Anda di halaman 1dari 21

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Gawat abdomen menggambarkan keadaan klinik akibat kegawatan di rongga perut yang biasanya timbul mendadak dengan nyeri sebagai keluhan utama. Keadaan ini memerlukan penanggulangan segera yang sering berupa tindakan bedah, misalnya pada perforasi, perdarahan intraabdomen, infeksi, obstruksi dan strangulasi saluran cerna dapat menyebabkan perforasi yang mengakibatkan kontaminasi rongga perut oleh isi saluran cerna sehingga terjadilah peritonitis. Peradangan peritoneum merupakan komplikasi berbahaya yang sering terjadi akibat penyebaran infeksi dari organ-organ abdomen (misalnya apendisitis, salpingitis, perforasi ulkus gastroduodenal), ruptura saluran cerna, komplikasi post operasi, iritasi kimiawi, atau dari luka tembus abdomen. Keputusan untuk melakukan tindakan bedah harus segera diambil karena setiap keterlambatan akan menimbulkan penyakit yang berakibat meningkatkan morbiditas dan mortalitas. Ketepatan diagnosis dan penanggulangannya tergantung dari kemampuan melakukan analisis pada data anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Peritonitis selain disebabkan oleh kelainan di dalam abdomen yang berupa inflamasi dan penyulitnya, juga oleh ileus obstruktif, iskemia dan perdarahan. Sebagian kelainan disebabkan oleh cidera langsung atau tidak langsung yang mengakibatkan perforasi saluran cerna atau perdarahan. 1.2 Tujuan Penulisan 1. Untuk memahami penyakit yang terjadi pada organ abdomen terutama pada peritoneum 2. Untuk mengetahui penyebab, gejala, dan terapi pada penyakit yang dialami khususnya penyakit peritonitis.

BAB II STATUS PASIEN

2.1 Identitas Pasien Nama : Tn. M

Jenis Kelamin : Laki-laki Umur Alamat : 50 tahun : Sanan wetan-Blitar

Tanggal MRS : 16 agustus 2013 2.2 Anamnesis Keluhan Utama: nyeri perut Riwayat Penyakit Sekarang : px pindahan dr rsk budi rahayu setelah post op appendicitis tanggal 10/8, setelah itu px mengeluh perut terasa sakit di semua bagian (+), perut terasa penas(+), kembung(+) . Perut kembung, teraba keras saat ditekan dan pasien juga sering muntah- muntah 5-8 x/hari, serta sulit BAB dan flatus (+). Terkadang pasien jika BAB disertai darah sedikit(+). Px mengeluh badan demam(+), nafsu makan menurun serta mual. Kemudian pada tanggal 14/10 dilakukan operasi kedua. Karena permintaan keluarga px minta di pindah di RSD mardi waluyo Riwayat Penyakit Dahulu Hipertensi DM Jantung : (-) : (-) : (-)

Penyakit lain : (-) Riwayat Penyakit Keluarga Riwayat penyakit serupa (-) Hipertensi (-) DM (-) Penyakit lain (-) Riwayat Kebiasaan Merokok (-)
2

Minum alcohol (-) Riwayat Sosioekonomi keluarga Keluarga pasien termasuk golongan ekonomi menengah ke bawah. 2.3 Pemeriksaan Fisik Keadaan Umum: tampak lemah, GCS 456 (Compos Mentis) Vital Sign TD Nadi RR T : 130/90 mmHg : 90kali/menit : 22 kali/menit : 37,8C

Kepala-leher Anemis (-), icteric (-), cianosis (-), dispnea (-), pupil isokor, reflex cahaya +/+, mata cowong (-) Thoraks Normochest, simetris, pernapasan thoracalabdominal, retraksi (-), spider nevi (-). Cor: Inspeksi: ictus cordis tidak tampak Palpasi: ictus cordis tak kuat angkat Perkusi: batas kiri atas: SIC II Linea Para Sternalis Sinistra batas kanan atas: SIC II Linea Para Sternalis Dextra batas kiri bawah: SIC V 1 cm medial Linea Medio Clavicularis Sinistra batas kanan bawah: SIC IV Linea Para Sternalis Dextra pinggang jantung: SIC III Linea Para Sternalis Sinistra (batas jantung terkesan normal) Auskultasi: Bunyi jantung III intensitas normal, regular, bising (-) Pulmo: Inspeksi: pengembangan dada kanan sama dengan kiri Palpasi: fremitus raba kiri sama dengan kanan Perkusi: sonor/sonor Auskultasi: suara dasar vesikuler, suara tambahan (ronchi -/-)

Abdomen:

Inspeksi: tampak tertup kasa luka bekas op dengan terpasang drain.

