Anda di halaman 1dari 8

BAGIAN ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN

REFERAT

ERISIPELAS

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK PADA BAGIAN ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2012

ERISIPELAS
I. Definisi Erisipelas adalah suatu jenis selulitis kutaneus superfisial yang ditandai dengan keterlibatan pembuluh limfatik pada kulit. Ia disebabkan oleh bakteri Streptococcus bhemolytic grup A dan jarang disebabkan oleh S. aureus. Pada bayi yang baru lahir, bakteri Streptococcus b-hemolytic grup B bisa menyebabkan erisipelas. Limfaedema, vena stasis, dan obesitas merupakan faktor resiko pada pasien dewasa.1 Kata erisipelas berasal dari bahasa latin kuno, dan diperkirakan merupakan gabungan dari dua kata, yaitu dari bahasa yunani erythros yang berarti kemerahan dan dari bahasa latin pella yang berarti kulit. Erisipelas dapat terjadi pada semua usia, bangsa dan ras, namun paling sering ditemukan pada bayi, anak dan usia lanjut. Erisipelas biasanya terjadi pada wajah dan kaki. Gejala utamanya ialah eritema berwarna merah cerah dan berbatas tegas serta disertai gejala konstitusi. Pada zaman dahulu, erisipelas dikenali dengan nama St. Antonys fire dan ignis sacer. Ia ditandai dengan eritema lokal, panas, bengkak dan memiliki batas tepi yang sedikit meninggi dan berbatas tegas. Pada mulanya disertai dengan gejala prodromal seperti malaise, menggigil, demam tinggi, sakit kepala, muntah dan sakit sendi.2,3 Pada waktu itu, beberapa penyakit yang gambarannya hampir sama dikelompokkan sebagai erisipelas seperti ergotism dan herpes zoster. Ergotism adalah keracunan makanan apabila seseorang itu makan gandum hitam yang terinfeksi oleh jamur ergot, yang menghasilkan zat kimia seperti ergotamin dan ergometrin.2

II.

Etiologi Erisipelas pada orang dewasa biasanya disebabkan oleh bakteri Streptococcus b-

hemolytic grup A, Staphylococcus aureus, dan gabungan bakteri anaerobik fakultatif, bakteri gram positif dan bakteri gram negatif seperti Clostridia. Erisipelas jarang disebabkan oleh Streptococcus grup C dan G. Bakteri Streptococcus B hemolytic grup B bisa menginfeksi bayi baru lahir yang biasanya disebabkan oleh penyakit erisipelas abdomen atau perianal pada wanita setelah baru melahirkan.1,2,3,4

III.

Patogenesis Pada awalnya, erisepelas terjadi akibat inokulasi bakteri pada daerah trauma pada

kulit. Selain itu, faktor lokal seperti insufisiensi vena, ulkus, peradangan pada kulit, infeksi dermatofita, gigitan serangga dan operasi bisa menjadi port of the entry penyakit ini. Bakteri streptokokus merupakan penyebab umum terjadinya erisipelas. Infeksi pada wajah biasanya disebabkan oleh bakteri streptokokus grup A, sedangkan infeksi pada kaki disebabkan oleh bakteri streptokokus non-grup A. Bakteri ini menghasilkan toksin sehingga menimbulkan reaksi inflamasi pada kulit yang ditandai dengan bercak berwarna merah cerah, plak edematous dan bulla.2 Erisipelas pada wajah berawal dari bercak merah unilateral dan kemudian terus-menerus menyebar melewati hidung sampai ke sisi sebelahnya sehingga menjadi simetris. Nasofaring mungkin menjadi port of the entry erisipelas pada wajah bila disertai dengan riwayat streptokokal faringitis. Pada erisipelas di daerah extremitas inferior, pasien mengeluh adanya pembesaran kelenjar limfatik femoral dan disertai demam.1

IV.

