prevalensi kira-kira sama di seluruh dunia. Di Amerika Serikat, sekitar 0,05 persen dari total penduduk diperlakukan untuk skizofrenia dalam satu tahun, dan hanya sekitar setengah dari semua pasien dengan skizofrenia memperoleh pengobatan, meskipun keparahan gangguan.1

C. ETIOLOGI
Faktor genetic

Kemungkinan orang yang memiliki skizofrenia berkorelasi dengan kedekatan hubungan dengan kerabat yang terkena dampak (misalnya, pertama atau kedua-derajat relatif) . Dalam kasus kembar monozigot yang memiliki bawaan genetik identik, ada sekitar 50 persen menderita skizofrenia. Angka ini adalah empat sampai lima kali tingkat konkordansi pada kembar dizigot atau tingkat terjadinya ditemukan di tingkat pertama kerabat lainnya (misalnya, saudara, orang tua, atau keturunan). Peran faktor genetik selanjutnya direfleksikan dalam drop-off dalam terjadinya skizofrenia antara saudara kedua dan ketiga derajat, yang di dalamnya orang akan berhipotesis loading genetik menurun. Namun demikian, data kembar monozigot jelas menunjukkan fakta bahwa individu-individu yang secara genetik rentan terhadap skizofrenia tidak pasti menderita skizofrenia, faktor-faktor lain (misalnya, lingkungan) harus dilibatkan dalam menentukan hasil skizofrenia.1

Fakor biokimia Dopamin, menyatakan bahwa skizofrenia disebabkan oleh terlalu banyaknya aktivitas dopaminergik. Teori tersebut muncul dari dua pengamatan. Pertama, kecuali untuk klozapin, khasiat dan potensi antipsikotik berhubungan dengan kemampuannya untuk bertindak sebagai antagonis reseptor dopaminergik tipe 2. Kedua, obat-obatan yang meningkatkan aktivitas dopaminergik (seperti amfetamin) merupakan salah satu psikotomimetik. Namun belum jelas apakah hiperaktivitas dopamin ini karena terlalu banyaknya pelepasan dopamin atau terlalu banyaknya reseptor dopamin atau kombinasi kedua mekanisme tersebut. Namun ada dua masalah mengenai hipotesa ini, dimana hiperaktivitas dopamin adalah tidak khas untuk skizofrenia karena antagonis dopamin efektif dalam mengobati hampir semua pasien psikotik dan pasien teragitasi berat. Kedua, beberapa data elektrofisiologis menyatakan bahwa neuron dopaminergik mungkin meningkatkan kecepatan pembakarannya sebagai respon dari pemaparan jangka panjang dengan obat antipsikotik. Data tersebut menyatakan bahwa abnormalitas awal pada pasien skizofrenia mungkin melibatkan keadaan hipodopaminergik.1 Serotonin. Hipotesis saat ini menempatkan kelebihan serotonin sebagai penyebab kedua gejala positif dan negatif dalam skizofrenia. Kuatnya aktivitas antagonis serotonin clozapine dan antipsikotik generasi kedua lainnya, ditambah dengan efektivitas clozapine untuk mengurangi gejala positif pada pasien kronis telah memberikan kontribusi terhadap validitas proposisi ini.1
4

Norepinefrin. Sebuah degenerasi neuronal selektif dalam sistem saraf reward norepinefrin dapat menjelaskan aspek simtomatologinya skizofrenia. Namun, data biokimia dan farmakologi bantalan pada proposal ini tidak dapat disimpulkan.1 GABA. Neurotransmitter inhibitor asam amino -aminobutyric acid (GABA) telah terlibat dalam patofisiologi skizofrenia berdasarkan temuan bahwa beberapa pasien dengan skizofrenia memiliki hilangnya neuron GABAergic di hippocampus. GABA memiliki efek regulasi pada aktivitas dopamin, dan hilangnya neuron GABAergic hambat dapat menyebabkan hiperaktivitas neuron dopaminergik.1 Neuropeptida. Neuropeptida, seperti substansi P dan neurotensin, dilokalisasi dengan neurotransmitter katekolamin dan indolamine dan mempengaruhi tindakan neurotransmiter ini. Perubahan dalam mekanisme neuropeptida bisa memfasilitasi, menghambat, atau mengubah pola penembakan neuron sistem ini.1 Glutamat. Glutamat telah terlibat karena konsumsi phencyclidine, antagonis glutamat, menghasilkan sindrom akut yang mirip dengan skizofrenia. Hipotesis yang diajukan mengenai glutamat termasuk orang-orang hiperaktif, hypoactivity, dan glutamat-induced neuro-toksisitas.1 Asetilkolin dan Nikotin. Studi autopsi pada skizofrenia telah menunjukkan penurunan reseptor muscarinic dan nicotinic di berekor-putamen, hippocampus, dan daerah yang dipilih dari korteks prefrontal. Reseptor ini berperan dalam pengaturan sistem neurotransmitter yang terlibat dalam kognisi, yang terganggu pada skizofrenia.1 Faktor Neuropatologi