Produksi cairan drain 50cc, darah merembes sedikit Auskultasi: bising usus (+) Palpasi: nyeri tekan Perkusi: SDE Ekstremitas: AH +/+, edema -/2.4 Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan darah lengkap 18 agustus 2013 Pemeriksaan Hb Leukosit Hitung jenis Eritrosit Trombosit Hematokrit MCV/MCH/MCHC Serum Kreatinin BUN 9,9 7.900 1/-/13/77/11/7 4.350.000 753.000 33,4 96,3/29,3/30,5 0,9 10 Hasil Nilai Normal L: 13-17 g%, P: 11,5-16 g% 4.000-11.000/CMM 1-2/0-1/3-5/54-62/25-33/3-7 L:4.5-6.5 jt/cmm,P:3.0-6,0 jt 150.000-450.000 L : 40-54 %, P; 35-47 % 80-97 fl/27-31pg/ 32-36% (L:0.6-1.4mg/dl; P: 0.5-1.2mg/dl) 4,7-23,4mg/dl + + -

2.5 Working Diagnosis 1. Post Op laparatomi ec peritonitis 2.6 Planing Diagnosis 1. RT 2. Rontgen BOF LLD 3. Cek LFT, RFT

2.7 Penatalaksanaan Medikamentosa: 1. IVFD RL 1500CC/hari 2. Infus metronidazole 2x500 mg 3. Inj. Broadced 2x1 gr 4. Inj. Torasic 3x30 mg 5. Inj. Novaldo 2x1 ampul 6. Inj.Rantin 2x1 ampul Non Medikamentosa: 1. Puasa 2. Pasang NGT, kateter 3. Konsul dokter spesialis bedah Hasil foto BOF/LLD

KESIMPULAN: Distribusi dari gas dalam usus yang distended tampak mengisi cavum abdomen merata. Tidak ada gambaran Herring Bone Sign. Fecal material banyak. Tampak adanya tandatanda gas bebas intraabdomen di sub diafraghma. Batas bayangan liver, limpa dan kedua ginjal tidak membesar. Psoas shadow simetris. Tulang-tulang baik. Tidak didapatkan tanda-tanda bayangan batu radiopaque di daerah tractus urinarius. Kesimpulan: Gambaran Peritonitis Perforasi Edukasi: Memberikan penjelasan kepada keluarga pasien tentang keadaan pasien, diagnose kerja, pemeriksaan yang akan dilakukan beserta tindakan operatif dan prognosisnya.

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Anatomi Dinding perut mengandung struktur muskulo-aponeurosis yang kompleks. Di bagian belakang, struktur ini melekat pada tulang belakang, di sebelah atas pada iga, dan di bagian bawah pada tulang panggul. Dinding perut ini terdiri atas beberapa lapis, yaitu dari luar ke dalam, lapis kulit yang terdiri dari kutis dan subkutis; lemak subkutan dan fasia superfisial (fasia Scarpa); kemudian ketiga otot dinding perut, M. Oblikus abdominis eksternus, M. Oblikus abdominis internus, dan M. Tranversus abdominis; dan akhirnya lapis preperitoneal, dan peritoneum.

Gambar: Anatomi Abdomen

Otot di bagian depan terdiri atas sepasang otot rektus abdominis dengan fasianya yang di garis tengah dipisahkan oleh linea alba.3 Dinding perut membentuk rongga perut yang melindungi isi rongga perut. Perdarahan dinding perut berasal dari beberapa arah. Dari kranikaudal diperoleh pendarahan dari cabang aa.interkostales VI s/d XII dan A. Epigastrika superior. Dari kaudal, A. Iliaka sirkumfleksa superfisialis, A. Pudenda eksterna, dan A. Epigastrica inferior. Kekayaan vaskularisasi ini memungkinkan sayatan perut horizontal maupun vertikal tanpa menimbulkan gangguan pendarahan. Dinding perut dipersarafi oleh N. Torakalis VI s/d XII dan N. Lumbalis I.3 Rongga perut (cavitas abdominalis) dibatasi oleh membran serosa yang tipis mengkilap yang juga melipat
7

untuk melindungi organ-organ di dalam rongga abdominal. Lapisan membran yang membatasi dinding abdomen dinamakan peritoneum parietale, sedangkan bagian yang meliputi organ dinamakan peritoneum viscerale. 2 Mesenterium ialah bangunan peritoneal yang berlapis ganda, bentuknya seperti kipas, pangkalnya melekat pada dinding belakang perut dan ujungnya yang mengembang melekat pada usus halus. Di antara dua lapisan membran yang membentuk mesenterium terdapat pembuluh darah, saraf dan bangunan lainnya yang memasok usus. Bagian mesenterium di sekitar usus besar dinamakan mesokolon. Lapisan ganda peritoneum yang berisi lemak, menggantung di sebelah atas depan usus bernama omentum majus. Bangunan ini memanjang dari tepi lambung sebelah bawah ke dalam bagian pelvik abdomen dan kemudian melipat kembali dan melekat pada colon tranversum. Ada juga membran yang lebih kecil bernama omentum minus yang terentang antara lambung dan liver. 2 3.2 Definisi Peritonitis adalah keadaan akut abdomen akibat peradangan sebagian atau seluruh selaput peritoneum parietale ataupun viserale pada rongga abdomen.
4,5,6

