Anda di halaman 1dari 17

SMF/LAB.

ILMU PENYAKIT SYARAF FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MULAWARMAN

REFERAT

MIGREN

DISUSUN OLEH: APRILINI FITRISIA NIM. 0808015062 PEMBIMBING: DR. YETTY HUTAHEAN, SP. S

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK SMF/LABORATORIUM ILMU PENYAKIT SYARAF FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MULAWARMAN 2013

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

Migren merupakan penyakit yang sering terjadi di masyarakat baik mulai dari anak-anak sampai dewasa, akan tetapi jarang setelah umur 40 tahun. Diperkirakan 9% dari laki-laki, 16% dari wanita, dan 3-4% dari anak-anak menderita migren. Dua perseratus dari kunjungan baru di unit rawat jalan penyakit saraf menderita nyeri kepala migren. 1,2 Migren merupakan nyeri kepala primer. Nyeri kepala biasanya terasa berdenyut di satu sisi kepala (unilateral) dengan intensitas sedang sampai berat dan bertambah dengan aktivitas. Dapat disertai mual dan atau muntah atau fonofobia dan fotofobia Banyaknya dan frekuensi serangan sangat beraneka-ragam, dari tiap hari sampai satu serangan per minggu atau bulan.1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 DEFINISI Menurut The Research Group On Migraine and Headache of the World Federation of Neurology migren merupakan gangguan yang bersifat familial dengan karakteristik serangan nyeri kepala yang berulang-ulang, yang intensitas, frekuensi dan lamanya sangat bervariasi. Nyeri kepala biasanya bersifat unilateral, umumnya disertai anoreksia, mual dan muntah.2 2.2 EPIDEMIOLOGI Dari hasil penelitian epidemiologi,migren terjadi pada hampir 30 juta. penduduk Amerika Serikat, 75 % diantaranya adalah wanita. Migren dapat terjadi pada semua usia, tetapi biasanya muncul antara usia 10-40 tahun dan angka kejadiannya menurun setelahusia 50 tahun. Migren tanpa aura umumnya lebih sering dibandingkan migren disertai aura dengan persentase sebanyak 90%.1 2.3 ETIOLOGI Beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya migren adalah sebagai berikut :3 1. 2. Riwayat penyakit migren dalam keluarga Perubahan hormon (estrogen dan progesteron) pada wanita, khususnya pada fase luteal siklus menstruasi. Makanan yang bersifat vasodilator (anggur merah, natrium nitrat), vasokonstriktor (keju, coklat), serta zat tambahan pada makanan. Stres Faktor fisik Rangsang sensorik (seperti cahaya yang silau, bau menyengat) Alkohol Merokok

3.

4. 5. 6. 7. 8.

2.4

KLASIFIKASI Menurut The International Headache Society (1988), klasifikasi migren adalah

sebagai berikut:1,2 1. Migren tanpa aura 2. Migren dengan aura a. Migren dengan aura yang khas b. Migren dengan aura yang diperpanjang c. Migren dengan lumpuh separuh badan (familial hemiflegic migraine) d. Migren dengan basilaris e. Migren aura tanpa nyeri kepala f. Migren dengan awitan aura akut 3. Migren oftalmoplegik 4. Migren retinal 5. Migren yang berhubungan dengan gangguan intrakranial 6. Migren dengan komplikasi a. Status migren (serangan migren dengan sakit kepala lebih dari 72 jam) -Tanpa kelebihan penggunaan obat -Kelebihan penggunaan obat untuk migren b. Infark migren 7. Gangguan seperti migren yang tidak terklasifikasikan Dahulu dikenal adanya classic migraine dan common migraine. Classic migraine didahului atau disertai dengan fenomena defisit neurologik fokal, misalnya gangguan

