Anda di halaman 1dari 23

BAB I PENDAHULUAN

Infeksi saluran kemih (ISK) merupakan salah satu penyakit infeksi yang sering ditemukan, hampir 25-35% semua perempuan dewasa pernah mengalami ISK selama hidupnya. Selama periode usia beberapa bulan dan lebih dari 65 tahun perempuan cenderung menderita ISK dibandingkan laki-laki. ISK tergantung banyak faktor; seperti usia, gender, prevalensi bakteriuria, dan faktor predisposisi yang menyebabkan perubahan struktur saluran kemih termasuk ginjal. Secara mikrobiologi, infeksi saluran kemih dinyatakan ada jika terdapat bakteriuria bermakna (ditemukan mikroorganisme patogen 105 / ml pada urin pancaran tengah yang dikumpulkan dengan cara yang benar). Infeksi saluran kemih umumnya dibagi dalam dua subkategori besar, yaitu ISK bagian bawah (uretritis, sistitis, prostatitis) dan ISK bagian atas (pielonefritis). Pielonefritis adalah infeksi pada pelvis dan interstisium ginjal. Pielonefritis akut termasuk infeksi yang paling berperan dalam menimbulkan morbiditas, tetapi jarang berakhir sebagai gagal ginjal progresif, selain sistitis akut. Pielonefritis kronik merupakan cedera ginjal progresif yang menunjukkan pembentukan jaringan parut parenkimal pada pemeriksaan IVP, disebabkan oleh infeksi berulang atau infeksi yang menetap pada ginjal. Bukti-bukti menunjukkan pielonefritis kronik juga terjadi pada pasien ISK yang juga mempunyai kelainan anatomi utama pada saluran kemih, seperti refluks vesikoureter (VUR), obstruksi, batu, atau neurogenik vesika urinaria (Kunin, 1997; Rose, Rennke, 1994). Pielonefritis kronik dan penyakit ginjal tahap akhir jarang terjadi meskipun ISK bertanggung jawab atas morbiditas yang cukup tinggi, kecuali pada kasus yang penyakitnya tidak nyata disertai kerusakan urologik pada masa kanak-kanak (biasanya karena refluks vesikoureter yang berat).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II. 1 Anatomi Sistem Saluran Kemih

1. Ginjal Ginjal merupakan organ yang berpasangan dan berbentuk seperti kacang. Terletak di kedua sisi kolumna vertebralis. Ginjal kanan sedikit lebih rendah dibandingkan dengan ginjal kiri karena tertekan kebawah oleh hati. Kutub atas ginjal kanan terletak setinggi kosta 12, sedangkan kutub atas ginjal kiri terletak setinggi kosta 11. Setiap ginjal pada orang dewasa memiliki panjang 12 sampai 13 cm, lebarnya 6 cm dan beratnya antara 120 sampai 150 gram. Ginjal diliputi oleh suatu kapsula fibrosa tipis mengkilat, terbagi menjadi dua bagian yaitu: bagian eksternal yang disebut korteks, dan bagian internal disebut medula. Dilihat dari permukaan anterior, struktur ginjal terdiri dari; arteri dan vena renalis, saraf, dan pembuluh getah bening yang keluar dan masuk melalui hilus, serta ureter. Darah dialirkan ke dalam setiap ginjal melalui arteri renalis dan

keluar dari dalam ginjal melalui vena renalis. Arteri renalis berasal dari aorta abdominalis dan vena renalis membawa darah kembali ke dalam vena kava inferior. Aliran darah yang melalui ginjal jumlahnya 25% dari curah jantung. Dilihat dari potongan longitudinal, struktur ginjal terdiri dari: Kapsula, Korteks, Piramid medula, nefron (terdiri dari glomerulus dan tubulus: proksimal, ansa Henle, distal), kaliks (minor dan mayor), pelvis ginjal dan ureter.