Peritonitis seringkali

disebabkan dari infeksi yang berasal dari organ-organ di cavum abdomen. Penyebab tersering adalah perforasi dari organ lambung, colon, kandung empedu atau apendiks. Infeksi dapat juga menyebar dari organ lain yang menjalar melalui darah. 6 Peritonitis didefinisikan sebagai suatu proses inflamasi membran serosa yang membatasi rongga abdomen dan organ-organ yang terdapat di dalamnya. Peritonitis dapat bersifat lokal maupun generalisata, bacterial ataupun kimiawi. Peradangan peritoneum dapat disebabkan oleh bakteri, virus, jamur, bahan kimia iritan, dan benda asing. 3.3 Etiologi Bentuk peritonitis yang paling sering ialah Spontaneous Bacterial Peritonitis (SBP) dan peritonitis sekunder. SBP terjadi bukan karena infeksi intra abdomen, tetapi biasanya terjadi pada pasien yang asites terjadi kontaminasi hingga ke rongga peritoneal sehingga menjadi translokasi bakteri munuju dinding perut atau pembuluh limfe mesenterium, kadang terjadi penyebaran hematogen jika terjadi bakterimia dan akibat penyakit hati yang kronik. Semakin rendah kadar protein cairan asites, semakin tinggi risiko terjadinya peritonitis dan abses. Ini terjadi karena ikatan opsonisasi yang rendah antar molekul komponen asites patogen yang paling sering menyebabkan infeksi adalah bakteri gram negative E. Coli 40%,
8

Klebsiella pneumoniae 7%, spesies Pseudomonas, Proteus dan gram lainnya 20% dan bakteri gram positif yaitu Streptococcus pnemoniae 15%, jenis Streptococcus lain 15%,dan golongan Staphylococcus 3%, selain itu juga terdapat anaerob dan infeksi campur bakteri. Peritonitis sekunder yang paling sering terjadi disebabkan oleh perforasi atau nekrosis (infeksi transmural) organ-organ dalam dengan inokulasi bakteri rongga peritonealterutama disebabkan bakteri gram positif yang berasal dari saluran cerna bagian atas. Peritonitis tersier terjadi karena infeksi peritoneal berulang setelah mendapatkan terapi SBP atau peritonitis sekunder yang adekuat, bukan berasal dari kelainan organ, pada pasienperitonisis tersier biasanya timbul abses atau flagmon dengan atau tanpa fistula. Selain itu juga terdapat peritonitis TB, peritonitis steril atau kimiawi terjadi karena iritasi bahan-bahan kimia, misalnya cairan empedu, barium, dan substansi kimia lain atau prses inflamasi transmural dari organ-organ dalam. Penyebab yang paling serius dari peritonitis adalah terjadinya suatu hubungan (viskus) ke dalam rongga peritoneal dari organ-organ intra-abdominal (esofagus, lambung, duodenum, intestinal, colon, rektum, kandung empedu, apendiks, dan saluran kemih), yang dapat disebabkan oleh trauma, darah yang menginfeksi peritoneal, benda asing, obstruksi dari usus yang mengalami strangulasi, pankreatitis, PID (Pelvic Inflammatory Disease) dan trombosis dari mesenterium/emboli.4 Peradangan peritoneum merupakan komplikasi berbahaya yang sering terjadi akibat penyebaran infeksi dari organ-organ abdomen (misalnya apendisitis, salpingitis), ruptur saluran cerna, atau dari luka tembus abdomen. Organisme yang sering menginfeksi adalah organisme yang hidup dalam kolon pada kasus ruptur apendiks, sedangkan stafilokokus dan stretokokus sering masuk dari luar. 7 Ada beberapa hal yang merupakan etiologi/penyebab timbulnya peritonitis, yaitu sebagai berikut: 1. Infeksi bakteri Mikroorganisme berasal dari penyakit saluran gastrointestinal, misalnya:

Appendisitis yang meradang dan perforasi Tukak peptik (lambung/duodenum) Tukak thypoid
9

Tukak disentri amuba/colitis Tukak pada tumor Salpingitis Divertikulitis

Kuman yang paling sering ialah bakteri Coli, streptokokus dan hemolitik, stapilokokus aurens, enterokokus dan yang paling berbahaya adalah clostridium wechii. 2. Secara langsung dari luar

Operasi yang tidak steril Terkontaminasi talcum venetum, lycopodium, sulfonamida, terjadi peritonitis yang disertai pembentukan jaringan granulomatosa sebagai respon terhadap benda asing, disebut juga peritonitis granulomatosa serta merupakan peritonitis lokal.

Trauma pada kecelakaan seperti ruptur limpa. Melalui tuba fallopius seperti cacing enterobius vermikularis. Terbentuk pula peritonitis granulomatosa.

