Anda di halaman 1dari 5

Seorang bayi laki-laki lahir secara operasi Caesar atas indikasi gawat janin dengan nilai apgar 4/7.

Riwayat ketuban pecah 30 jam. Pemeriksaan fisik tampak kesulitan bernafas, sianosis, retraksi sela iga dan frekuensi jantung 100 x/ menit dan berat lahir 2300 gram.

Dari kasus tersebut bisa kita lihat ada beberapa masalah yang ada pada pasien Riwayat kehamilan Ada indikasi gawat janin Partus Riwayat ketuban pecah 30 jam Pada neonates Pada pemeriksaan fisik tampak kesulitan bernafas, sianosis, retraksi sela iga, frekuensi jantung 100 x/ menit Apgar 4/ 7 Berat lahir 2300 gram

Pembahasan masalah a. Riwayat kehamilan ada indikasi gawat janin Gangguan pada janin dapat terjadi pada masa antepartum atau intrapartum. Penyebab utama kegawatan janin antepartum adalah insufisiensi utero-plasenta dan mayoritas penyebab gangguan adalah antepartum. (nelson) Beberapa hal yang menyebabkan insufisiensi utero-plasenta : Gangguan kontraksi uterus, misalnya hipertoni, hipotoni atau tetani uterus akibat penyakit atau obat yang menyebabkan gangguan aliran darah ke plasenta sehingga aliran oksigen ke janin juga berkurang Hipotensi mendadak pada ibu karena perdarahan Hipertensi pada penuyakit eklampsia dll Dari factor plasentanya sendiri antara lain solusio plasenta, perdarahan plasenta dll Kompresi umbilicus sehingga mengakibatkan gangguan aliran darah umbilicus dan hambat pertukaran gas antara ibu dan janin ddl [1]

Kegawatan janin antepartum menjadi nyata dalam bentuk : Retardasai pertumbuhan intrauteri Hipoksia janin Peningkatan tahanan pada pembuluh darah janin Bila berat,terjadi asidosis respiratorik dan metabolic secara bersamaan

Untuk tanda-tanda kegawatan janin antepartum (hipoksia-asidosis) tidak selalu menghasilkan perubahan pola denyut jantung janin yang nyata. Tanda-tanda gangguan janin awal dapat dinilai dengan pengambilan sampel darah vena umbilikalis perkutan untuk mendeteksi hipoksia dan asidosis; dan ultrasonografi Doppler untuk mendeteksi bentuk gelombang kecepatan aliran darah diastolic yang menurun, tidak ada, atau terbalik di dalam aorta atau arteria umbilikalis janin. Uji non-stres (NST) memantau adanya percepatan frekuensi denyut jantung janin yang menyertai gerakanjanin. Hasil NST reaktif (normal) memperlihatkan percepatan frekuensi denyut jantung janin sekurang-kurangya 15 denyut/ menit yang bertahan selama 15 detik. Hasil NST nonreaktif memberi kesan adanya gangguan pada janin dan memerlukan penilaian lebih lanjut dengan uji stress kontraksi (contraction stress test/ CST). CST mengamati respons frekuensi denyut jantung janin terhadap kontraksi uterus yang terjadi secara spontan, atau karena rangsangan pada putting susu atau akibat rangsangan oksitosin. Kesan adanya ganggun janin adalah bila terdapat 3 kontraksi dalam 10 menit diikuti perlambatan-akhir. Metode tambahan untuk menilai kesehatan janin adalah dengan menggunakan profil biofisik. Untuk kegawatan janin selama persalinan dapat dideteksi dengan pemantauan frekuensi denyut jantung janin, tekanan uterus,d an pH darah kulit kepala janin. Pemantauan frekuensi denyut jantung janin dilakukan secara terus menerus untuk mendeteksi pola kelainan jantung. Pemantauannya menggunakan alat yang menghiotung frekuensi denyut jantung dari sinyal elektrokardiografi janin yang berasal dari elektroda yang ditempatkan di dinding abdomen ibu. Frekuensi normal pada saat matur sekitar 120-160 denyut/ menit. Takikardia berkaitan dengan hipoksia janin yang masih dini, demam pada ibu, hipertiroidisme ibu, terapi beta-simpatomimetik atau atropine ibu, anemia janin dan beberapa aritmia janin. Bradikardia janin terjadi pada hipoksia janin, pemindahan agen anestesi local melalui plasenta, dan kadang-kadang blockade jantung, dengan atau tanpa penyakit jantung congenital. [2] b. Partus Ketuban pecah 30 jam Ketuban pecah dini menimbulkan fetal distress dimana akan menimbulkan kemungkinan mekonium masuk ke amnion c. Pada neonates Pada pemeriksaan fisik tampak kesulitan bernafas, sianosis, retraksi sela iga, frekuensi jantung 100 x/ menit menunjukkan adanya asfiksia pada neonates. Penyebab kesulitan bernafas pada neonates bisa disebabkan oleh berbagai factor: a. Factor ibu Hipoksia ibu. Hal ini akan menimbulkan hipoksia janin. Hipoksia ibu bisa terjadi karena hipoventilasi akibat pemberian obat analgetik atau anesthesia dalam. Gangguan darah uterus. Hal ini mengaikibatkan gangguan aliran darah ke janin sehingga pasokan oksigen ke janin lewat plasenta juga kurang. b. Factor plasenta Pertukaran gas antara ibu dan janin dipengaruhi oleh luas dan kondisi plasenta.