Pada abad ke-19, neuropathologists gagal menemukan dasar neuropathological untuk skizofrenia, dan dengan demikian mereka diklasifikasikan sebagai gangguan skizofrenia fungsional. Pada akhir abad ke-20, bagaimanapun, para peneliti telah membuat langkah signifikan dalam mengungkap basis neuropathological potensial untuk skizofrenia, terutama dalam sistem limbik dan ganglia basal, termasuk kelainan neuropathological atau neurokimia di korteks serebral, thalamus, dan batang otak . Hilangnya volume otak dilaporkan secara luas di otak penderita skizofrenia muncul akibat dari berkurangnya kepadatan akson, dendrit, dan sinapsis yang memediasi fungsi asosiatif otak. Densitas sinaptik tertinggi pada usia 1, kemudian dikupas ke nilai-nilai dewasa pada awal masa remaja. Satu teori, sebagian didasarkan pada
5

pengamatan bahwa pasien sering mengalami gejala skizofrenia selama masa remaja, menyatakan bahwa hasil skizofrenia dari pemangkasan berlebihan sinapsis selama fase pembangunan.1 Faktor psikososial Cepatnya perkembangan pemahaman tentang biologi dari skizofrenia dan diperkenalkannya pengobatan farmakologis yang efektif dan aman telah lebih lanjut menekankan pentingnya untuk mengerti masalah indifidu, keluarga, dan social yang mempengaruhi pasien dengan skizofrenia. Jika skizofrenia adalah suatu penyakit dari otak, maka kemugkinan penyakit ini sejalan dengan penyakit dari organ lain yang perjalanannya dipengaruhi oleh stress psikososial. Klinisi harus mempertimbangkan factor psikologis yang mempengaruhi skizofrenia.1

D. DIAGNOSIS
Menurut PPDGJ III yang merupakan pedoman diagnostik untuk Skizofrenia :2,3 Harus ada sedikitnya satu gejala berikut ini yang amat jelas (dan biasanya dua gejala atau lebih bila gejala-gejala itu kurang tajam atau kurang jelas):

(a) - Thought echo : isi pikiran diri sendiri yang berulang atau bergema dalam kepalanya (tidak keras), dan isi pikiran ulangan, walaupun isinya sama, namun kualitasnya berbeda; atau - Thought insertion or withdrawal : isi pikiran yang asing dari luar masuk ke dalam pikirannya (insertion) atau isi pikirannya diambil keluar oleh sesuatu dari luar dirinya (withdrawal); dan - Thought broadcasting : isi pikirannya tersiar keluar sehingga orang lain atau umum mengetahuinya.

(b) - Delusion of control : waham tentang dirinya dikendalikan oleh suatu kekuatan tertentu dari luar; atau - Delusion of influence : waham tentang dirinya dipengaruhi oleh suatu kekuatan tertentu dari luar; atau - Delusion of passivity : waham tentang dirinya tidak berdaya dan pasrah terhadap sesuatu kekuatan dari luar.

- Delusional perception : pengalaman inderawi yang tidak wajar, yang bermakna sangat khas bagi dirinya, biasanya bersifat mistik atau mukjizat.

(c) Halusinasi auditorik: - suara halusinasi yang berkomentar secara terus menerus terhadap perilaku pasien, atau - mendiskusikan perihal pasien diantara mereka sendiri (diantara berbagai suara yang berbicara). - jenis suara halusinasi lain yang berasal dari salah satu bagi tubuh

(d) Waham - waham menetap jenis lainnya, yang menurut budaya setempat dianggap tidak wajar dan sesuatu yang mustahil, misalnya perihal keyakinan agama atau politik tertentu, atau kekuatan dam kemampuan diatas manusia biasa (misalnya mampu mengendalikan cuaca, atau komunikasi dengan makhluk asing dari dunia lain).

Atau paling sedikit dua gejala dibawah ini yang harus selalu ada secara jelas:

(a) halusinasi yang menetap dari panca-indera apa saja, apabila disertai baik oleh waham yang mengambang maupun setengah berbentuk tanpa kandungan afektif yang jelas, ataupun disertai ide-ide berlebihan (over- valued ideas) yang menetap, atau apabila terjadi setiap hari selama berminggu-minggu atau berbulan-bulan terus berulang.

(b) Arus pikiran yang terputus (break) atau mengalami sisipan (interpolation), yang berakibat inkoherensi atau pembicaraan yang tidak relevan, atau neologisme;

(c) Perilaku katatonik, seperti keadaan gaduh gelisah (excitement), posisi tubuh tertentu (posturing), atau fleksibilitas cerea, negativisme, mutisme, dan stupor;

(d) Gejala-gejala "negatif", seperti sikap sangat apatis, bicara yang jarang, dan respon emosional yang menumpul atau tidak wajar, biasanya yang mengakibatkan penarikan
7

diri dari pergaulan sosial dan menurunnya kinerja sosial; tetapi harus jelas bahwa semua hal tersebut tidak disebabkan oleh depresi atau medikasi neuroleptika;

Adanya gejala-gejala khas tersebut diatas telah berlangsung selama kurun waktu satu bulan atau lebih.

