Anda di halaman 1dari 15

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Definisi Morbili/Campak/Rubeola/Measles adalah penyakit akut yang sangat

menular, disebabkan oleh infeksi virus morbili yang pada umumnya menyerang anak. Penyakit ini sangat infeksius, dapat menular sejak awal masa prodromal sampai lebih kurang 4 hari setelah munculnya ruam. Penyebaran infeksi terjadi dengan perantara droplet.1

2.2

Epidemiologi Campak merupakan penyakit endemis, terutama di negara sedang

berkembang. Di Indonesia penyakit campak sudah dikenal sejak lama. Menurut survei Kesehatan Rumah Tangga, campak menduduki tempat ke-5 dalam urutan 10 macam penyakit utama pada bayi (0,7%) dan tempat ke-5 dalam urutan 10 macam penyakit utama pada anak umur 1-4 tahun (0,77%). Angka kejadian campak di Indonesia sejak tahun 1990 sampai 2002 masih tinggi sekitar 30004000 per tahun. Demikian juga frekuensi terjadinya kejadian luar biasa tampak meningkat dari 23 kali per tahun menjadi 174. Namun case fatality rate telah dapat diturunkan dari 5,5% menjadi 1,2% dengan adanya vaksinasi.1,2

2.3

Etiologi Virus campak berada di sekret nasofaring dan didalam darah, minimal

selama masa tunas dan dalam waktu yang singkat sesudah timbul ruam. Virus tetap aktif minimal 34 jam pada temperatur kamar, 15 minggu di dalam pengawet beku, minimal 4 minggu disimpan dalam temperatur 35C, dan beberapa hari pada suhu 0C. Virus tidak dapat aktif pada pH rendah.2 Virus campak termasuk golongan paramyxovirus berbentuk bulat dengan tepi yang kasar dan bergaris tengah 140 nm dan dibungkus oleh selubung luar yang terdiri dari lemak dan protein Didalamnya terdapat nukleokapsid yang bulat lonjong terdiri dari bagian protein yang mengelilingi asam nukleat (RNA), merupakan struktur helix nukleo protein dari myxovirus. Selubung luar sering

menunjukkan tonjolan pendek, suatu protein yang berada diselubung luar muncul sebagai hemaglutinin.2 Virus morbili adalah organisme yang tidak memiliki daya tahan tinggi, apabila berada diluar tubuh manusia keberadaanya tidak kekal. Pada temperatur kamar ia kehilangan 60% sifat infektisitasnya selama 3-5 hari, pada 37C waktu paruh umurnya 2 jam, pada 56C hanya satu jam. Dalam keadaan yang lain ia bertahan dalam keadaan dingin. Pada media protein ia dapat hidup dengan suhu 7c selama 5,5 tahun, sedangkan dalam lemari pendingin dengan suhu 4-6C dapat hidup selama 5 bulan apabila dimasukkan dalam media protein dan hanya dapat hidup 2 minggu bila tanpa media protein. Tanpa media protein virus campak dapat dihancurkan oleh sinar ultraviolet. 2 Oleh karena selubungnya terdiri dari lemak maka termasuk

mikroorganisme yang bersifat ether labile, pada suhu kamar dapat mati dalam 20% eter setelah 10 menit dan 50% aseton setelah 30 menit. Virus morbili sensitif pada 0,01% betapropiaceton, pada suhu 37C dalam 2 jam, ia akan kehilangan sifat infektisitasnya namun tetap memiliki antigenitas penuh. Dalam formalin 1/4000 virus ini menjadi tidak efektif setelah 5 hari, tetapi tidak kehilangan antigenitasnya. Penambahan tripsin akan mempercepat hilangnya potensi antigenik.2 Virus campak menunjukkan antigenesitas yang homogen, berdasarkan penemuan laboratorik dan epidemiologik. Infeksi dengan virus campak merangsang pembentukan neutralizing antibody, complement fixing antibody, dan haemaglutinin inhibition antibody. Imunoglobulin kelas IgG dan IgM distimulasi oleh infeksi campak, muncum bersama-sama diperkirakan 12 hari setelah infeksi dan mencapai titer tertinggi setelah 21 hari. Kemudian IgM menghilang dengan cepat sedangkan IgG tinggal tak terbatas dan jumlahnya terus terukur.Keberadaan IgM menunjukkan pertanda baru terkena infeksi atau baru mendapatkan vaksinasi, sedangkan IgG menunjukkan bahwa pernah terkena infeksi walaupun sudah lama.2

