Anda di halaman 1dari 11

Mitigasi Bencana

Tanggal: Friday, 22 July 2005 Topik: Geologi

MITIGASI BENCANA, MUNGKINKAH?

Pendahuluan Dalam paradigma lama bencana (disaster) dikatakan sebagai peristiwa yang terjadi secara tiba-tiba, terpisah dari kehidupan normal manusia. Pandangan kebanyakan orang, bencana masih dilihat sebagai peristiwa tiba-tiba yang tidak bisa diprediksi, di mana, menimbulkan banyak persoalan besar maupun kecil melibatkan kerusakan fisik bahkan korban jiwa manusia sekalipun. Sementara itu, dalam paradigma baru dengan menggunakan kerangka kerja analisis bencana yang tepat, bencana tidak lagi dipandang sebagai peristiwa yang terjadi secara tiba-tiba yang terpisah dari kehidupan normal manusia, tetapi lebih dari itu dipandang sebagai sesuatu yang merupakan bagian dari kehidupan normal manusia dan tidak serta merta terjadi dengan tiba-tiba (Blaikie et al, 1994). Sifat atau penyebab bencana, tidak semata-mata dilihat sebagai peristiwa yang bersifat alamiah (natural disaster) tetapi sesuatu resiko (risk) yang tidak tertangani (unmanaged) oleh manusia dalam berbagai dimensi, yang berakar dari manusia-nya sendiri, baik secara pribadi, social maupun lembaga. Yodmani (2001) menjelaskan dengan istilah yang lebih tepat bahwa bencana tidak lagi dilihat sebagai sesuatu yang murni natural tetapi sebagai problema pembangunan yang tidak terselesaikan (unresolved problems of development). Factor penyebab terjadinya bencana secara alami (natural hazard), boleh

jadi merupakan factor yang dianggap apa adanya (given) pada lingkungan tertentu, tetapi persoalannya adalah apakah factor tersebut menimbulkan dampak merugikan bagi kehidupan manusia. Besar kecilnya dampak yang muncul berupa kondisi yang tidak diinginkan (eksternalitas), akan lebih ditentukan dan dipengaruhi oleh manusia-nya sendiri dalam merespon bencana tersebut. Respon manusia terhadap persoalan yang muncul tercermin pada sikap manusia dalam melakukan pengelolaan bencana (disaster management) sebagai upaya menginternalisasi eksternalitas. Pengelolaan bencana merupakan tindakan yang menekankan kesiapan manusia bersifat antisipatif dan pencegahan dalam menghadapi persoalan-persoalan bencana yang ditujukan bagi upaya mereduksi dampak yang muncul. Secara historis, konsepsi pengelolaan bencana telah lama dikenal terutama ketika berhubungan dengan bencana atau kutukan yang disimbolisasikan melalui prosesi kurban, penyangkalan diri dan pengakuan dosa. Early warning kebanyakan didasarkan dan dihubungkan dengan ilmu perbintangan (astrologi), sehingga tak heran kata bencana (disaster) secara etimologi berasal dari kata DIS yang berarti sesuatu yang tidak mengenakkan (unfavorable) dan ASTRO yang berarti bintang (stars). Dis-Astro berarti an event precipitated by stars (peristiwa jatuhnya bintang-bintang ke bumi). Dalam perkembangannya, konsep pengelolaan bencana secara modern mulai berkembang dan baru popular pada decade 90-an yang dikenal dengan Disaster Risk Management. Pada dasarnya, konsep ini mengedepankan resiko (risk) yang dikelola (managed) demi untuk menekankan, memperkecil kerugian secara fisik, social dan ekonomi.