penglihatan, sensorik, atau wicara. Sedangkan common migraine tidak didahului atau disertai dengan fenomena defisit neurologic fokal. Oleh Ad Hoc Committee of the International Headache Society (1987) diajukan perubahan nama atau sebutan untuk keduanya menjadi migren dengan aura untuk classic migraine dan migren tanpa aura untuk common migraine.2 2.5 PATOFISIOLOGI Dulu migren oleh Wolff disangka sebagai kelainan pembuluh darah (teori vaskular). Sekarang diperkirakan kelainan primer di otak. Sedangkan kelainan di pembuluh darah sekunder. Ini didasarkan atas tiga percobaan binatang:1 1. Penekanan aktivitas sel neuron otak yang menjalar dan meluas (spreading depression dari Leao) Teori depresi yang meluas Leao (1944), dapat menerangkan tumbuhnya aura pada migren klasik. Leao pertama melakukan percobaan pada kelinci. Ia menemukan bahwa depresi yang meluas timbul akibat reaksi terhadap macam rangsangan lokal pada jaringan korteks otak. Depresi yang meluas ini adalah gelombang (oligemia) yang menjalar akibat penekanan aktivitas sel neuron otak spontan. Perjalanan dan meluasnya gelombang oligemia sama dengan yang terjadi waktu kita melempar batu ke dalam air. Kecepatan perjalanannya diperkirakan 2-5 mm per menit dan didahului oleh fase rangsangan sel neuron otak yang berlangsung cepat. Jadi sama dengan perjalanan aura pada migren klasik. Gelombang oligemia tersebut didahului oleh fase pendek hiperemia yang sangat mungkin berhubungan dengan gejala seperti melihat kilatan cahaya. Oligemia merupakan respon dari adanya penurunan fungsi neuronal (depressed neuronal function) yang kelihatan jelas masih berlangsung ketika keluhan nyeri kepala mulai muncul. Temuan tersebut, bersama dengan bukti langsung yang menunjukkan bahwa suplai oksigen lokal ternyata lebih dari adekuat, menjadikan pendapat yang menganggap migraine sematamata hanya merupakan suatu vascular headache tidak lagi dapat dipertahankan. Percobaan ini ditunjang oleh penemuan Oleson, Larsen dan Lauritzen (1981). dengan pengukuran aliran darah otak regional pada penderita-penderita migren klasik. Pada waktu serangan migren klasik, mereka menemukan penurunan aliran darah pada

bagian belakang otak yang meluas ke depan dengan kecepatan yang sama seperti pada depresi yang meluas. Mereka mengambil kesimpulan bahwa penurunan aliran darah otak regional yang meluas ke depan adalah akibat dari depresi yang meluas. Terdapat persamaan antara percobaan binatang oleh Leao dan migren klinikal, akan tetapi terdapat juga perbedaan yang penting, misalnya tak ada fase vasodilatasi pada pengamatan pada manusia, dan aliran darah yang berkurang berlangsung terus setelah gejala gejala aura. Meskipun demikian, eksperimen perubahan aliran darah memberi kesan bahwa manifestasi migren terletak primer di otak dan kelainan vaskular adalah sekunder. 2. Sistem trigemino-vaskular Pembuluh darah otak dipersarafi oleh serat-serat saraf yang mengandung. substansi P (SP), neurokinin-A (NKA) dan calcitonin-gene related peptid (CGRP). Semua ini berasal dari ganglion nervus trigeminus sesisi SP, NKA. dan CGRP menimbulkan pelebaran pembuluh darah arteri otak. Selain ltu, rangsangan oleh serotonin (5hydroxytryptamine) pada ujung-ujung saraf perivaskular menyebabkan rasa nyeri dan pelebaran pembuluh darah sesisi. Seperti diketahui, waktu serangan migren kadar serotonin dalam plasma meningkat. Dulu kita mengira bahwa serotoninlah yang menyebabkan penyempitan pembuluh darah pada fase aura. Pemikiran sekarang mengatakan bahwa serotonin bekerja melalut sistem trigemino-vaskular yang menyebabkan rasa nyeri kepala dan pelebaran pembuluh darah. Obat-obat anti-serotonin misalnva cyproheptadine (Periactin) dan pizotifen