Harus ada suatu perubahan yang konsisten dan bermakna dalam mutu keseluruhan (overall quality) dari beberapa aspek kehidupan perilaku pribadi (personal

behaviour),bermanifestasi sebagai hilangnya minat, hidup tak bertujuan,tidak berbuat sesuatu, sikap larut dalam diri sendir (self absorbed atitude), dan penarikan diri secara sosial.

Subtype skizofrenia Klasifikasi skizofrenia berdasarkan DSM IV- TR meliputi :1,3,4 Skizofrenia paranoid Skizofrenia terdisorganisasi Skizofrenia katatonik Skizofrenia tak tergolongkan Skizofrenia residual

Kalsifikasi skizofrenia berdasarkan PPDGJ III meliputi :3 Skizofrenia paranoid Skizofrenia hebefrenik Skizofrenia katatonik Skizofrenia tak terinci Depresi pasca-skizofrenia Skizofrenia residual Skizofrenia simpleks Skizofrenia lainnya
8

Skizofrenia YTT

SKIZOFRENIA KATATONIK
Walaupun tipe katatonik sering ditemukan beberapa decade yang lalu, sekarang tipe ini jarang di Eropa dan Amerika utara. Ciri klasik dari tipe katatonik adalah gangguan nyata pada fungsi motorik, yang mungkin berupa stupor, negativism, rigiditas, kegembiraan, atau posturing. Kadang kadang pasien menunjukan perubahan yang cepat antara kegembiraan dan stupor. Ciri penyerta adalah streotipik, menerisme, dan fleksibilitas lilin (waxy flexibility). Mutisme adalah sering ditemukan. Selama stupor atau kegembiraan katatonik, pasien skizofrenik memerlukan pengawasan yang ketat untuk menghindari pasien melukai dirinya sendiri atau orang lain. Perawatan medis mungkin diperlukan karena adanya malnutrisi, kelelahan, hiperpireksia atau cedera yan disebabkan oleh dirinya sendiri.1 Kriteria diagnostic skizofrenia katatonik berdasarkan PPDGJ III 3 Adapun pedoman diagnostiknya sebagai berikut : Memenuhi kriteria umum untuk diagnosis skizofrenia. Satu atau lebih dari perilaku berikut ini harus mendominasi gambaran klinisnya : (a) Stupor (amat berkurangnya dalam reaktivitas terhadap lingkungan dan dalam gerakan serta aktivitas spontan) atau mutisme (tidak berbicara) (b) Gaduh gelisah (tampak jelas aktivitas motorik yang tak bertujuan, yang tidak dipengaruhi oleh stimuli eksternal ) (c) Menampilkan posisi tubuh tertentu (secara sukarela mengambil dan

mempertahankan posisi tubuh tertentu yang tidak wajar atau aneh) (d) Negativisme (tampak jelas perlawanan yang tidak bermotif terhadap semua perintah atau upaya untuk menggerakkan, atau pergerakan kearah yang berlawanan) (e) Rigiditas ( mempertahankan posisi tubuh yang kaku untuk melawan upaya menggerakkan dirinya)

(f) Fleksibilitas cerea/ waxy flexibility ( mempertahankan anggota gerak dan tubuh dalam posisi yang dapat dibentuk dari luar), dan (g) Gejala-gejala lain seperti command automatism (kepatuhan secara otomatis terhadap perintah), dan pengulangan kata-kata serta kalimat-kalimat.

Pada pasien yang tidak komunikatif dengan manifestasi perilaku dari gangguan katatonik, diagnosis skizofrenia mungkin harus ditunda sampai diperoleh bukti yang memadai tentang adanya gejala-gejala lain. Penting untuk diperhatikan bahwa gejala-gejala katatonik bukan petunjuk diagnostik untuk skizofrenia. Gejala katatonik dapat dicetuskan oleh penyakit otak, gangguan metabolik, atau alkohol dan obat-obatan, serta dapat juga terjadi gangguan afektif.3

Kreiteria diagnostic skizofrenia katatonik berdasarkan DSM IV-RT 1,4,6 Setidaknya terdapat dua dominasi gambaran klinis skizofrenia :
1. imobilitas motorik sebagaimana dibuktikan oleh katalepsi (termasuk fleksibilitas lilin)

atau stupor.
2. aktivitas motorik yang berlebihan (yang tampaknya tanpa tujuan dan tidak dipengaruhi

oleh rangsanganeksternal).
3. negativisme ekstrim (perlawanan tampaknya tanpa motif untuk semua instruksi atau

pemeliharaan sikap kaku terhadap upaya untuk dipindahkan) atau mutisme.


