Anda di halaman 1dari 29

BAB I PENDAHULUAN Gangguan pendengaran atau tuli sejak lahir akan menyebabkan gangguan perkembangan bicara, bahasa, kognitif

dan kemampuan akademik. Bila gangguan pendengaran dan ketulian terlambat diketahui tentu hambatan yang akan dihadapi akan lebih besar lagi. Dampak yang merugikan tersebut harus dicegah atau dibatasi melalui program deteksi dini ketulian. Gangguan pendengaran dan ketulian yang dapat dideteksi lebih awal kemudian mendapat habilitasi pendengaran yang memadai akan membuka kesempatan bagi penderita untuk mencapai kemampuan

berkomunikasi yang lebih optimal sehingga lebih mudah berinteraksi dengan lingkungan dan diharapkan mampu mengikuti jalur pendidikan biasa. 1 Anak yang terlalu kecil bukan halangan untuk melakukan penilaian definitif gangguan pendengaran terhadap status fungsi telinga tengah dan sensitifitas koklea serta jalur suara. Kecurigaan terhadap adanya gangguan pendengaran pada anak harus dilakukan secara tepat. Jenis-jenis pemeriksaan pendengaran yang direkomendasikan oleh American Academy of Pediatrics adalah pemeriksaan yang disesuaikan dengan umur anak, anak harus merasa nyaman terhadap situasi pemeriksaan, pemeriksaan harus dilakukan pada tempat yang cukup sunyi dengan gangguan visual dan audio yang minimal. Salah satu uji pendengaran dalam rangka deteksi dini gangguan pendengaran yang sudah lazim sesuai rekomendasi JCIH (The Joint Commitee on Infant Hearing) tahun 2000 adalah dengan pemeriksaan OAE (Otoacoustic Emission).1

1.1.Epidemiologi Gangguan Pendengaran Pendengaran memegang peranan yang sangat penting bagi anak dalam mempelajari bicara dan bahasa, sosialisasi dan perkembangan kognitif. Anak belajar berbicara berdasarkan pada apa yang dia dengar, sehingga gangguan pendengaran yang dialami anak sejak lahir akan mengakibatkan keterlambatan berbicara dan

berbahasa. Suzuki (2004) mengatakan bahwa gangguan pendengaran adalah kecacatan yang tidak kelihatan. Berlainan dengan cacat kelahiran yang lain, gangguan pendengaran mempunyai kesulitan dalam deteksi. Di Amerika Serikat pada kasus gangguan pendengaran yang sedang sampai berat rata-rata dideteksi pada usia 20-24 bulan. Pada kasus gangguan pendengaran yang ringan ditemukan pada usia rata-rata 48 bulan. Bahkan pada kasus gangguan pendengaran yang unilateral baru dapat diidentifikasi pada usia sekolah. 1 Intervensi dini pada gangguan pendengaran dapat memberikan hasil yang lebih baik dalam kemampuan untuk berbicara dan berbahasa. Penanganan gangguan pendengaran yang dini terbaik dilakukan dibawah usia 6 bulan karena akan memberikan hasil intervensi yang optimal. Gangguan pendengaran adalah kasus kelainan bawaan tersering dengan angka kejadian berkisar antara 1 sampai 3 kejadian setiap 1000 kelahiran hidup. Angka tersebut dapat meningkat 10 hingga 50 kali lipat bila dilakukan survei pada kelompok dengan risiko tinggi.Angka kejadian gangguan pendengaran pada neonatus yang diobservasi ketat di Neonatal Intensive Care Unit (NICU) adalah 2,5 setiap 100 bayi risiko tinggi. Suwento (2004) mencatat pada Survey Kesehatan Mata dan Telinga (1994-1996) di Indonesia didapatkan prevalensi gangguan pendengaran adalah 16,8%, tuli 0,4% dan tuli kongenital 0.1%.Selanjutnya data WHO menyebutkan bayi lahir tuli (tuli kongenital) berkisar 0,1-0,2% dengan risiko gangguan komunikasi dan akan menjadi beban keluarga, masyarakat dan bangsa. Dengan angka kelahiran di Indonesia sekitar 2,6% maka setiap tahunnya akan ada 5200 bayi tuli di Indonesia.1

1.2.Prinsip Dasar Pemeriksaan Pendengaran Pada Bayi Dan Anak Pemeriksaan pendengaran pada bayi dan anak harus dapat menentukan :1 a. Jenis gangguan pendengaran (sensorineural, konduktif, campur) b. Derajat gangguan pendengaran (ringan sampai sangat berat)

c. Lokasi kelainan (telinga luar, tengah, dalam, koklea, retrokoklea) d. Ambang pendengaran dengan frekuensi spesifik Pada bayi dibawah 6 bulan masih sulit melakukan pemeriksaan behavioral (Behavioral audiometry, Visual Reinforcement audiometry, play audiometry). Sehingga dipilih pemeriksaan elektrofisiologik yang lebih obyektif seperti BERA (Brainstem Evoked Response Audiometry), Otoacoustic Emission (OAE) dan Impedance Audiometry ( timpanometri, refleks akustik). Skrining pendengaran terhadap kemungkinan gangguan pendengaran/ketulian pada bayi baru lahir, dengan menggunakan prinsip pemeriksaan elektrofisiologik. Pemeriksaan harus bersifat obyektif, praktis, cepat otomatis dan non invasif.1