Gejala klinis Terdapat gejala-gejala konstitusi seperti: demam, malaise, flu, menggigil, nyeri

kepala, muntah dan nyeri sendi.3,5,6 Kelainan kulit yang utama adalah eritema yang berwarna merah cerah, berbatas tegas dan pinggirnya meninggi dengan tanda radang akut. Dapat disertai edema, vesikel dan bulla dan terdapat leukositosis.5 Lesi pada kulit bervariasi dari permukaan yang bersisik halus sampai ke inflamasi berat yang disertai vesikel dan bulla. Erupsi lesi berawal dari satu titik dan dapat menyebar ke area sekitarnya. Pada tahap awal, kulit tampak kemerahan, panas, terasa sakit dan bengkak. Kemudian kemerahan berbatas tegas dengan bagian tepi meninggi yang dapat dirasakan saat di palpasi dengan jari. Pada beberapa kasus, vesikel dan bulla berisi cairan seropurulen. Pembengkakan nodus limfe di sekitar infeksi sering ditemukan. Bagian yang paling sering terkena adalah kaki dan wajah.. Pada kaki, sering ditemukan edema dan lesi bulla. Biasanya inflamasi pada wajah bermula dari pipi dekat hidung atau di depan cuping telinga dan kemudian menyebar ke kulit kepala. Infeksi biasanya terjadi bilateral dan ia jarang disebabkan oleh trauma. 7

V.

Diagnosis a. Anamnesis 1

Keluhanan utama : bercak kemerah-merahan pada kulit wajah dan/atau kaki disertai rasa nyeri. Keluhan lain : bercak eritem pada daerah wajah, awalnya unilateral lamakelamaan menjadi bilateral atau diawali dengan bercak eritem di tungkai bawah yang sebelumnya dirasakan nyeri di area lipatan paha. Disertai gejalagejala konstritusi seperti demam, malaise, flu, menggigil, sakit kepala, muntah dan nyeri sendi. Riwayat penyakit : faringitis, ulkus kronis pada kaki, infeksi akibat penjepitan tali pusat yang tidak steril pada bayi Riwayat pengobatan : pernah dioperasi Faktor resiko : vena statis, obesitas, limfaedema b. Pemeriksaan fisis 4 Inspeksi : bercak merah bilateral pada pada pipi dan kaki, bekas garukan dan abrasi, bekas luka, dan pembesaran kelenjar limfatik femoral. Effloresensi : eritema yang berwarna merah cerah, berbatas tegas dan pinggirnya meninggi. Sering disertai udem, vesikel dan bulla yang berisi cairan seropurulen. c. Pemeriksaan penunjang 3 Bakteri dapat di indentifikasi melalui pemeriksaan biopsi kulit dan kultur. Spesimen untuk kultur bisa diambil dari apusan tenggorokan, darah dan cairan seropurulen pada lesi. Pada pemeriksaan darah rutin menunjukkan adanya polimorfonuklear leukositosis, meningkatnya laju endap darah (LED) dan juga meningkatnya C-reaktif protein.

Gambar 1. Erisipelas. Bercak kemarahan pada tungkai bawah yang disertai rasa nyeri yang batas tegas. 1

Gambar 2. Erisipelas. Bercak eritem pada kedua pipi yang berbatas tegas. Pasien disertai rasa nyeri, demam dan menggigil. 1

VI.

Diagnosis banding a. Selulitis Selulitis terjadi pada lapisan dermis dan subkutan. Etiologi paling sering disebabkan oleh S. pyogens, S.aureus dan GAS. Selain itu, bakteri streptokokus grup B juga bisa menyerang bayi dan bakteri basil gram negatif bisa menyerang orang dengan tingkat imun yang rendah. Tinea pedis biasanya menjadi port of the entry infeksi penyakit ini. Selulitis mempunyai gejala yang sama dengan erisipelas yaitu eritema dan sakit, tetapi dapat dibedakan dengan batas lesi yang tidak tegas, terjadi di lapisan yang lebih dalam, permukaan lebih keras dan ada krepitasi saat dipalpasi. Selulitis dapat berkembang menjadi bulla dan nekrosis sehingga mengakibatkan penggelupasan dan erosi lapisan epidermal yang luas.1

Gambar 3. Selulitis pada ekstremitas bawah disertai bengkak, melepuh dan berkrusta. 1 b. Dermatitis Kontak Alergi

Gambar 4. Selulitis pada ekstremitas bawah tampak eritema dengan vesikelvesikel yang sudah pecah.3