Secara umum, ginjal terdiri dari beberapa bagian : 1. Korteks, yaitu bagian ginjal dimana di dalamnya terdapat atau terdiri dari korpus renalis atau malpighi (glomerulus dan kapsula bowman), tubulus kontortus proximal dan tubulus kontortus distalis. 2. Medula, yang terdiri dari 9-14 pyramid. Di dalamnya terdiri dari tubulus rektus, lengkung henle dan tubulus pengumpul (ductus colligent). 3. 4. 5. 6. 7. Columna renalis, yaitu bagian korteks di antara pyramid ginjal. Processus renalis, yaitu bagian pyramid atau medula yang menonjol ke arah korteks. Hilus renalis, yaitu suatu bagian atau area di mana pembuluh darah, serabut saraf atau duktus memasuki atau meninggalkan ginjal. Papilla renalis, yaitu bagian yang menghubungkan antara duktus pengumpul dan calix minor. Calix minor, percabangan dari calix major. 4

8. 9.

Calix major, percabangan dari pelvis renalis. Pelvis renalis, disebut juga piala ginjal, yaitu bagian yang menghubungkan antara calix major dan ureter.

Penyakit ginjal dimanifestasikan dengan adanya perubahan struktur ginjal, yaitu adanya perbedaan panjang dari kedua ginjal yang lebih dari 1,5 cm. 2. Ureter Ureter merupakan pipa panjang dengan dinding yang sebagian besar terdiri atas otot polos. Setiap ureter memiliki panjang 10 sampai 12 inci, Organ ini menghubungkan setiap ginjal dengan kandung kemih. Organ ini berfungsi sebagai pipa untuk menyalurkan urin ke kandung kemih. 3. Vesica Urinaria (Kandung Kemih)

Kandung kemih adalah satu kantung berotot yang sebagian besar dindingnya terdiri dari otot polos disebut muskulus detrusor yang dapat mengempis, terletak dibelakang simfisis pubis. Kontraksi otot ini terutama berfungsi untuk mengosongkan kandung kemih pada saat BAK. Organ ini berfungsi sebagai wadah sementara untuk menampung urin dan mendorong kemih keluar tubuh dibantu oleh uretra. 5

4. Uretra Uretra adalah saluran kecil yang dapat mengembang, berjalan dari kandung kemih sampai ke luar tubuh. Panjang uretra pada wanita 1,5 inci dan pada laki-laki sekitar 8 inci. II. 2 Fisiologi Sistem Saluran Kemih Ginjal berfungsi sebagai organ ekskresi yang utama dari tubuh. Fungsi utama ginjal mempertahankan volume dan komposisi cairan ekstrasel dalam batas normal. Komposisi dan volume cairan ekstrasel ini dikontrol oleh filtrasi glomerulus, reabsorpsi, dan sekresi tubulus. Fungsi utama ginjal adalah : a. Fungsi Ekskresi 1) Mempertahankna osmolalitas plasma (285 m Osmol) dengan mengubah-ubah ekskresi air. 2) Mempertahankan kadar elektrolit plasma. 3) Mempertahankan pH plasma (7,4) dengan mengeluarkan kelebihan H+ dan membentuk kembali HCO3. 4) Mengekskresikan produk akhir nitrogen dari metabolisme protein (urea, asam urat dan kreatinin) b. Fungsi Non Ekskresi 1) Menghasilkan renin untuk pengaturan tekanan darah. 2) Menghasilkan eritropoietin untuk stimulasi produksi sel darah merah oleh sumsum tulang. 3) Metabolisme vitamin D. 4) Degradasi insulin. 5) Menghasilkan prostaglandin.

Terdapat 3 proses penting yang berhubungan dengan proses pembentukan urine, yaitu :

1.

Filtrasi Glomerular Pembentukan kemih dimulai dengan filtrasi plasma pada glomerulus,

seperti kapiler tubuh lainnya, kapiler glumerulus secara relatif bersifat impermiabel terhadap protein plasma yang besar dan cukup permabel terhadap air dan larutan yang lebih kecil seperti elektrolit, asam amino, glukosa, dan sisa nitrogen. Aliran darah ginjal (RBF = Renal Blood Flow) adalah sekitar 25% dari curah jantung atau sekitar 1200 ml/menit. Sekitar seperlima dari plasma atau sekitar 125 ml/menit dialirkan melalui glomerulus ke kapsula bowman. Ini dikenal dengan laju filtrasi glomerulus (GFR = Glomerular Filtration Rate). Gerakan masuk ke kapsula bowmans disebut filtrat. Tekanan filtrasi berasal dari perbedaan tekanan yang terdapat antara kapiler glomerulus dan kapsula bowmans, tekanan hidrostatik darah dalam kapiler glomerulus mempermudah filtrasi dan kekuatan ini dilawan oleh tekanan hidrostatik filtrat dalam kapsula bowmans serta tekanan osmotik koloid darah. Filtrasi glomerulus tidak hanya dipengaruhi oleh tekanan-tekanan koloid diatas. namun juga oleh permeabilitas dinding kapiler.

