PEMIKIRANNYA
Oleh: Ujang Habibi
Pendahuluan
Berbicara masalah Islam dan pemikiran tokoh-tokohnya sungguh akan
memerlukan waktu yang sangat panjang mengingat banyaknya figur dan
aktifitas yang pernah dilakukannya sehingga menghantarkannya menjadi
seorang tokoh, berikut pemikiran-pemikiran yang telah berhasil mengukir
sejarah dan melahirkan peradaban baru bagi ummat Islam. Salah satu tokoh
yang menjadi perhatian para pengkaji adalah Muhammad Iqbal (selanjutnya
ditulis Iqbal), seorang muslim mufakkir brilian asal India. Ketokohannya
dapat dilihat dari ucapan tokoh Masyumi terpopuler sekaligus Perdana
Menteri pertama NKRI, Dr. Mohammad Natsir, di dalam buku
monumentalnya Kapita Selekta. Di sana Natsir mengungkapkan bahwa
Iqbal telah membangkitkan semangat rakyat dengan memompa kepercayaan
diri ('Izza al-Nafs) sambil menyitir sebuah sajak peniggalan Iqbal dengan
tema Khudi (pribadi) sebagai berikut:1
1 M. Natsir, Kapita Selekta 2, Jakarta: PT Abadi dan Yayasan Kapita Selekta, 2008, cet. 2,
hal. 138-139
Khudi ko kar buland itna keh har taqdir se pahley
Khuda bandey se khud puchhey bata teri raza kia hai.
Binalah pribadimu demikian hebatnya sehingga sebelum Tuhan
menentukan takdirmu
Dia sendiri akan mengarahkan Tanya padamu: Apakah yang kau
kehendaki sebenarnya.
2 Herry Mohammad (dkk), Tokoh-Tokoh Islam Yang Berpengaruh Abad 20,Jakarta, Gema
Insani, cet.1, th. 2006, hal.237
3 H.A Mukti Ali, Alam Pikiran Islam Modern di India dan Pakistan, Bandung: Mizan,
1998, Cet. III hal.174. Lihat juga Azzumardi Azra dan Syafi’i Ma’arif dalam Ensiklopedi
Tokoh Islam, Bandung: Mizan, 2003, hal 256. Musthafa Muhammad Hilmi, Manhâj
'Ulama' al-Hadîts wa al-Sunnah Fî Ushl al-Dîn, Kairo: Dâr Ibn Jauzi, Cet. 1, 2005, hal.
334. Juga pada Ensiklopedi Umum, Jakarta: Penerbit Yayasan Kanisius, 1977, hal. 473
4 Herry Mohammad (dkk), Tokoh-Tokoh, hal.237
5 Ensiklopedi Umum, hal. 473
Jawaid Nama (Kitab Keabadian), Zarb-i-Kalim (Pukulan Tongkat Nabi
Musa), Pas Cheh Bayad Kard Aye Aqwam-i-Sharq (Apakah Yang Akan Kau
Lakukan Wahai Rakyat Timur?), Musafir Nama, Bal-i-Jibril (Sayap Jibril),
Armughan-i-Hejaz (Hadiah Dari Hijaz), Devlopment of Metaphyiscs in
Persia, Lectures on the Reconstruction of Religius Thought in Islam -‘Ilm
al-Iqtishâd, A Contibution to the History of Muslim Philosopy, Zabur-
i-'Ajam (Taman Rahasia Baru), Khusal Khan Khattak, dan Rumuz-i-Bekhudi
(Rahasia Peniadaan Diri).6
Sebagai seorang pemikir, tentu tidak dapat sepenuhnya dikatakan
bahwa gagasan-gagasannya tersebut lahir tanpa dipengaruhi oleh pemikir-
pemikir sebelumnya. Jika dilihat dari kondisi sosial politik di masanya,
Iqbal hidup pada masa kekuasaan kolonial Inggris. Pada masa ini, pemikiran
kaum muslimin di benua India sangat dipengaruhi oleh seorang tokoh
religius, yaitu Syah Waliyullah Ad-Dahlawi7 dan Sayyid Ahmad Khan8.
6 Ishrat Hasan Enver, Metafisika Iqbal, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, cet. 1, 2004, hal.
128, Lihat juga RA. Gunadi & M. Shoelhi, Khazanah Orang Besar Islam, Dari Penakluk
Jerusalem Hingga Angkonol, Jakarta: REPUBLIKA, 2002, hal. 162. Robert Gwinn et.al.,
The New Encyclopedia Britannica, The University Of Chicago, Volume 6, Cet. 15, hal. 373.