1.3.Faktor Risiko Terhadap Gangguan Pendengaran/ Ketulian Menurut American Joint Committee on Infant Hearing Statement (1994) pada bayi usia 028 hari beberapa faktor berikut ini harus dicurigai terhadap kemungkinan gangguan pendengaran :2 a. Riwayat keluarga dengan tuli kongenital (sejak lahir) b. Infeksi pranatal : TORCH ( Toksoplasma,Rubela, Cytomegalovirus, Herpes ) c. Kelaianan anatomi pada kepalaleher d. Sindrom yg berhubungan dgn tuli kongenital. e. Berat badan lahir rendah (BBLR) f. Meningitis bakterialis g. Hiperbilirubinemia (bayi kuning) yang memerlukan transfusi h. Asfiksia berat (lahir tidak menangis) i. Pemberian obat ototoksik j. Mempergunakan alat bantu napas /ventilasi mekanik lebih dari 5 hari (ICU) Bila dijumpai 1 faktor risiko terdapat kemungkinan mengalami gangguan pendengaran 10,1 kali lebih besar dibandingkan yang tidak memiliki faktor risiko.Kemungkinan terjadinya ketulian meningkat menjadi 63 kali bila terdapat 3

faktor risiko.Namun beberapa penelitian melaporkan bahwa dari sejumlah bayi yang mengalami ketulian hanya sekitar 40 - 50 % saja yang memiliki faktor risiko.1

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Anatomi Telinga Untuk memahami tentang gangguan pendengaran dan cara pemeriksaan pendengaran, perlu diketahui anatomi telinga dan fisiologi pendengaran. Anatomi telinga terbagi menjadi tiga bagian, yaitu : telinga luar, telinga tengah dan telinga dalam.1

Gambar 1. Anatomi Telinga.

Telinga Luar Telinga luar terdiri dari daun telinga, liang telinga (meatus akustikus eksternus). Daun telinga merupakan suatu lempengan tulang rawan yang berlekuk-lekuk ditutupi oleh kulit dan dipertahankan pada tempatnya oleh otot dan ligamentum. Lekuk daun telinga yang utama adalah heliks dan antiheliks, tragus dan antitragus, dan konka. Konka ini merupakan suatu lekukan menyerupai corong yang menuju meatus. Satusatunya bagian daun telinga yang tidak mengandung tulang rawan ialah lobul. Tulang rawan daun telinga ini berlanjut dengan tulang rawan liang telinga luar.2,4 Liang telinga berbentuk huruf S, dengan rangka tulang rawan pada sepertiga bagian luar, di sepertiga bagian luar kulit liang telinga terdapat banyak kelenjar serumen dan rambut. Kelenjar keringat terdapat pada seluruh kulit liang telinga. Pada dua pertiga bagian dalam terdiri dari tulang. Meatus dibatasi oleh kulit dengan sejumlah rambut, kelenjar sebasea, dan sejenis kelenjar keringat yang telah mengalami modifikasi menjadi kelenjar seruminosa.2,4

Gambar 2. Telinga Luar. Bagian bagian Daun Telinga.3

Telinga Tengah Telinga tengah berbentuk kubus dengan : 2 Batas luar : Membran timpani Batas depan Batas Bawah. Batas belakang Batas atas Batas dalam : Tuba eustachius : Vena jugularis (bulbus jugularis) : Aditus ad antrum, kanalis fasialis pars vertikalis. : Segmen timpani (meningen / otak ) : Berturut-turut dari atas ke bawah kanalis semisirkularis

horizontal, kanalis fasialis, tingkap lonjong (oval window), tingkap bundar (round window) dan promontorium.

Gambar 3. Telinga Tengah.3

Tulang Pendengaran Tulang-tulang pendengaran membentuk suatu sistem pengungkit dan batang yang meneruskan suatu energi mekanis getar ke cairan periotik. Sistem tersebut terdiri dari maleus, inkus, dan stapes. Tulang pendengaran didalam telinga tengah saling berhubungan . Prosesus longus maleus melekat pada membran timpani, maleus

melekat pada inkus dan inkus melekat pada stapes. Stapes terletak pada tingkap lonjong yang berhubungan dengan koklea. pendengaran merupakan persendian.
2,4

Hubungan antar tulang-tulang

Gambar 4. Tulang Pendengaran : Malleus, Incus, Stapes.6

Membran Timpani Membran timpani berbentuk bundar dan cekung bila dilihat dari arah liang telinga dan terlihat oblik terhadap sumbu liang telinga. Membran timpani tersusun oleh suatu lapisan epidermis di bagian luar, lapisan fibrosa di bagian tengah dimana tangkai maleus dilekatkan, dan lapisan mukosa bagian dalam. Pada membran timpani terdapat 2 macam serabut, sirkuler dan radier. Serabut inilah yang menyebabkan timbulnya reflek cahaya yang berupa kerucut. Membran timpani dibagi dalam 4 kuadran dengan menarik garis searah dengan prosesus longus maleus dan garis yang tegak lurus pada garis itu di umbo, sehingga didapatkan bagian atas-depan, atas-

belakang, bawah-depan serta bawah belakang, untuk menyatakan letak perforasi membrane timpani.2,7

Gambar 5. Membran Timpani.8

Tuba Eeustachius Tuba eustachius terbentang dari dinding anterior kavum timpani kebawah, depan, dan medial sampai ke nasopharynx. Sepertiga bagian posterior-nya adalah tulang dan dua pertiga bagian anteriornya adalah cartilago. Tuba berhubungan dengan nasopharing dengan berjalan melalui pinggir atas muskulus constrictor pharynges superior. Tuba berfungsi menyeimbangkan tekanan udara di dalam cavum timpani dengan nasopharing.4,7

Gambar 6. Tuba Eustachius.12

Telinga Dalam Telinga dalam yang bertulang (selubung labirin ) membungkus cairan perilimfa. Cairan perilimfa dihubungksn dengan rongga subaraknoid oleh duktus perilimfatikus. Labirin selaput berisi endolimfa, yang diproduksi oleh striavaskularis.3 Telinga dalam terdiri dari koklea (rumah siput) yang berupa dua setengah lingkaran dan vestibuler yang terdiri dari 3 buah kanalis semisirkularis. Ujung atau puncak koklea disebut holikotrema, menghubungkan perilimfa skala timpani dengan skala vestibuli. Oleh tulang lamina spiralis dan duktus koklearis. 2