2.

Reabsorpsi Zat-zat yang difilltrasi ginjal dibagi dalam 3 bagian yaitu : non elektrolit,

elektrolit dan air. Setelah filtrasi langkah kedua adalah reabsorpsi selektif zat-zat tersebut kembali lagi zat-zat yang sudah difiltrasi. 3. Sekresi Sekresi tubular melibatkan transfor aktif molekul-molekul dari aliran darah melalui tubulus kedalam filtrat. Banyak substansi yang disekresi tidak terjadi secara alamiah dalam tubuh (misalnya penisilin). Substansi yang secara alamiah terjadi dalam tubuh termasuk asam urat dan kalium serta ion-ion hidrogen. Pada tubulus distalis, transfor aktif natrium sistem carier yang juga telibat dalam sekresi hidrogen dan ion-ion kalium tubular. Dalam hubungan ini, tiap kali carier membawa natrium keluar dari cairan tubular, cariernya bisa hidrogen atau ion kalium kedalam cairan tubular perjalanannya kembali jadi, untuk setiap ion natrium yang diabsorpsi, hidrogen atau kalium harus disekresi dan sebaliknya. Pilihan kation yang akan disekresi tergantung pada konsentrasi cairan ekstratubular (CES) dari ion-ion ini (hidrogen dan kalium). Pengetahuan tentang pertukaran kation dalam tubulus distalis ini membantu kita memahami beberapa hubungan yang dimiliki elektrolit dengan lainnya. Sebagai contoh, kita dapat mengerti mengapa bloker aldosteron dapat menyebabkan hiperkalemia atau mengapa pada awalnya dapat terjadi penurunan kalium plasma ketika asidosis berat dikoreksi secara theurapeutik. II. 3 Definisi dan Klasifikasi Pielonefritis Pielonefritis akut adalah proses inflamasi parenkim ginjal dan pelvis renal (pyelum= piala ginjal) yang disebabkan infeksi bakteri. Pielonefritis kronik merupakan akibat lanjut dari infeksi bakteri berkepanjangan atau infeksi sejak masa kecil.

Pielonefritis Akut

Gambaran makroskopik dan mikroskopik akan tampak ginjal membengkak dan terdapat abses kecil dalam jumlah banyak di permukaan ginjal. Pada potongan melintang, abses tampak sebagai goresan-goresan abu-abu kekuningan di bagian piramid dan korteks. Secara mikroskopik, terdapat leukosit polimorfonuklear (PMN) dalam jumlah banyak di daerah tubulus dan dalam interstisium di sekitar tubulus. Segmen-segmen tubulus hancur dan leukosit dikeluarkan ke dalam urine dalam bentuk silinder.

Pielonefritis Kronik

Identifikasi dan penyebabnya masih kontroversial. Kesulitan ini adalah karena banyaknya daerah peradangan dan penyakit iskemik ginjal lain yang menghasilkan daerah fokal segmental yang tidak dapat dibedakan dengan yang dihasilkan oleh infeksi bakteri. Pada pielonefritis kronik didapati adanya jaringan parut pada ginjal, atrofi, dan dilatasi kaliks akibat refluks. Mekanisme penyebab jaringan parut diyakini merupakan gabungan dari efek: (1) VUR, (2) refluks intrarenal, (3) dan infeksi (Kunin, 1997; Tolkoff-Rubin, 2000; Rose, Rennke, 1994). Keparahan VUR merupakan satu-satunya faktor penentu terpenting dari kerusakan ginjal. Pielonefritis kronik merupakan penyakit interstisial medula sehingga kemampuan ginjal untuk memekatkan urine sudah mengalami kemunduran pada awal perjalanan penyakit sebelum terjadi kemunduran GFR yang bermakna. Sehingga poliuria, nokturia, dan urine berberat jenis rendah merupakan gejala dini yang menonjol. Pielonefritis kronik lanjut sering memperlihatkan gejala azotemia, meskipun perkembangan sampai menjadi gagal ginjal biasanya bersifat progresif lambat. Beberapa temuan khas pada pielonefritis kronik yaitu bakteriuria intermiten dan leukosit, atau adanya silinder leukosit dalam urine. Proteinuria biasanya minimal.