c. Factor fetus Kompresi umbilicus akan mengakibatkan terganggunya aliran darah. d. Factor neonates Depresi pusat pernafasan pada nayi baru lahir dapat terjadi karena beberapa hal misalnya obat anesthesia yang berlebihan pada ibu secara langsung dapat menimbulkan depresei pernafasan pada janin, trauma pada saat persalinan, misal perdarahan intracranial, dan kelainan congenital misalnya hernia diafragmatika, atresia saluran nafas, hipoplasia paru dll. Adanya retraksi sela iga adalah mekanisme kompensasi terhadap asfiksia. Bernafas sama seperti denyut jantung, membutuhkan aktivitas pemacu, bedanya otot pernafasan tidak memiliki pacemaker seperti jantung, pusat kontrol pernafasan berada di otak. Persarafan ke system pernafasan merupakan kebutuhan mutlak untuk mempertahankan pernafasan dan untuk secara reflex menyesuaikan tingkat ventilasi untuk memenuhi kebutuhan penyerapan oksigen dan pengeluaran karbondioksida yang terus berubah-ubah.[3]

Denyut jantung yang berkurang dimungkinkan karena adanya mekanisme asfiksia pada neonates. Pada tingkat pertama gangguan pertukaran gas mungkin hanya menimbulkan asidosis respiratorik, tetapi jika gangguan berlanjut, dalam tubuh bayi akan terjadi proses metabolism anaerobic berupa glikolisis glikogen tubuh sehingga sumber glikogen tubuh, terutama jantung dan hati akan berkurang. Asam organic yang terjadi akibat metabolism ini akan menyebabkan timbulnya asidosis metabolic. Pada tingkat selanjutnya akan terjadi perubahan kardiovaskular (a) hilangnya sumber glikogen dalam jantung akan mempengaruhi fungsi jantung, (b) terjadinya asidosis metabolic akan mengakibatkan menurunnya sel jaringan sehingga menimbulkan kelemahan jantung, (c) pengisian udara alveolus yang kurang adekuat akan menyebabkan tingginya resistensi pembuluh darah paru sehingga sirkulasi darah ke paru akan mengalami gangguan, kerja jantung pun semakin berat.

Dalam praktek,menentukan tingkat asfiksia bayi dibutuhkan obervasi klinis yang cukup. Metode yang diakui cukup akurat adalah dengan menggunakan apgar score. Patokan klinis yang dinilai adalah menghitung frekuensi jantung, melihat usaha bernafas, menilai tonus otot, menilai reflex rangsangan, dan memperhatikan warna kulit. Tanda Frekuensi jantung Usaha bernafas Tonus otot Reflex Warna 0 Tidak ada Tidak ada Lumpuh Tidak ada Biru/ pucat 1 Kurang dari 100/ menit Lambat. Tidak teratur Ekstremitas fleksi sedikit Gerakan sedikit Tubuh kemerahan, ekstremitas biru 2 Jumlah nilai Lebih dari 100/ menit Menangis kuat Gerakan aktif Menangis Tubuh ekstremitas kemerahan

dan

1. Skor apgar 7 10 normal 2. Skor apgar 4 6 asfiksia sedang 3. Skor apgar 0 3 asfiksia berat Pada bayi ini skor apgarnya 4/ 7 berarti pada 1 menit pertama skornya 4, sedangkan pada menit kelima skornya 7 (menunjukkan perbaikkan). Berdasarkan penggolongan asfiksi neonatorum, bayi ini termasuk asfiksia sedang yang membutuhkan beberapa tindakan khusus. [1] 1. FKUI. Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2005. p. 1073 1081. 2. Behrman, Kliegman, Arvin. Nelson Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta: EGC; 2000. p. 547 551.

3. Sherwood L. Fisiologi Manusia : dari sel ke system. Jakarta: EGC; 2001.

Anda mungkin juga menyukai