Juga pada Hawasi, Eksistensialisme Mohammad Iqbal, Jakarta: Wedatama Widya Sastra,
2003, hal. 8-9
7 Ia adalah Ahmad bin Abdurrahim bin Wajiduddin bin Mu'azzam bin Ahmad bin
Muhammad bin Qawanuddin al-Dahlan. Ia lahir di Kota dekat Delhi pada tanggal 21
Pebruari 1703 M/ 4 Syawal 1114 H dan wafat pada tanggal 29 Muharram 1176 H/ 10
gustus 1762 dalam usia 61 tahun. Karya tulisnya yang monumental adalah Hujjatullah al-
Balighah. Lihat Ensiklopedi Islam, hal. 185
8 Ia adalah seorang penulis, pemikir dan aktivis politik modernis Islam India. Lahir di
Delhi tahun 1817 M. Di masa pemberontakan tahun 1857, ia termasuk pembesar
India yang menyerukan modernisme ke dalam tubuh masyarakat Islam
khususnya di India. Baginya, sebagaimana diterangkan Prof. Dr. Harun
Nasution bahwa pintu ijtihad terbuka seluas-luasnya dan seseorang tidak
usah terikat dengan penafsiran klasik jika memang tidak sesuai dengan
jamannya. Kebebasan akal adalah faham utama Ahmad Khan sehingga
banyak penafsiran-penafsiran ganjil yang dilakukannya terhadap agama
ini. Ia menda’wahkan tiadanya kemulian atas sunnah Nabi, dan
mengklaim sunnah Nabi kebanyakan diriwayatkan bukan untuk maksud
tasyrî’. Ia bahkan menyudutkan nash-nash al Qur'an dan as Sunnah
dalam masalah sosial, budaya, ekonomi hanya berlaku pada zaman Nabi
saja. Untuk itu ia menolak haramnya bunga bank sebagai riba,
menyatakan tidak wajibnya hukum potong tangan bagi pencuri dan
dapat diganti dengan penjara, menganggap tujuan do’a adalah untuk
meraih kehadiran Tuhan, dan Tuhan tidak melakukan pengabulan atas
do’a. Baginya pula, aturan tentang perbudakan juga tidak ada lagi,
meskipun pada masa perang. Disamping itu Ahmad Khan adalah pemuja
peradaban Barat, bahkan ia mewajibkan kaum muslimin untuk mengikuti
jejak langkah Inggris dan Barat dalam bidang adat-istiadat, pendidikan,
politik dan seluruhnya. Khan lalai bahwa keterpesonaannya pada Barat
sejatinya melupakan bahwa mereka adalah imperialis. Lihat, Majalah Islam
Sabili, Edisi 11 h. XVI, 1429 H, hal. 41 dan Harun Nasution, Pembaharuan dalam Islam:
Kecuali Ahmad Khan, Syah Waliyullah adalah pemikir muslim pertama
yang menyadari bahwa kaum muslimin tengah menghadapi jaman modern
yang di dalamnya ada tantangan serius dari Inggris mengenai masalah
pemahaman Islam, terlebih ketika Dinasti Mughal terakhir di India
mengalami kekalahan saat melawan Inggris pada tahun 1857, yang juga
sangat mempengaruhi 41 tahun kekuasaan Imperium Inggris9, dan bahkan
pada tahun 1858 British East India Company dihapus dan Raja Inggris
bertanggungjawab atas pemerintah imperium India10.
Sejaran pemikiran dan Gerakan, Jakarta: Bulan Bintang, 2003, Cet. 16, hlm. 158-165.
Lihat juga Dhabith Tarki Sabiq, Al-Rajûl al-Shanam Kamal Al-Taturk, Terj. Abdullah
Abdurrahman, Jakarta: Senayan Publishing, 2008, Cet. 1, hlm. 11-24, dan Didin Saefuddin,
Pemikiran Modern Dan Postmodern Islam, Jakarta: Grasindo, 2003, hal. 36-7
9 Imperium Inggris (British Empire) pada puncak kejayaannya akhir abad ke-19 dan awal
abad 20 merupakan kerajaan yang terbesar di seluruh dunia. Koloni yang pertama adalah
New Foundland (1583). Dasar-dasar kerajaan diletakkan pada permulaan abad ke-17
dengan mendirikan British East India Company. Lihat Ensiklopedi Umum, hal. 446
10 Didin Saefuddin, Pemikiran Modern,hal. 51
11 Ishrat Hasan Enver, Metafisika Iqbal, hal. V
12 Didin, Pemikiran Modern, hal. 44
Muslim. Karir Iqbal semakin bersinar dan namanya pun semakin harum
ketika dirinya diberi gelar ‘Sir’ oleh pemerintah Kerajaan Inggris di London
atas usulan seorang wartawan Inggris yang aktif mengamati sepak terjang
Iqbal di bidang intelektual dan politiknya.13 Gelar ini menunjukan
pengakuan dari Kerajaan Inggris atas kemampuan intelektualitasnya dan
memperkuat bargaining position politik perjuangan ummat Islam India pada
saat itu. Ia juga dinobatkan sebagai Bapak Pakistan yang pada setiap
tahunnya dirayakan oleh rakyat Pakistan dengan sebutan Iqbal Day.14
Pemikiran dan aktivitas Iqbal untuk mewujudkan Negara Islam ia
tunjukkan sejak terpilih menjadi Presiden Liga Muslimin tahun 1930. Ia
memandang bahwa tidaklah mungkin ummat Islam dapat bersatu dengan
penuh persaudaraan dengan warga India yang memiliki keyakinan berbeda.
