Seorang perempuan, berusia 18 tahun berobat ke Puskesmas dengan keluhan mau melahirkan. Pada pemeriksaan oleh dokter laki-laki, didapatkan kehamilan aterm (G1P0A0), usia kehamilan 38 minggu, his teratur, pembukaan 8. Tanda-tanda vital : tekanan darah : 90/60
mmHg; denyut nadi : 120 x/menit; suhu : 37,5C. Pasca persalinan didapatkan perdarahan post partum. Bayi langsung menangis, BB 1500 gr, PB 48 cm. Pemeriksaan terhadap bayi
didapatkan denyut nadi 150 x/menit, frekuensi nafas 40 x/menit, suhu 36C. Pada usia 40 jam bayi terlihat kuning, kadar bilirubin total 15 gr/dL, sehingga dilakukan fototerapi.
KATA SULIT
1. Fototerapi : Terapi sinar yang digunakan untuk menurunkan kadar bilirubin serum pada
neonatus.
2. Perdarahan Post Partum : Perdarahan >500cc setelah bayi lahir. 3. Bilirubin : Hasil pecahan dari heme. Senyawa pigmen berwarna kuning yang merupakan
Tonus Atonia Uteri, Tissue Plasenta / Sisa Plasenta, Trauma Luka Jalan Lahir, Trombin Kelainan Pembekuan Darah, Inversio Uteri lapisan endometrium turun dan keluar lewat ostium uteri eksternum.
Karena ada peningkatan kadar bilirubin dalam darah bayi yang kadar nilainya lebih dari normal. Nilai normal bilirubin indirek 0,3 1,1 mg/dL, bilirubin direk 0,1 0,4 mg/dL.
Ibu : kematian, anemia, syok hipovolemik, infeksi, dll. Bayi : kernicterus, dll.
Ibu : terapi cairan, transfusi darah ( Hb<8 gr/dL perdarahan aktif ), dll. Bayi : fototerapi, dll.
HIPOTESIS
Ibu 18 tahun, Hamil 38 minggu Anamnesis: Kehamilan Aterm G1P0A0 Perdarahan Post Partum Pemeriksaan fisik: Ibu : TD 90/60, Nadi 12 x/menit, Nafas 24 x/menit, Suhu 37,5C Bayi : BB 1500 gr, PB 48 cm, Nadi 150 x/menit, Nafas 40 x/menit, Suhu 36C, Ikterik Pemeriksaan penunjang: Bayi : Bilirubin Total 15 gr/dL, Bilirubin Indirek 14,2 gr/dL Diagnosis : Ibu : Perdarahan Post Partum Bayi : Hiperbilirubinemia dan Hipotermia Tatalaksana : Ibu : Terapi Cairan dan Transfusi Darah Bayi : Fototerapi Komplikasi : Ibu : Kematian, Syok Hipovolemik, Anemia, Infeksi. Bayi : Kernikterus.
B-2 | Skenario 1 | Blok Emergency 5
Prognosis : Bila ditangani segera dan tepat, prognosis baik. Pencegahan : Menjauhi faktor resiko.
SASARAN BELAJAR
1. Perdarahan Post Partum
Definisi Perdarahan Post Partum Epidemiologi Perdarahan Post Partum Etiologi Perdarahan Post Partum Klasifikasi Perdarahan Post Partum Patofisiologi Perdarahan Post Partum Manifestasi Klinis dan Diagnosis Perdarahan Post Partum Pemeriksaan Fisik dan Pemeriksaan Penunjang Perdarahan Post Partum Tatalaksana Perdarahan Post Partum Komplikasi Perdarahan Post Partum Prognosis Perdarahan Post Partum Pencegahan Perdarahan Post Partum
Definisi Hiperbilirubinemia pada Bayi Epidemiologi Hiperbilirubinemia pada Bayi Etiologi Hiperbilirubinemia pada Bayi Klasifikasi Hiperbilirubinemia pada Bayi Patofisiologi Hiperbilirubinemia pada Bayi Manifestasi Klinis dan Diagnosis Hiperbilirubinemia pada Bayi
Pemeriksaan Fisik dan Pemeriksaan Penunjang Hiperbilirubinemia pada Bayi Diagnosis Banding Hiperbilirubinemia pada Bayi Tatalaksana Hiperbilirubinemia pada Bayi Komplikasi Hiperbilirubinemia pada Bayi Prognosis Hiperbilirubinemia pada Bayi Pencegahan Hiperbilirubinemia pada Bayi
Definisi Hipotermia pada Bayi Epidemiologi Hipotermia pada Bayi Etiologi Hipotermia pada Bayi Klasifikasi Hipotermia pada Bayi Patofisiologi Hipotermia pada Bayi Manifestasi Klinis dan Diagnosis Hipotermia pada Bayi Pemeriksaan Fisik dan Pemeriksaan Penunjang Hipotermia pada Bayi Diagnosis Banding Hipotermia pada Bayi Tatalaksana Hipotermia pada Bayi Komplikasi Hipotermia pada Bayi Prognosis Hipotermia pada Bayi Pencegahan Hipotermia pada Bayi
Perdarahan Post Partum (Perdarahan Pasca Persalinan / PPP) adalah perdarahan pervaginam melebihi 500 ml yang terjadi setelah bayi lahir sampai 24 jam kemudian. Fase dalam persalinan dimulai dari kala I yaitu serviks membuka kurang dari 4 cm sampai penurunan kepala dimulai, kemudian kala II dimana serviks sudah membuka lengkap sampai 10 cm atau kepala janin sudah tampak, kemudian dilanjutkan dengan kala III persalinan yang dimulai dengan lahirnya bayi dan berakhir dengan pengeluaran plasenta. Perdarahan postpartum terjadi setelah kala III persalinan selesai.