2.4

Patofisiologi Penularannya sangat efektif, dengan sedikit virus yang infeksius sudah

dapat menimbulkan infeksi pada seseorang. Penularan campak terjadi secara droplet melalui udara, sejak 1-2 hari sebelum timbul gejala klinis sampai 4 hari setelah timbul ruam. Di tempat awal infeksi, penggandaan virus sangat minimal dan jarang dapat di temukan virusnya. Virus masuk ke dalam limfatik lokal, bebas maupun berhubungan dengan sel mononuklear mencapai kelenjar getah bening lokal. Di sini virus memperbanyak diri dengan sangat perlahan dan disitu mulailah penyebaran ke sel jaringan limforetikuler seperti limpa. Sel mononuklear yang terinfeksi menyebabkan terbentuknya sel raksasa berinti banyak (Warthin), sedangkan limfosit-T (termasuk T-suppresor dan T-helper) yang rentan terhadap infeksi, turut aktif membelah.2 Gambaran kejadian awal di jaringan limfoid masih belum diketahui secara lengkap,tetapi 5-6 hari sesudah infeksi awal, fokus infeksi terwujud yaitu ketika virus masuk ke dalam pembuluh darah dan meyebar kepermukaan epitel orofaring, saluran nafas, kulit, kandung kemih dan usus.2 Pada hari ke-9-10, fokus infeksi yang berada di epitel saluran nafas dan konjungtiva, akan mengalami nekrosis pada satu sampai dua lapis sel. Pada saat itu virus dalam jumlah banyak masuk kembali ke pembuluh darah dan menimbulkan manifestasi klinis dari sistem saluran nafas diawali dengan keluhan batuk pilek disertai selaput konjungtiva yang tampak merah. Respon imun yang terjadi ialah proses peradangan epitel pada sistem saluran pernafasan diikuti dengan manifestasi klinis berupa demam tinggi, anak tampak sakit berat dan tampak suatu ulsera kecil di mukosa pipi yang disebut bercak Koplik yang merupakan tanda pasti untuk menegakkan diagnosis.2 Selanjutnya daya tahan tubuh menurun. Sebagai akibat respon delayed hypersensitivity terhadap antigen virus, muncul ruam makulopapular pada hari ke14 sesudah awal infeksi dan pada saat itu antibodi humoral dapat dideteksi pada kulit. Kejadian ini tidak tampak pada kasus yang mengalami defisit sel-T. 2 Fokus infeksi tidak menyebar jauh ke pembuluh darah. Vasikel tampak mikroskopis di epidermis tetapi virus tidak berhasil timbul di kulit. Penelitian dengan imunofluoresens dan histologikmenunjukkan adanya antigen campak dan

diduga terjadi suatu reaksi Artus. Daerah epitel yang nekrotik di nasofaring dan saluran pernafasan memberikan kesempatan serangan infeksi bakteri sekunder berupa bronkopneumonia, otitis media, dan lain-lain. Dalam keadaan tertentu pneumonia juga dapat terjadi, selain itu morbili dapat menyebabkan gizi kurang.2

2.5

Manifestasi Klinis dan Diagnosis

Anamnesis:1 1. Adanya demam tinggi terus menerus 38,5C atau lebih disertai batuk, pilek, nyeri menelan, mata merah dan silau bila terkena cahaya (fotofobia), seringkali diikuti dengan diare. 2. Pada hari ke 4-5 demam timbul ruam kulit, didahului oleh suhu yang meningkat lebih dari semula. Pada saat ini anak dapat mengalami kejang demam. 3. Saat ruam timbul, batuk dan diare dapat bertambah parah sehingga anak mengalami sesak nafas atau dehidrasi. Adanya kulit kehitaman dan bersisik (hiperpigmentasi) dapat merupakan tanda penyembuhan.