3. Secara hematogen sebagai komplikasi beberapa penyakit akut seperti radang saluran pernapasan bagian atas, otitis media, mastoiditis, glomerulonepritis. Penyebab utama adalah streptokokus atau pnemokokus. 3.4 Klasifikasi Infeksi peritoneal diklasifikasikan menjadi primer (spontan), sekunder (berhubungan dengan proses patologi yang berlangsung di organ dalam), atau tersier (infeksi berulang yang terjadi setelah terapi yang adekuat). Infeksi intraabdomen dapat dibagi menjadi lokal (localized) atau umum (generalized), dengan atau tanpa pembentukan abses. 9 Penyebab terbanyak dari peritonitis primer adalah peritonitis yang disebabkan karena bakteri yang muncul secara spontan (Spontaneus Bacterial Peritonitis) yang sering terjadi karena penyakit hati kronis. Berdasarkan patogenesis peritonitis dapat diklasifikasikan sebagai berikut: A. Peritonitis Bakterial Primer

10

Merupakan peritonitis akibat kontaminasi bacterial secara hematogen pada cavum peritoneum dan tidak ditemukan fokus infeksi dalam abdomen. Penyebabnya bersifat monomikrobial, biasanya E. Coli, Sreptococus atau Pneumococus. Peritonitis bakterial primer dibagi menjadi dua, yaitu: 1) Spesifik: misalnya Tuberculosis 2) Non spesifik: misalnya pneumonia non tuberculosis dan Tonsilitis. Faktor resiko yang berperan pada peritonitis ini adalah adanya malnutrisi, keganasan intraabdomen, imunosupresi dan splenektomi. Kelompok resiko tinggi adalah pasien dengan sindrom nefrotik, gagal ginjal kronik, lupus eritematosus sistemik, dan sirosis hepatis dengan asites. B. Peritonitis Bakterial Akut Sekunder (Supurativa) Peritonitis yang mengikuti suatu infeksi akut atau perforasi traktus gastrointestinal atau traktus urinarius. Pada umumnya organisme tunggal tidak akan menyebabkan peritonitis yang fatal. Sinergisme dari multipel organisme dapat memperberat terjadinya infeksi ini. Bakteri anaerob, khususnya spesies Bacteroides, dapat memperbesar pengaruh bakteri aerob dalam menimbulkan infeksi. Selain itu luas dan lama kontaminasi suatu bakteri juga dapat memperberat suatu peritonitis. Kuman dapat berasal dari: Luka/trauma penetrasi, yang membawa kuman dari luar masuk ke dalam cavum peritoneal. Perforasi organ-organ dalam perut, contohnya peritonitis yang disebabkan oleh bahan kimia, perforasi usus sehingga feces keluar dari usus. Komplikasi dari proses inflamasi organ-organ intra abdominal, misalnya appendisitis.

C. Peritonitis tersier, misalnya: Peritonitis yang disebabkan oleh jamur Peritonitis yang sumber kumannya tidak dapat ditemukan.

Merupakan peritonitis yang disebabkan oleh iritan langsung, seperti misalnya empedu, getah lambung, getah pankreas, dan urine.

3.5 Patofisiologi

11

Reaksi awal peritoneum terhadap invasi oleh bakteri adalah keluarnya eksudat fibrinosa. Kantong-kantong nanah (abses) terbentuk diantara perlekatan fibrinosa, yang menempel menjadi satu dengan permukaan sekitarnya sehingga membatasi infeksi. Perlekatan biasanya menghilang bila infeksi menghilang, tetapi dapat menetap sebagai pita-pita fibrosa, yang kelak dapat mengakibatkan obstuksi usus. Peradangan menimbulkan akumulasi cairan karena kapiler dan membran mengalami kebocoran. Jika defisit cairan tidak dikoreksi secara cepat dan agresif, maka dapat menimbulkan kematian sel. Pelepasan berbagai mediator, seperti misalnya interleukin, dapat memulai respon hiperinflamatorius, sehingga membawa ke perkembangan selanjutnya dari kegagalan banyak organ. Karena tubuh mencoba untuk mengkompensasi dengan cara retensi cairan dan elektrolit oleh ginjal, produk buangan juga ikut menumpuk. Takikardi awalnya meningkatkan curah jantung, tapi segera berhenti begitu terjadi hipovolemia. Organ-organ di dalam cavum peritoneum termasuk dinding abdomen mengalami oedem. Oedem disebabkan oleh permeabilitas pembuluh darah kapiler organ-organ tersebut meninggi. Pengumpulan cairan di dalam rongga peritoneum dan lumen-lumen usus serta oedem seluruh organ intra peritoneal dan oedem dinding abdomen termasuk jaringan