10

Gambaran makroskopik dan mikroskopik ginjal pada pielonefritis kronik akan didapati berupa permukaan ginjal granular kasar dengan lekukan berbentuk huruf U, korteks menipis, terdapat jaringan parut subkapsular, dilatasi dan fibrosis pelvis, dan kaliks. Sel-sel radang kronik di seluruh interstisium mengalami fibrosis. Tubulus membesar dan mengandung silinder seperti kaca sehingga tampak seperti kelenjar tiroid. Sebagian besar orang dewasa yang memiliki jaringan parut pada ginjal akibat pielonefritis kronis mendapat lesi ini pada awal masa kanan-kanaknya. Terdapat 85% sampai 100% anak-anak dan 50% orang dewasa dengan jaringan parut ginjal menderita VUR, serta 50% anak-anak dan 5% sampai 23% orang dewasa dengan ISK berulang juga menderita VUR (Tolkoff-Rubin, 2000). Namun demikian, pada sejumlah orang dewasa dengan pielonefritis tahap akhir tidak terdapat refluks ataupun ISK, karena hal ini lah sebetulnya masih sulit menjelaskan bagaimana perjalanan kerusakan ginjal progresif. Pielonefritis Emfisematosa Pielonefritis emfisematosa terdapat pada pasien diabetes disertai obstruksi dan infeksi kronik. Penyakit ini memiliki karakteristik progresif cepat, adanya demam, leukositosis, nekrosis parenkim ginjal, dan akumulasi gas terfermentasi di ginjal dan jaringan perinefrik. Keseringan disebabkan oleh E. coli. II. 4 Etiologi Pielonefritis Umumnya ISK disebabkan oleh mikroorganisme tunggal. Escherichia coli merupakan mikroorganisme yang paling sering ditemukan (lebih dari 80%) pada pasien dengan infeksi simptomatik maupun asimptomatik. E. coli merupakan penghuni normal kolon. Mikroorganisme lainnya yang sering ditemukan seperti Proteus spp, Klebsiella spp, dan Stafilokokus dengan koagulase negatif. Infeksi yang disebabkan Pseudomonas spp dan mikroorganisme lainnya seperti Stafilokokus jarang dijumpai, kecuali pasca kateterisasi. Mikroorganisme gram positif kurang berperan dalam ISK kecuali Staphylococcus saprophyticus, yang menyebabkan 10% sampai 15% ISK pada perempuan muda. Beberapa strain

11

bakteria merupakan uropatogenik. Strain-strain bakteri ini memiliki sifat virulensi yang meningkatkan kemungkinan terjadinya ISK, seperti gen yang menyandi fimbriae yang memediasi perlekatan terhadap sel-sel uroepitelial. Perubahan flora vagina normal karena penggunaan antibiotik, infeksi genital lainnya, atau penggunaan kontrasepsi, juga berkontribusi terhadap terjadinya ISK. II. 5 Patofisiologi Pielonefritis Hampir semua ISK disebabkan invasi mikroorganisme asending dari uretra ke dalam kandung kemih. Pada keadaan tertentu mikroorganisme dapat mencapai ginjal. Proses ini dipermudah oleh refluks vesikoureter. Proses invasi mikroorganisme hematogen maupun limfogen (aliran getah bening) sangat jarang ditemukan di klinik, mungkin akibat lanjut dari bakteremia. Bisa juga sebagai akibat lanjut septikemia atau endokarditis Stafilokokus aureus. Beberapa penelitian melaporkan pielonefritis akut sebagai akibat lanjut invasi hematogen dari infeksi sistemik gram negatif. Infeksi hematogen pada ginjal yang terjadi lebih sering terjadi pada pasien-pasien yang lemah atau pada keadaan bakteremia stafilokokkus atau kandidemia. Vesika urinaria dan bagian atas uretra biasanya steril, meskipun bakteri dapat ditemukan pada bagian bawah uretra. Uretro distal merupakan tempat kolonisasi mikroorganisme nonpathogenic fastidious gram-positive dan gram negatif. Tekanan dari aliran urine menyebabkan saluran kemih normal mengeluarkan bakteri yang ada sebelum bakteri tersebut sempat menyerang mukosa. Mekanisme pertahanan lainnya adalah kerja antibakteri yang dimiliki oleh mukosa uretra, sifat bakterisidal dari cairan prostat pada laki-laki, dan sifat fagositik epitel vesika urinaria.