(Sandomigran, Mosegor) bekerja pada sistem ini untuk mencegah migren. 3. lnti-inti syaraf di batang otak Inti-inti saraf di batang otak misalnya di rafe dan lokus seruleus mempunyai hubungan dengan reseptor-reseptor serotonin dan noradrenalin. Juga dengan pembuluh darah otak yang letaknya lebih tinggi dan sumsum tulang daerah leher yang letaknya lebih rendah. Rangsangan pada inti-inti ini menyebabkan vasokonstriksi pembuluh darah otak sesisi dan vasodilatasi pembuluh darah di luar otak. Selain itu terdapat penekanan

reseptor-reseptor nyeri yang letaknya lebih rendah di sumsum tulang daerah leher. Teori ini menerangkan vasokonstriksi pembuluh darah di dalam otak dan vasodilatasi pembuluh darah di luar otak, misalnya di pelipis yang melebar dan berdenyut. Faktor pencetus timbulnya migren dapat dibagi dalam faktor ekstrinsik dan faktor intrinsik. Dimana faktor eksintrik seperti stress (emosional maupun fisik atau setelah istirahat dari ketegangan), makanan tertentu (coklat, keju, alkohol, dan makanan yang mngandung bahan pengawet), lingkungan, dan juga cuaca. Sedangkan faktor intrinsik, misalnya perubahan hormonal pada wanita yang nyerinya berhubungan dengan fase laten saat menstruasi. Selain itu, adanya factor genetik, diketahui mempengarui timbulnya migren. 2.6 MANIFESTASI KLINIS Secara keseluruhan, manifestasi klinis penderita migren bervariasi pada setiap individu. Terdapat 4 fase umum yang terjadi pada penderita migren, tetapi semuanya tidak harus dialami oleh tiap individu. Fase-fase tersebut antara lain: 1. Fase Prodormal. Fase ini dialami 40-60% penderita migren. Gejalanya berupa perubahan mood, irritable, depresi, atau euphoria, perasaan lemah, letih, lesu, tidur berlebihan, menginginkan jenis makanan tertentu (seperti coklat) dan gejala lainnya. Gejala ini muncul beberapa jam atau hari sebelum fase nyeri kepala. Fase ini member pertanda kepada penderita atau keluarga bahwa akan terjadi serangan migren. 2. Fase Aura. Aura adalah gejala neurologis fokal kompleks yang mendahului atau menyertai serangan migren. Fase ini muncul bertahap selama 5-20 menit. Aura ini dapat berupa sensasi visual, sensorik, motorik, atau kombinasi dari aura-aura tersebut. Aura visual muncul pada 64% pasien dan merupakan gejala neurologis yang paling umum terjadi. Yang khas untuk migren adalah scintillating scotoma (tampak bintik-bintik kecil yang banyak), gangguan visual homonim, gangguan salah satu sisi lapang pandang, persepsi adanya cahaya berbagai warna yang bergerak pelan (fenomena positif). Kelainan visual lainnya adalah adanya scotoma (fenomena negatif) yang timbul pada salah satu mata atau kedua mata. Kedua fenomena ini dapat muncul bersamaan dan berbentuk zig-

zag. Aura pada migren biasanya hilang dalam beberapa menit dan kemudian diikuti dengan periode laten sebelum timbul nyeri kepala, walaupun ada yang melaporkan tanpa periode laten. 3. Fase Nyeri Kepala. Nyeri kepala migren biasanya berdenyut, unilateral dan awalnya berlangsung didaerah frontotemporalis dan ocular, kemudian setelah 1-2 jam menyebar secara difus kea rah posterior. Serangan berlangsung selama 4-72 jam pada orang dewasa, sedangkan pada anak-aak berlangsung selama 1-48 jam. Intensitas nyeri bervariasi, dari sedang sampai berat, dan kadang sangat mengganggu pasien dalam menjalani aktivitas sehari-hari. 4. Fase Postdormal. Pasien mungkin merasa lelah, irritable, konsentrasi menurun, dan terjadi perubahan mood. Akan tetapi beberapa orang merasa segar atau euphoria setelah terjadi serangan, sedangkan yang lainnya merasa depresi dan lemas. Gejala diatas tersebut terjadi pada penderita migren dengan aura, sementara pada penderita migren tanpa aura, hanya ada 3 fase saja, yaitu fase prodormal, fase nyeri kepala, dan fase postdormal. 2.7 KRITERIA DIAGNOSIS