Kelainan obstetric yang akut ini merupakan sebab utama kematian ibu selama persalinan. PPP yang dapat menyebabkan kematian ibu 45% terjadi pada 24 jam pertama setelah bayi lahir, 68-73% dalam satu minggu setelah bayi lahir dan 82-88% dalam dua minggu setelah bayi lahir.
Atonia uteri adalah keadaan lemahnya tonus/kontraksi rahim yang menyebabkan uterus tidak mampu menutup perdarahan terbuka dari tempat implantasi plasenta setelah bayi dan plasenta lahir.
2) Tissue Retensio Plasenta
Retensio plasenta adalah bila plasenta tetap tertinggal dalam uterus setengah jam setelah anak lahir. Plasenta yang sukar dilepaskan dengan pertolongan aktif kala tiga bisa disebabkan oleh adhesi yang kuat antara plasenta dan uterus.
10
Plasenta akreta : bila implantasi menembus desidua basalis dan Nitabuch layer.
Plasenta inkreta : bila plasenta sampai menembus myometrium. Plasenta perkreta : bila vili korialis sampai menembus perimetrium.
Robekan jalan lahir biasanya akibat episiotomi, robekan spontan perineum, trauma forceps atau vakum ekstraksi, atau karena versi ekstraksi. Robekan yang terjadi bisa ringan (lecet, laserasi), luka episiotomi, robekan perineum spontan derajat ringan sampai rupture perinei totalis (sfingter ani terputus), robekan pada dinding vagina, forniks uteri, serviks, daerah sekitar klitoris dan uretra dan bahkan, yang terberat rupture uteri.
4) Trombin Perdarahan karena gangguan pembekuan darah
Pada pemeriksaan penunjang ditemukan hasil pemeriksaan faal hemostasis yang abnormal. Waktu perdarahan dan waktu pembekuan memanjang, trombositopenia, terjadi hipofibrinogenemia, dan terdeteksi adanya FDP (fibrin degradation product) serta panjangan tes protrombin dan PTT (partial thromboplastin time).
5) Inversio Uteri
Kegawatdaruratan pada kala III yang dapat menimbulkan perdarahan adalah inversio uteri. Inversi uterus adalah keadaan dimana lapisan dalam uterus (endometrium) turun dan keluar lewat ostium uteri eksternum, yang dapat bersifat inkomplit sampai komplit.
11
Perdarahan yang terjadi dalam 24 jam pertama dan biasanya disebabkan atonia uteri, berbagai robekan jalan lahir dan sisa sebagian plasenta. Dalam kasus yang jarang bisa karena inversion uteri.
b)
Perdarahan yang terjadi setelah 24 jam persalinan, biasanya oleh karena sisa plasenta.
Faktor Resiko Riwayat hemorraghe postpartum pada persalinan sebelumnya merupakan faktor resiko paling besar untuk terjadinya hemorraghe postpartum sehingga segala upaya harus dilakukan untuk menentukan keparahan dan penyebabnya. Beberapa faktor lain yang perlu kita ketahui karena dapat menyebabkan terjadinya hemorraghe postpartum :
1) Grande multipara 2) Perpanjangan persalinan 3) Chorioamnionitis 4) Kehamilan multiple 5) Injeksi Magnesium sulfat 6) Perpanjangan pemberian oxytocin
Pada awalnya wanita hamil yang normotensi akan menunjukkan kenaikan tekanan darah sebagai respons terhadap kehilangan darah yang terjadi dan pada wanita hamil dengan hipertensi bisa ditemukan normotensi setelah perdarahan. Pada wanita hamil dengan eklampsia akan sangat peka terhadap PPP, karena sebelumnya telah terjadi deficit cairan intravascular dan ada penumpukan cairan ekstravaskular, sehingga perdarahan yang sedikit
12
saja akan cepat mempengaruhi hemodinamika ibu dan perlu penanganan segera sebelum terjadinya tanda-tanda syok.
Gejala yang timbul sesuai dengan banyaknya perdarahan, perhatikan tanda-tanda pre syok atau syok. Perubahan tanda vital :
Kesadaran menurun Pucat Limbung Berkeringat dingin Sesak nafas Tekanan darah < 90 mmHg Nadi > 100 x/menit
Diagnosis: Diagnosis ditegakkan bila setelah bayi dan plasenta lahir ternyata perdarahan masih aktif dan banyak, bergumpal dan pada palpasi didapatkan fundus uteri masih setinggi pusat atau lebih dengan kontraksi yang lembek. Perlu diperhatikan bahwa pada saat atonia uteri didiagnosis, maka pada saat itu juga masih ada darah sebanyak 500-1.000 cc yang sudah keluar dari pembuluh darah, tetapi masih terperangkap dalam uterus dan harus diperhitungkan dalam kalkulasi pemberian darah pengganti.