retroperitoneal menyebabkan hipovolemia. Hipovolemia bertambah dengan adanya kenaikan suhu, masukan yang tidak ada, serta muntah. Terjebaknya cairan di cavum peritoneum dan lumen usus, lebih lanjut meningkatkan tekana intra abdomen, membuat usaha pernapasan menjadi sulit dan menimbulkan penurunan perfusi. Bila bahan yang menginfeksi tersebar luas pada permukaan peritoneum atau bila infeksi menyebar, dapat timbul peritonitis umum. Dengan perkembangan peritonitis umum, aktivitas peristaltik berkurang sampai timbul ileus paralitik, usus kemudian menjadi atoni dan meregang. Cairan dan elektrolit hilang ke dalam lumen usus, mengakibatkan dehidrasi, syok, gangguan sirkulasi dan oliguria. Perlekatan dapat terbentuk antara lengkung-lengkung usus yang meregang dan dapat mengganggu pulihnya pergerakan usus dan mengakibatkan obstruksi usus. Sumbatan yang lama pada usus atau obstruksi usus dapat menimbulkan ileus karena adanya gangguan mekanik (sumbatan) maka terjadi peningkatan peristaltik usus sebagai usaha untuk mengatasi hambatan. Ileus ini dapat berupa ileus sederhana yaituobstruksi usus yang tidak disertai terjepitnya pembuluh darah dan dapat bersifat total atau parsial, pada ileus stangulasi
12

obstruksi disertai terjepitnya pembuluh darah sehingga terjadi iskemi yang akan berakhir dengan nekrosis atau ganggren dan akhirnya terjadi perforasi usus dan karena penyebaran bakteri pada rongga abdomen sehingga dapat terjadi peritonitis. Perforasi tukak peptik khas ditandai oleh perangsangan peritoneum yang mulai di epigastrium dan meluas ke seluruh peritonium akibat peritonitis generalisata. Perforasi lambung dan duodenum bagian depan menyebabkan peritonitis akut. Penderita yang mengalami perforasi ini tampak kesakitan hebat seperti ditikam di perut. Nyeri ini timbul mendadak terutama dirasakan di daerah epigastrium karena rangsangan peritonium oleh asam lambung, empedu dan atau enzim pankreas. Kemudian menyebar ke seluruh perut menimbulkan nyeri seluruh perut pada awal perforasi, belum ada infeksi bakteria, kadang fase ini disebut fase peritonitis kimia. Adanya nyeri di bahu menunjukkan rangsangan peritoneum berupa pengenceran zat asam garam yang merangsang. Hal ini akan mengurangi keluhan untuk sementara sampai kemudian terjadi peritonitis bakteria. Pada apendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen apendiks oleh hiperplasi folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur karena fibrosis dan neoplasma. Obstruksi tersebut menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa mengalami bendungan, makin lama mukus tersebut makin banyak. Namun elastisitas dinding apendiks mempunyai keterbatasan sehingga menyebabkan peningkatan tekanan intralumen dan menghambat aliran limfe yang mengakibatkan oedem, diapedesis bakteri, ulserasi mukosa, dan obstruksi vena sehingga edema bertambah. Kemudian aliran arteri terganggu, akan terjadi infark dinding apendiks yang diikuti dengan nekrosis atau ganggren dinding apendiks sehingga menimbulkan perforasi dan akhirnya mengakibatkan peritonitis baik lokal maupun general. Peritonitis menimbulkan efek sistemik. Perubahan sirkulasi, perpindahan cairan, masalah pernafasan menyebabkan ketidakseimbangan cairan dan elektrolit. Sistem sirkulasi mengalami tekanan dari beberapa sumber. Respon inflamasi mengirimkan darah ekstra ke area usus yang terinflamasi. Cairan dan udara ditahan dalam lumen ini, meningkatkan tekanan dan sekresi cairan ke dalam usus. Sedangkan volume sirkulasi darah berkurang, meningkatkan kebutuhan oksigen, ventilasi berkurang dan meningkatkan tekanan abdomen yang meninggikan diafragma.

13

3.6 Manifestasi Klinis Adanya darah atau cairan dalam rongga peritonium akan memberikan tanda-tanda rangsangan peritonium. Rangsangan peritonium menimbulkan nyeri tekan dan defans muskular, pekak hati bisa menghilang akibat udara bebas di bawah diafragma. Peristaltik usus menurun sampai hilang akibat kelumpuhan sementara usus. 10 Bila telah terjadi peritonitis bakterial, suhu tubuh meningkat dan terjadi takikardia, hipotensi dan penderita tampak letargik dan syok. Rangsangan ini menimbulkan nyeri pada setiap gerakan yang menyebabkan pergeseran peritonium dengan peritonium. Nyeri subjektif berupa nyeri waktu penderita bergerak seperti jalan, bernafas, batuk, atau mengejan. Nyeri objektif berupa nyeri jika digerakkan seperti palpasi, nyeri tekan lepas, tes psoas, atau tes lainnya. 10,13 Tanda-tanda peritonitis relative sama dengan infeksi berat yaitu demam tinggi atau pasien yang sepsis bisa menjadi hipotermia, tatikardi, dehidrasi hingga menjadi hipotensi. Nyeri abdomen yang hebat biasanya memiliki punctum maximum di tempat tertentu sebagai sumber infeksi. Dinding perut akan terasa tegang karena mekanisme antisipasi penderita secara tidak sadar untuk menghindari palpasi yang merangsang nyeri atau tegang karena iritasi peritoneum.