12

13

II. 6 Faktor Predisposisi Pielonefritis Faktor predisposisi dalam perkembangan ISK dan Pielonefritis Kronis, antara lain: II. 6. 1 Obstruksi aliran urine (misal batu, penyakit prostat) Obstruksi aliran urine di proksimal vesika urinaria dapat mengakibatkan penimbunan cairan bertekanan di dalam pelvis ginjal dan ureter. Hal ini mampu mengakibatkan atrofi hebat parenkim ginjal. Keadaan tersebut dikatakan hidronefrosis. Obstruksi di distal vesika urinaria sering disertai refluks vesikoureter dan infeksi pada ginjal. Penyebab umum obstruksi antara lain terdapatnya jaringan parut ginjal atau uretra, batu, neoplasma, hipertrofi prostat (sering ditemukan pada laki-laki dewasa diatas usia 60 tahun), kelainan kongenital pada leher vesika urinaria dan uretra, serta penyempitan uretra. II. 6. 2 Jenis kelamin perempuan Anak perempuan dan perempuan dewasa mempunyai insidensi ISK dan pielonefritis akut yang lebih tinggi dibandingkan dengan anak lakilaki dan laki-laki dewasa. Hal ini dimungkinkan karena uretra pada perempuan lebih pendek dan letaknya yang berdekatan dengan anus sehingga mudah terkontaminasi oleh feses. Infeksi pada laki-laki jarang terjadi, dan bila terjadi biasanya disebabkan oleh obstruksi. II. 6. 3 Umur yang lebih tua Studi epidemiologi menunjukkan adanya bakteriuria bermakna (105 mikroorganisme / ml urine) pada 1 % gadis pelajar, 5% sampai 10% pada perempuan usia subur, dan sekitar 10% pada perempuan yang usianya telah melebihi 60 tahun (Kunin, 1997). II. 6. 4 Kehamilan

14

Penelitian menyatakan bahwa gadis yang pernah mengalami bakteriuria bermakna akan lebih mudah terkena ISK berulang pada masa dewasa nya, biasanya tidak lama setelah menikah atau selama kehamilan pertama (Kunin, 1997). Suatu studi (Kass, 1960) menemukan bahwa 42% dari kelompok perempuan yang mengalami bakteriuria asimtomatik pada awal kehamilan yang mendapat plasebo akan mengalami pielonefritis pada akhir kehamilan atau beberapa minggu postpartum. Sedangkan pada kelompok yang mendapat antibiotik tidak terdapat laporan infeksi simtomatik. Hidroureter dan hidronefrosis dapat terjadi selama masa kehamilan dan menetap selama beberapa waktu sesudahnya. Pelebaran ini nampaknya sebagian disebabkan oleh relaksasi otot akibat kadar progesteron yang tinggi dan sebagian akibat obstruksi ureter karena uterus yang membesar. II. 6. 5 Refluks Vesikoureter (VUR) Ketika pelvis ginjal mengalami distensi akibat urine yang baru terbentuk, maka otot polos akan berkontraksi, mendorong urine menuju ureter. Berikutnya dilatasi ureter memulai timbulnya gelombang peristaltik, sehingga urine mengalir ke vesika urinaria. Aliran urine ini biasanya hanya berlangsung satu arah yaitu dari pelvis ginjal menuju vesika urinaria, dan aliran balik (refluks) dicegah oleh adanya katup ureterovesikular (berada di tempat implantasi ureter pada vesika urinaria). Kerja katup ini penting saat proses berkemih ketika tekanan di dalam vesika urinaria meningkat, sebab transmisi tekanan ini dapat langsung merusak ginjal. Refluks vesikoureter (VUR) didefinisikan sebagai aliran urine retrograd dari vesika urinaria memasuki ureter terutama sewaktu berkemih. VUR dapat diketahui dengan menyuntikkan bahan kontras ke dalam vesika urinaria melalui kateter sampai vesika urinaria mengalami distensi dan pasien merasa ingin buang air kecil dan kemudian dibuat radiogram serial.