4. keanehan gerakan sukarela seperti yang dibuktikan oleh sikap (asumsi sukarela postur

yang tidak pantas atau aneh), gerakan stereotipik, tingkah laku menerisme, atau meringis menonjol.
5. echolalia atau echopraxia

10

Meskipun tingkah laku penderita katatonik menunjukan pengunduran diri dari kenyataan, tetapi kemungkinan untuk sembuh jauhlebih besar dibandingkan tipe tipe skizofrenia lainnya.5 Dalam keadaan stupor, penderita kehilangan segala semangat, tetap tidak bergerak selama berjam jam, berhari-hari, berminggu minggu, atau bahkan pada kejadian-kejadian tertentu bias lebih lama lagi. Negativism yang ekstrem merupakan reaksi yang khas. Meskipun pasien tampak stupor, tetapi masih bias mengetahui semua yang terjadi disekitarnya dan terkadang dapat memberikan bukti yang jelas atas apa yang diketahuinya. Kadang kadang negativisme dapat berubah menjadi ekopraksia atau ekolalia. Pada tahap ini pasien dalam keadaan fleksibilitas lilin. halusinasi dan delusi terjadi dalam keadaan stupor. Sikap dan grak grik tubuh yang treotipis ini sering kali secara simbolis berhubungan dengan pengalaman pengalaman fantasi dirinya.5 Dari keadaan stupor, pasien beralih pada keadaan gemapar dan meledak ledak dan muncul secara tiba-tiba tanpa adanya tanda-tanda peringatan. Pasien berbicara gempar dan meledak ledak tanpa sebab dan tujuan. Pasien dapat melakukan tingkah laku seksual yang tak terkendali, atau perbuatan agresif yang ditujukan kepada dirinya sendiri atau terhadap orang yang ada disekitarnya. Keadaan ini tidak dicetuskan oleh lingkungan.5

11

E. DIAGNOSIS BANDING
1. Gangguan katatonik organik3 Untuk menegakkan diagnosis gangguan katatonik organik ( F06.1) ini, harus mengetahui sebelumnya pedoman diagnostik untuk Gangguan mental lainnya akibat kerusakan dan disfungsi otak dan penyakit fisik (F06) yaitu: Adanya penyakit, kerusakan atau disfungsi otak, atau penyakit fisik sistemik yang diketahui berhubungan dengan salah satu sindrom mental yang tercantum Adanya hubungan waktu (dalam beberapa minggu atau bulan ) antara perkembangan penyakit yang mendasari dengan timbulnya sindrom mental Kesembuhan dari gangguan mental setelah perbaikan atau dihilangkannya penyebab yang mendasarinya Tidak adanya bukti yang mengarah pada penyebab alternatif dari sindrom mental ini ( seperti pengaruh yang kuat dari riwayat keluarga atau pengaruh stres sebagai pencetus ) Sedangkan pedoman diagnostik untuk gangguan katatonik organik menurut PPDGJ-III sebagai berikut, Kriteria umum tersebut diatas (F06) Disertai salah satu dibawah ini : (a) Stupor (berkurang atau hilang sama sekali gerakan spontan dengan mutisme parisal atau total, negativisme, dan posisi tubuh yang kaku) (b) Gaduh gelisah (hipermotilitas yang kasar dengan atau tanpa kecenderungan untuk menyerang) (c) Kedua-duanya (silih-berganti secara cepat dan tak terduga dari hipo- ke hiperaktivitas). 3

2. Gangguan afektif / mood F30 Episode manic3 Kesamaan karakteristik dalam afek yang meningkat, disertai peningkatan dalam jumlah dan kecepatan aktifitas fisik dan mental, dalam berbagai derajat keparahan. Katagori ini hanya untuk satu episode manic tunggal ( yang pertama ), termasuk dangguan afektif bipolar, episode manic tunggal. Jika ada episode afektif ( depresi,

12

manic, atau hipomanik ) sebelumnya atau sesudahnya, termasuk gangguan afektif bipolar. F31 Gngguan afektif bipolar3 Gangguan ini tersifat oleh episode berulang ( sekurang-kurangnya dua episode ) dimana afek pasien dan tingkat aktifitasnya jelas terganggu, pada waktu tertentu terdiri dari peningkatan afek disertai penambahan energy dan aktifitas ( mania atau hipomania ), dan pada waktu lain berupa penurunan afek disertai pengurangan energy dan aktifitas (depresi). Yang khas adalah bahwa biasanya ada penyembuhan sempurna antar episode. Episode manic biasanya mulai dengan tiba tiba dan berlangsung antara 2 minggu sampai 4-5 bulan, episode depresi cenderung berlangsung lebih lama ( rata-rata sekitar 6 bulan) meskipun jarang melebihi 1 tahun kecuali pada orang uia lanjut. Kedua macam episode itu seringkali terjadi setelah peristiwa hidup yang penuh stress atau trauma mental lain ( adanya stress tidak esensial untuk penegakan diagnosis). F32 Episode depresif3 Gejala utama (pada derajat ringan, sedang, berat) :