Dermatitis kontak alergi merupakan presentasi dari respon hipersensitivitas type IV terhadap lebih 3700 jenis zat kimia eksogen. Gejala gejala klinis akan muncul segera setelah terekspos oleh alergen. Fase akut ditandai dengan eritema, permukaan menonjol dan plak bersisik. Penderita dermatitis kontak alergi biasanya dalam keadaan normal dan tidak ditemukan tanda-tanda patologis pada pemeriksaan lab. 8

Gambar 5. DKA pada wajah disebabkan oleh reaksi positif terhadap balsem. 8 Gambar 6. DKA pada jari disebabkan oleh pajanan terhadap pekerjaan. 8 VII. Penatalaksanaan Pada erisipelas di daerah kaki, istirahatkan tungkai bawah dan kaki yang diserang ditinggikan. Pengobatan sistemik ialah antibiotik, topikal diberikan kompres terbuka dengan larutan antiseptik.5 Penicilline merupakan obat antibiotik pilihan utama dan memberikan respon sangat bagus untuk penyembuhan erisipelas. Pemberian obat harus disesuaikan dengan kondisi penyakitnya : a. Infeksi sedang 5 Procaine penicillin (penicillin G) 600,00 IU i.m 1-2x setiap hari Penicillin V 250 mg p.o 4-6x setiap hari Jika suspek terjadi infeksi staphylococcus, berikan dicloxacillin 500-1000 mg p.o Jika pasien alergi Penicillin, berikan erythromycin 500 mg p.o atau clindamycin 150 300 mg p.o b. Infeksi berat 5 Rawat inap, lakukan kultur dan tes sensitivitas, konsultasi penyakit infeksi Penicillin G 10,000,000 IU i.v Jika suspek terjadi infeksi staphylococcus, berikan nafcillin 500-1000 mg i.v atau flucloxacillin 1 g i.v

Jika pasien alergi penicillin, berikan vancomycin 1.0-1.5 g i.v setiap hari

Obat Topikal2 : Kompres dengan Sodium Chloride 0,9 %. Salep atau krim antibiotika, misalnya: Natrium Fusidat, Mupirocin, Garamycin, Gentamycin.

VIII. Prognosis Prognosis pasien erisipelas adalah bagus. Komplikasi dari infeksi tidak menyebabkan kematian dan kebanyakan kasus infeksi dapat diatasi dengan terapi antibiotik. Bagaimanapun, infeksi ini masih sering kambuh pada pasien yang memiliki faktor predisposisi.2 Jika tidak diobati akan ia menjalar ke sekitarnya terutama ke proksimal. Kalau sering residif di tempat yang sama, dapat terjadi elephantiasis.6

DAFTAR PUSTAKA
1. Saavedra A,Weinberg AN, Swartz MN, Johnson RA. Chapter 179 Soft Tissue Infections : Erysipelas, Cellulitis, Gangrenous Cellulitis, and Myonecrosis. Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI. Fitzpatricks Dermatology in General Medicine. 7th Ed. McGraw Hill Medical. United State of America. 2008. P.1720-1722

2. Davis L. Medscape Drugs, Diseases & Procedures Reference : Erysipelas. http://emedicine.medscape.com/article/1052445-overview. 2012. 3. James WD, Berger TG, Elston DM. Andrews disease of Skin Clinical Dermatology. 10th Ed. Elsevier. Canada. 2000. P.260-261 4. Burns T, Breathnach S, Cox N, Griffiths C. Rooks Textbook of Dermatology. 8th Ed. Wiley Blackwell. United Kingdom. 2007. P.30.17- 30.20 5. Gawkrodger D. Dermatology An Illustrated Colour Text. 3rd Ed. Churchill Livingstone. China. 2002. P.45

6. Djuanda A. Ilmu Penyakit Kulit Dan Kelamin. Edisi Kedua. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. 1993. P.48-49 7. Sterry W, Paus R, Burgdorf W. Thieme Clinical Companions Dermatology. Thieme. New York. 2006. P.82

8. Cohen DE, Jacob SE. Chapter 13 Allergic Contact Dermatitis. Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI. Fitzpatricks Dermatology in General Medicine. 7th Ed. McGraw Hill Medical. United State of America. 2008. P.136-140

Anda mungkin juga menyukai