Pemeriksaan fisik Gejala klinis terjadi setelah masa tunas 10-12 hari, terdiri dari tiga stadium: 1. Stadium prodromal Berlangsung 2-4 hari, ditandai dengan demam (39-40,5C) yang diikuti dengan batuk, pilek, faring merah, nyeri menelan, stomatitis, dan konjungtivitis. Tanda patognomonik timbulnya enantema mukosa pipi di depan molar tiga disebut bercak koplik. Bercak koplik biasanya muncul 1 hari sebelum muncul ruam dan menetap 2-3 hari. Enantema berwarna putih kebiruan dengan pinggir meninggi, diameter 2-3 mm dengan dasar eritematosus pada mukosa pipi. 1,3

Gambar 1. Konjungtivitis4

Gambar 2. Kopliks spot5

Gambar 3. Enantema (Kopliks spot)6

2. Stadium erupsi Ditandai dengan timbulnya ruam makulopapular yang bertahan 5-6 hari. Timbulnya ruam dimulai dari batas rambut belakang telinga (diameter 3-8 mm), kemudian dalam 2 atau 3 hari jumlahnya meningkat dan menyebar ke wajah, leher, dan trunkus dalam jumlah yang banyak (confluent), dan 6

akhirnya ke ekstremitas menjadi jarang (discrete). Demam biasanya menetap hingga 2-3 hari setelah munculnya ruam, dan batuk dapat menetap hingga 10 hari.1,3

Gambar 4. Perkembangan dan sistribusi ruam campak3

Gambar 5. Eksantema7

3. Stadium penyembuhan (konvalesens) Setelah 3 hari ruam berangsur-angsur menghilang sesuai dengan urutan timbulnya. Ruam kulit menjadi kehitaman (hiperpigmentasi) dan mengelupas (deskuamasi) yang akan menghilang setelah 1-2 minggu.1

Pemeriksaan penunjang 1. Darah tepi: jumlah leukosit normal atau meningkat apabila ada komplikasi infeksi bakteri.1 2. Pemeriksaan untuk komplikasi1 a. Ensefalopati dilakukan pemeriksaan cairan serebrospinalis, kadar elektrolit darah, dan analisis gas darah. b. Enteritis: feses lengkap c. Bronkopneumonia: dilakukan pemeriksaan foto dada dan analisis gas darah. 3. Pemeriksaan konfirmasi: 8 a. Antibodi IgG dan IgM campak b. Isolasi virus c. RT-PCR

Diagnosis morbili biasanya dapat dibuat atas dasar kelompok gejala klinis yang sangat berkaitan, yaitu koriza dan mata meradang disertai batuk dan demam tinggi dalam beberapa hari dan diikuti ruam yang memiliki ciri khas, yaitu diawali dari belakang telinga untuk kemudian menyebar ke muka, dada, tubuh, lengan dan kaki bersamaan dengan meningkatnya suhu tubuh dan selanjutnya mengalami hiperpigmentasi dan mengelupas.2

2.6

Diagnosis Banding Diagnosis banding campak dapat dilihat pada tabel 1-4:

Tabel 1. Diagnosis banding campak fase prodromal9 Diagnosis Rubella Keterangan Pada anak umumnya tidak diawali oleh masa prodromal yang spesifik. Pembesaran kelenjar getah bening yang khas jarang terlihat pada anak. Remaja dan dewasa muda dapat menunjukkan gejala demam ringan serta lemas dalam 1-4 hari sebelum timbulnya kemerahan. Demam skarlatina Kelainan kulit pada demam skarlatina biasanya timbul dalam 12 jam pertama setelah demam, batuk, dan muntah. Gejala prodromal ini dapat berlangsung selama 2 hari. Staphylococcal Demam dan iritabilitas terjadi bersamaan dengan scalded skin timbulnya kemerahan pada kulit, sehingga tidak syndrome ditemukan gejala prodromal pada penderita ini. Staphylococcal toxic Demam tinggi, nyeri kepala, batuk, muntah serta diare, shock syndrome dan renjatan sering mendahului atau juga terjadi bersamaan dengan keluarnya kelainan kulit pada penderita dengan sindrom ini. Meningococcemia Gejala prodromal pada penyakit sangat bervariasi, dengan atau tanpa biasanya kemerahan pada kulit timbul dalam 24 jam meningitis pertama. Gejala awal dapat berupa demam, muntah, kelemahan umum, gelisah, dan kemungkinan adannya kaku kuduk. Roseola infantum Gejala demam tinggi selama 3-4 hari disertai iritabilitas biasanya terjadi sebelum timbulnya kemerahan pada kulit penderita roseola infantum dan diikuti dengan penurunan demam secara drastis menjadi normal. Infeksi enterovirus Gejala demam biasanya tidak tinggi dan menghilang saat timbulnya kemerahan, sedang pada infeksi Coxsackie kadang-kadang juga terjadi bersamaan dengan kemerahan. Penyakit kawasaki Demam yang tidak spesifik disertai nyeri tenggorokan sering mendahului kemerahan pada penyakit ini selama 2-5 hari. Sering juga ditemui konjungtivitis bilateral. Eritema toksik Erupsi obat serta miliaria dan penyakit non-infeksi lain dengan gambaran makulopapular biasanya tidak memiliki gejala prodromal. Tabel 2. Karakteristik erupsi kulit/eksantema9 Diagnosis Rubella Karakteristik eksantema Berwarna merah muda mulai timbul di daerah leher dan muka menyebar ke seluruh tubuh lebih cepat dari campak, biasanya dalam 24-48 jam sudah menyeluruh. Kemerahan ini jarang bergabung sehingga terlihat sebagai bintik-bintik merah kecil.

Meningococcemia

Roseola infantum

Erupsi obat eritema toksik dan -

Infeksi enterovirus

Penyakit kawasaki

Pada hari ke 3 eksantema di bagian tubuh mulai memudar dan tinggal menyisakan bagian ekstremitas saja, menghilang tanpa deskuamasi. Eksantema timbul mendahului timbulnya ptekie atau purpura, yang dapat juga terjadi bersamaan Tidak dikenal distribusi khusus eksantema ini. Sangat mirip dengan campak. Eksantema bersifat diskrit makulopapular berwarna merah tua dan biasanya timbul di daerah dada pada awalnya yang kemudian menyebar ke muka dan ekstremitas. Dalam 2 hari gambaran ini akan menghilang, dengan didahului memudarnya warna dalam beberpa jam sesudah timbul. Beda utama dengan campak adalah tiadanya bercak Koplik. Biasanya menyerang anak usia 1-2 tahun. Mirip rubella Ruam makulopapular, diskrit, tidak gatal, dan menyeluruh. Ridak terjadi deskuamasi saat menghilang Sering terdapat ptekie. Eksantema bersifat generalisata dan makulopapular Telapak tangan dan kaki membengkak merah dan menghilang dalam beberapa hari sampai minggu. Bibir, mulut lidah sering mengering dan merah serta ditemui juga konjungtivitis non-purulen. Eksantema menyerupai panyakit-penyakit lainnya, sehingga dari penampilannya sering sulit dibedakan.