Oleh karenanya ia berfikir bahwa kaum muslimin harus membentuk Negara
sendiri. Ide ini ia lontarkan ke berbagai pihak melalui Liga Muslim dan
mendapatkan dukungan kuat dari seorang politikus muslim yang sangat
berpengaruh, yaitu Muhammad Ali Jinnah (yang mengakui bahwa gagasan
Negara Pakistan adalah dari Iqbal)15, bahkan didukung pula oleh mayoritas
Hindu yang saat itu sedang dalam posisi terdesak saat menghadapi front
melawan Inggris.16 Bagi Iqbal, dunia Islam seluruhnya merupakan satu
keluarga yang terdiri atas republik-republik, dan Pakistan yang akan
dibentuk menurutnya adalah salah satu republik itu.17
Sebagai seorang negarawan yang matang, tentu pandangan-
pandangannya terhadap ancaman luar juga sangat tajam. Bagi Iqbal, budaya
Barat adalah budaya imperialisme, materialisme, anti spiritual dan jauh dari
norma insani. Karenanya ia sangat menentang pengaruh buruk budaya
Barat. Dia yakin bahwa faktor terpenting bagi reformasi dalam diri manusia
adalah jati dirinya. Dengan pemahamannya yang dilandasi di atas ajaran
Islam itulah maka ia berjuang menumbuhkan rasa percaya diri terhadap
26 http://tghrib.ir/melayu/?pgid=69&scid=156&dcid=38329
27 Muhammad Iqbal, Tajdîd, hal. 171
ganjil dalam suatu sistem hukum al-Qur’an yang sangat menghargai
pandangan dinamis. Akibat ketentuan ketatnya ijtihad ini, menjadikan
hukum Islam selama lima ratus tahun mengalami stagnasi dan tidak mampu
berkembang28. Ijtihad yang menjadi konsep dinamis hukum Islam hanya
tinggal sebuah teori-teori mati yang tidak berfungsi dan menjadi kajian-
kajian masa lalu saja. Demikian juga ijma’ hanya menjadi mimpi untuk
mengumpulkan ulama, apalagi dalam konsepnya satu saja ulama yang tidak
setuju maka batallah keberlakuan ijma’ tersebut, hal ini dikarenakan kondisi
semakin meluasnya daerah Islam. Akhirnya kedua konsep ini hanya tinggal
teori saja, konsekuensinya, hukum Islam pun statis tidak berkembang
selama beberapa abad.
Penutup
Iqbal adalah seorang intelektual asal India-Pakistan yang telah
melahirkan pemikiran dan peradaban besar bagi generasi setelahnya. Ia
merupakan sosok pemikir multidisiplin, seorang sastrawan, negarawan, ahli
hukum, filosof, pendidik dan kritikus seni. Menilai kepiawaiannya yang
multidisiplin itu, pak Natsir mengatakan, "tentulah sukar bagi kita untuk
melukiskan tiap-tiap aspek kepribadian Iqbal. Jiwanya yang piawai tidak
saja menakjubkan tetapi juga jarang ditemui".
Islam sebagai way of life yang lengkap mengatur kehidupan manusia,
ditantang untuk bisa mengantisipasi dan mengarahkan gerak perubahan
tersebut agar sesuai dengan kehendak-Nya. Oleh sebab itu hukum Islam
dihadapkan kepada masalah signifikan, yaitu sanggupkah hukum Islam
memberi jawaban yang cermat dan akurat dalam mengantisipasi gerak
perubahan ini. Seperti jawaban Iqbal, “bisa, kalau ummat Islam memahami
hukum Islam seperti cara berfikir Umar bin Khattab”.
Akhirnya, tidaklah lengkap rasanya menulis tentang Iqbal tanpa
menutupnya dengan salah satu syairnya berikut ini29:
Apakah kamu berada dalam tingkat "kehidupan",
"kematian", atau "kematian dalam kehidupan"?
Memanggil tiga saksi untuk memberitahu dimana tempat
"perhentianmu".