13
Palpasi uterus : kontraksi, tinggi fundus. Periksa plasenta : jumlah kotiledon, plasenta suksenturiata. Eksplorasi kavum uteri : sisa plasenta, rupture uteri. Inspekulo : luka vagina, serviks, varises pecah. Laboratorik : Hb, kelainan pembekuan darah.
14
Pada kasus perdarahan post partum, tiga pokok utama harus diperhatikan :
1) Hentikan perdarahan, 2) Cegah/atasi syok, 3) Ganti darah yang hilang.
Atonia Uteri
1) Segera lakukan massage uterus dan pemberian Ergometrin 0,152mg IV atau
dianggap bersifat sementara dan harus diikuti dengan histerektomi. Pemasangan tampon saja, harus disertai dengan pengawasan teliti terhadap tanda syok dan ujung luar tampon (bila makin basah artinya perdarahan masih terus berlangsung). Jika berhasil, tampon diangkat 24 jam kemudian dan diberikan antibiotic (untuk pencegahan infeks).
4) Bila semua tindakan diatas gagal, jalan terakhir ialah histerektomi.
baik.
2) Bila ditemukan plasenta akreta, tindakan yang terbaik ialah histerektomi. Tetapi bila
15
Luka Jalan Lahir Dengan speculum eksplorasi kavum uteri, dicari perlukaan jalan lahir (robekan vagina, luka episiotomy/robekan perineum, varises pecah, robekan serviks colpaporrhexis dan rupture uteri) terutama bila persalinan sebelumnya sulit atau dilakukan tindakan. Luka daerah vagina/serviks diatasi dengan jahitan silang yang dalam, sedang colpaporrhexis atau rupture uteri harus diatasi dengan histerorafi/histerektomi.
diperlukan 4-6 gram, dilarutkan dalam glukosa 10% IV, perlahan-lahan. Tiap gram fibrinogen menaikkan kadarnya dalam darah sebanyak 40 mg%.
3) Bila fibrinogen tidak ada, berikan darah segar, tiap 1000 ml. Darah segar
Inversio Uteri
1) Memanggil bantuan anestesi dan memasang infus untuk cairan/darah pengganti dan
pemberian obat.
2) Beberapa senter memberikan tokolitik / MgSO untuk melemaskan uterus yang
terbalik sebelum dilakukan reposisi manual yaitu mendorong endometrium keatas masuk kedalam vagina dan terus melewati serviks sampai tangan masuk kedalam
16
uterus pada posisi normalnya. Hal itu dapat dilakukan sewaktu plasenta sudah terlepas atau tidak.
3) Didalam uterus plasenta dilepaskan secara manual dan bila berhasil dikeluarkan dari
rahim dan sambil memberika uterotonika lewat infus atau IM tangan tetap dipertahankan agar konfigurasi uterus kembali normal dan tangan operator baru dilepaskan.
4) Pemberian antibiotika dan transfuse darah sesuai dengan keperluannya. 5) Intervensi bedah dilakukan bila karena jepitan serviks yang keras menyebabkan
manuver diatas tidak bisa dikerjakan, maka dilakukan laparotomi untuk reposisi dan kalau terpaksa dilakukan histerektomi bila uterus sudah mengalami infeksi dan nekrosis.
Disamping menyebabkan kematian, perdarahan pasca persalinan memperbesar kemungkinan infeksi puerperal karena daya tahan penderita berkurang. Perdarahan banyak kelak bisa menyebabkan sindrom Sheehan sebagai akibat nekrosis pada hipofisisis pars anterior sehingga terjadi insufisiensi pada bagian tersebut. Gejalanya adalah asthenia, hipotensi, anemia, turunnya berat badan sampai menimbulkan kakeksia.
Perdarahan Post Partum (PPP) bila tidak mendapat penanganan yang semestinya akan meningkatkan morbiditas dan mortalitas ibu serta proses penyembuhan kembali.
17
1) Melakukan secara rutin manajemen aktif kala III pada semua wanita yang bersalin
karena hal ini dapat menurunkan insidens perdarahan pasca persalinan akibat atonia uteri.
2) Pemberian misoprostol peroral 2-3 tablet (400-600 mg) segera setelah bayi lahir.
18
Selama kehamilan perlu dicari faktor-faktor predisposisi yang mungkin ada, seperti :
-
Anemia dapat diperbaiki dengan pemberian preparat besi sebanyak 600-1000 mg/hari bersama vitamin C untuk mempermudah penyerapan. Ibu-ibu yang ternyata mempunyai predisposisi diatas sebaiknya melahirkan ditempat dengan fasilitas lebih baik, dan mendapatkan perhatian khusus selama persalinan. Dalam persalinan pun kita harus tetap waspada terhadap munculnya faktor predisposisi lain yang timbul kemudian, seperti :
-
Inersia uteri (primer/sekunder), Plasenta previa, Penggunaan narcosis, Keadaan jiwa ibu (kegelisahan sangat tidak menguntungkan proses persalinan).
Juga penting untuk memperhatikan pimpinan persalinan, terutama pada kala II dan III karena tindakan yang kurang tepat (anak dilahirkan terlalu cepat, uterus dipijit-pijit, bekuan darah dalam kavum uteri, kandung kencing/rectum penuh) dapat menghalangi kontraksi uterus sehingga menimbulkan perdarahan post partum. Pada persalinan dengan kemungkinan perdarahan post partum perlu dilakukan hal-hal sebagai berikut :
1) Mintalah izin operasi 2) Siapkan kamar operasi dan sediakan :
19
Darah dan cairan infus, Ergometrin 0,152 mg/ Methergin 0,2 mg dalam semprit, Pitocin / Syntocinon 5-10 U.