Tabel 3. Tanda patognomonik9 Diagnosis Rubella Demam skarlatina Tanda patognomonik Pembesaran kelenjar getah bening khususnya di daerah belakang telinga dan oksipital Lidah berwarna merah strawberry serta tonsilitis eksudativa atau membranosa

Tabel 4. Hasil uji laboratorium9 Diagnosis Rubella Hasil uji laboratorium Penemuan virus pada isolasi usap tenggorok serta peningkatan kadar antibodi membantu diagnosis. Gambaran darah tepi biasanya normal atau sedikit leukopenia. Menemukan Streptokokus hemolitikus grup A pada biakan usap tenggorok memastikan diagnosis dan juga peningkatan titer antistreprolisin-O 10

Demam skarlatina

Meningococcemia

Ditemukan kuman penyebab penyakit ini melalui pemeriksaan dengan pewarnaan Gram pada darah, cairan serebrospinal Roseola infantum Belum ada pemeriksaan laboratorium untuk menunjang penyakit ini. Gambaran darah tepi biasanya menunjukkan leukopenia saat timbul eksantema. Infeksi virus Isolasi virus di feses, usap tenggorok, dan cairan Coxsackie serebrospinal. Konfirmasi diagnosis dengan peningkatan antibodi netralisasi terhadap virus ini.

2.7

Komplikasi

Komplikasi campak berdasarkan sistem organ dapat dilihat pada tabel 2. Tabel 4. Komplikasi campak berdasarkan sistem organ3

Komplikasi yang sering dijumpai adalah bronkopneumonia (75,2%), gastroenteritis (7,1%), ensefalitis (6,7%), dan lain-lain (7,9%), diantaranya:2 1. Konjungtivitis Pada hampir semua kasus campak terjadi konjungtivitis, yang ditandai dengan adanya mata merah, pembengkakan kelopak mata, lakrimasi, dan fotofobia. Kadang-kadang terjadi infeksi sekunder oleh bakteri. Virus campak atau antigennya dapat dideteksi pada lesi konjungtiva pada harihari pertama sakit. Konjungtivitis dapat memburuk dengan terjadinya hipopion dan pan-oftalmitis hingga menyebabkan kebutaan. Dapat pula terjadi ulkus kornea. 2. Laringitis akut Laringitis akut timbul karena adanya edema hebat pada mukosa saluran nafas, yang bertambah parah pada saat demam mencapai puncaknya. 11

Ditandai dengan distres pernafasan, sesak, sianosis dan stridor. Ketika demam turun keadaan akan membaik dan gejala akan menghilang. 3. Bronkopneumonia Dapat disebabkan oleh virus campak maupun akibat invasi bakteri. Ditandai dengan batuk, meningkatnya frekuensi nafas, dan adanya ronkhi basah halus. Pada saat suhu turun, apabila disebabkan oleh virus, gejala pneumonia akan menghilang, kecuali batuk yang masih dapat berlanjut sampai beberapa hari lagi. Apabila suhu tidak juga turun pada saat yang diharapkan dan gejala saluran nafas masih terus berlangsung, dapat diduga adanya pneumonia karena bakteri yang telah mengadakan invasi pada epitel yang telah dirusak oleh virus. Gambaran infiltrat pada foto toraks dan adanya leukositosis dapat mempertegas diagnosis. Di negara sedang berkembang dimana malnutrisi masih menjadi masalah, penyulit pneumonia bakteri biasa terjadi dan dapat menjadi fatal bila tidak diberi antibiotik. 4. Kejang demam Kejang demam dapat timbul pada periode demam, umumnya pada puncak demam saat ruam keluar. Kejang dalam hal ini dapat diklasifikasikan sebagai kejang demam. 5. Ensefalitis Merupakan penyulit neurologik yang paling sering terjadi, biasanya terjadi pada hari ke-4 7 setelah timbulnya ruam. Kejadian ensefalitis sekitar 1:1000 kasus campak, dengan mortalitas antara 30 40%. Terjadinya ensefalitis dapat melalui mekanisme imunologik maupun invasi langsung virus campak ke dalam otak. Gejala ensefalitis dapat berupa kejang, letargi, koma, dan iritabel. Keluhan nyeri kepala, frekuensi nafas meningkat, twitching, disorientasi juga dapat dditemukan. Pemeriksaan cairan serebrospinal menunjukkan pleositosis ringan, dengan predominan sel mononuklear, peningkatan protein ringan, sedangkan kadar glukosa dalam batas normal.