Saksi pertama adalah kesadaran batinmu sendiri-
Lihat dirimu sendiri dengan cahayamu sendiri.
Saksi kedua adalah kesadaran ego yang lain-
Lihat dirimu, lalu sinar ego yang lain daripada milikmu
Saksi ketiga adalah kesadaran Tuhan-
28 Harun Nasution, Pembaharuan, hal. 184
29 Muhammad Iqbal, Rekonstruksi Pemikiran Agama Dalam Islam, Jogjakarta: Penerbit
Lazuardi, 2002, Cet. 1, hal. 280-281
Lihat dirimu, lalu dengan cahaya Tuhan,
Jika kamu berdiri tidak bergerak di depan cahaya ini,
Anggaplah dirimu sendiri seperti hidup dan abadi layaknya Tuhan!
Bahwa manusia sendiri adalah sejati yang berani-
Berani untuk melihat Tuhan berhadapan muka!
Apakah "Mi'raj"? Hanya pencarian seorang saksi
Yang akhirnya dapat menegaskan realitasmu-
Seorang saksi yang dengan kesaksiannya membuatmu abadi.
Tak seorang pun dapat berdiri tanpa bergerak oleh keberadaannya;
Dan dia yang dapat, sesungguhnya, dia emas murni.
Apakah engkau hanya butiran debu semata?
Ketatkan simpul egomu;
Dan pegang cepat makhlukmu yang kecil!
Betapa cemerlangnya memancarkan ego kita
Dan menguji kilauan ini dari keberadaan Matahari!
Bersihkan ragamu yang lama;
Dan membangun makhluk baru.
Suatu makhluk yang sesungguhnya;
Atau egomu hanyalah gumpalan asap semata!
DAFTAR PUSTAKA
Al-Qur'an Terjemah, Depag RI., Depok: Penerbit al-Huda (Kelompok GIP),
2005.
Ali, Mukti A, Alam Pikiran Islam Modern di India dan Pakistan, Bandung:
Mizan, 1998, Cet. 3.
Asad, Muhammad, Asas-asas Negara dan Pemerintahan dalam Islam (terj.
Muhammad Radjab), Jakarta: Granada, 1427 H, Cet. 1.
Azra, Azyumardi dan Syafii Maarif, Ensiklopedi Tokoh Islam dari Abu Bakr
sampai Natsir dan Qardhawi. Bandung: Mizan, 2003.
Enver, Ishrat Hasan, Metafisika Iqbal, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004,
Cet. 1.
Glase, Cyril, Ensiklopedi Islam, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2002,
Cet. 3.
Gunadi, R.A dan M Shoelhi, Khazanah Orang Besar Islam, Dari Penakluk
Jerusalem Hingga Angkonol, Jakarta: Republika, 2002.
Gwinn, Robert P. et.al., The New Encyclopedia Britannica, Chicago: The
University Of Chicago, Volume 6, Cet. 15.
Hawasi, Eksistensialisme Mohammad Iqbal, Jakarta: Wedatama Widya
Sastra, 2003.
Hilmi, Musthafa Muhammad, Manhâj 'Ulama' al-Hadîts wa al-Sunnah Fî
Ushl al-Dîn, Kairo, Dâr Ibn Jauzi, 2005, Cet. 1.
http://tghrib.ir/melayu/?pgid=69&scid=156&dcid=38329
Iqbal, Muhammad. Tajdîd al-Tafkîr al-Dînî fî al-Islâm, Kairo, 1968, Cet.2
__________, Rekonstruksi Pemikiran Agama Dalam Islam, Jogjakarta:
Penerbit Lazuardi, 2002, Cet.1.
Mohammad, Herry (dkk), Tokoh-Tokoh Islam Yang Berpengaruh Abad 20,
Jakarta: Gema Insani, 2006. Cet. 1.
Nasution, Harun. Pembaharuan dalam Islam, Jakarta: Bulan Bintang, 2003,
hal 185, cet. XIV.
Natsir, Mohammad, Kapita Selekta 2, Jakarta: PT Abadi dan Yayasan Kapita
Selekta, 2008, Cet. 2.
Pringgodigdo, A.G., Ensiklopedi Umum, Jakarta: Penerbit Yayasan Kanisius,
1977.
Saefuddin, Didin, Pemikiran Modern Dan Postmodern Islam, Jakarta:
Grasindo, 2000.
Sani, Abdul, Lintasan Sejarah Pemikiran Perkembangan Modern Dalam
Islam, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1998, Cet. 1.
Smith, W.C. Modern Islam in India, Lahore: Ashraf, 1963.
Sabiq, Dhabith Tarki, Al-Rajul al-Shanam Kamal At-Taturk, Terj. Abdullah
Abdurrahman, Jakarta: Senayan Publishing, 2008.