3) Pasang infus NaCl 0,9% dan jalankan pelan-pelan. 4) Pada saat kepala lahir atau seluruh bayi lahir pada letak sungsang, berikan
Perdarahan mencapai 200 ml sebelum plasenta lahir Plasenta belum lahir dalam 30 menit Penderita dalam narkosis
6) Jika ada perdarahan, segera jalankan infus, ganti darah yang hilang dengan darah
pula, bila tidak ada gunakan plasma expander atau NaCl 0,9%.
7) Cari etiologi perdarahan. 8) Bila tidak ada perdarahan dan persalinan lancer, awasi ibu sampai 2 jam post partum.
Pemakaian gurita yang baik akan mencegah naiknya fundus uteri sehingga bila ada perdarahan, dapat cepat diketahui. Sebelum meninggalkan pasien, perhatikan tujuh pokok penting :
1) Kontraksi uterus harus baik 2) Tak ada perdarahan 3) Plasenta dan selaput ketuban telah lahir lengkap 4) Kandung kencing dan rectum kosong 5) Luka perineum terawat baik dan tak da hematom
20
Hiperbilirubin adalah meningkatnya kadar bilirubin dalam darah yang kadar nilainya lebih dari normal. Hiperbilirubinemia (ikterus bayi baru lahir) adalah meningginya kadar bilirubin di dalam jaringan ekstravaskuler, sehingga kulit, konjungtiva, mukosa dan alat tubuh lainnya berwarna kuning. Total bilirubin levels in newborns up to 7 days old
Age
Less than 24 hours Less than 48 hours 3 to 5 days 7 days
Premature baby
Less than 8,0 mg/dL or than 137 mmol/L Less than 12,0 mg/dL or than 205 mmol/dL Less than 15,0 mg/dL or than 256 mmol/L Less than 15,0 mg/dL or than 256 mmol/L
Full-term baby
less Less than 6,0 mg/dL or than 103 mmol/L less Less than 10,0 mg/dL or than 170 mmol/L less Less than 12,0 mg/dL or than 205 mmol/L less Less than 10,0 mg/dL or than 170 mmol/L less less less less
Ikterus fisiologis:
(1) Pembentukan bilirubin berlebihan B-2 | Skenario 1 | Blok Emergency 21
Volume sel darah merah/kgBB bayi lebih besar Umur sel darah merah bayi lebih pendek pemecahan sel darah merah tinggi Besarnya bilirubin yang kembali dari usus kepembuluh darah
(2) Gangguan perubahan bilirubin (3) Pengeluaran bilirubin lebih rendah
22
Ikterus patologis :
-
Ikterus neonatorus disebabkan peningkatan kadar bilirubin serum pada neonatus. Ikterus yang nyata: Bilirubin serum > 5 mg/ dl
Peningkatan kadar bilirubin dalam darah tersebut dapat terjadi karena keadaan sebagai berikut;
a. Polychetemia, b. Isoimmun Hemolytic Disease, c. Kelainan struktur dan enzim sel darah merah, d. Keracunan obat (hemolisis kimia; salisilat, kortikosteroid, kloramfenikol), e. Hemolisis ekstravaskuler, f.
Cephalhematoma,
g. Ecchymosis, h. Gangguan fungsi hati; defisiensi glukoronil transferase, obstruksi empedu (atresia
Adanya komplikasi; asfiksia, hipotermi, hipoglikemi. Menurunnya ikatan albumin; lahir prematur, asidosis.
Ikterus Fisiologis
a. Timbul pada hari ke dua dan ketiga. b. Kadar bilirubin indirek tidak melebihi 10 mg% pada neonatus cukup bulan
23
c. Kecepatan peningkatan kadar bilirubin tidak melebihi 5 mg% perhari. d. Ikterus menghilang pada 10 hari pertama. e. Tidak terbukti mempunyai hubungan dengan keadaan patologik.
24
Ikterus Patologik
a. Ikterus terjadi dalam 24 jam pertama. b. Kadar bilirubin melebihi 10 mg% pada neonatus cukup bulan atau melebihi
oleh kerja heme oksidase, biliverdin reduktase dan agen pereduksi nonenzimatik dalam sistem retikuloendotelial.
(2) Setelah pemecahan hemoglobin, bilirubin tak terkonjugasi diambil oleh protein
intraseluler Y protein dalam hati. Pengambilan tergantung pada alairan darah hepatik dan adanya ikatan protein.