12

6. SSPE (Subacue Sclerosing Panencephalitis) SSPE merupakan kelainan degeneratif susunan saraf pusat yang jarang disebabkan oleh infeksi virus campak yang persisten. Kemungkinan untuk menderita SSPE pada anak yang sebelumnya pernah menderita campak adalah 0,6 2,2 per 100.000 infeksi campak. Risiko terjadi SSPE lebih besar pada usia yang lebih muda dengan masa inkubasi rata-rata 7 tahun. Gejala SSPE didahului dengan gangguan tingkah laku dan intelektual yang progresif, diikuti oleh inkoordinasi motorik, kejang umumnya bersifat mioklonik. Laboratorium menunjukkan peningkatan globulin dalam cairan serebrospinal, antibodi terhadap campak serum (CF dan HAI) meningkat (1:1280). Rata-rata jangka waktu timbulnya gejala sampai meninggal antara 6-9 bulan. 7. Otitis media Invasi virus ke dalam telinga tengah umumnya terjadi pada campak. Membran timpani biasanya hiperemis pada fase prodromal dan stadium erupsi. Jika terjadi invasi bakteri pada lapisan sel mukosa yang rusakkarena invasi virus akan terjadi otitis media purulenta. Dapat pula terjadi mastoiditis. 8. Enteritis Beberapa anak yang menderita campak mengalami muntah dan mencret pada fase prodromal. Keadaan ini akibat invasi virus ke dalam sel mukosa usus.

2.8

Penatalaksanaan Pasien campak tanpa penyulit dapat berobat jalan. Anak harus diberikan

cukup cairan dan kalori, sedangkan pengobatan bersifat simtomatik, dengan pemberian antipiretik, antitusif, ekspektoran, dan antikonvulsan bila diperlukan. Sedangkan pada campak dengan penyulit, pasien perlu rawat inap. Di rumah sakit pasien campak dirawat di ruang isolasi sistem pernafasan, diperlukan perbaikan keadaan umum dengan memperbaiki kebutuhan cairan dan diet makanan cukup cairan, kalori yang memadai. Jenis makanan disesuaikan dengan tingkat kesadaran

13

pasien dan ada tidaknya komplikasi. Vitamin A 100.000 IU per oral diberikan satu kali, apabila terdapat malnutrisi dilanjutkan dengan 1500 IU tiap hari.1,2 Apabila terdapat penyulit, maka dilakukan pengobatan untuk mengatasi penyulit yang timbul, yaitu:2 1. Bronkopneumonia Diberikan oksigen 2 liter/menit 4 dosis serta intravena antibiotik ampisilin 100

mg/kgBB/hari

dalam

dikombinasikan

dengan

kloramfenikol 75 mg/kgBB/hari intravena dalam 4 dosis, sampai gejala sesak berkurang dan pasien dapat minum obat per oral. Antibiotik diberikan sampai 3 hari demam reda. Apabila dicurigai infeksi spesifik, maka uji tuberkulin dilakukan setelah anak sehat kembali (3-4 minggu kemudian) oleh karena uji tuberkulin biasanya negatif (anergi) pada saat anak menderita campak. 2. Enteritis Pada kedaan berat anak mudah jatuh dalam dehidrasi. Pemberisan cairan intravena dapat dipertimbangkan apabila terdapat enteritis dengan dehidrasi. 3. Otitis media Seringkali disebabkan oleh infeksi sekunder, sehingga perlu diberikan antibiotik kotrimoksazol-sulfametoksazol (TMP 4mg/kgBB/hari dibagi dalam 2 dosis) 4. Ensefalopati Pasien diberikan kloramfenikol 75 mg/kgBB/hari dan ampisilin 100 mg/kgBB/hari selama 7-10 hari, serta kortikosteroid deksametason 1 mg/kgBB/hari sebagai dosis awal dilanjutkan 0,5 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis sampai kesadaran membaik (bila pemberian lebih dari 5 hari dilakukan tappering off. Perlu reduksi jumlah pemberian cairan hingga kebutuhan untuk mengurangi edema otak, di samping pemberian kortikosteroid. Perlu dilakukan koreksi elektrolit dan gangguan gas darah.