1. Migren tanpa aura Migren ini tidak jelas penyebabnya (idiopatik), bersifat kronis dengan manifestasi serangan nyeri kepala 4-72 jam, sangat khas yaitu nyeri kepala unilateral, berdenyutdenyut dengan intensitas sedang sampai berat dengan disertai mual, fonofobia, dan fotofobia. Nyeri kepala diperberat dengan adanya aktivitas fisik. KRITERIA DIAGNOSIS MIGREN TANPA AURA A. Sekurang-kurangnya 10 kali serangan termasuk B-D B. Serangan nyeri kepala berlangsung antara 4-72 jam (tidak diobati atau pengobatan tidak adekuat) dan diantara serangan tidak ada nyeri kepala

C. Nyeri kepala yang terjadi sekurang-kurangnya dua dari karakteristik sebagai berikut: 1. Lokasi unilateral 2. Sifatnya berdenyut 3. Intensitas sedang sampai berat 4. Diperberat dengan kegiatan fisik D. Selama serangan sekurang-kurangnya ada satu dari yang tersebut di bawah ini: 1. Mual atau dengan muntah 2. Fotofobia atau dengan fonofobia E. Sekurang-kurangnya ada satu dari yang tersebut di bawah ini: 1. Riwayat, pemeriksaan fisik dan neurologik tidak menunjukkan adanya kelainan organik 2. Riwayat, pemeriksaan fisik dan neurologik diduga adanya kelainan organik, tetapi pemeriksaan neuro tetapi pemeriksaan neuro imaging dan pemeriksaan tambahan lainnya tidak ditemukan kelainan 2. Migren dengan aura Nyeri kepala ini bersifat idiopatik, kronis dengan bentuk serangan dengan gejala neurologik (aura) yang berasal dari korteks serebri dan batang otak, biasanya berlangsung 5-20 menit dan berlangsung tidak lebih dari 60 menit. Neri kepaala, mual, atau tanpa fotofobia biasanya langsung mengikuti gejala aura atau setelah interval bebas serangan tidak sampai 1 jam. Fase ini biasanya berlangsung 4-72 jam atau sama sekali tidak ada. Aura dapat berupa gangguan mata homonimus, gejala hemisensorik, hemifaresis, disfagia, atau gabungan dari gejala diatas.

KRITERIA DIAGNOSIS DENGAN AURA A. Sekurang-kurangnya 2 serangan seperti tersebut dalam B B. Sekurang-kurangnya terdapa 3 dari 4 karakteristik tersebut dibawah ini: 1. Satu atau lebih gejala aura yang reversible yang menunjukkan disfungsi hemisfer dan/atau batang otak 2. Sekurang-kurangnya satu gejala aura berkembang lebih dari 4 menit, atau 2 atau lebih gejala aura terjadi bersama-sama 3. Tidak ada gejala aura yang berlangsung lebih dari 60 menit; bila lebih Dari satu gejala aura terjadi, durasinya lebih lama nyeri kepala mengikuti gejala aura dengan interval bebas nyeri kurang dari 60 menit, tetapai kadang-kadang dapat terjadi sebelum aura C. Sekurang-kurangnya terdapat satu dari yang tersebut dibawah ini: 1. Riwayat, pemeriksaan fisik dan neurologik tidak menunjukkan adanya kelainan organik 2. Riwayat, pemeriksaan fisik dan neurologik diduga adanya kelainan organik, tetapi pemeriksaan neuro imaging dan pemeriksaan tambahan lainnya tidak menunjukkan kelainan 3. Migren Hemiplegik familial Migren dengan aura termasuk hemiparesis dengan criteria klinik yang sama seperti diatas dan sekurang-kurangnya salah satu anggota keluarga terdekatnya mempunyai riwayat migren yang sama 4. Migren basilaris Migren dengan aura yang jelas berasal dari batang otak atau dari kedua lobi oksipitales. Kriteria klinik sama dengan yang diatas dengan tambahan dua atau lebih dari gejala aura seperti berikut ini:

Gangguan lapangan penglihatan temporal dan nasal bilateral Disartia Vertigo Tinitus Penurunan pendengaran Diplospi Ataksia Parastesia bilateral Parestesia bilateral dan penurunan kesadaran 5. Migren aura tanpa nyeri kepala Migren jenis ini memiliki gejala aura yang khas tetapi tanpa diikuti oleh nyeri kepala. Biasanya terdapat pada individu yang berumur lebih dari 40 tahun. 6. Migren dengan awitan aura akut Migren dengan aura yang berlangsung penuh kurang dari 5 menit. Kriteria diagnosisnya sama dengan kriteria migren dengan aura, dimana gejala neurologik (aura) terjadi seketika lebih kurang 4 menit, nyeri kepala teradi selama 4-72 jam (bila tidak diobati atau dengan pengobatan tetapi tidak berhasil), selama nyeri berlangsung sekurangnya disertai dengan mual atau muntah, fonofobia/fotofobia. Untuk

menyingkirkan TIA maka dilakukan pemeriksaan angiografi dan pemeriksaan jantung serta darah. 7. Migren oftalmoplegik Migren jenis ini dicirikan oleh serangan yang berulang-ulang yang berhubungan dengan paresis satu atau lebih saraf otak okular dan tidak didapatkan kelainan organik.

Kriteria diagnosis terdiri dari sekurang-kurangnya 2 serangan disertai paresisi saraf otak III, IV, dan VI serta tidak didapatkan kelainan serebrospinal. 8. Migren retinal Terjadi serangan berulang kali dalam bentuk skotoma monokular atau buta tidak lebih dari satu jam. Dapet berhubungan dengan nyeri kepala atau tidak. Gangguan ocular dan vascular tidak dijumpai. KRITERIA DIAGNOSIS MIGREN RETINAL Sekurang-kurangnya terdiri dari 2 serangan sebagaimana tersebut di bawah ini: A. Skotoma monokular yang bersifat reversibel atau buta tidak lebih dari 60 menit, dan dibuktikan dengan pemeriksaan selama serangan atau penderita menggambarkan gangguan lapangan penglihatan monokular selama serangan tersebut. B. Nyeri kepala yang mengikuti gangguan visual dengan interval bebas nyeri tidak lebih dari 60 menit, tetapi kadang-kadang lebih dari 60 menit. Nyeri kepala bisa tidak muncul apabila penderita mempunyai jenis migren lain atau mempunyai 2 atau lebih keluarga terdekat yang mengalami migren. C. Pemeriksaan oftalmologik normal di luar serangan. Adanya emboli dapat dapat disingkirkan dengan peneriksaan angiografi, CT scan, pemeriksaan jantung dan darah. 9. Migren yang berhubungan dengan gangguan intrakranial Migren dan gangguan intrakranial berhubungan dengan awitan secara temporal. Aura dan lokasi nyeri kepala berhubungan erat dengan lesi intracranial. Keberhasilan pengobatan lesi intrakranial akan diikuti oleh hilangnya serangan migren. KRITERIA DIAGNOSIS MIGREN DENGAN GANGGUAN INTRAKRANIAL A. Sekurang-kurangnya terdapat satu jenis migren B. Gangguan intracranial dibuktikan dengan pemeriksaan klinik dan neuro imaging C. Terdapat satu atau keduanya dari:

1. Awitan migren sesuai dengan awitan gangguan intrakranial 2. Lokasi aura dan nyeri sesuai dengan lokasi gangguan intracranial D. Bila pengobatan gangguan intracranial berhasil maka migren akan hilang dengan sendirinya 2.8 PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan penunjang bertujuan untuk menyingkirkan diagnosis banding. 1. CT scan dan MRI kepala 2. Pungsi lumbal 2.9 TERAPI

Pendekatan terapi migraine dapat dibagi kedalam terapi nonfarmakologis dan farmakologis. Terapi nonfarmakologis meliputi: a. edukasi kepada penderita mengenai penyakit yang dialaminya b. mekanisme penyakit c. pendekatan terapeutik, dan d. mengubah pola hidup dalam upaya menghindari pemicu serangan migraine. e. Tidur yang teratur f. Makan yang teratur g. Olahraga h. Mencegah puncak stres melalui relaksasi, serta mencegah makanan pemicu. Medikamentosa untuk terapi migraine dapat dibagi menjadi: obat yang diminumkan setiap hari tidak tergantung dari ada atau tidak nyeri kepala yang bertujuan mengurangi frekuensi dan tingkat keparahan serangan (terapi preventif), dan obat yang diminumkan untuk menghentikan serangan saat kemunculannya (terapi abortif).