15

VUR dapat ditemukan pada banyak pasien terutama anak yang menderita ISK rekuren. VUR juga dikaitkan dengan malformasi kongenital dari bagian ureter yang berada di dalam vesika urinaria, obstruksi pada bagian bawah vesika urinaria (leher vesika urinaria atau uretra), dan sistitis. Pada orang dewasa, VUR lebih berkaitan dengan obstruksi dan gangguan neurologik yang menyebabkan sumbatan pada drainase urine. II. 6. 6 Peralatan kedokteran (terutama kateter menetap) Sekitar 2% dari tindakan kateterisasi mengakibatkan infeksi. Terdapat 98% insidensi infeksi dalam jangka waktu 48 jam pada pemasangan kateter menetap. Sistem drainase yang tertutup dengan baik termasuk upaya pencegahan infeksi. Sekalipun sistem ini sudah tertutup dengan baik, urine hanya steril selama 5 sampai 7 hari. II. 6. 7 Vesika Urinaria Neurogenik Vesika urinaria merupakan tempat penampungan urine yang dapat mengembang, juga merupakan tempat urine dikeluarkan dalam interval yang sesuai. Persarafan vesika urinaria terdiri dari satu lengkung refleks yang berada pada tingkat S2 sampai S4 medula spinalis, fungsinya dipengaruhi oleh sambungan motorik dan sensorik pada pusat yang lebih tinggi di otak. Tindakan berkemih melibatkan kerjasama antara kontraksi otot detrusor (otot polos dinding vesika urinaria), dinding abdomen, dan otototot dasar panggul; fiksasi dada dan diafragma; serta relaksasi otot-otot sfingter eksternal dan internal. Dengan demikian ada keterlibatan aktivitas otonom dan voluntar. Kontraksi otot detrusor adalah suatu refleks (terangsang jika isi vesika urinaria mencapai 300 ml), dan refleks kontraksi ini bisa dihambat atau dipermudah oleh bagian supraspinal yang berada dibawah kontrol volentar. Vesika urinaria neurogenik didefinisikan sebagai kacaunya proses berkemih normal karena adanya gangguan pada bagian lengkung refleks

16

atau jalur aferen dan eferen yang menghubungkan batang otak daerah sakral dengan pusat mekanisme penghambatan atau perangsangan. Lapides (1967) menemukan lima tipe disfungsi vesika urinaria neurogenik dimana setiap tipe berkaitan dengan lesi saraf tertentu, yaitu; (1) vesika urinaria neurogenik tak terhambat, (2) vesika urinaria neurogenik refleks, (3) vesika urinaria neurogenik otonom, (4) vesika urinaria neurogenik paralitik sensorik, (5) vesika urinaria neurogenik paralitik motorik. Mekanisme patogenik yang menjadi faktor predisposisinya adalah iskemia dinding vesika urinaria akibat distensi berlebihan yang mengurangi resistensi terhadap invasi bakteri; sisa urine yang menjadi media pertumbuhan bakteri; dan VUR yang disertai peningkatan tekanan intravesikular. II. 6. 8 Penyalahgunaan analgesik secara kronik Penyalahgunaan dalam jangka lama dapat menyebabkan nefritis interstisial kronik. II. 6. 9 Penyakit ginjal Berbagai penyakit ginjal yang sudah duluan diderita meningkatkan kerentanan terhadap infeksi dan pielonefritis. II. 6. 10 Penyakit metabolik Gangguan metabolik berupa diabetes, gout, dan batu ginjal II. 7 Tanda dan Gejala Pielonefritis Setiap pasien ISK pada laki-laki dan ISK berulang pada perempuan harus dilakukan investigasi faktor predisposisi atau pencetus nya. Pielonefritis akut

