Anda di halaman 1dari 15

1

PENGGUNAAN PROTEIN AKIBAT PEMBERIAN PORSI RANSUM


BERBEDA DIKOMBINASIKAN DENGAN LAMA PENCAHAYAAN
PADA AYAM BROILER





SEMINAR




Oleh

AGRIENTYA SARASWATI


























FAKULTAS PETERNAKAN DAN PERTANIAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2013
2


Judul Seminar : PENGGUNAAN PROTEIN AKIBAT PEMBERIAN
PORSI RANSUM BERBEDA DIKOMBINASIKAN
DENGAN LAMA PENCAHAYAAN PADA AYAM
BROILER

Nama Mahasiswa : AGRIENTYA SARASWATI
Nomor Induk Mahasiswa : H2C 008 002
Program Studi : S1-NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK
Tanggal Seminar : 18 April 2013








Disetujui oleh :
Ketua Panitia Seminar




Daud Samsudewa, S.Pt., M.Si.,Ph.D
NIP. 19801207 200501 1 002

Pembimbing Seminar




Prof. Nyoman Suthama, M. Sc. Ph. D.
NIP. 19530713 198003 1 003








3

PENGGUNAAN PROTEIN AKIBAT PEMBERIAN PORSI RANSUM
BERBEDA DIKOMBINASIKAN DENGAN LAMA PENCAHAYAAN
PADA AYAM BROILER

A. Saraswati
Fakultas Peternakan dan Pertanian Universitas Diponegoro Semarang


ABSTRAK
Tujuan penelitin adalah untuk mengetahui kombinasi pembatasan ransum pada
siang hari dan lama pencahayaan pada malam hari pada ayam broiler yang tepat
terhadap kecernaan dan efisiensi protein serta pertambahan bobot badan pada
ayam broiler. Penelitian dilaksanakan pada tanggal 5 Desember 2011 sampai 10
Januari 2012 di kandang ayam Fakultas Peternakan dan Pertanian, Universitas
Diponegoro Semarang. Ternak yang dipergunakan adalah ayam broiler day old
chicks (DOC) dan ransum finisher komersial (CP 707 dan EM 3007,70 kkal/kg).
Penelitian menggunakan rancangan acak lengkap pola split plot 3 x 2 dengan 5
ulangan(tiap unit 10 ekor). Main plot adalah lama pencahayaan (T1 2G:2T, T2
4jam, dan T3 6jam) dan sub plot adalah porsi ransum berbeda (R1 40%:60% dan
R2 30%:70%). Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan pencahayaan
dan pemberian porsi pakan berbeda tidak berpengaruh terhadap kecernaan dan
efisiensi protein serta pertambahan bobot badan ayam broiler (P>0,05). Namun,
pemberian porsi ransum menghasilkan perbedaan nyata terhadap pertambahan
bobot badan. Kesimpulan bahwa perlakuan pemberian porsi ransum 40% siang
hari dan 60% malam hari menghasilkan pertambahan bobot badan lebih baik dari
pada 30% siang hari dan 70% malam hari, tetapi lama pencahayaan memberikan
hasil yang sama.

Kata kunci : ayam broiler, pencahayaan, porsi pakan, kecernaan protein.