Begitu pentingnya upaya pengelolaan bencana dalam mereduksi dampak yang ditimbulkan oleh suatu bencana, hingga UN-ISDR (United NationsInternational Strategy for Disaster Reduction) pada tanggal 13 Oktober 2004 mengkampanyekan reduksi bencana dunia yang memberi pesan kepada kita Belajar Dari Bencana Hari Ini Untuk Menghadapi Ancaman Esok (Learning from todays disaster for tomorrows hazards). Pesan yang disampaikan mengandung makna agar kita senantiasa bercermin dari pengalaman untuk lebih dapat mempersiapkan diri dalam menghadapi ancaman bencana demi kehidupan yang lebih baik di kemudian hari. Selalu berusaha belajar mengenali dan memahami karakter lingkungan di sekitar kita. Pada kesempatan ini, penulis membatasi bencana hanya ditujukan pada bencana geologi seperti letusan gunungapi (volcano), gempabumi (earthquake), gelombang pasang (tsunami), gerakantanah (landslide), tidak pada pengertian bencana secara umum seperti kekeringan (drought), kelaparan (famine) dan sebagainya. Walaupun bencana yang dimaksud lebih karena factor alami (natural disaster), tetapi bukan berarti kita tidak dapat mereduksi bahkan menghindari resikonya.

Bahaya, Kerentanan, Bencana Pengertian tentang bahaya alam (natural hazard) terkadang disalah artikan dengan pengertian bencana alam (natural disaster). Bahaya alam merupakan bagian dari lingkungan manusia yang dinamis, berupa

peristiwa alam yang ekstrim (letusan gunungapi, gempabumi dll) dapat terjadi di mana saja dan dapat memicu bencana apabila berinteraksi dengan kondisi-kondisi rentan yang diciptakan manusia (Awotona, 1997). Dampak yang ditimbulkannya begitu besar terjadi secara tiba-tiba, tidak terduga dan tersebar luas. Pada hakekatnya, bahaya alam adalah sebuah ancaman yang memiliki potensi menimbulkan gangguan dan kerusakan terhadap kehidupan manusia dan lingkungannya. Walaupun bersifat alamiah, lantas kita hanya dapat pasrah dengan tanpa melakukan usaha, seolah menerima sebagai sebuah takdir hidup. Boleh jadi, peristiwa bahaya alam tidak dapat dicegah karena memang merupakan proses alami tetapi setidaknya kita dapat menghindari dampak yang ditimbulkannya. Sejarah membuktikan manusia yang dibekali akal dan pikiran oleh Sang Pencipta mampu mengeksplorasi alam agar dapat lebih mengenali dan memahami karakteristik lingkungannya. Salah satu upaya didalam mengenali dan memahami bahaya alam tersebut adalah melakukan penilaian bahaya (hazard assessment). Cara efekif penilaian bahaya adalah melakukan pemetaan bahaya yang ditujukan untuk mengetahui jenis, sifat, keluasan daerah pengaruh, waktu dan durasi dampak yang ditimbulkan, menghasilkan zona-zona bahaya yang merupakan dasar bagi kegiatan mitigasi bencana. Parameter lain yang ikut menentukan apakah sebuah ancaman bahaya alam tersebut akan menimbulkan bencana bagi kehidupan manusia adalah kerentanan. Kerentanan (vulnerability) merupakan karakteristik individu atau kelompok orang berkenaan dengan kapasitasnya untuk mengantisipasi, mengatasi, bertahan dan pulih dari dampak ancaman bahaya (Blaikie et al, 1994). Kerentanan dibentuk dan dihasilkan oleh manusia, sifatnya yang dinamis lebih banyak ditentukan oleh faktor

