Anda di halaman 1dari 15

ASPIRASI PNEUMONIA & PENATALAKSANAANNYA

Disusun oleh: Angela Gracia 01-182 Pembimbing: Dr. Leopold Simanjuntak, Sp.A KEPANITERAAN ILMU KESEHATAN ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA JAKARTA 2007

BATASAN Pneumonia dalah penyakit peradangan parenkim paru yang disebabkan oleh bermacam etiologi seperti bakteri, virus, mikoplasma, jamur atau bahan kimia/benda asing yang teraspirasi dengan akibat timbulnya ketidakseimbangan ventilasi dengan perfusi (ventilation perfusion mismatch).6 Bayi dan anak-anak dengan refleks batuk dan menelan yang belum sempurna menyebabkan terjadinya aspirasi benda asing, maupun makanan ke dalam paru, sehingga dapat menimbulkan gejala mendadak batuk dan sesak nafas setelah makan atau minum.

EPIDEMIOLOGI Pada kelahiran yang lama dan persalinan yang sukar, bayi sering memulai gerakan pernapasan yang kuat di dalam uterus akibat terganggunya suplai oksigen melalui plasenta. Pada keadaan demikian bayi dapat mengaspirasi cairan amnion yang mengandung verniks kaseosa, sel epitel, mekonium, atau benda-benda dari saluran lahir, yang dapat memblokade jalan napas yang paling kecil serta mengganggu pertukaran oksigen dan karbondioksida. Bakteri patogen ditemukan benda-benda yang teraspirasi, dan dapat terjadi pneumonia.1 Aspirasi pulmonal dapat terjadi pada bayi-bayi yang baru lahir, sebagai akibat dari fistula tracheoesophageal, obstruksi esofagus dan duodenum, gastroesofageal reflux, cara pemeberian makan yang salah, dan penggunaan obat-obatan depressant.1

Resiko terjadinya aspirasi berkaitan secara tidak langsung dengan tingkat kesadaran pasien (penurunan GCS berkaitan dengan tingginya resiko terjadi aspirasi), peningkatan tekanan atau volume intragastrik, dan gangguan pada saluran

gastroesofageal.3,5 Pada aspirasi pneumonia, komponen dari isi lambung akan teraspirasi kedalam paru-paru (isi cairan steril selama terdapat asam lambung), akibatnya terjadi respon inflamasi. Pneumonia terjadi karena flora yang terdapat pada orofaringeal juga dapat teraspirasi bersamaan dengan kejadian ini sehingga, sehingga terjadi infeksi bakteri. 3 Cairan lambung yang teraspirasi secara masif, disebut dengan sindrom Mendelson, dapat menghasilkan acute respiratory distress dalam 1 jam.5 Karakteristik Total Lai-laki Perempuan Umur <1 tahun 1-5 tahun >5 tahun Sembuh Mati <24 jam n 65 32 33 % 100 49,2 50,8

50 14 1 41 9

79,9 21,5 1,5 63,1 13,9

14 21,5 Mati>24 jam Paediatric Indonesia. Departement of Child Health. University of Indonesia, Cipto Mangunkusumo Hospital. Jakarta. 1999 Aspirasi pneumonia Saturasi oksigen

PATOFISIOLOGI Paru terlindung dari infeksi melalui beberapa mekanisme termasuk barier anatomi dan mekanik diantaranya adalah filtrasi partikel di hidung, pencegahan aspirasi dengan reflek epiglotis, eksplusi benda asing melalui reflek batuk, pembersihan ke arah kranial oleh lapisan mukosilier. Sistem pertahanan tubuh yang terlibat baik sekresi lokal imunoglobulin A maupun respon inflamasi oleh sel-sel leukosit, komplemen, sitokin, imunoglobulin, alveolar makrofag dan cell mediated immunity.4 Pada aspirasi pneumonia terjadi gangguan dalam reflek epiglotis, dan reflek batuk. Saat terjadi inhalasi atau aspirasi patogen, bakteri dapat mencapai alveoli maka beberapa mekanisme pertahanan tubuh akan dikerahkan. Saat terjadi kontak antara bakteri dengan dinding alveoli maka akan ditangkap oleh lapisan cairan epitelial yang mengandung opsonin dan tergantung pada respon imunologis penjamu akan terbentuk imunoglobulin G spesifik. Kemudian terjadi fagositosis oleh makrofag alveolar, dan akan dilisis dengan perantaraan komplemen. Sebagian kuman yang tidak terlisis, leukosit PMN dengan aktifitas fagositosisnya akan direkrut dengan perantaraan sitokin sehingga terjadi respon inflamasi. Sehingga terjadi kongesti vaskular dan dan edema. Kuman akan dilapisi cairan edematus yang berasal dari alveolus, dan area edematus membesar secara sentrifugal dan membentuk area sentral yang terdiri dari eritrosit, eksudat purulen, dan bakteri. Fase ini secara histopatologi dinamakan red hepatization (hepatisasi merah).4 Tahap sealnjutnya disebut hepatisasi kelabu yang ditandai fagositosis oleh lekosit PMN. Pelepasan komponen dinding bakteri dan pneumolisin melalui degradasi enzimatik meningkatkan respon inflamasi pada sel-sel paru.4