10

Gambar 7. Telinga Dalam.9 Kanalis semisirkularis saling berhubungan secara tidak lengkap dan

membentuk lingkaran yang tidak lengkap. Sisa ruang di dalam kanalis semisirkularis diselingi oleh trabekula yang mempunyai arachnoid dan tersebar jarang, dan melalui trabekula ini bersirkulasi cairan periotik. 2,7 Pada irisan melintang koklea tampak skala vestibuli sebelah atas, skala timpani sebelah bawah dan skala media (duktus koklearis) diantaranya. Skala vestibuli dan skala timpani berisi perilimfa, sedangkan skala media berisi endolimfa. Dasar skala vestibuli disebut sebagai membran vestibuli (Reissners membrane) sedangkan dasar skala media adalah membran basalis. Terletak di atas membran basalis dari basis ke apeks adalah organ korti, yang mengandung organel-organel penting untuk mekanisme saraf perifer pendengaran. 2,7

Gambar 8. Histologi dari telinga bagian dalam

11

Organ korti terdiri dari satu baris sel rambut dalam dan tiga baris sel rambut luar. Sel-sel indera berhubungan dengan membran tektoria. Membran tektoria

disekresi dan disokong oleh suatu panggung yang terletak di medial disebut sabagai limbus. 3,7

Gambar 9. Alat corti. Sel-sel rambut tergantung pada bagian horizontal dari suatu jungkat-jangkit
yang dibentuk oleh lamina retikularis dan sel pillar luar dan dalam.

Bagian vestibulum telinga dalam dibentuk oleh sakulus, urtikulus dan kanalis semisirkularis. Utrikulus dan sakulus mengandung makula yang diliputi oleh sel-sel rambut. Sakulus berhubungan dengan urtikuls melalui suatu duktus sempit yang juga merupakan saluran menuju sakus endolimfatikus. Makula urtikulus terletak pada bagian yang tegak lurus terhadap makula sakulus. Ketiga kanali semisirkularis bermuara pada urtikulus. kupula gelatinosa. 3 Masing-masing kanalis mempunyai suatu ujung yang

melebar membentuk ampula dan mengandung sel-sel rambut menonjol pada suatu

2.2

Fisiologi Pendengaran Pendengaran adalah persepsi saraf mengenai energi suara.Reseptor-reseptor

khusus untuk suara terletak di telinga dalam yang berisi cairan. Dengan demikian, gelombang suara hantaran udara harus disalurkan ke arah dan dipindahkan ke telinga dalam, dan dalam prosesnya melakukan kompensasi terhadap berkurangnya

12

energi suara yang terjadi secara alamiah sewaktu gelombang suara berpindah dari udara ke air. Fungsi ini dilakukan oleh telinga luar dan telinga tengah.10 Daun telinga mengumpulkan gelombang suara dan menyalurkannya ke

saluran telinga luar.Membran timpani, yang teregang menutupi pintu masuk ke telingatengah, bergetar sewaktu terkena gelombang suara. Daerah-daerah gelombang suara yang bertekanan tinggi dan rendah berselang-seling menyebabkan gendang telinga yang sangat peka tersebut menekuk keluar-masuk seiramadengan frekuensi gelombang suara.4 ,
10

Telinga tengah memindahkan gerakan bergetar membran timpani kecairan di telinga dalam. Pemindahan ini dipermudah oleh adanya rantai yang terdiri dari tiga tulang yang dapat bergerak atau osikula (maleus, inkus, dan stapes) yang berjalan melintasi telinga tengah. Tulang pertama : maleus, melekat ke membran timpani, dan tulang terakhir, stapes, melekat ke jendela oval, pintu masuk ke koklea yang berisi cairan. Ketika membrana timpani bergetar sebagai respons terhadap gelombang suara, rantai tulang-tulang tersebut juga bergerak dengan frekuensi sama, memindahkan frekuensi gerakan tersebut dan membrane timpani ke jendela oval. Setiap getaran yang dihasilkan menimbulkan gerakan seperti gelombang pada cairan telinga dalam dengan frekuensi yang sama denganfrekuensi gelombang suara semula.
2,4,7,10

Gerakan stapes yang menyerupai piston terhadap jendela oval menyebabkan timbulnya gelombang tekanan. Ketika stapes bergerak mundur dan menarik jendela oval ke luar ke arah telinga tengah, perilimfe mengalir dalam arah berlawanan, mengubah posisi jendelabundar ke arah dalam. Jalur ini tidak menyebabkan timbulnya persepsi suara tetapi hanya menghamburkan tekanan.8 , 1 0 Transmisi gelombang suara melalui gerakan cairan di dalam perilimfe yang ditimbulkan oleh getaran jendela oval yang mengikuti dua jalur: (1) melalui skalavestibuli, mengitari helikotrema, dan melalui skala timpani, yang menyebabkan jendela bundar bergetar. (2) skala vestibuli melalui membran basilaris ke skala