manusianya meliputi aspek kerentanan fisik, sosial, ekonomi, sistem, lembaga dan sikap yang tidak memikirkan prinsip keberlanjutan, sehingga walaupun jenis ancaman bahaya alam yang sama antar suatu daerah, tetapi tingkat kerentanannya yang berbeda, mengakibatkan dampak yang muncul akan berbeda juga. T. Cannon (1993) mencatat bahwa kompleksitas kerentanan yang tercipta tidak terlepas dari hasil kombinasi antara 3 faktor penting yaitu gender, etnis dan status sosial. Sikap yang tidak memikirkan prinsip keberlanjutan dalam konteks kerentanan dapat ditunjukkan oleh kebijakan pembangunan yang timpang, sehingga atas persoalaan ini praktek-praktek pembangunan justru cenderung melahirkan dan menciptakan bencana (disaster of development and the development of disaster). Guna mengetahui kondisi kerentanan maka diperlukan penilaian kerentanan (vulnerability assessment) terhadap jenis dan tingkat kerentanan berbagai aspek, yang akan memberikan Informasi mengenai aspek mana yang paling rentan apabila suatu ancaman bahaya alam terjadi. Semula bencana hanyalah sebuah resiko yang tidak terkelola yang pada akhirnya melahirkan bencana. Atau bencana terjadi ketika sumberdaya dan kapasitas yang tersedia tidak mampu lagi menghadapi ancaman bahaya yang menyebabkan kerugian materi bahkan korban jiwa manusia. Bencana (risk of disaster) merupakan interaksi antara bahaya alam dan kondisi rentan (Blaikie et al, 1994). Rumusan sederhana tentang bencana ini adalah Bencana (Risk) = Bahaya (Hazard) x Kerentanan (Vulnerability) Rumusan di atas memberikan pengertian bahwa sebuah ancaman bahaya tidak akan serta merta menimbulkan bencana. Atau tidak akan ada bencana (risk) jika ada bahaya (hazard) tapi kerentanan (vulnerability)

tidak ada, begitu pula sebaliknya jika ada kerentanan tapi bahaya tidak terjadi. Dengan demikian, parameter bencana meliputi ancaman berupa bahaya alam dan kerentanan. Mengingat kerentanan merupakan parameter internal yang tercipta dan berasal dari manusia, maka upaya yang dapat dilakukan untuk mengurangi tingkat resiko bencana adalah dengan mengurangi tingkat kerentanan. Pengurangan tingkat kerentanan ini dilakukan dengan meng-introdus, me-modifikasi dan me-rekayasa terhadap komponen yang terdapat pada setiap aspek kerentanan meliputi fisik, sosial, ekonomi, sistem dan kelembagaan. Nilai sebuah resiko bencana akan ditentukan oleh nilai bahaya dan kerentanan yang masingmasing merupakan hasil proses penilaian bahaya dan kerentanan. Pengelolaan Resiko Bencana Istilah disaster management seringkali digunakan dalam kerangka pengelolaan resiko bencana (disaster risk management). Secara konsepsi, banyak tulisan yang membahas tentang pengelolaan bencana. Namun terlepas dari semua itu, penulis lebih nyaman menggunakan istilah pengelolaan resiko bencana yang menekankan pengelolaan dilakukan terhadap resiko (risk) dalam mereduksi bahkan menghindari kerugian atau kerusakan yang ditimbulkan oleh suatu ancaman bahaya. Pada dasarnya, pengelolaan dimaksud merupakan suatu proses dinamis yang berhubungan dengan planning, organizing, staffing, leading dan controlling, melibatkan banyak pihak yang harus bekerja bersama-sama dalam pelaksanaannya. Mengacu pada istilah yang digunakan oleh Nick Carter (1991) bahwa pengelolaan resiko bencana merupakan sebuah pengetahuan praktis berupa pengamatan dan analisis terhadap bencana secara sistematis yang ditujukan untuk meningkatkan tindakan-tindakan berhubungan dengan pencegahan (prevention), mitigasi (mitigation),

kesiapsiagaan (preparedness), tanggap darurat (emergency response), pemulihan (recovery) dan pembangunan (development). Dalam konsepsinya, hubungan masing-masing tindakan digambarkan sebagai sebuah siklus pengelolaan resiko bencana (lihat gambar) yang tidak terhenti pada satu tindakan, secara garis besar meliputi tindakan yang dilakukan pada tahap sebelum bencana, bencana dan setelah bencana.

Gambar Siklus Pengelolaan Resiko Bencana (Carter, 1991)