(3) Bilirubin yang tidak terkonjugasi dalam hati dirubah (terkonjugasi) oleh enzim asam
uridin disfosfoglukuronat (UDPGA; Uridin Diphospgoglucuronic Acid). Glukuronil transferase menjadi bilirubin mono dan diglukuronida yang polar larut dalam air (bereaksi direk)
(4) Bilirubin yang terkonjugasi yang larut dalam air dapat dieliminasi melalui ginjal. Dengan
urobilinogen dalam tinja dan urine. Beberapa bilirubin diabsorbsi kembali menjadi sirkulasi enteroheptik
(6) Warna kuning dalam kulit akibat dari akumulasi pigmen bilirubin yang larut lemak, tak
25
(7) Pada bayi hiperbilirubinemia kemungkinan merupakan hasil dari defisiensi atau tidak
aktifnya glukuronil transferase. Rendahnya pengambilan dalam hepatik kemungkinan karena penurunan protein hepatik sejalan dengan penurunan aliran darah hepatik
(8) Jaundice yang terkait dengan pemberian ASI merupakan hasil dari hambatan kerja
glukoronil transferase oleh pregnanediol atau asam lemak bebas yang terdapat dalam ASI. Terjadi 4 sampai 7 hari setelah lahir. Dimana terdapat kenaikan bilirubin tak terkonjugasi dengan kadar 25 sampai 30 mg/dl selama minggu ke-2 sampai minggu ke-3. Biasanya dapat mencapai usia 4 minggu dan menurun 10 minggu.
(9) Jika pemberian ASI dilanjutkan, hiperbilirubinemia akan menurun berangsur-angsur dan
dapat menetap selama 3 sampai 10 minggu pada kadar yang lebih rendah. Jika pemberian ASI dihentikan, kadar bilirubin serum akan turun dengan cepat., biasanya mencapai normal dalam beberapa hari.
(10)
Penghentian ASI selama 1 sampai 2 hari dan penggantian ASI dengan formula menfakibatkan penurunan bilirubin serum dengan cepat, sesudahnya pemberian ASI dapat dimulai lagi dan hiperbilirubin tidak kembali ke kadar yang tinggi seperti sebelumnya.
(11)
Bilirubin yang patologis tampak ada kenaikan bilirubin dalan 24 jam pertama kelahiran. Sedangkan untuk bayi dengan ikterus fisiologis, muncul antara 3 sampai 5 hari sesudah lahir.
(12)
26
27
Tanda dan gejala yang jelas pada anak yang menderita hiperbilirubin adalah;
(1) (2)
Tampak ikterus pada sklera, kuku atau kulit dan membran mukosa. Jaundice yang tampak dalam 24 jam pertama disebabkan oleh penyakit hemolitik
pada bayi baru lahir, sepsis, atau ibu dengan diabetik atau infeksi.
(3)
Jaundice yang tampak pada hari ke dua atau hari ke tiga, dan mencapai puncak
pada hari ke tiga sampai hari ke empat dan menurun pada hari ke lima sampai hari ke tujuh yang biasanya merupakan jaundice fisiologis.
(4)
Ikterus adalah akibat pengendapan bilirubin indirek pada kulit yang cenderung
tampak kuning terang atau orange, ikterus pada tipe obstruksi (bilirubin direk) kulit tampak berwarna kuning kehijauan atau keruh. Perbedaan ini hanya dapat dilihat pada ikterus yang berat.
(5) (6)
Muntah, anoksia, fatigue, warna urin gelap dan warna tinja pucat, seperti dempul Perut membuncit dan pembesaran pada hati
28
Pada permulaan tidak jelas, yang tampak mata berputar-putar Letargik (lemas), kejang, tidak mau menghisap Dapat tuli, gangguan bicara dan retardasi mental
(10) Bila bayi hidup pada umur lebih lanjut dapat disertai spasme otot, epistotonus,
kejang, stenosis yang disertai ketegangan otot Derajat ikterus I II Daerah ikterus Kepala dan leher Sampai badan atas (di atas umbilikus) Sampai badan bawah (di bawah III umbilikus) hingga tungkai atas (di atas lutut) IV V Sampai lengan, tungkai bawah lutut Sampai telapak tangan dan kaki 12,4 mg/dl 16,0 mg/dl 11,4 mg/dl Perkiraan kadar bilirubin 5,0 mg% 9,0 mg%
Pemeriksaan billirubin serum. Pada bayi prematur kadar billirubin lebih dari 14 mg/dl dan bayi cukup bulan kadar billirubin 10 mg/dl merupakan keadaan yang tidak fisiologis.
29
(3) Radioisotop Scan, dapat digunakan untuk membantu membedakan hapatitis dan
atresia billiari.
serum total > 12 mg/dl (170 mol/L). Fototerapi harus dilaksanakan bila kadar bilirubin serum total 15 mg/dl (260 mol/L). Bila fototerapi 2 x 24 jam gagal menurunkan kadar bilirubin serum total < 20 mg/dl (340 mol/L), dianjurkan untuk dilakukan tranfusi tukar. Bila kadar bilirubin serum total 20 mg/dl (> 340 mol/L) dilakukan fototerapi dan mempersiapkan tindakan tranfusi tukar. Bila kadar bilirubin serum total > 15 mg/dl (> 260 mol/L) pada 25-48 jam pasca kelahiran, mengindikasikan perlunya pemeriksaan laboratorium ke arah penyakit hemolisis.
(3) Pada usia 49-72 jam pasca kelahiran, fototerapi dianjurkan bila kadar bilirubin
serum total > 15 mg/dl (260 mol/L). Fototerapi harus dilaksanakan bila kadar bilirubin serum total 18 mg/dl (310 mol/L). Bila fototerapi 2 x 24 jam gagal menurunkan kadar bilirubin serum total < 25 mg/dl (430 mol/L), dianjurkan untuk dilakukan tranfusi tukar. Bila kadar bilirubin serum total > 18 mg/dl (> 310 mol/L) fototerapi dilakukan sambil mempersiapkan tindakan tranfusi tukar. Bila kadar bilirubin serum total > 25 mg/dl (> 430 mol/L) pada 49-72 jam pasca kelahiran, mengindikasikan perlunya pemeriksaan laboratorium ke arah penyakit hemolisis.