17

Gambaran klinis biasanya khas dan berkembang dalam beberapa jam hingga dalam satu hari. Gejala dan tanda biasanya didahului oleh disuria, urgensi, dan sering berkemih yang menunjukkan bahwa infeksi dimulai pada bagian bawah traktus urinarius. Demam timbul mendadak dan tinggi (39,5-40,5C), menggigil, mual, muntah, diare, malaise, nyeri punggung, sakit pinggang, nyeri tekan daerah kostovertebral, bisa pula didapati lunak pada palpasi abdomen dalam dan pada penekanan terhadap satu atau kedua sudut kostovertebral. Leukositosis, piuria, dan bakteriuria. Adanya silinder leukosit membuktikan bahwa infeksi terjadi dalam ginjal. Pielonefritis akut ini sering didahului ISK bawah (sistitis). Presentasi klinis sistitis yaitu sakit suprapubik, polakisuria, nokturia, disuria, dan stranguria. Terkadang, terutama pada pasien manula, gejala lokal mungkin tidak ada tetapi pasien dapat datang dengan gejala kebingungan/atau keadaan umum yang memburuk. Pielonefritis Kronik Gambaran klinis pielonefritis kronik sangat tidak jelas, jauh berbeda dengan kondisi akutnya. Diagnosis biasanya ditegakkan apabila pasien memperlihatkan gejala insufisiensi ginjal kronik atau hipertensi, atau temuan proteinuria saat pemeriksaan rutin. Pada beberapa kasus, dapat dikatakan terdapat riwayat ISK sejak masa kanak-kanak. II. 8 Pemeriksaan dan Diagnosis Pielonefritis Analisa urin rutin, pemeriksaan mikroskopik urin segar, kultur urin, serta jumlah kuman/mL urin merupakan protokol standar untuk penegakan diagnosis ISK. Mikroskopik dan kultur urine idealnya dilakukan terhadap setiap pasien dengan kecurigaan adanya ISK atas, terhadap pasien-pasien dengan faktor berkomplikasi, serta ketika diagnosis sistitis masih dipertanyakan. Kultur sekaligus untuk mengetahui pola resistensi mikroorganisme terhadap antibiotik. Kebanyakan pasien simtomatik didapati 105 bakteria/mL urine, bakteriuria dari

18

aspirasi suprapubik, atau 102 bakteria/mL urine yang dikumpulkan melalui kateterisasi. Urinalisis; piuria merupakan indikator sensitif terhadap adanya infeksi. Silinder leukosit merupakan patognomonik pada pielonefritis akut. Ditemukannya leukosit di dalam urine mengarahkan dugaan pada adanya proses inflamasi di ginjal atau saluran kemih. Hasil positif pada pemeriksaan dipstick leukosit esterase berguna saat pemeriksaan mikroskopik tidak memungkinkan untuk dilakukan. Tes dipstick urine; bakteri gram negatif, organisme yang paling sering menyebabkan ISK, mengubah nitrat (yang merupakan konstituen normal pada urine) menjadi nitrit, yang dapat dideteksi dengan dipstick. Jika terdapat infeksi rekuren pada seorang wanita, atau ISK pertama kali pada anak-anak atau pria, pemeriksaan penunjang terhadap faktor predisposisi harus dilakukan. Termasuk tes fungsi ginjal, glukosa, urogram intravena (IVU). Renal imaging procedures tidak boleh rutin, harus berdasarkan indikasi klinis yang kuat. Pemeriksaan ini digunakan untuk investigasi faktor predisposisi ISK, antara lain; USG, radiografi (BNO, pielografi IV, dan micturating cystogram), serta isotop scanning. Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejalanya yang khas. Pemeriksaan yang dilakukan untuk memperkuat diagnosis pielonefritis adalah pemeriksaan air kemih dengan mikroskop, pembiakan bakteri dalam contoh air kemih untuk menentukan adanya bakteri. Pemeriksaan IVP memperlihatkan pembengkakan tabuh pada pada kaliks, korteks menipis, dan ginjal kecil, bentuk tidak teratur, dan biasanya tidak simetris. USG dan rontgen bisa membantu menemukan adanya batu ginjal, kelainan structural, atau penyebab penyumbatan air kemih lainnya. Foto polos abdomen dapat memperlihatkan beberapa kelainan seperti obliterasi bayangan ginjal karena sembab jaringan pada pielonefritis akut, perinephritic fat, dan perkapuran pada pielonefritis Chron. II. 9 Komplikasi Pielonefritis