13

timpani. Jalur pertama hanya menyebabkan penghamburan energi suara, tetapi jalur kedua mencetuskan pengaktifanreseptor untuk suara dengan membengkokkan

rambut di sel-sel rambut sewaktuorgan corti pada bagian atas membrana basilaris bergetar,mengalami perubahan posisi terhadap membrana tektorial di atasnya. 2 , 7 , 1 0 Organ Corti, yang terletak di atas membran basilaris, di seluruh panjangnya mengandung sel-sel rambut, yang merupakan reseptor untuk suara. Sel-sel rambut menghasilkan sinyal saraf, jika rambut di permukaannya secara mekanis mengalami perubahan bentuk berkaitan dengan gerakan cairan di telinga dalam. Rambut-rambut ini secara mekanis terbenam di dalammembrana tektorial, suatu tonjolan mirip tendarumah yang menggantung diatas, di sepanjang organ Corti.10 Sel-sel rambut adalah sel reseptor khusus yang berkomunikasi melalui sinaps kimiawi dengan ujung-ujung serat saraf aferen yang membentuk saraf auditorius (koklearis). Depolarisasi sel-sel rambut (sewaktu membran basilaris bergeser ke atas) meningkatkan kecepatan pengeluaran zat perantara mereka, yang menaikkan kecepatan potensial aksi di serat-serat aferen.Sebaliknya, kecepatan pembentukan potensial aksi berkurang ketika sel-sel rambut mengeluarkan sedikit zat perantara karena mengalami hiperpolarisasi (sewaktu membrana basilaris bergerak ke bawah).2 , 7 , 1 0 Dengan demikian, telinga mengubah gelombang suara di udaramenjadi gerakan-gerakan berosilasi membrana basilaris yang membengkokkan pergerakan maju-mundur rambut-rambut di sel reseptor.Perubahan bentuk mekanis rambutrambut tersebut menyebabkan pembukaan dan penutupan(secara bergantian) saluran di sel, reseptor, yang menimbulkan perubahan potensial sehingga mengakibatkan perubahan kecepatan pembentukan potensial aksi yang merambat ke otak. Dengan cara ini, gelombang suara diterjemahkan dipersepsikan oleh otak sebagai sensasi suara. menjadi sinyal saraf yang dapat
4,8,10

14

2.3 Otoacoustic Emission (OAE) 2.3.1 Definisi OAE Otoacoustic Emission atau OAE pertama kali ditemukan oleh Gold pada tahun 1948 dan diperkenalkan oleh Kemp pada tahun 1978. OAE merupakan suara dengan intensitas rendah yang diproduksi oleh koklea baik secara spontan atau menggunakan stimulus yang disebabkan oleh gerakan sel-sel rambut luar di telinga bagian dalam. Gerakan-gerakan ini adalah hasil mekanisme sel yang aktif, yang dapat terjadi baik secara spontan, maupun oleh rangsangan bunyi dari luar.11,12 OAE merupakan skrining pendengaran yang dilakukan untuk mengetahui fungsi rumah siput di telinga dalam dan hasilnya merupakan respons koklea yang dipancarkan dalam bentuk energi akustik, namun tidak dapat memberikan informasi tentang derajat gangguan pendengaran seorang bayi atau anak. Fungsi koklea selain menerima suara, juga menghasilkan energi akustik. Energi akustik yang dihasilkan berupa suara dengan intensitas rendah, dapat timbul secara spontan atau merupakan respons terhadap rangsangan akustik.12,13

Gambar 11. Contoh alat OAE.14

15

OAE adalah suatu teknik pemeriksaan koklea yang relatif baru, berdasarkan prinsip elektrofisiologik yang obyektif, cepat, mudah,otomatis, non invasif, dengan sensitivitas mendekati 100%. Pemeriksaan OAE dikatakan objektif karena dapat langsung mengetahui fungsi koklea. Keuntungan lain OAE tidak terbatas pada umur, bahkan dapat dilakukan pada neonatus, tidak memerlukan waktu lama, tersedia alat portable. Kelemahannya dipengaruhi oleh bising lingkungan, kondisi telinga luar dan tengah, kegagalannya pada 24 jam pertama kelahiran cukup tinggi, serta harga alat relatif mahal.12,13,15

2.3.2

Tujuan Pemeriksaan OAE Tujuan utama pemeriksaan OAE adalah guna menilai keadaan koklea,

khusunya fungsi sel rambut. Hasil pemeriksaan dapat berguna untuk:16 a. Skrining pendengaran (khususnya pada neonatus, infant atau individu dengan gangguan perkembangan) b. Memperkirakan sensitivitas pendengaran dalam rentang tertentu c. Membedakan gangguan sensori dan neural pada gangguan pendengaran sensorineural d. Pemeriksaan pada gangguan pendengaran fungsional (berpura-pura).

Pemeriksaan dapat dilakukan pada pasien yang sedang tidur, bahkan pada keadaan koma, karena hasil pemeriksaan tidak memerlukan respon tingkah laku. Syarat-syarat untuk menghasilkan OAE:16

2.3.3

a. liang telinga luar tidak obstruksi b. menutup rapat-rapat liang telinga dengan probe c. posisi optimal dari probe d. tidak ada penyakit telinga tengah e. sel rambut luar masih berfungsi

16

f. pasien kooperatif g. lingkungan sekitar tenang

2.3.4

Cara kerja OAE OAE bertujuan menilai apakah koklea berfungsi normal, terutama fungsi sel

rambut. Suara yang berasal dari dunia luar diproses oleh koklea menjadi stimulus listrik, selanjutnya dikirim ke batang otak melalui saraf pendengaran. Sebagian energi bunyi tidak dikirim ke saraf pendengaran melainkan kembali menuju liang telinga. Produk sampingan koklea ini kemudian disebut sebagai emsisi otoakustik (Otoaccoustic emission). Koklea tidak hanya menerima dan memproses bunyi tetapi dapat juga memproduksi energi bunyi dengan intensitas rendah yang berasal dari sel rambut luar koklea.12,14 OAE merupakan respon akustik nada rendah terhadap stimulus bunyi dari luar yang tiba di sel sel rambut luar (outer hair cells/ OHCs ) koklea. Telah diketahui bahwa koklea berperan sebagai organ sensor bunyi dari dunia luar. Di dalam koklea bunyi akan dipilah-pilah berdasarkan frekuensi masing-,masing, setelah proses ini maka bunyi akan diteruskan ke sistim saraf pendengaran dan batang otak untuk selanjutnya dikirim ke otak sehingga bunyi tersebut dapat dipersepsikan.12,14,17 Kerusakan yang terjadi pada sel-sel rambut luar, misalnya akibat infeksi virus, obat obat ototoksik, kurangnya aliran darah yang menuju koklea menyebabkan OHCs tidak dapat memproduksi OAE. OAE tidak muncul pada hilangnya pendengaran lebih dari 30-40 dB.14,16 Pemeriksaan OAE dilakukan dengan cara memasukkan suatu probe ke dalam liang telinga luar. Dalam probe tersebut terdapat mikrofon dan pengeras suara (loudspeaker) yang berfungsi memberikan stimulus suara. Mikrofon berfungsi menangkap suara yang dihasilkan koklea setelah pemberian stimulus. Sumbat telinga dihubungkan dengan komputer untuk mencatat respon yang timbul dari koklea.14,16,18