Resolusi konsolidasi pneumonia terjadi ketika antibodi dan lekosit PMN meneruskan aktifitas fagositosisnya, sel-sel monosit akan membersihkan debris.4 Efek patologis yang dihasilkan aspirasi cairan lambung tergantung dari pH dan volume cairan. Perburukan klinis terjadi bila volume cairan yang teraspirasi lebih dari 0,8 mg/kg dan atau pH kurang dari 2,5. Hipoksemia, hemoragik pneumonitis, atelektasis, dan edema pulmonal akan muncul dengan cepat pada apsirasi yang masif. Secara klinis akan terlihat dalam 1-2 jam setelah aspirasi. Lebih dari 24-48 hari terdapat peningkatan infiltrasi neutrofil, pengelupasan mukosa, pada parenkim paru, dan konsolidasi alveolar.1

DIAGNOSIS Anamnesis Gejalanya antara lain batuk, demam tinggi terus menerus, sesak, kebiruan disekitar mulut, menggigil (pada anak), kejang (pada bayi) dan nyeri dada. Biasanya anak lebih suka berbaring pada sisi yang sakit. Pada bayi muda sering menunjukkan gejala non spesifik seperti hipotermi, penurunanan kesadaran, kejang.6 Pemeriksaan Fisik Tanda-tanda vital yang dapat ditemukan adalah hipotensi (syok septik), suhu 390 C.4,5 Pada pemeriksaan toraks didapatkan dispnea : inspiratory effort ditandai dengan takipnea, retraksi (chest indrawing), nafas cuping hidung dan sianosis. Gerakan dinding toraks dapat berkurang pada daerah yang terkena, perkusi normal atau redup. 6 Perkusi toraks tidak bernilai diagnostik, karena umumnya kelainan patologinya menyebar. Suara redup pada perkusi biasanya karena adanya efusi pleura.4

Pada pemeriksaan auskultasi paru dapat terdengar suara nafas utama melemah, seringkali ditemukan bila ada proses peradangan subpleura atau mengeras (suara bronkial) bila ada proses konsolidasi. Suara nafas tambahan berupa ronki basah halus di lapangan paru yang terkena khas pada pasien anak yang lebih besar, mungkin tidak akan terdengar pada bayi. Pada bayi dan balita kecil karena kecilnya volume toraks biasanya suara nafas saling berbaur dan sulit diidentifikasi. 4,7

Gejala dan tanda pneumonia dapat dibedakan menjadi: Gejala umum infeksi (non spesifik) Gejala pulmonal Gejala pleural

Gejala non spesifik meliputi demam, menggigil, gelisah, sefalgia. Beberapa pasien mungkin mengalami gangguan gastrointestinal, seperti muntah, kembung, diare atau sakit perut. 4, 5 Gejala pulmonal timbul setelah beberapa saat proses infeksi berlangsung. Akan ditemukan gejala nafas cuping hidung, takipnea, dispnea, apnea, otot bantu nafas interkostal, dan abdominal. Pada anak yang lebih besar umumnya akan ditemukan batuk, namun pada neonatus bisa tanpa batuk. 4 Pleuritic chest pain akibat peradangan pada pleura, ditandai dengan nyeri dada, sehingga dapat membatasi gerakan dinding dada selama inspirasi. Pada keadaan ini biasanya biasanya ditemukan pada pneumonia yang disebabkan Streptococcus pneumonia dan Staphylococcus aureu.4

Frekuensi nafas merupakan indeks paling sensitif untuk mengetahui beratnya penyakit. Penilaian ini digunakan untuk mendukung diagnosis dan memantau tatalaksana pneumonia. WHO bahkan telah merekomendasikan untuk menghitung frekuensi nafas pada setiap anak dengan batuk, pada keadaan ini frekuensi nafas lebih cepat dari normal serta adanya tarikan dinding dada bagian bawah. WHO menetapkanya sebagai kasus pneuomonia berat dan memerlukan perawatan di rumah sakit untuk pemberian antibiotik.4