(a) Afek depresi (b) Kehilangan minat dan kegembiraan (c) Berkurangnya energy yang menuju meningkatnya keadaan mudah lelah ( rasa lelah yang nyata sesudah kerja sedikit saja ) dan menurunnya aktifitas. Gejala lainnya :

(a) Konsentrasi dan perhatian berkurang (b) Harga diri dan kepercayaan diri berkurang (c) Gagasan tentang rasa bersalah dan tidak berguna (d) Pandangan masa depan yang suram dan psimistik (e) Gagasan dan perbuatan membahayakan diri atau bunuh diri (f) Tidur terganggu (g) Nafsu makan berkurang

13

Untuk episode depresif dari ketiga tingkat keparahan terutama diperlukan masa

sekurang kurangnya 2 minggu untuk penegakan diagnosis, akan tetapi periode lebih pendek dapat dibenarkan jika gejala luar biasa beratnya dan berlangsung cepat. Kategori diagnosis episode depresi ringan (F32.0), sedang (F32.1), dan berat

(F32.2) hanya digunakan untuk episode depresi tunggal (yang pertama). Episode depresi berikutnya harus diklasifikasikan dibawah salah satu diagnosis gangguan depresi berulang (F33.-)

F. PENATALAKSANAAN
Perawatan di Rumah Sakit Indikasi utama untuk perawatan di rumah sakit adalah untuk tujuan diagnostic, menstabilkan medikasi, keamanan pasien karena gagasan bunuh diri atau membunuh, dan prilaku yang sangat kacau atau tidak sesuai, termasuk ketidak mampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar, seperti makanan, pakaian dan tempat berlindung. Tujuan utama perawatan dirumah sakit yang harus ditegakan adalah ikatan efektif antara pasien dan system pendukung masyarakat.1 Perawatan di Rumah sakit menurunkan stress pada pasien dan membantu mereka menyusun aktifitas harian mereka. Lamanya perawatan di rumah sakit tergantung pada keparahan penyakit pasien dan tersedianya fasilitas pengobatan rawat jalan. penelitian telah menunjukan bahwa perawatan singkat di rumah sakit ( empat sampai enam minggu ) adalah sama efektifnya dengan perawatan jangka panjang di rumah sakit dan bahwa rumah sakit dengan pendekatan prilaku yang aktif adalah lebih efektif daripada institusi yang biasanya dan komunitas terapeutik berorientasi tilikan.1

Psikofarmaka Antipsikosis : --Obat-obatan antipsikosis terbagi menjadi 2 kelompok utama yaitu Antipsikosis tipikal dan atipikal. Mekanisme obat antipsikosis tipikal adalah memblokade Dopamin pada reseptor pasca sinaps neuron di otak, khususnya di sistem limbik dan ekstrapiramidal (Dopamine D2 receptor antagonist), sehingga efektif untuk gejala positif. Sedangkan obat antipsikosis atipikal di samping berafinitas terhadap Dopamine D2 Receptors, juga
14

terhadap Serotonin 5 HT2 Receptors (Serotonin-dopamine antagonist) sehingga efektif juga untuk gejala negative.1,7 Golongan obat anti-psikosis tipikal terbagi menjadi : Phenothiazine (Chlorpromazine,Trifluoperazine,Thiooridazine ) Butyrophenone ( Haloperidol ) Diphenyl-butyl-piperidine ( Pimozide )

Golongan atipikal terdiri dari : Benzamide ( Sulpiride ) Dibenzodiazepine ( Clozapin,Olanzapin,Quetiapine) Benzisoxazole ( Risperidon, Aripiprazole)

Efek samping obat anti-psikosi dapat berupa : Sedasi dan inhibisi psikomotor ( rasa mengantk, kewaspadaan berkurang, kerja

psikomotor menurun, kemampuan kognitif menurun) Gangguan otonomik (hipotensi, antikolinergik/parasimpatolitik: mulut kering,

kesulitan miksi dan defekasi, hidung tersumbat, mata kabur, tekanan intraokuler meninggi, gangguan irama jantung). Gngguan ekstrapiramidal (distonia akut, akathisia, sindrom Parkinson : tremor,

bradikinesia, rigiditas) Gangguan endokrin (amenorrhoe, gynekomastia), metabolic (jaundice),

hematologic(agranulositosis), biasanya untuk pemakaian jangka panjang.