14

Indikasi rawat (di ruang isolasi adalah):1 1. Hiperpireksia (suhu >39C) 2. Dehidrasi 3. Kejang 4. Asupan oral sulit 5. Adanya komplikasi Pemantauan dan konsultasi:1 1. Pada kasus campak dengan komplikasi bronkopneumonia dan gizi kurang perlu dipantau terhadap adanya infeksi tuberkulosis (TB) laten. 2. Pantau keadaan gizi untuk gizi kurang/buruk, konsultasi pada Divisi Nutrisi dan Metabolik.

2.9

Pencegahan Pencegahan campak dilakukan dengan pemberian imunisasi aktif pada

bayi berumur 9 bulan atau lebih. Program imunisasi campak secara luas baru dikembangkan pelaksanaannya pada tahun 1982.2 Pada tahun 1963 telah dibuat dua macam vaksin campak, yaitu vaksin yang berasal dari virus campak yang hidup dan dilemahkan (tipe Edmonstone B) dan vaksin yang berasal dari virus campak yang dimatikan (virus campak yang berada dalam larutan formalin yang dicampur dengan garam aluminium). Sejak tahun 1967 vaksin yang berasal dari virus campak yang telah dimatikan tidak digunakan lagi karena efek proteksinya hanya bersifat sementara dan dapat menimbulkan gejala atypical measles yang hebat. Sebaliknya, vaksin campak yang berasal dari virus hidup yang dilemahkan, dikembangkan dari Edmonstone strain menjadi strain Schwarz (1965) dan kemudian menjadi strain Moraten (1968) dengan mengembangbiakkan virusnya dalam embrio ayam. Vaksin Edmonstone Zagreb merupakan hasil biakan dalam human diploid cell yang dapat digunakan secara inhalasi atau aerosol dengan hasil yang memuaskan.2 Dosis baku minimal untuk pemberian vaksin campak yang dilemahkan adalah 1.000 TCID-50 atau sebanyak 0,5 ml. tetapi dalam hal vaksin hidup, pemberian dengan 20 TCID-50 saja mungkin sudah dapat memberikan hasil yang baik. Cara pemberian yang dianjurkan adalah subkutan, walaupun dari data yang

15

terbatas dilaporkan bahwa pemberian secara intramuskular tampaknya memiliki efektivitas yang sama dengan subkutan. Intranasal dan inokulasi konjungtiva sampai sekarang masih terus dilakukan penyelidikan untuk mengetahui efektivitas pemberian vaksin Edmonstone B yang dilemahkan. Sebaliknya pada pemberian vaksin Edmonstone Zagreb secara aerosol didapatkan respon antibodi yang baik walaupun pada anak usia dibawah 9 bulan. Sayangnya pemberian aerosol ini sulit dan kurang praktis.2 Jadwal imunisasi campak untuk anak di Indonesia:10

2.10

Prognosis Prognosis campak pada umumnya baik, bisa menjadi fatal bila disertai

dengan infeksi. CDC melaporkan angka kematian pada anak dengan campak di Amerika Serikat 0,1-0,2%. Bagaimanapun, banyak komplikasi dan sekuele yang mungkin berkembang (komplikasi) dan campak merupakan penyebab utama kebutaan pada anak di negara berkembang.8 Komplikasi dari campak sering terjadi pada pasien berusia kurang dari 5 tahun atau lebih dari 20 tahun dan morbiditas serta mortalitas meningkat pada gangguan imunodefisiensi, malnutrisi, defisiensi vitamin A dan vaksinasi yang inadekuat.8

16

Anda mungkin juga menyukai