17

Cara kerja alat ini dengan memberikan stimulus bunyi yang masuk ke liang telinga melalui insert probe, dengan bagian luarnya dilapisi karet lunak (probe tip) yang ukurannya dapat dipilih sesuai besarnya liang telinga, menggetarkan gendang telinga, selanjutnya melalui telinga tengah akan mencapai koklea. Saat stimulus bunyi mencapai OHC koklea yang sehat, OHC akan memberikan respon dengan memancarkan emisi akustik yang akan dipantulkan ke arah luar (echo) menuju telinga tengah dan liang telinga. Emisi akustik yang tiba di liang telinga akan direkam oleh mikrofon mini yang juga berada dalam insert probe, selanjutnya diproses oleh mesin OAE sehingga hasilnya dapat ditampilkan pada layar monitor mesin OAE.17,18 Analisa gelombang OAE dilakukan berdasarkan perhitungan statistik yang menggunakan program komputer. Hasil pemeriksaan disajikan berdasarkan ketentuan pass refer criteria, maksudnya pass bila terdapat gelombang OAE dan refer bila tidak ditemukan gelombang OAE. Pemeriksaan OAE dapat dilakukan di ruang biasa yang cukup tenang sehingga tidak memerlukan ruang kedap suara (sound proof room). Juga tidak memerlukan obat penenang (sedatif) asalkan bayi/ anak tidak terlalu banyak bergerak.17,18

18

. Gambar 12.Transient Evoked OAE (TEOAE).17,18

2.3.5

Analisa dan Interpretasi pemeriksaan OAE Prinsip pemeriksaan OAE adalah mengukur emisi yang dikeluarkan oleh

telinga saat suara menstimulasi koklea. Teknik ini sensitif untuk mengetahui kerusakan pada sel rambut luar, dapat pula digunakan untuk memeriksa telinga tengah dan dalam. Walaupun amplifikasi suara yang diproduksi oleh sel rambut luar di dalam koklea bisa setinggi 50 dB, namun energi sisa yang mencapai kanal telinga (OAE) normalnya berkisar 0-15 dB.12 Ada 3 langkah umum dalam menganalisa OAE. Langkah pertama yakni memverifikasi kondisi pengukuran yang adekuat, khususnya pada level suara yang rendah (biasanya kurang dari -10dB) untuk dapat menghasilkan deteksi aktivitas OAE yang meyakinkan dan tingkat intensitas stimulus pada kanal telinga sebaiknya mendekati level yang ditargetkan. Langkah berikutnya dalam analisa data adalah mempertimbangkan apakah OAE yang timbul dapat diterima yakni apakah amplitudo OAE melebihi level suara 6 dB atau lebih pada frekuensi pemeriksaan. Langkah

19

terakhir, ketika perbedaan antara amplitudo OAE dan tingkat kebisingan 6 dB, hasil dianalisa dengan cermat untuk daerah normal yang sesuai dari amplitudo OAE.12 Aplikasi utama dari pemeriksaan OAE yakni skrining pada pasien dengan resiko gangguan pendengaran. Hasil skrining OAE ini secara umum digambarkan sebagai pass atau refer. Jika terdapat gelombang OAE ( 6 dB diatas tingkat kebisingan) untuk frekuensi pemeriksaan yang paling banyak maka bayi dapat melewati tes OAE (pass), yang berarti bayi tersebut tidak mengalami gangguan pendengaran. Namun walaupun terdapat OAE tidak selalu menggambarkan sensivitas pendengaran yang normal, hasil pass mengeliminasi hilangnya pendengaran pada tingkat yang serius. Jika tidak ditemukan gelombang OAE berarti ada gangguan pendengaran (refer). Hasil refer perlu dilihat sebagai faktor resiko hilangnya

pendengaran yang dapat mempengaruhi komunikasi, sehingga pasien dengan hasil pemeriksaan refer dianjurkan untuk dilakukan tes lanjutan.12,17 Pemeriksaan OAE dapat menentukan penilaian klinik telinga perifer/jalur preneural, namun tidak dapat memeriksa adanya gangguan saraf pendengaran atau respon otak/jalur neural terhadap suara. OAE dipengaruhi oleh verniks kaseosa, debris, dan kondisi telinga tengah (cavum tympani). Neonatus usia kurang dari 24 jam liang telinga terisi verniks kaseosa yang akan keluar dalam 24-48 jam setelah lahir, sehingga hasil refer 5-20% bila skrining dilakukan 24 jam setelah lahir.17,18 Angka refer <3% dicapai bila skrining dilakukan usia 24-48 jam karena perjalanan stimulus bunyi menuju koklea maupun emisi akustik yang dipancarkan oleh koklea ke liang telinga harus melewati telinga tengah; maka sebelum pemeriksaan OAE harus dipastikan bahwa telinga tengah dalam kondisi normal dengan pemeriksaan timpanometri agar dapat dipastikan bahwa hasil tes OAE akurat atau tidak. Selama hasil timpanometri adalah normal, maka hasil tes OAE dapat dipercaya. Tetapi jika dari hasil tes timpanometri menunjukkan adanya gangguan di telinga tengah, maka hasil tes OAE kurang akurat.18,19