Kriteria takipnea menurut WHO4 Umur 0-2 bulan 2-12 bulan 1-5 tahun Laju nafas normal (frekuensi / menit) 30-50 25-40 20-30 Takipnea (frekuensi / menit) = 60 = 50 = 40

>5 tahun 15-25 = 20 Gittens MM. Pediatric Pneumonia. Clin Ped Emerg Med J 2002;3(3):200-14

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Radiologi Pemeriksaan foto polos dada perlu dibuat untuk menunjang diagnosis, disamping untuk melihat luasnya kelainan patologi secara lebih akurat. Posisi anteroposterior (AP) dan lateral (L), diperlukan untuk menentukan luasnya lokasi anatomik dalam paru, luasnya kelainan dan kemungkinan adanya komplikasi penebalan pleura pada pleuritis, atelektasis, efusi pleura, pneumomediastinum, pneumotoraks, abses, pneumatokel. Akan terlihat infiltrat pada lobus superior kanan pada bayi, tetapi pada anak yang lebih besar akan tampak di bagian posterior atau basal paru. 4 Lobus tengah dan bawah paru kanan merupakan lokasi tersering ditemukan infiltrat, disebabkan karena posisi bronkus kanan yang lebih vertikal.5

Laboratorium Pemeriksaan darah lengkap Pada pemeriksaan darah lengkap sering ditemukan lekositosis >15.000/UL, tanda adanya infeksi. Pemeriksaan hitung jenis dengan dominsai neutrofil atau adanya pergeseran ke kiri menunjukkan bakterial pneumonia. Pemeriksaan kultur darah jarang memberikan hasil yang positif tetapi dapat membantu pada kasus yang tidak menunjukkan respon terhadap penanganan awal. Kultur darah direkomendasikan pada kasus pneumonia yang berat dan pada bayi kurang dari 3 bulan.4,6 Pemeriksaan analisa gas darah termasuk PaO2, PaCO2 , dan saturasi oksigen. Menunjukkan adanya hipoksemia. Kadar PaCO2 dapat rendah. Dapat terjadi asidosis respiratorik, asidosis metabolik.4,5

Tabel 3. AGD PaO2 Hipoksemia Positive (PaO2 < 80 mmHg) Negative (PaO2 >80 mmHg) Total Total 20 45 65 % 30.8 69.2 100

Paediatric Indonesia. Departement of Child Health. University of Indonesia, Cipto Mangunkusumo Hospital. Jakarta. 1999

Aspirasi Pneumonia

PaCO2 (mmHg)

< 35 Akut Kronik Total 8 (40.0) 32 (68.9) 39 (60.0)

35-45 9 (45.0) 11 (24.0) 20 (30.8)

> 45 3 (15) 3 (6.7) 6 (9.2)

Total 20 (30.8) 45 (6.2) 65 (100)

Paediatric Indonesia. Departement of Child Health. University of Indonesia, Cipto Mangunkusumo Hospital. Jakarta. 1999

Saturasi oksigen Abnormal (<90 %)

Normal (>90%) Total

Akut Kronik

16 (80.0) 5 (11.1)

4 (20.0) 40 (88.9)

20 (30.8) 45 (69.2)

Total

21 (32.2)

44 (67.7)

65 (100)

PENATALAKSANAAN Penghisapan jalan nafas Pemberian oksigen Pemberian cairan dan nutrisi. Cairan rumatan diberikan mengandung gula dan elektrolit, disesuaikan berat badan, kenaikan suhu, dan status hidrasi. Pasien yang sesak dapat dipuasakan, bila sesak berkurang dapat diberikan asupan oral melalui NGT. Intubasi endotracheal dengan pengisapan dapat dipertimbangkan pada pasien yang tidak dapat mempertahankan jalan nafasnya. Ventilasi mekanik pada kasus yang berat (gagal nafas) Antibiotik. Sesuai dengan kuman penyebab, namun karena kendala diagnostik etiologi, diberikan antibiotik secara empiris. Golongan beta laktam (Penisilin, sefalosporin, karbapenem, dan monobaktam), biasanya digunakan untuk terapi pneumonia yang disebabkan bakteri Streptococcus pneumonia, Haemophillus influenza, dan Staphylococcus aureus. Pada kasus berat diberi golongan sefalosporin sebagai pilihan, terutama bila penyebabnya belum diketahui. Pada kasus yang ringan sedang, dipilih golongan penisilin. Pada bayi kurang dari 2 bulan, WHO merekomendasikan pemberian penisilin dan gentamisin.
4

Evaluasi pengobatan dilakukan setiap 48-72 jam. Bila tidak ada perbaikan klinis dilakukan perubahan pemberian antibiotik sampai anak dinyatakan sembuh. Lama

pemberian antibiotik tergantung : kemajuan klinis penderita, hasil laboratoris, foto toraks dan jenis kuman penyebab.