(4) Pada usia
bilirubin serum total > 17 mg/dl (290 mol/L). Bila fototerapi 2 x 24 jam gagal menurunkan kadar bilirubin serum total < 20 mg/dl (340 mol/L), dianjurkan untuk dilakukan tranfusi tukar. Bila kadar bilirubin serum total sudah mencapai > 20 mg/dl (> 340 mol/L) dilakukan fototerapi sambil mempersiapkan tindakan tranfusi tukar. Bila kadar bilirubin serum total > 25 mg/dl (> 430 mol/L) pada usia > 72 jam pasca
30
31
Fototerapi Fototerapi digunakan untuk menurunkan kadar bilirubin serum pada neonatus dengan hiperbilirubinemia jinak hingga moderat. Fototerapi dapat menyebabkan terjadinya isomerisasi bilirubin indirect yang mudah larut di dalam plasma dan lebih mudah di ekskresi oleh hati ke dalam saluran empedu. Meningkatnya foto bilirubin dalam empedu menyebabkan bertambahnya pengeluaran cairan empedu ke dalam usus sehingga peristaltic usus meningkat dan bilirubin akan lebih cepat meninggalkan usus.
Tanning (perubahan warna kulit) : induksi sintesis melanin dan atau disperse oleh
Syndrome bayi Bronze : penurunan ekskresi hepatic dari foto produk bilirubin. Diare : bilirubin menginduksi seksresi usus. Intoleransi laktosa : trauma mukosa dari epitel villi. Hemolisis : trauma fotosensitif pada eritrosist sirkulasi. Kulit terbakar : paparan berlebihan karena emisi gelombang pendek lampu
fluoresen.
(7)
Dehidrasi : peningkatan kehilangan air yang tak disadari karena energy foton yang
diabsorbsi.
(8)
Ruam kulit : trauma fotosensitif pada sel mast kulit dengan pelepasan histamine.
Tranfusi Tukar Transfusi tukar adalah suatu rangkaian tindakan mengeluarkan darah pasien dan memasukkan darah donor untuk mengurangi kadar serum bilirubin atau kadar hematokrit yang tinggi atau
32
mengurangi konsentrasi toksin-toksin dalam aliran darah pasien. Pada hiperbilirubinemia, transfusi tukar dilakukan untuk menghindari terjadinya kern icterus.
33
Keadaan bilirubin yang tidak teratasi akan menyebabkan memperburuk keadaan, dan menyebabkan komplikasi :
(1) Bilirubin enchepalopathy (komplikasi serius) (2) Kernikterus; kerusakan neurologis, cerebral palsy, retardasi mental, hiperaktif,
bicara lambat, tidak ada koordinasi otot dan tangisan yang melengking.
Hiperbilirubin baru akan berpengaruh bentuk apabila bilirubin indirek telah melalui sawar otak, penderita mungkin menderita kernikterus atau ensefalopati biliaris, gejala ensefalopati pada neonatus mungkin sangat ringan dan hanya memperlihatkan gangguan minum, letargi dan hipotonia, selanjutnya bayi mungkin kejang, spastik dan ditemukan opistotonis.
biliaris.
e) Setiap Ikterus yang timbul dalam 24 jam pasca kelahiran adalah patologis dan
34
pemeriksaan kearah adanya penyakit hemolisis oleh karena itu selanjutnya harus dirujuk.
f)
Pada bayi dengan Ikterus kremer III atau lebih perlu dirujuk ke fasilitas yang lebih lengkap setelah keadan bayi stabil
g) Nasehati ibunya mengenai pemberian minum dan membawa bayi ke RS jika bayi
menjadi kuning
Hipotermia pada bayi baru lahir adalah suhu tubuh dibawah 36,5C pengukuran dilakukan pada ketiak selama 3-5 menit. Pada bayi neonatus suhu normalnya adalah 36,5 37,5C (suhu ketiak). Apabila suhu < 36C, kedua kaki dan tangan terasa dingin kita mesti mewaspadainya karena ini merupakan gejala awal hipotermia (hipotermi ringan). Bila suhu bayi 32 36 C ini biasa disebut hipotermi sedang. Bila suhu < 32C biasa disebut hipotermi berat, pada hipotermi berat ini biasanya diperlukan termometer ukuran rendah yang dapat mengukur sampai 25C.
Hipotermia merupakan salah satu penyebab tersering dari kematian bayi baru lahir, terutama dengan berat badan kurang dari 2,5 kg.
diberi pakaian, tutup kepala, dan dibungkus, diletakkan pada ruangan yang dingin,
35
tidak segera didekapkan pada ibunya, dipisahkan dari ibunya, tidak segera disusui ibunya.
(2) Bayi berat lahir rendah yaitu bayi lahir dengan berat badan kurang dari 2,5 kg atau
bayi dengaan lingkar lengan kurang dari 9,5 cm atau bayi dengan tanda-tanda otot lembek, kulit kerput.
(3) Bayi lahir sakit seperti asfiksia, infeksi sepsis dan sakit berat. (4) Jaringan lemak subkutan tipis. (5) Perbandingan luas permukaan tubuh dengan berat badan besar. (6) Cadangan glikogen dan brown fat sedikit. (7) BBL (Bayi Baru Lahir) tidak mempunyai respon shivering (menggigil) pada reaksi
kedinginan.