20

Faktor lain yang mempengaruhi hasil tes OAE yaitu ukuran probe (harus sesuai dengan ukuran liang telinga), posisi penempatan probe (tidak ada kebocoran atau celah udara dan posisi probe harus lurus ke arah gendang telinga) serta kebisingan eksternal maupun internal.16,17

Gambar 13. Contoh Hasil Tes Pemeriksaan OAE.12,14

Pemeriksaan OAE sensitif untuk mengetahui adanya kerusakan pada disfungsi outer haircell pada koklea. Pemeriksaan OAE juga cukup efektif sebagai alat screening karena selain sensitif juga cukup murah. Minesota Newborn Hearing Screening Program memakai OAE sebagai standar pemeriksaan awal, apabila didapatkan abnormalitas baru diperiksa dengan ABR. Otoacoustic Emission atau OAE merupakan skrining pendengaran secara obyektif, namun tidak dapat memberikan informasi tentang derajat gangguan pendengaran seorang bayi atau anak.18,19

21

2.3.6

Jenis Pemeriksaan OAE OAE dibagi menjadi 3 (tiga) jenis, yakni:11,14,15

1. Spontaneous OAE (SFOAE) Merupakan respon yang dibangkitkan oleh nada murni yang panjang dan terus menerus, jenis ini tidak mempunyai arti klinis, dan jarang digunakan. Stimulus ini biasa diukur dalam frekuensi yang sempit ( < 30 Hz) yang diukur dalam saluran telinga eksternal. 2. Transient Evoked OAE (TEOAE) Untuk memperoleh emisi TEOAE digunakan stimulus bunyi click yang onsetnya sangat cepat (milidetik) dengan intensitas sekitar 40 desibel. Secara otomatis akan diperiksa 46 jenis frekuensi. Spektrum frekuensi yang dapat diperiksa TEOAE adalah 500 - 4500 Hz untuk orang dewasa dan 50006000 Hz pada bayi. TEOAE tidak terdeteksi pada ketulian >40 dB. Bila TEOAE pass berarti tidak ada ketulian koklea, sebaliknya bila TEOAE reffer berarti ada ketulian koklea lebih dari 40 dB. Umumnya hanya digunakan untuk skrining pendengaran bayi/anak. 3. Distortion Product OAE (DPOAE) Mempergunakan 2 buah stimulus bunyi nada murni sekaligus, yang berbeda frekuensi maupun intensitasnya. Spektrum frekuensi yang dapat diperiksa lebih luas dibandingkan dengan TEOAE, dapat mencapai frekuensi tinggi (10.000 Hz). DPOAE (+BERA) digunakan untuk mendiagnosis auditori neuropati, monitoring pemakain obat ototoksik dan pemaparan

bising,menentukan prognosis tuli mendadak (sudden deafness) dan gangguan pendengaran lainnya yang disebabkan oleh kelainan koklea.

22

Gambar 14 Distortion Product OAE11

2.3.7

Aplikasi klinis pemeriksaan OAE Aplikasi klinis dari pemeriksaan OAE terfokus untuk identifikasi gangguan

sensorineural perifer, walaupun diketahui bahwa kelainan di telinga luar dan telinga tengah sangat mempengaruhi transmisi hantara suara.11,12 Pemeriksaan OAE secara klinis dapat dibagi dalam beberapa kategori yaitu:11,12 a. Aplikasi klinis pada anak 1) Skrining pendengaran bayi baru lahir 2) Diagnostik audiologi pediatric

23

3) Monitoring ototoksik 4) Pengukuran gangguan proses auditori 5) Pengukuran kemungkinan tuli fungsional (nonorganic) b. Aplikasi klinis pada dewasa 1) Deteksi dini dari disfungsi koklear akibat bising 2) Monitoring siklus koklear pada potensial ototoksik 3) Membedakan disfungsi koklear dengan retrokoklear 4) Pengukuran kemungkinan tuli fungsional (nonorganic) 5) Konfirmasi adanya disfungsi koklear pada pasien dengan tinitus

Gambar 15 Penggunaan OAE.12 Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi OAE:12

2.3.8

a. Non patologi 1) Kesalahan meletakkan probe 2) Serumen yang menghalangi probe 3) Debris atau benda asing pada liang telinga 4) Vernix caseosa pada neonatus 5) Pasien yang tidak kooperatif

24

b. Patologi 1) Telinga luar : a) Stenosis b) Otitis eksterna c) kista 2) Membran timpani : perforasi 3) Telinga tengah a) Tekanan telinga tengah yang abnormal b) Otosklerosis c) Disartikulasi telinga tengah d) Kolesteatoma e) Kista f) Otitis media 4) Koklea a) Pemaparan obat-obat ototoksik atau pemaparan bising b) Patologi koklear lainnya 2.3.9. Kondisi-kondisi yang menggambarkan abnormal OAE: 11,15 a. b. c. d. Tinnitus Paparan bunyi bising yang berlebihan Ototoksik Kelainan vestibuler

2.3.10. Kondisi-kondisi yang menyebabkan normal OAE:11 a. Kehilangan pendengaran fungsional b. Autism c. Neuropati pendengaran d. Kerusakan pada sel rambut dalam tapi tidak pada sel rambut luar