Apabila kita penganut paham pembangunan berkelanjutan, maka pengelolaan resiko bencana di atas merupakan salah satu konsepsi yang berpegang erat pada prinsip-prinsip berkesinambungan dan berkelanjutan. Ketika suatu wilayah terkena bencana, langkah pertama yang dilakukan adalah tindakan tanggap darurat dengan memberikan pertolongan berupa penyediaan bahan makanan darurat, bantuan kesehatan, evakuasi, SAR dan sebagainya, dilanjutkan dengan tindakan pemulihan yang ditujukan untuk mengembalikan kondisi pada tingkat keberfungsian normal bersifat sementara (jangka pendek) meliputi kegiatan restorasi, rehabilitasi dan rekonstruksi, serta tindakan pembangunan infrastruktur yang bersifat jangka panjang dan dilakukan dengan prinsip pembangunan berorientasi bencana (development based disaster). Tindakan-tindakan di atas (tahap bencana dan pasca bencana), ditindaklanjuti oleh tindakan-tindakan pada tahap pra bencana. Pada tahap ini, tindakan yang dilakukan lebih kepada bagaimana upaya antisipatif kita dalam menghadapi kemungkinan dampak merugikan yang akan muncul apabila sebuah bahaya alam mengancam dan terjadi di kemudian hari, ditujukan untuk memberikan perlidungan kepada manusia dan propertinya (aset pembangunan). Tindakan pada tahap pra bencana berupa tindakan pencegahan (prevention) seperti membuat peraturan yang melarang masyarakat membangun pada daerah rawan bencana, tindakan mitigasi (mitigation) yang dapat dilakukan secara struktural yang merupakan tindakan berhubungan dengan rekayasa teknis, maupun

non struktural seperti tindakan dalam kerangka hukum, pembentukan kapasitas (capacity building), program pendidikan dan kesadaran publik (public awareness), serta melakukan tindakan kesiapsiagaan (preparedness) seperti penyiapan sistem peringatan dini (early warning system) yang memungkinkan bagi setiap orang melakukan respon terhadap situasi bencana secara cepat dan efektif. Pengelolaan resiko bencana sebagai sebuah sistem mengharuskan penanganan yang menyeluruh dan terintegrasi mulai dari perencanaan, pelaksanaan dan pemantauannya yang berkesinambungan, memerlukan komitmen kuat dari berbagai komponen (masyarakat, pemerintah). Tidak berjalannya satu fungsi akan mengakibatkan terganggunya sistem secara keseluruhan. Dari sekian tindakan yang dilakukan dalam kerangka pengelolaan resiko bencana, tindakan pada pra bencana merupakan tindakan yang paling efektif bagi kepentingan mereduksi bahkan menghindari kerugian yang ditimbulkan oleh sebuah ancaman bahaya. Twigg (2001) memberi proporsi 1:7, di mana investasi 1 $US untuk mitigasi bencana demi mencegah kerugian ekonomi 7 $US. Tentunya, nilai tersebut bukanlah sesuatu hal yang mahal dan sulit untuk dilaksanakan apabila kita komparasikan dengan nyawa manusia yang harus hilang akibat dampak dari sebuah bencana. Pada prakteknya, investasi untuk mitigasi bencana ini menjadi hal penting dan mendesak sebagai variable yang harus dimasukkkan pada saat melakukan proses-proses pembangunan. Penutup Bencana merupakan hasil interaksi dari ancaman bahaya (hazard) dan kerentanan (vulnerability), yang pada hakekatnya terjadi karena tidak

terkelolanya resiko. Pengelolaan resiko bencana dalam rangka mereduksi bahkan meniadakan dampak yang ditimbulkan oleh sebuah ancaman bahaya dapat dilakukan dengan mengurangi tingkat kerentanan yang ditujukan untuk membangun kapasitas (capacity building) sehingga dapat menekan tingkat resiko. Proses-proses pembangunan haruslah mampu mengintegrasikan pengelolaan resiko bencana dan sebaliknya, pengelolaan resiko bencana merupakan bagian dari upaya menuju pembangunan berkelanjutan. Dilandasi oleh pemahaman bahwa kita hidup bersama di tengah-tengah ancaman bahaya (living with hazard) dan tidak lagi bermimpi hidup bebas dari bahaya (free from hazard). Semoga konsep-konsep pembangunan yang berorientasi mitigasi bencana seperti penyusunan tata ruang berbasis geologi, mitigasi bencana berbasis komunitas, dll, dapat dilaksanakan secara konsisten dengan komitmen yang kuat dari berbagai komponen.

Artikel dari Dinas Pertambangan dan Energi Propinsi Jawa Barat http://www.distamben-jabar.go.id

Anda mungkin juga menyukai