(8) Kurangnya pengetahuan perawat dalam pengelolaan bayi yang beresiko tinggi
mengalami hipotermi.
(seluruh tubuh) yan serius. Kebanyakan terjadinya di musim dingin (salju) dan iklim dingin. Berdasarkan kejadianya kejadiannya hipotermia pada bayi baru lahir dibedakan menjadi tiga bagian yaitu:
(1) Hipotermia Akut
36
Terjadi bila bayi berada di lingkungan yang dingin selama 6 -12 jam. Umumnya terjadi pada bayi yang lahir di ruang bersalin yang dingin, inkubator yang tidak cukup panas, kelaian terhadap bayi yang akan lahir, misalnya diduga mati dalam kandungan tetapi ternyata masih hidup. Gejalanya biasanya lemah, gelisah, pernapasan dan bunyi jantung lambat serta kedua kaki dingin. Langkah awal yang harus dilakukan adalah dengan cara memasukkan bayi ke dalam inkubator yang suhunya telah di atur menurut kebutuhan bayi dan dalam keadaan telanjang supaya dapat diawasi dengan teliti.
(2) Hipotermia Sepitas
Merupakan penurunan suhu tubuh 1 -2 derajat celcius sesudah lahir. Suhu tubuh akan menjadi normal kembali sesudah bayi berumur 4 8 jam, bila suhu lingkungan diatur sebaik-baiknya.
(3) Hipotermia Sekunder
Penurunan suhu tubuh yang tidak disebabkan oleh suhu lingkungan yang dingin, tetapi oleh sebab lain seperti sepsis, sindrom gangguan pernapasan dengan hipoksia atau hipoglikemia, perdarahan intrakranial tranfusi tukar, penyakit jantung bawaan yang berat. Pengobatan bisa dilakukan dengan cara memberikan antibiotik, larutan glukosa, oksigen, dan sebagainya.
(4) Hipotermi Cold injury
Biasanya terjadi pada bayi yang terlalu lama dalam ruangan dingin (lebih dari 12 jam). Gejalanya adalah lemah, tidak mau minum, badan dingin, suhu berkisar antara 29,5 35 derajat celsius, tak banyak bergerak, edema, serta kemerahan pada tangan, kaki, dan muka seolah-olah bayi dalam keadaan sehat; pengerasan jaringan subkutis. Bayi seperti ini sering mengalami komplikasi infeksi, hipoglikemia, dan perdarahan. Pengobatan bisa dilakukan dengan memanaskan secara perlahan-lahan, pemberian antibiotik, pemberian larutan glukosa 10 persen, dan kartikosteroid.
37
Evaporasi (menguapnya cairan dari kulit bayi yang basah). Radiasi (memancarnya panas tubuh bayi ke lingkungan sekitar yang lebih dingin). Konduksi (pindahnya panas tubuh apabila kulit bayi langsung kontak dengan permukaan yang lebih dingin)
38
Kaki dan tangan bayi teraba lebih dingin dibandingkan dengan bagian dada Aktivitas berkurang Kemampuan menghisap lemah Tangisan lemah Ujung jari tangan dan kaki kebiruan
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala, hasil pemeriksaan fisik dan hasil pengukuran suhu tubuh.
kepala diletakkan di dada ibu agar tubuh bayi menjadi hangat karena terjadi kontak kulit langsung.Bila tubuh bayi masih teraba dingin bisa ditambahkan selimut.
(2) Bayi baru lahir mengenakan pakaian dan selimut yang disetrika atau dihangatkan
diatas tungku.
(3) Menghangatkan bayi dengan lampu pijar 40 sampai 60 watt yang diletakkan pada
dekap, yaitu bayi diletakkan telungkup dalam dekapan ibunya dan keduanya diselimuti agar bayi senantiasa hangat.
(6) Bila tubuh bayi masih dingin, gunakan selimut atau kain hangat yang diseterika
terlebih dahulu yang digunakan untuk menutupi tubuh bayi dan ibu. Lakukan
39
berulangkali sampai tubuh bayi hangat. Tidak boleh memakai buli-buli panas, bahaya luka bakar.
(7) Biasanya bayi hipotermi menderita hipoglikemia sehingga bayi harus diberi ASI
sedikit-sedikit dan sesering mungkin. Bila bayi tidak dapat menghisap beri infus glukosa 10% sebanyak 60-80 ml/kg per hari.
(8) Periksa ulang suhu bayi 1 jam kemudian, bila suhu naik pada batas normal (36,5-
Jika setelah menghangatkan selama 1 jam tidak ada kenaikan suhu (membaik),bila bayi tidak dapat minum,terdapat gangguaan nafas atau kejang.Dan bila disertai salah satu tanda tanpak mengantuk/ letargis atau ada bagian tubuh bayi yang mengeras.
memperoleh kalori.
(3) Mempertahankan kehangatan pada bayi. (4) Memberi perawatan bayi baru lahir yang memadai.
40
(5) Melatih semua orang yang terlibat dalam pertolongan persalinan / perawatan bayi
baru lahir.
(6) Menunda memandikan bayi baru lahir Pada bayi normal tunda memandikannya
sampai 24 jam.