25

BAB III KESIMPULAN

Gangguan pendengaran dapat terjadi pada semua manusia, terutama di zaman sekarang dengan lingkungan yang mempunyai tingkat kebisingan tinggi dari industri music, lalu lintas, gaya hidup dan sebagainya. Umumnya gangguan pendengaran terjadi secara perlahan dan tanpa disadari pada awalnya. Antara 30% dan 35% dari individu di atas usia 65 mengalami gangguan pendengaran yang memadai untuk memerlukan alat bantu dengar. 40% dari masyarakat di atas usia 75 mengalami gangguan pendengaran. Gangguan pendengaran pada masa bayi akan menyebabkan gangguan bicara, berbahasa, kognitif, masalah sosial, dan emosional. Identifikasi gangguan pendengaran secara dini dan intervensi yang sesuai sebelum usia 6 bulan terbukti dapat mencegah segala konsekuensi tersebut. The Joint Committee on Infant Hearing tahun 1994 merekomendasikan skrining pendengaran neonatus harus dilakukan sebelum usia 3 bulan dan intervensi telah diberikan sebelum usia 6 bulan. Untuk mendeteksi gangguan pendengaran terdapat banyak jenis pemeriksaan salah satunya yang kini berkembang dengan kemajuan teknologi yaitu pemeriksaan pendengaran objektif dengan menggunakan alat yang relatif aman dan mudah digunakan salah satunya alat emisi otoakustik (OAE) yang saat ini merupakan pemeriksaan baku emas terutama bagi anak-anak. OAE merupakan skrining pendengaran yang dilakukan untuk mengetahui fungsi rumah siput di telinga dalam dan hasilnya merupakan respons koklea yang dipancarkan dalam bentuk energi akustik, namun tidak dapat memberikan informasi tentang derajat gangguan pendengaran seorang bayi atau anak. Teknik pemeriksaan OAE bersifat obyektif, cepat, mudah, otomatis, non invasif, dengan sensitivitas mendekati 100%. Pemeriksaan OAE dikatakan objektif karena dapat langsung mengetahui fungsi koklea. Dengan demikian, pemeriksaan OAE diharapkan dapat

26

mencegah ketulian ke tingkat yang lebih parah lagi dan habilitasi menggunakan alat bantu dengar juga dapat dilakukan sesegera mungkin.

27

DAFTAR PUSTAKA

1.

Santoso HA; Ekorini, HS; Wiyadi MS. Deteksi Dini Gangguan fungsi Outer hair Cell Cochlea Berdasarkan pemeriksaan Transient Evoked Otoakustik Emissions serta Analisis Faktor Risiko Tinggi pada Bayi Pasca Perawatan di Ruang Intermediet IRNA IKA RSUD dr. Soetomo. SMF Ilmu Kesehatan THT FK UNAIR. 2009.

2.
3.

Boies, adams. Buku Ajar Penyakit THT .Edisi 6. Penerbit : EGC. Jakarta. 1997.
Ear: Structure of The Human Ear. In: Encyclopedia Brittanica Online. Available from: URL: http://www.britannica.com/EBchecked/media/530/Structure-of-the-human-ear. Acessed: August, 4th 2013.

4.

Arsyad Soepardi, Efiaty; Nurbaiti Iskandar, Jenny Bashiruddin, Ratna Dwi Resuti. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung TenggorokanKepala & Leher; Edisi keenam. Balai Penerbit FKUI. Jakarta. 2007.

5.

Medicalook.

Middle

Ear

Anatomy.

Available

from

http://www.medicalook.com/human_anatomy/organs/Middle_ear.html. 2007. [Di akses pada tanggal 31 juli 2013] ; 6. Rnceus. Middle Ear Anatomy. [Di akses pada tanggal 3 juli 2013]; Available from http://www.rnceus.com/otitis/otimid.htm8. 2008. 7. Dorland. Tympanic Membrane. [Di akses pada tanggal 31 juli 2013]; http://medical-dictionary.thefreedictionary.com/tympanic+membrane. 2007. 8. Hall, John E. Guyton., Hall . Textbook of Medical Physiology. Publisher: Saunders. 2010.

9. Dorland. Eustachian Tube.[ Di akses pada tanggal 31 juli 2013]; Available from http://medical-dictionary.thefreedictionary.com/eustachian+tube. 2007. 10. Sherwood Laurale. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Edisi 2.Penerbit: EGC. Jakarta . 2006. 11. Trihandani, Okti. Gambaran Hasil Pemeriksaan Emisi Otoakustik sebagai Skrining Pendengaran Bayi Baru Lahir di RSUP. H.Adam Malik Medan dan

28

Balai Pelayanan Kesehatan Dr. Pringadi Medan. Tesis. Program Pendidikan Dokter Spesialis THT-BKL USU. 2009. 12. Hall, James W. A Guide to Otoacoustic Emissions (OAE) for Otolaryngologists. Maico. 2009. 13. Rundjan, Lily; dkk. Skrining Gangguan Pendengaran pada Neonatus Risiko Tinggi. Sari Pediatri, Vol.6, No.4, Maret 2005. P. 149-154. 14. Smith, Steven D. A Guide to Otoacoustic Emissions (OAE) for Physicians. Maico Diagnostics. Alabama. 2005. 15. Campbell K.C.M. Otoacoustic Emissions. Department of Surgery, Division of Otolaryngology, Southern Illionis University School of medicine. 2006. (http://emedicine.medscape.com/article/835943-overview#showall.) Diakses 31 Juli 2013. 16. Sjarifuddin; Bashiruddin, Jenny; Alviandi, Widayat. Tuli Koklea dan tuli Retrokolea. Dalam Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung tenggorok kepala dan leher. Edisi keenam. FKUI. 2007. 17. Suwento, Ronny; Zizlavsky, Semiramis; Hendarmin, Hendarto. Gangguan Pendengaran pada Bayi dan Anak. Dalam Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung tenggorok kepala dan leher. Edisi keenam. FKUI. 2007. 18. Suwento, Ronny. Deteksi Dini Gangguan Pendengaran / Ketulian.