4

PENDAHULUAN
Ayam broiler merupakan unggas komersial yang dibudidayakan untuk
menghasilkan daging dalam waktu singkat (5-6 minggu). Pertumbuhan ayam
broiler yang cepat biasanya diikuti dengan lemak yang tinggi pula karena
bertambahnya umur ayam pedaging dan meningkatnya energi dalam ransum
makin meningkatkan lemak. Kelebihan energi dalam tubuh ayam dapat
disimpan dalam bentuk lemak, sedangkan metabolisme pembentukan lemak
tersebut membutuhkan banyak energi padahal konsumen menghindari makanan
berlemak. Jika suhu lingkungan terlalu tinggi dan ternak gagal mengatur suhu
tubuhnya, maka badan ternak menjadi panas pula. Ayam akan menjadi stres bila
suhu lingkungan tinggi, sehingga ayam akan berusaha mengeluarkan panas tubuh
dengan mekanisme panting (Hamidi, 2006). Akibat meningkatnya suhu
lingkungan, napsu makan ayam broiler menurun dan konversi makanan juga
kurang baik, maka kandungan protein yang akan dimanfaatkan pun menjadi lebih
rendah.
Pembatasan ransum di siang hari dan mengoptimalkan pemberian ransum
pada malam hari yang memiliki suhu lebih sejuk merupakan satu cara untuk
mencapai performans yang baik. Pengaturan pemberian porsi ransum antara siang
dan malam hari sangat erat kaitannya dengan lama pencahayaan, karena
pencahayaan mempunyai peranan penting bagi ayam untuk melakukan aktivitas
seperti makan dan minum.. Pembatasan cahaya bertujuan memberikan
kesempatan bagi broiler untuk beristirahat dari aktivitas makan untuk mendukung
proses pencernaan didalam tubuh sehingga akan berlangsung secara optimal dan
mengurangi pengeluaran energi (Lewis dan Gous, 2007). Pemberian lama
pencahayaan 16 jam dapat menurunkan stress fisiologis, peningkatan respon
kekebalan, peningkatan waktu tidur, peningkatan aktivitas total, peningkatan
metabolism tulang dan kesehatan kaki (Classen, 2004). Periode gelap harian
diperlukan untuk membentuk pola sekresi hormon melatonin secara normal.
Menurut Apeldoorn et al. (1999) Melatonin merupakan hormon yang disekresikan
dari kelenjar pineal yang terlibat dalam proses ritme harian suhu tubuh, beberapa
fungsi essensial metabolisme tunuh terkait dengan konsumsi pakan dan
5

pencernaan serta sekresi beberapa limphokines yang terkait dengan sistem
kekebalan.

Tinggi rendahnya kecernaan protein tergantung pada kandungan protein
bahan pakan dan banyaknya protein yang masuk dalam saluran pencernaan.
(Tillman et. al., 1991). Rasio efisiensi protein dinyatakan sebagai pertambahan
bobot badan dibagi konsumsi protein (Sidadolog dan Yuwanta, 2009). Rasio
efisiensi protein digunakan untuk menguji keefektifan protein ransum yang berarti
bahwa kalau nilai rasio efisiensi proteinnya sudah secara nyata menurun berarti
efektifitas penggunaan protein ransum juga sudah menurun atau rendah (Wahju,
1997). Faktor yang mempengaruhi rasio efisiensi protein antara lain yaitu kualitas
asam amino dalam ransum, konsentrasi protein dan energi ransum, serta umur.
Pertambahan bobot badan ayam dipengaruhi oleh umur, strain, ransum yang
diberikan serta kondisi lingkungan (Iskandar, 2002). Penurunan performa broiler
pada suhu lingkungn tinggi secara fisiologis juga dapat dijelaskan antara lain
karena rendahnya sekresi hormon tiroid, menurunnya kandungan hemoglobin dan
hematokrit darah serta meningkatnya pengeluaran beberapa mineral dan beberapa
asam amino dari dalam tubuh (Kusnadi et. al., 2006).
Ayam broiler terutama dengan pemberian porsi ransum berbeda antara siang
dan malam hari menunjukkan adanya perbaikan efisiensi ransum dan dapat pula
mengurangi angka kematian (Zulkifli et al., 2000). Penelitian Nova (2005) pada
ayam broiler yang dibatasi ransum antara siang dan malam hari menunjukkan
hasil secara nyata dapat memperbaiki pertambahan bobot badan, konsumsi
ransum dan konversi ransum. Lama pencahayaan secara berselang (2T:2G) lebih
baik karena dapat mengurangi kematian, meningkatkan sistem ketahanan tubuh
dan produktivitas broiler bila dibandingkan dengan pemberian cahaya secara terus
menerus (Oyedeji dan Atteh, 2005).
Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui kombinasi pembatasan ransum
pada siang hari dan lama pencahayaan pada malam hari pada ayam broiler yang
tepat terhadap kecernaan dan rasio efisiensi protein serta pertambahan bobot
badan pada ayam broiler. Manfaat penelitian ini adalah memperoleh kombinasi
6

porsi ransum dan lama pencahayaan yang tepat untuk meningkatkan performans
broiler berdasarkan efisiensi penggunaan protein.
Hipotesis penelitian adalah terdapat pemberian porsi ransum lebih banyak
pada malam hari disertai pencahayaan intermitten (2G:2T) menghasilkan
performans ayam broiler yang lebih baik.

MATERI DAN METODE
Penelitian dilaksanakan di kandang ayam Fakultas Peternakan dan
Pertanian dan analisis sampel di Laboratorium Ilmu Makanan Ternak Jurusan
Nutrisi dan Makanan Ternak Universitas Diponegoro Semarang, dimulai pada
bulan 5 Desember 2011sampai 10 Januari 2012.