Syok (neurogenik, hipovolemik atau septik) terjadi pada beberapa penderita peritonitis umum.

Demam Distensi abdomen Nyeri tekan abdomen dan rigiditas yang lokal, difus, atrofi umum, tergantung pada perluasan iritasi peritonitis.

Bising usus tak terdengar pada peritonitis umum dapat terjadi pada daerah yang jauh dari lokasi peritonitisnya.

Nausea Vomiting Penurunan peristaltik. Pada wanita dilakukan pemeriksaan vagina bimanual untuk membedakan nyeri akibat

pelvic inflammatoru disease. Pemeriksaan-pemeriksaan klinis ini bisa jadi positif palsu pada penderita dalam keadaan imunosupresi (misalnya diabetes berat, penggunaan steroid, pasca
14

transplantasi,

atau

HIV), penderita

dengan

penurunan

kesadaran

(misalnya

trauma

cranial, ensefalopati toksik, syok sepsis, atau penggunaan analgesic), penderita dengan paraplegia dan penderita geriatric. 3.7 Diagnosis Menegakkan diagnosis peritonitis secara cepat adalah penting sekali. Diagnosis peritonitis didapatkan dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang.
2

Diagnosis peritonitis biasanya ditegakkan secara klinis. Kebanyakan pasien datang dengan keluhan nyeri abdomen. Nyeri ini bisa timbul tiba-tiba atau tersembunyi. Pada awalnya, nyeri abdomen yang timbul sifatnya tumpul dan tidak spesifik (peritoneum viseral) dan kemudian infeksi berlangsung secara progresif, menetap, nyeri hebat dan semakin terlokalisasi (peritoneum parietale). Dalam beberapa kasus (misal: perforasi lambung, pankreatitis akut, iskemia intestinal) nyeri abdomen akan timbul langsung secara umum/general sejak dari awal. 9 Mual dan muntah biasanya sering muncul pada pasien dengan peritonitis. Muntah dapat terjadi karena gesekan organ patologi atau iritasi peritoneal sekunder. 9 Anamnesis mengandung data kunci yang dapat mengarahkan diagnosis gawat abdomen. Sifat, letak dan perpindahan nyeri merupakan gejala yang penting. Demikian juga muntah, kelainan defekasi dan sembelit. Adanya syok, nyeri tekan, defans muskular, dan perut kembung harus diperhatikan sebagai gejala dan tanda penting. Sifat nyeri, cara timbulnya dan perjalanan selanjutnya sangat penting untuk menegakkan diagnosis. 3 Pada pemeriksaan fisik, perlu diperhatikan kondisi umum, wajah, denyut nadi, pernapasan, suhu badan, dan sikap baring pasien sebelum melakukan pemeriksaan abdomen. Gejala dan tanda dehidrasi, perdarahan, syok, dan infeksi atau sepsis juga perlu diperhatikan.
3

Pada pemeriksaan fisik pasien dengan peritonitis, keadaan umumnya tidak baik. Demam dengan temperatur >38C. Pasien dengan sepsis hebat akan muncul gejala hipotermia. Takikardia disebabkan karena dilepaskannya mediator inflamasi dan hipovolemia intravaskuler yang disebabkan karena mual dan muntah, demam, kehilangan cairan yang banyak dari rongga abdomen. Dengan adanya dehidrasi yang berlangsung secara progresif, pasien bisa menjadi semakin hipotensi. Hal ini bisa menyebabkan produksi urin berkurang, dan dengan adanya peritonitis hebat bisa berakhir dengan keadaan syok sepsis. 9

15

Pada pemeriksaan abdomen, pemeriksaan yang dilakukan akan sangat menimbulkan ketidaknyamanan bagi pasien, namun pemeriksaan abdomen ini harus dilakukan untuk menegakkan diagnosis dan terapi yang akan dilakukan. Pada inspeksi, pemeriksa mengamati adakah jaringan parut bekas operasi

menununjukkan kemungkinan adanya adhesi, perut membuncit dengan gambaran usus atau gerakan usus yang disebabkan oleh gangguan pasase. Pada peritonitis biasanya akan ditemukan perut yang membuncit dan tegang atau distended. 2 Minta pasien untuk menunjuk dengan satu jari area daerah yang paling terasa sakit di abdomen, auskultasi dimulai dari arah yang berlawanan dari yang ditunjuik pasien. Auskultasi dilakukan untuk menilai apakah terjadi penurunan suara bising usus. Pasien dengan peritonitis umum, bising usus akan melemah atau menghilang sama sekali, hal ini disebabkan karena peritoneal yang lumpuh sehingga menyebabkan usus ikut lumpuh/tidak bergerak (ileus paralitik). Sedangkan pada peritonitis lokal bising usus dapat terdengar normal. 8 Palpasi harus selalu dilakukan di bagian lain dari abdomen yang tidak dikeluhkan nyeri. Hal ini berguna sebagai pembanding antara bagian yang tidak nyeri dengan bagian yang nyeri. Nyeri tekan dan defans muskular (rigidity) menunjukkan adanya proses inflamasi yang mengenai peritoneum parietale (nyeri somatik). Defans yang murni adalah proses refleks otot, akan dirasakan pada inspirasi dan ekspirasi berupa reaksi kontraksi otot terhadap rangsangan tekanan.
8