OBAT Ampisilin Amoksisilin

DOSIS/KgBB/24 jam 50-100 mg 30-75 mg

CARA PEMBERIAN im/iv, 4x/hari po/im/iv, 3-4x/hari po, 3-4x/hari im/iv, 1x/hari po, 1x/hari po, 4x/hari im/iv, 1-2x/hari iv, 3-4x/hari

Amoksisilin asam klavulanik 30-75 mg Amikasin Azithromycin Eritromisin Gentamisin Cefotaxim Cefixim Ceftazidim Ceftriaxon Cefuroksim Clarithromycin Kloramfenikol Kloksasilin Kotrimoksazol Meropenem Netromisin 15 mg 7,5-15 mg 50 mg 5-7 mg 50-100 mg 5 mg 50-100 mg 50 100 mg 25-50 mg 15-30 mg 50 -100 mg 50 mg 6 mg (TMP)

po, 2x/hari im/iv, 2-3x/hari im/iv, 1-2x/hari iv/oral, 3-4x/hari po, 2x / hari
iv/oral, 4x/hari im/iv, 4x/hari po, 2x/hari

30-50 mg 5-7 mg/kg

iv, 3x/hari im /iv, 1x/hari

DISKUSI Berdasarkan studi di RSCM, fakta menunjukkan insiden terjadinya aspirasi pneumonia cukup jarang. Pneumonia aspirasi anak sering disebabkan karena insufisiensi spinkter gastroesofageal yang mengakibatkan regurgitasi kemudian aspirasi. Pada studi yang dilakukan I. Budiman dkk di RSCM (tabel 1) insiden tertinggi pada kelopok usia < 1 tahun (50 pasien). Nampaknya aspirasi diakibatkan karena kurangnya perhatian dalam memberikan susu atau makanan, karena gejala terjadi sesudah pemberian minuman, muntah dan kemudian tersedak susu.4 Pada analisa gas darah, tabel 3 menunjukkan hasil PaO2 dari 45 pasien adalah normal. Hasil studi ini berbeda dari referensi buku Pathophysiology of Aspiration Pneumonia dan Textbook of Pediatric Critical Care yang dikutip oleh I. Budiman menunjukkan hipoksemia merupakan tanda khas dari penurunan fungsi paru akibat gangguan ventilasi. Kondisi ini bisa saja ditemui karena sebelum pengambilan darah, pasien biasanya sudah mendapatkan penanganan emergensi seperti pembersihan jalan nafas dan pemberian oksigen.7 Pada Nelson Textbook of Pediatrics menyebutkan pada pasien anak sakit ringan yang tidak membutuhkan perawatan rumah sakit, merekomendasikan pemberian amoxicillin. Pneumonia komunitas dengan persentase pneumococcus yang resisten terhadap penisilin, diberikan amoxicillin dosis tinggi (80-90 mg/kg/hari).1 Penanganan dengan antibiotik berdasarkan naskah kuliah pneumonia yang disusun Retno Asih, antibiotik lini pertama pada kasus pneumonia anak adalah ampisilin dan kloramfenikol. Untuk pilihan berikutnya adalah obat sefalosporin, pada kasus yang berat, yang belum diketahui penyebabnya.4 Sefalosporin generasi 3 dapat digunakan jika

ada kecurigaan penyebab bakteri gram negatif, atau pada keadaan imunokompromais (gizi buruk, penyakit jantung bawaan, keganasan, penggunaan kortikosteroid jangka panjang, HIV).4

DAFTAR PUSTAKA 1. Colombo, John L. Nelson Textbook of Pediatics. 17th Edition. Philadelphia: WB Saunders, 2003: 583-584, 1427-1435. 2. Gross, Ian. Oskis Pediatrics Principles and Practice. 13 th Edition. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins, 1999: 259 264.

3. Marrie, Thomas J. Harrisons Principles of Internal Medicine, volume II. 16 th Edition. New York: McGraw-Hill. 2005: 1528-1541. 4. Setyoningrum, Retno Asih. Naskah Lengkap Kuliah Pneumonia. Divisi Respirologi Bagian Ilmu Kesehatan Anak, FK Unair RSU Dr. Soetomo. Surabaya. 2006. 5. Swaminathan, Anand. Aspiration Pneumonia. 2006. www.emedicine.com/EMERG/topic464.htm 6. Landia Setiawati, Makmuri M.S., Retno Asih S. Pneumonia. SMF Ilmu Kesehatan Anak, Fakultas Kedokteran UNAIR. Surabaya. 2006. www.pediatrik.com

Anda mungkin juga menyukai