NO

NAMA GENERIK

SEDIAAN

DOSIS ANJURAN

Clorpromazine

Tablet 25 dan 100 mg, injeksi 50 mg/ml

150

600

mg/hari 5 15

Haloperidol

Tablet 0,5 mg, 1,5 mg,5 mg

15

Injeksi 5 mg/ml 3 Perfenazin Tablet 2, 4, 8 mg

mg/hari 12 24

mg/hari 4 Flufenazin Tablet 2,5 mg, 5 mg 10 15

mg/hari 5 6 7 Risperidon Pimozid Sulpirid Tablet 1, 2, 3 mg Tablet 1 dan 4 mg Tablet 200 mg Injeksi 50 mg/ml 2 - 6 mg/hari 1 - 4 mg/hari 300 600

mg/hari 1 4 mg/hari

Tioridazin

Tablet 50 dan 100 mg

150

600

mg/hari 9 Trifluperazin Tablet 1 mg dan 5 mg 10 15

mg/hari 10 Levomeprazin Tablet 25 mg Injeksi 25 mg/ml 11 Flufenazin dekanoat Inj 25 mg/ml 25 50

mg/hari 25 mg/2-4

minggu

CARA PENGGUNAAN Pemilihan obat Pada dasarnya semua obat anti psikosis mempunyai efek primer (efek klinis) yang

sama pada dosis ekivalen, perbedaan terutama pada efek sekunder (efek samping : sedasi, otonomik,ekstrapiramidal)7 Antipsikosis M g. E q D os is ( m g/
16

S ed as i

Oto nom ik

Ekstrapi ramidal

h) Chlorprom azine 10 0 15 016 00 Thioridazi ne 10 0 10 090 0 Perphenaz ine Trifluoper azine Fluphenaz ine Haloperid ol 2 5 5 8 848 560 560 210 0 Pimozide 2 26 Clozapine 25 25 20 0 Levomepr omazine 25 50 30 0 Sulpiride 20 0 20 016
17

+ + +

+++

++

+ + +

+++

+++

+++

+ + +

+++

++++

++

+ + + + + + + + +

++

00 Risperidon e Quetiapine 10 0 2 29 50 40 0 Olanzapin e 10 10 20 + + + + + + + + +

Pemilihan jenis obat anti-psikosis mempertimbangkan gejala psikosis yang

dminan dan efek samping obat. Pergantian obat disesuaikan dengan dosis ekivalen.7 Chlorpromazine dan thioridazine yang efeksamping sedative kuat terutama digunakan terhadap sindrom psikosis dengan gejala dominan : gaduh gelisah, hiperaktif, sulit tidur, kekacauan pikiran, perasaan dan prilaku. Trifluoperazine, fluphenazine dan haloperidol yang efek samping sedative lemahdigunakan terhadap sindrom psikosis dengan gejala dominan : apatis, menarik diri, perasaan tumpul, kehilangan minat dan inisiatif, hipoaktif, waham, halusinasi, dll.

Apabila obat anti-psikosis tertentu tidak memberikan respon klinis dalam dosis

yang sudah optimal setelah jangka waktu yang memadai, dapat diganti dengan obat antipsikosis lain.7 Apabila dalam riwayat penggunaan obat anti-psikosis sebelumnya, jenis obat anti-

psikosis tertentu yang sudah terbuktiefektif dan ditolerir dengan baik efek sampingnya, dapat dipilih kembali untuk pemakaina sekarang.7 Apabila gejala negative lebih menonjol dari gejala positif pada skizofrenia, pilihan obat anti-psikosis-atipikal perlu dipertimbangkan.7

Pengaturan dosis
18

Mulai dengan dosis awal sesuai dengan dosis anjuran, dinaikan setiap 2 3 hari sampai mencapai dosis efektif (mulai timbul peredaan sindrom psikosis), dievaluasi setiap 2 minggu dan bila perlu dinakinan sampai dosisi optimal. Dosis dipertahankan sekitar 8-12 minggu(stabilisasi). Kemudian diturunkan setiap 2 minggu, dosis maintenance dipertahankan 6 bulan sampai 2 tahun (diselingi drug holiday 1 -2 hari/minggu. Dilanjutkan tapering off (dosis diturunkan tiap 2-4 miggu), kemudian stop.7

Lama pemberian Untuk pasien dengan serangan sindrom psikosis yang multi episode, terapi pemeliharaan (maintenance) diberikan paling sedikit selama 5 tahun. Pemberian yang cukup lama ini dapat menurunkan derajat kekambuhan 2,5 5 kali.7 Efek obat anti-psikosis secara relative berlangsung lama, sampai beberapa hari setelah dosis terakhir masih mempunyai efek klinis. Sehingga tidak langsusng menimbulkan kekambuhan setelah obat dihentikan, biasanya 1 bulan kemudian baru gejala sindrom psikosis kambuh kembali.7 Hal tersebut disebabkan metabolism dan ekskresi obat sangat lambat, metabolit metabolit masih mempunyai keaktifan anti-psikosis.7 Pada umumnya pemberian anti-psikosis sebaiknya dipertahankan sampai 3 bulan sampai 1 tahun setelah semua gejala psikosis mereda samaskali. Untuk psikosis reaktif singkat penurunan obat secara bertahap setelah hilangnya gejala dalam kurun waktu 2 minggu 2 bulan.7 Obat anti-psikosis tidak menimbulkan gejala lepas obat yang hebat walaupun diberikan dalam jangka waktu lama, sehingga potensi ketergantungan obat kecil sekali. Pada penghentian mendadak dapat timbul gejala cholinergic rebond : gangguan lambung, mual, muntah, diare, pusing, gemetar dan lain-lain. Keadaan ini akan mereda dengan pemberian anticholinergic agent (injeksi sulfas atropine 0,25mg (im), tablet Trihexylphenidyl 3x 2mg/h).7