19

Tidak diketahui secara pasti jumlah pasien yang akan mengalami kerusakan ginjal yang nyata atau berapa lama proses itu akan berlangsung. Dari seluruh pasien dengan pielonefritis akut, 90% diantaranya berespon terhadap terapi, dan 10% sisanya dapat mengalami infeksi akut berulang atau bakteriuria asimtomatik menetap. Bila pielonefritis akut mengalami komplikasi obstruksi, maka bakteriuria rekuren atau menetap ditemukan pada 50% sampai 80% pasien dalam waktu 2 tahun. Ada tiga komplikasi penting dapat ditemukan pada pielonefritis akut (Patologi Umum & Sistematik J. C. E. Underwood, 2002: 669): Nekrosis papila ginjal. Sebagai hasil dari proses radang, pasokan darah pada area medula akan terganggu dan akan diikuti nekrosis papila guinjal, terutama pada penderita diabetes melitus atau pada tempat terjadinya obstruksi. Fionefrosis. Terjadi apabila ditemukan obstruksi total pada ureter yang dekat sekali dengan ginjal. Cairan yang terlindung dalam pelvis dan sistem kaliks mengalami supurasi, sehingga ginjal mengalami peregangan akibat adanya pus. Abses perinefrik. Pada waktu infeksi mencapai kapsula ginjal, dan meluas ke dalam jaringan perirenal, terjadi abses perinefrik. II. 10 Penatalaksanaan Pielonefritis Pengobatan ditujukan pada terapi antibakteri yang tepat, koreksi faktor predisposisi dan tindak lanjut jangka panjang, juga biakan urine dalam selang waktu tertentu untuk memastikan urine steril. Pada umumnya pasien dengan pielonefritis akut memerlukan rawat inap untuk memelihara status hidrasi dan terapi antibiotik parenteral minimal 48 jam. The Infectious Disease Society of America menganjurkan satu dari tiga alternatif terapi antibiotik IV sebagai terapi awal selama 48-72 jam sebelum diketahui mikroorganisme penyebabnya: 1) Fluorokuinolon 2) Aminoglikosida dengan atau tanpa ampisilin

20

3) Sefalosporin dengan spektrum luas dengan atau tanpa aminoglikosida Indikasi rawat inap pasien pielonefritis akut yaitu: Kegagalan mempertahankan hidrasi normal atau toleransi terhadap antibiotik oral Pasien sakit berat atau debilitasi Terapi antibiotik oral selama rawat jalan mengalami kegagalan Diperlukan investigasi lanjutan Faktor predisposisi untuk ISK tipe berkomplikasi Komorbiditas seperti kehamilan, diabetes melitus, usia lanjut Pada ISK tanpa komplikasi, terapi antibiotik jangka pendek (5 hari atau bahkan dosis tunggal) biasanya adekuat. Asupan cairan yang banyak (>3 L/ hari) disarankan untuk mencegah stasis urin dalam kandung kemih dan untuk mengurangi replikasi bakteri.

21

BAB III KESIMPULAN

Pielonefritis akut adalah suatu reaksi inflamasi yang terjadi karena infeksi pada pielum dan parenkim ginjal. E. coli merupakan etiologi yang paling sering ditemukan pada penyakit ini. Gejala yang paling umum dapat berupa demam tibatiba. Kemudian dapat disertai menggigil, nyeri punggung bagian bawah, mual, dan muntah. Pemeriksaan urinalisa, mikroskopik, serta kultur urin mampu menunjukkan bakteriuria. Dapat dilakukan pemeriksaan penunjang lainnya untuk mengetahui lebih jauh keadaan lainnya yang mendasari infeksi. Pasien pielonifritis akut beresiko terhadap bakterimia dan memerlukan antimikroba yang intensif. Pielonefritis kronis akibat VUR dikatakan bertanggung jawab atas 20% sampai 30% dari gagal ginjal stadium akhir pada anak. Pengobatan ditujukan pada terapi antibakteri yang tepat serta koreksi faktor predisposisi. terapi

22

DAFTAR PUSTAKA

1. Sjaifoellah Noer, H. M. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi IV Jilid I. Jakarta: Balai Penerbit FKUI 2. Price, Sylvia, dkk. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi 6 Volume 2. Jakarta: EGC 3. Fauci, Anthony S., Harrison, Tinsley Rudolph. 2009. Harrisons Manual Of Medicine 17th Edition. United States of America: The McGraw-Hill Companies 4. Davey, Patrick. 2005. At a Glance Medicine. Jakarta: Erlangga

23

Anda mungkin juga menyukai