(7) Pada bayi berat badan lahir rendah tunda memandikannya lebih lama lagi.
41
4. Pandangan Islam mengenai dokter laki-laki memeriksa pasien perempuan Islam menentukan bahwa setiap manusia harus menghormati manusia yang lainnya, karena Allah sebagai khalik sendiri menghormati manusia, sebagai mana di jelaskan Allah dalam surat Al Isra :70. Untuk pemeriksaan dokter dalam menegakkan diagnosa penyakit, maka dokter berkhalwat, melihat aurat, malah memeriksa luar dalam pasien dibolehkan hanya didasarkan pada keadaan darurat, sebagai yang dijelaskan oleh qaidah ushul fiqh yang berbunyi : yang darurat dapat membolehkan yang dilarang. Islam memang mengenal darurat yang akan meringankan suatu hukum. Ada kaidah Idzaa dhoogal amr ittasi (jika kondisi sulit, maka Islam memberikan kemudahan dan kelonggaran). Bahkan Kaedah lain menyebutkan: Kondisi darurat menjadikan sesuatu yang haram menjadi mubah. Namun darurat itu bukan sesuatu yang bersifat rutin dan gampang dilakukan. Umumnya darurat baru dijadikan pilihan manakala memang kondisinya akan menjadi kritis dan tidak ada alternatif lain. Itu pun masih diiringi dengan resiko fitnah dan sebagainya. Akan tetapi, untuk mencegah fitnah dan godaan syaitan maka sebaiknya sewaktu dokter memeriksa pasien dihadiri orang ketiga baik dari keluarga maupun dari tenaga medis itu sendiri. Akan lebih baik lagi jika pasien diperiksa oleh dokter sejenis, pasien perempuan diperiksa oleh dokter perempuan dan pasien laki-laki diperiksa oleh dokter laki-laki. Karena dalam dunia kedokteran sendiri banyak cerita-cerita bertebaran di seluruh dunia, di mana terjadi praktek asusila baik yang tak sejenis hetero seksual, maupun yang sejenis homoseksual antara dokter dan pasien. Dalam pengobatan, kebolehan hanya pada bagian tubuh yang sangat diperlukan, karena itu, bagian tubuh yang lain yang tidak terkait langsung tetap berlaku ketentuan umum tidak boleh melihatnya. Namun, untuk meminimalisir batasan darurat dalam pemeriksaan oleh lawan jenis sebagai upaya sadd al-Dzariat (menutup jalan untuk terlaksananya kejahatan), disarankan disertai mahram dan prioritas diobati oleh yang sejenis. Pembolehan dan batasan kebolehanya dalam keadaan darurat juga banyak disampaikan oleh tokoh madzhab. Ahmad ibn Hanbal, tokoh utama mazhab hanbali menyatakan boleh bagi dokter/ tabib laki-laki melihat aurat pasien lain jenis yang bukan mahram khusus pada bagian tubuh yang menuntut untuk itu termasuk aurat vitalnya, demikian pula sebaliknya, dokter wanita boleh melihat aurat pasien laki-laki yang bukan mahramnya dengan alasan tuntutan.
42
DAFTAR PUSTAKA
1. Buku
Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal Neonatal.2002.Yogyakarta:Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. DeCherney and Lauren Nathan , 2003 by The McGraw-Hill Companies, Inc.
dan
2. Curren Obstretric & Gynecologic Diagnosis & Tretment, Ninth edition : Alan H. 3. Doengoes, E Marlynn & Moerhorse, Mary Fraces. 2001. Rencana Perawatan Maternal /
procedures, on call problems disease and drugs; edisi ke-5. New York : Lange Books/Mc Graw-Hill, 2004; 247-50.
6. http://www.geocities.com/yosemite/Rapids/1744/clobpt12.html 7. Ilmu Kebidanan, editor Prof.dr. Hanifa Wiknjosastro, SpOg, edisi Ketiga cetakan
baru lahir untuk dokter, bidan dan perawat di rumah sakit. Jakarta : IDAI, MNHJHPIEGO, Depkes RI, 2004; 42-8.
9. Khosim S, Indarso F, Irawan G, Hendrarto TW. Buku acuan pelatihan pelayanan obstetri
Manual of neonatal care; edisi ke-5. Boston : Lippincott Williams & Wilkins, 2004; 185-222.
11. Ngastiah. 1997. Perawatan Anak Sakit. EGC. Jakarta. 12. Prawirohadjo, Sarwono. 1997. Ilmu Kebidanan. Edisi 3. Yayasan Bina Pustaka. Jakarta. 13. Prof.Dr.Rustam Mochtar, MPH, Sinopsis Obstretis, edisi 2 jilid 1, Editor Dr. Delfi Lutan,
SpOG
14. Rennie MJ, Roberton NRC. A manual of neonatal intensive care; edisi ke-4. London :
Kebidanan
Neonatus,
Bayi,
dan
Anak
16. Suriadi, dan Rita Y. 2001. Asuhan Keperawatan Pada Anak . Edisi I. Fajar Inter Pratama.
43
17. Syaifuddin, Bari Abdul. 2000. Buku Ajar Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal Dan
MD,Kenneth J,.,Md Leveno, Larry C.,Iii,Md Gilstrap,John C.,Md Hauth, Katherine D.,Clark,Katherine D.Wenstrom,by McGraw-Hill Profesional (April 27,2001)
44