Psikoterapi suportif - Psikoventilasi: Pasien dibimbing untuk menceritakan segala permasalahannya, apa yang menjadi kekhawatiran pasien kepada therapist, sehingga therapist dapat
19

memberikan problem solving yang baik dan mengetahui antisipasi pasien dari faktor faktor pencetus. - Persuasi: Membujuk pasien agar memastikan diri untuk selalu kontrol dan minum obat dengan rutin. - Sugesti: Membangkitkan kepercayaan diri pasien bahwa dia dapat sembuh (penyakit terkontrol). - Desensitisasi: Pasien dilatih bekerja dan terbiasa berada di dalam lingkungan kerja untuk meningkatkan kepercayaan diri.8

Sosioterapi Memberikan penjelasan kepada keluarga dan orang-orang sekitarnya sehingga tercipta dukungan sosial dengan lingkungan yang kondusif untuk membantu proses penyembuhan pasien serta melakukan kunjungan berkala.8

G. PROGNOSIS
Prognosis tidak berhubungan dengan tipe apa yang dialami seseorang. Perbedaan prognosis paling baik dilakukan dengan melihat pada prediktor prognosis spesifik di tabel berikut1 Prognosis Baik Onset lambat Faktor pencetus yang jelas Onset akut Riwayat seksual, sosial dan pekerjaan pramorbid yang baik Gejala gangguan mood (terutama Prognosis Buruk Onset muda Tidak ada faktor pencetus Onset tidak jelas Riwayat seksual , sosial dan

pekerjaan pramorbid yang buruk Perilaku menarik diri, autistik

gangguan depresi

20

Gejala positif Riwayat keluarga gangguan mood Sistem pendukung yang baik

Gejala negatif Riwayat keluarga skizofrenia Sistem pendukung yang buruk Tanda dan gejala neurologis Riwayat trauma prenatal Tidak ada remisi dalam 3 tahun Banyak relaps Riwayat penyerangan

21

BAB III KESIMPULAN

Menurut PPDGJ III yang merupakan pedoman diagnostik untuk Skizofrenia : Harus ada sedikitnya satu gejala berikut ini yang amat jelas (dan biasanya dua gejala atau lebih bila gejala-gejala itu kurang tajam atau kurang jelas): (a) - Thought echo : isi pikiran diri sendiri yang berulang atau bergema dalam kepalanya (tidak keras), dan isi pikiran ulangan, walaupun isinya sama, namun kualitasnya berbeda; atau - Thought insertion or withdrawal : isi pikiran yang asing dari luar masuk ke dalam pikirannya (insertion) atau isi pikirannya diambil keluar oleh sesuatu dari luar dirinya (withdrawal); dan - Thought broadcasting : isi pikirannya tersiar keluar sehingga orang lain atau umum mengetahuinya. (b) - Delusion of control : waham tentang dirinya dikendalikan oleh suatu kekuatan tertentu dari luar; atau - Delusion of influence : waham tentang dirinya dipengaruhi oleh suatu kekuatan tertentu dari luar; atau - Delusion of passivity : waham tentang dirinya tidak berdaya dan pasrah terhadap sesuatu kekuatan dari luar. - Delusional perception : pengalaman inderawi yang tidak wajar, yang bermakna sangat khas bagi dirinya, biasanya bersifat mistik atau mukjizat. (c) Halusinasi auditorik: - suara halusinasi yang berkomentar secara terus menerus terhadap perilaku pasien, atau - mendiskusikan perihal pasien diantara mereka sendiri (diantara berbagai suara yang berbicara). - jenis suara halusinasi lain yang berasal dari salah satu bagi tubuh

22

(d) Waham - waham menetap jenis lainnya, yang menurut budaya setempat dianggap tidak wajar dan sesuatu yang mustahil, misalnya perihal keyakinan agama atau politik tertentu, atau kekuatan dam kemampuan diatas manusia biasa (misalnya mampu mengendalikan cuaca, atau komunikasi dengan makhluk asing dari dunia lain).