Pada perkusi, nyeri ketok menunjukkan adanya iritasi pada peritoneum. Adanya udara bebas atau cairan bebas juga dapat ditentukan dengan perkusi melalui pemeriksaan pekak hati dan shifting dullness. Pada pasien dengan peritonitis, pekak hepar akan menghilang, dan perkusi abdomen hipertimpani karena adanya udara bebas tadi. 8 Pada pasien dengan keluhan nyeri perut umumnya harus dilakukan pemeriksaan colok dubur. Colok dubur dapat pula membedakan antara obstruksi usus dengan paralisis usus, karena pada paralisis dijumpai ampula rekti yang melebar, sedangkan pada obstruksi usus ampula biasanya kolaps. 3

3.8 Pemeriksaan Penunjang a. Pemeriksaan laboratorium

16

Pada pemeriksaan laboratorium ditemukan adanya lekositosis, hematokrit yang meningkat dan asidosis metabolik. Pada peritonitis tuberculosa cairan peritoneal mengandung banyak protein (lebih dari 3 gram/100 ml) dan banyak limfosit; basil tuberkel diidentifikasi dengan kultur. Biopsi peritoneum per kutan atau secara laparoskopi memperlihatkan granuloma tuberkuloma yang khas, dan merupakan dasar diagnosa sebelum hasil pembiakan didapat. 14 b. Pemeriksaan radiologi Pemeriksaan radiologis merupakan pemeriksaan penunjang untuk pertimbangan dalam memperkirakan pasien dengan abdomen akut. Pada peritonitis dilakukan foto polos abdomen 3 posisi, yaitu: 3 1. Tidur terlentang (supine), sinar dari arah vertikal dengan proyeksi anteroposterior. 2. Duduk atau setengah duduk atau berdiri kalau memungkinkan, dengan sinar dari arah horizontal proyeksi anteroposterior. 3. Tidur miring ke kiri (left lateral decubitus = LLD), dengan sinar horizontal proyeksi anteroposterior. Sebelum terjadi peritonitis, jika penyebabnya adanya gangguan pasase usus (ileus) obstruktif maka pada foto polos abdomen 3 posisi didapatkan gambaran radiologis antara lain: 1) Posisi tidur, untuk melihat distribusi usus, preperitonial fat, ada tidaknya penjalaran. Gambaran yang diperoleh yaitu pelebaran usus di proksimal daerah obstruksi, penebalan dinding usus, gambaran seperti duri ikan (Herring bone appearance). 2) Posisi LLD, untuk melihat air fluid level dan kemungkinan perforasi usus. Dari air fluid level dapat diduga gangguan pasase usus. Bila air fluid level pendek berarti ada ileus letak tinggi, sedang jika panjang-panjang kemungkinan gangguan di kolon. Gambaran yang diperoleh adalah adanya udara bebas infra diafragma dan air fluid level. 3) Posisi setengah duduk atau berdiri. Gambaran radiologis diperoleh adanya air fluid level dan step ladder appearance.

17

3.9 Penatalaksanaan Prinsip umum terapi adalah penggantian cairan dan elektrolit yang hilang yang dilakukan secara intravena, mengistirahatkan saluran cerna dengan memuasakan pasien, pemberian antibiotika yang sesuai, dekompresi saluran cerna dengan penghisapan nasogastrik dan intestinal, pembuangan fokus septik (apendiks, dsb) atau penyebab radang lainnya, bila mungkin mengalirkan nanah keluar dan tindakan-tindakan menghilangkan nyeri. 10,11 Resusitasi dengan larutan saline isotonik adalah penting. Pengembalian volume intravascular, memperbaiki perfusi jaringan dan pemberiann oksigen, nutrisi, dan mekanisme pertahanan. Keluaran urine tekanan vena sentral, dan tekanan darah harus dipantau untuk menilai keadekuatan resusitasi. 12 Terapi antibiotika harus diberikan sesegera setelah diagnosis peritonitis bakteri ditegakkan. Antibiotik berspektrum luas diberikan secara empirik, dan kemudian dirubah jenisnya setelah hasil kultur keluar. Pilihan antibiotika didasarkan pada organisme mana yang dicurigai menjadi penyebab. Antibiotika berspektrum luas juga merupakan tambahan drainase bedah. Harus tersedia dosis yang cukup pada saat pembedahan, karena bakteremia akan berkembang selama operasi. 12 Prinsip umum dalam menangani infeksi intraabdominal ada 4, antara lain: (1) kontrol infeksi yang terjadi, (2) membersihkan bakteri dan racun, (3) memperbaiki fungsi organ, dan (4) mengontrol proses inflamasi. 9 Eksplorasi laparatomi segera perlu dilakukan pada pasien dengan akut peritonitis. Penatalaksanaan peritonis meliputi, antara lain: 1) Pre Operasi Resusitasi cairan Oksigenasi NGT, DC Antibiotika Pengendalian suhu tubuh 2) Durante Operasi Kontrol sumber infeksi Pencucian rongga peritoneum Debridement radikal Irigasi kontinyu
18