Terapi untuk menghentikan serangan akut (terapi abortif) dapat dibagi menjadi: terapi nonspesifik dan terapi spesifik migraine (migraine-specific treatments). Yang tergolong kedalam terapi nonspesifik seperti: a. Aspirin b. Acetaminophen c. Nonsteroidal antiinflammatory drugs (NSAID) d. Opiat . Sebenarnya penggunaan opiat saat ini dihindari karena hanya meredam nyeri tanpa menekan mekanisme patofisiologi yang melatarbelakangi serangan, dan seringkali menimbulkan gangguan kognitif; penggunaannya juga dapat menimbulkan adiksi, serta pada sebahagian besar penderita tidak memberikan khasiat yang melebihi obat spesifik untuk migraine (migraine-specific therapy). e. Analgetik Kombinasi juga dipergunakan untuk mengatasi beragam gangguan nyeri. Sedangkan terapi spesifik yang meliputi: a. Derivat Ergon Kelebihan umum dari derivat ergot (ergotamine dan dihydroergotamine) adalah biaya pengobatan yang rendah dan pengalaman dari sejarah panjang penggunaannya. Kekurangannya adalah aspek farmakologinya yang kompleks, farmakokinetiknya yang sulit diperhitungkan (erratic pharmacokinetics), kurangnya pembuktian mengenai dosis yang efektif, efek vasokonstriktor menyeluruhnya yang bersifat poten dan menetap, yang dapat menimbulkan gangguan vaskular yang merugikan, serta adanya resiko tinggi terjadinya overuse syndromes dan rebound headaches.

b. Triptan Dibandingkan dengan derivat ergot, golongan triptan memiliki banyak kelebihan terutama, farmakologi yang bersifat selektif, farmakokinetik yang jelas dan konsisten, aturan penggunaan yang telah menjalani pembuktian (evidence-based prescription instructions), efikasi yang telah dibuktikan melalui sejumlah uji klinis (well-designed controlled trials), efek samping berderajat sedang, dan tingkat keamanan pemakaian yang telah diketahui (well-established safety record). Kekurangan yang paling penting dari golongan triptan adalah biaya pengobatan yang tinggi dan keterbatasan penggunaannya pada keadaan adanya penyakit kardiovaskular termasuk perdarahan subarachnoid dan menginitis. 2.10 PROGNOSIS Bagi banyak penderita migren,masa penyembuhan sangat penting, terutama menghindari faktor pencetus. Migren pada akhirnya dapat sembuh sempurna. Terutama pada wanita yang sudah memasuki masa menopause, akan lebih aman mengalami serangan, berhubungan dengan

BAB III KESIMPULAN

Migren adalah nyeri kepala vaskular berulang dengan serangan nyeri yang berlangsung 4-72 jam. Nyeri biasanya sesisi (unilateral), sifatnya berdenyut, intensitas nyerinya sedang sampai berat, diperberat oleh aktivitas, dan dapat disertai dengan mual dan atau muntah, fotofobia, dan fonofobia. Migren diklasifikasikan menjadi; migren dengan aura, migren tanpa aura, migren oftalmoplegik, migren retinal, migren yang berhubungan dengan gangguan intracranial, migren dengan komplikasi, dan gangguan seperti migren yang tidak terklasifikasikan. Diagnosis migren dapat ditemukan dengan memperhatikan cirri-ciri khusus dari beberapa klasifikasi migren diatas. Selain itu dibutuhkan pemeriksaan CT scan dan MRI untuk menyingkirkan diagnosis banding. Penatalaksaan migrain secara garis besar dapat dilakukan dengan mengurangi faktor resiko, terapi farmakologi dan non farmakologi dan terapi preventif yang disarankan untuk penderita yang tidak mengalami perbaikan dengan obat-obatan serangan akut (terapi abortif).

BAB IV DAFTAR PUSTAKA 1. Harsono. 2005. Kapita Selekta Neurologi, edisi kedua. Gajahmada University Press. Yogyakarta 2. Harsono. 2008. Buku Ajar Neurologi Klinis, edisi keempat. Gajah Mada University Press. Yogyakarta 3. Prof. Dr. Soemarmo Markam. 2007. Penuntun Neurologi, edisi kedua. Binarupa Aksara. jakarta

Anda mungkin juga menyukai