Atau paling sedikit dua gejala dibawah ini yang harus selalu ada secara jelas: (a) halusinasi yang menetap dari panca-indera apa saja, apabila disertai baik oleh waham yang mengambang maupun setengah berbentuk tanpa kandungan afektif yang jelas, ataupun disertai ide-ide berlebihan (over- valued ideas) yang menetap, atau apabila terjadi setiap hari selama berminggu-minggu atau berbulan-bulan terus berulang. (b) Arus pikiran yang terputus (break) atau mengalami sisipan (interpolation), yang berakibat inkoherensi atau pembicaraan yang tidak relevan, atau neologisme; (c) Perilaku katatonik, seperti keadaan gaduh gelisah (excitement), posisi tubuh tertentu (posturing), atau fleksibilitas cerea, negativisme, mutisme, dan stupor; (d) Gejala-gejala "negatif", seperti sikap sangat apatis, bicara yang jarang, dan respon emosional yang menumpul atau tidak wajar, biasanya yang mengakibatkan penarikan diri dari pergaulan sosial dan menurunnya kinerja sosial; tetapi harus jelas bahwa semua hal tersebut tidak disebabkan oleh depresi atau medikasi neuroleptika;

Adanya gejala-gejala khas tersebut diatas telah berlangsung selama kurun waktu satu bulan atau lebih.

Harus ada suatu perubahan yang konsisten dan bermakna dalam mutu keseluruhan (overall quality) dari beberapa aspek kehidupan perilaku pribadi (personal

behaviour),bermanifestasi sebagai hilangnya minat, hidup tak bertujuan,tidak berbuat sesuatu, sikap larut dalam diri sendir (self absorbed atitude), dan penarikan diri secara sosial.1 Kriteria diagnostic skizofrenia katatonik berdasarkan PPDGJ III 1 Adapun pedoman diagnostiknya sebagai berikut :
23

Memenuhi kriteria umum untuk diagnosis skizofrenia. Satu atau lebih dari perilaku berikut ini harus mendominasi gambaran klinisnya : (h) Stupor (amat berkurangnya dalam reaktivitas terhadap lingkungan dan dalam gerakan serta aktivitas spontan) atau mutisme (tidak berbicara) (i) Gaduh gelisah (tampak jelas aktivitas motorik yang tak bertujuan, yang tidak dipengaruhi oleh stimuli eksternal ) (j) Menampilkan posisi tubuh tertentu (secara sukarela mengambil dan

mempertahankan posisi tubuh tertentu yang tidak wajar atau aneh) (k) Negativisme (tampak jelas perlawanan yang tidak bermotif terhadap semua perintah atau upaya untuk menggerakkan, atau pergerakan kearah yang berlawanan) (l) Rigiditas ( mempertahankan posisi tubuh yang kaku untuk melawan upaya menggerakkan dirinya) (m) Fleksibilitas cerea/ waxy flexibility ( mempertahankan anggota gerak dan tubuh dalam posisi yang dapat dibentuk dari luar), dan (n) Gejala-gejala lain seperti command automatism (kepatuhan secara otomatis terhadap perintah), dan pengulangan kata-kata serta kalimat-kalimat.

Pada pasien yang tidak komunikatif dengan manifestasi perilaku dari gangguan katatonik, diagnosis skizofrenia mungkin harus ditunda sampai diperoleh bukti yang memadai tentang adanya gejala-gejala lain. Penting untuk diperhatikan bahwa gejala-gejala katatonik bukan petunjuk diagnostik untuk skizofrenia. Gejala katatonik dapat dicetuskan oleh penyakit otak, gangguan metabolik, atau alkohol dan obat-obatan, serta dapat juga terjadi gangguan afektif.1

24

DAFTAR PUSTAKA

1. Sadock BJ, Sadock VA. 2007. Kaplan & Sadocks synopsis of psychiatry: Early-onset schizophrenia. 10th ed. Philadelphia: Lippincott Williams and Wilkins. P468-469,476-479 2. Amir N. Skizofrenia. In : Elvira S.D, Hadisukanto G Editors. Buku Ajar Psikiatri. Jakarta; Badan Penerbit FKUI. 2010. p. 170-176. 3. Maslim R. Skizofrenia, Gangguan Skizotipal dan Gangguan Waham. In: Maslim R Editor. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas dari PPDGJ-III. Jakarta;Nuh Jaya. 2001. p. 46-57. 4. American Psychiatric Association. (2000) Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders Fourth Edition Text Revision, DSM-IV-TR. Arlington, VA: American Psychiatric Association.p.274-278,285-289 5. Seminun yustinus. Kesehatan Mental 3. Yogyakarta:Kanisus.2006.p.29-31 6. First Michael B, Tasman Allan. Clinical guide to the diagnosis and treatment of mental disorder. Scond edition. Wiley-black well.2010.p.247 7. Maslim R. Penggunaan Klinis Obat Psikotropik 3rd Ed. Jakarta; Nuh Jaya. 2007. p. 10-22. 8. Ritonga S.R. Terapi Efektif untuk Skizofrenia Paranoid. Available from url : http://www.fkumyecase.net/wiki/index.php?page=Terapi+Efektif+untuk+Skizofrenia+Pa ranoid

25

Anda mungkin juga menyukai