(http://ketulian.com/v1/web/index.php?to=article&id=7). Diakses: 31 juli 2013. 19. Ghanie, Abla. Aditiawati. Pentingnya Deteksi Dini Pendengaran dan Intervensinya. In Clinical Approaches and Intervention of Growth and developmental Disorders in Daily Practise. Naskah Lengkap. Departemen IKA, FK Universitas Sriwijaya. 2013

29

Anda mungkin juga menyukai

  • Soal Agus
    Soal Agus
    Dokumen48 halaman
    Soal Agus
    Agustinus Fatolla
    Belum ada peringkat
  • PNPK - Angina Pektoris Stabil - 2020 PDF
    PNPK - Angina Pektoris Stabil - 2020 PDF
    Dokumen56 halaman
    PNPK - Angina Pektoris Stabil - 2020 PDF
    Yunistya Dwi Cahyani
    Belum ada peringkat
  • CBTCCCCC
    CBTCCCCC
    Dokumen6 halaman
    CBTCCCCC
    Agustinus Fatolla
    Belum ada peringkat
  • Aaaaaaa
    Aaaaaaa
    Dokumen7 halaman
    Aaaaaaa
    Agustinus Fatolla
    Belum ada peringkat
  • DC 1 Achwana
    DC 1 Achwana
    Dokumen41 halaman
    DC 1 Achwana
    Agustinus Fatolla
    Belum ada peringkat
  • Nurt IKHSAN
    Nurt IKHSAN
    Dokumen6 halaman
    Nurt IKHSAN
    Agustinus Fatolla
    Belum ada peringkat
  • Ilustrasi KasusBaru
    Ilustrasi KasusBaru
    Dokumen35 halaman
    Ilustrasi KasusBaru
    Agustinus Fatolla
    Belum ada peringkat
  • Soal 10
    Soal 10
    Dokumen1 halaman
    Soal 10
    Agustinus Fatolla
    Belum ada peringkat
  • Soal 1
    Soal 1
    Dokumen21 halaman
    Soal 1
    Agustinus Fatolla
    Belum ada peringkat
  • Eclampsia
    Eclampsia
    Dokumen4 halaman
    Eclampsia
    Agustinus Fatolla
    Belum ada peringkat
  • Soal Kardiologi 2013
    Soal Kardiologi 2013
    Dokumen1 halaman
    Soal Kardiologi 2013
    Agustinus Fatolla
    Belum ada peringkat
  • Preskas Obsgin Gemelli
    Preskas Obsgin Gemelli
    Dokumen29 halaman
    Preskas Obsgin Gemelli
    Agustinus Fatolla
    Belum ada peringkat
  • Soal 6
    Soal 6
    Dokumen13 halaman
    Soal 6
    Agustinus Fatolla
    Belum ada peringkat
  • Hellp
    Hellp
    Dokumen15 halaman
    Hellp
    Agustinus Fatolla
    Belum ada peringkat
  • Embriotomi Revisi@
    Embriotomi Revisi@
    Dokumen27 halaman
    Embriotomi Revisi@
    Agustinus Fatolla
    Belum ada peringkat
  • Infeksi Alat Kandungan
    Infeksi Alat Kandungan
    Dokumen11 halaman
    Infeksi Alat Kandungan
    Agustinus Fatolla
    Belum ada peringkat
  • Induksi Persalinan@
    Induksi Persalinan@
    Dokumen14 halaman
    Induksi Persalinan@
    Agustinus Fatolla
    Belum ada peringkat
  • Jenis Kontrasepsi
    Jenis Kontrasepsi
    Dokumen38 halaman
    Jenis Kontrasepsi
    Agustinus Fatolla
    Belum ada peringkat
  • Embriotomi Revisi@
    Embriotomi Revisi@
    Dokumen27 halaman
    Embriotomi Revisi@
    Agustinus Fatolla
    Belum ada peringkat
  • Fisiologi Haid
    Fisiologi Haid
    Dokumen17 halaman
    Fisiologi Haid
    Osvaldo Paolo Jr.
    Belum ada peringkat
  • Gemelli Kepala Litang
    Gemelli Kepala Litang
    Dokumen28 halaman
    Gemelli Kepala Litang
    Agustinus Fatolla
    Belum ada peringkat
  • Gemelli Ronny
    Gemelli Ronny
    Dokumen3 halaman
    Gemelli Ronny
    Agustinus Fatolla
    Belum ada peringkat
  • Gemini
    Gemini
    Dokumen37 halaman
    Gemini
    Agustinus Fatolla
    Belum ada peringkat
  • Hi Per Emesis
    Hi Per Emesis
    Dokumen14 halaman
    Hi Per Emesis
    Agustinus Fatolla
    Belum ada peringkat
  • Anemia Dalam Kehamilan
    Anemia Dalam Kehamilan
    Dokumen11 halaman
    Anemia Dalam Kehamilan
    Agustinus Fatolla
    Belum ada peringkat
  • Preskas Gemelli Kel 4
    Preskas Gemelli Kel 4
    Dokumen75 halaman
    Preskas Gemelli Kel 4
    Agustinus Fatolla
    Belum ada peringkat
  • Laporan Kasus Gemelli
    Laporan Kasus Gemelli
    Dokumen18 halaman
    Laporan Kasus Gemelli
    Agustinus Fatolla
    Belum ada peringkat
  • GEMELLI
    GEMELLI
    Dokumen25 halaman
    GEMELLI
    Budiati Laksmitasari
    Belum ada peringkat
  • Gemini Print
    Gemini Print
    Dokumen35 halaman
    Gemini Print
    Agustinus Fatolla
    Belum ada peringkat
  • Preskas Gemelli DGN Peb
    Preskas Gemelli DGN Peb
    Dokumen45 halaman
    Preskas Gemelli DGN Peb
    Agustinus Fatolla
    Belum ada peringkat