Ettapen lavase/stage abdominal repair 3) Pasca Operasi Balance cairan Perhitungan nutrisi Monitor vital sign Pemeriksaan laboratorium dan Antibiotika 3.10 Prognosis Angka mortalitas umumnya adalah 40%. Faktor-faktor yang mempengaruhi prognosis, antara lain: 1. Jenis infeksinya/penyakit primer 2. Durasi/lama sakit sebelum infeksi 3. Keganasan 4. Gagal organ sebelum terapi 5. Gangguan imunologis 6. Usia dan keadaan umum penderita Keterlambatan penanganan 6 jam meningkatkan angka mortalitas sebanyak 10-30%. Pasien dengan multipel trauma 80% pasien berakhir dengan kematian. Peritonitis yang berlanjut, abses abdomen yang persisten, anastomosis yang bocor, fistula intestinal mengakibatkan prognosis yang jelek. 3.11 Diagnosis Banding Diagnosis banding dari peritonitis adalah apendisitis, pankreatitis, gastroenteritis, kolesistitis, salpingitis, kehamilan ektopik terganggu, dll. 15 3.12 Komplikasi Komplikasi dapat terjadi pada peritonitis bakterial akut sekunder, dimana komplikasi tersebut dapat dibagi menjadi komplikasi dini dan lanjut, yaitu: a) Komplikasi dini Septikemia dan syok septic Syok hipovolemik Sepsis intra abdomen rekuren yang tidak dapat dikontrol dengan kegagalan multi system Abses residual intraperitoneal
19

Portal Pyemia (misal abses hepar) b) Komplikasi lanjut Adhesi Obstruksi intestinal rekuren 3.13 SIRS dan Sepsis Systemic inflammatory response syndrome (SIRS) yang terjadi pada peritonitis dapat menjadi baik atau berkembang menjadi sepsis, sepsis berat (severe sepsis), dan syok sepsis (septic shock). SIRS yang berlanjut akan mengakibatkan sirkulasi yang abnormal (volume intravaskuler menurun, vasodilatasi perifer, depresi miokardial, dan peningkatan metabolisme). SIRS yang jatuh dalam keadaan sepsis terjadi gangguan keseimbangan systemic oxygen delivery/DO2 dan kebutuhan oksigen jaringan (oxygen demand) sehingga berakibat hipoksia jaringan. Hipoksia jaringan yang terjadi pada pasien kritis adalah awal terjadinya kegagalan organ multipel (multiorgan failure) dan mortalitas. Angka mortalitas akibat sepsis berat di Amerika diperkirakan 750 ribu per tahun dan akan meningkat bila pasien jatuh dalam keadaan syok sepsis. Dalam setiap jamnya didapatkan 25 pasien mengalami sepsis beratdan satu dari tiga pasien sepsis berat berakhir dengan kematian. Sepsis intraabdomen dan peritonitis merupakan salah satu penyebab kematian tersering pada penderita bedah dengan mortalitas sebesar 10-40%. Tanda karakteristik sepsis berat dan syok sepsis pada stadium awal adalah hipovolemia, baik relatif (oleh karena venus pooling) maupun absolut (oleh karena transudasi cairan). Kejadian ini mengakibatkan status hipodinamik, yaitu curah jantung rendah, sehingga apabila volume intravaskuler adekuat, curah jantung akan meningkat. Pada sepsis berat kemampuan kontraksi otot jantung melemah, mengakibatkan fungsi jantung intrinsik (sistolik dan diastolik) terganggu. Tanda karakterisik lain pada sepsis berat dan syok sepsis adalah gangguan ekstraksi oksigen perifer. Hal ini disebabkan karena menurunnya aliran darah perifer, sehingga kemampuan untuk meningkatkan ekstraksi oksigen perifer terganggu, akibatnya VO2 (pengambilan oksigen dari mikrosirkulasi) berkurang. Kerusakan ini pada syok sepsis dipercaya sebagai penyebab utama terjadinya gangguan oksigenasi jaringan.

20

Karakteristik lain sepsis berat dan syok sepsis adalah terjadinya hiperlaktatemia, mungkin hal ini karena terganggunya metabolisme piruvat, bukan karena dysoxia jaringan (produksi energi dalam keterbatasan oksigen).

21

Anda mungkin juga menyukai