Materi Penelitian
Ternak percobaan adalah ayam broiler (DOC) sebanyak 320 ekor (20 ekor
sebagai kontrol), kandang batteray, tempat ransum, tempat minum, dan lampu
pijar (bohlam) sebagai alat bantu pemanas. Ransum dan air minum diberikan ad
libitum. Ransum yang digunakan adalah ransum starter dan ransum finisher.
Bahan yang digunakan selain ternak adalah Fe
2
O
3
, kertas karton dan plastik untuk
menampung ekskreta, HCl 0,1N.

Tabel 1. Kandungan Nutrisi Ransum Komersial
Nutrien (%) Ransum starter Ransum finisher
Energi Metabolis (kkal/kg)
a
3167,67

3007,70
Protein Kasar
b
21,50 19,00
Lemak Kasar
b
6,11 3,00
Serat Kasar
b
4,00 5,00
Kadar Air
b
13,40 14,10
Kadar Abu
b
Kalsium
c
Posphor
c
6,65
0,90
0,50
5,57
0,91
0,81
Sumber : (a) Hasil perhitungan berdasarkan rumus Balton (Siswohardjono, 1982).
(b) Hasil Analisis Laboratorium Ilmu Makanan Ternak, 2012.
(c) Hasil Analisis Laboratorium Biokimia Nutrisi, 2012.


7

Metode Penelitian
Persiapan kandang dilakukan sebelum DOC datang dengan membersihkan
kandang dan menyiapkan perlengkapan yang digunakan dalam penelitian. Bobot
badan awal DOC ditimbang sebelum ditempatkan di kandang. Pemberian ransum
secara ad libitium hingga ayam berumur satu minggu sebagai proses adaptasi,
selanjutnya diberi ransum perlakuan sampai pemotongan berumur 35 hari.
Seminggu sekali bobot badan ditimbang. Pencegahan penyakit dilakukan melalui
sanitasi dan vaksinasi serta pemberian vitachick untuk mencegah stress.
Pengambilan data dilakukan dengan mengambil sample ekskreta menggunakan
metode total koleksi selama 4 hari. Selama total koleksi, ransum dicampur Fe
2
O
3.
Penampungan ekskreta dilakukan dengan nampan karton yang sudah dilapisi
pastik di bagian bawah kandang. Ekskreta yang telah terkumpul dicampur dengan
HCL 0,1 N setiap 4 jam untuk mencegah penguraian N. Sampel ekskreta kering
ditimbang selanjutnya dihomogenkan. Sampel ekskreta yang telah homogen
kemudian dianalisis dengan metode Kjeldahl.

Parameter Penelitian
Parameter yang diamati dalam penelitian ini adalah kecernaan protein,
rasio efisiensi protein dan pertambahan bobot badan. Rumus perhitungan sebagai
berikut :
Kecernaan protein kasar (%) =
x100%
i terkonsums ransum kasar protein
feses kasar protein i terkonsums ransum kasar protein
(Wahju, 1997)
Rasio Efisiensi protein (%) = pertambahan bobot badan (g) x 100%
Konsumsi Protein (g)
(Sidadolog dan Yuwanta, 2009)

Pertambahan Bobot Badan = bobot badan akhir bobot badan awal

Rancangan Percobaan dan Analisis Data
Penelitian menggunakan rancangan RAL pola split plot 3 x 2 dengan 5
ulangan, faktor utama sebagai main plot adalah lama pencahayaan dan faktor
8

kedua sebagai sub plot adalah porsi pakan berbeda, perlakuan dalam penelitian
sebagai berikut:
Main plot : T1 = Pencahayaan intermiten 2 jam terang : 2 jam gelap
T2 = Pencahayaan 4 jam pada malam hari
T3 = Pencahayaan 6 jam pada malam hari
Sub plot : R1 = PorsiPakan 40% siang dan 60% malam
R2 = PorsiPakan 30% siang dan 70% malam
Data hasil penelitian diolah secara statistik dengan program SAS, apabila
ada pengaruh nyata (p<0,05) antar perlakuan dilakukan uji wilayah ganda Duncan
pada taraf 5% (Steel and Torrie, 1993). Model matematis yang digunakan sebagai
berikut:
( )
ijk ij j ik i k ijk
Y c o| | o o + + + + + + =


Keterangan :

Y
ijk
= Rasio efisiensi protein dan retensi nitrogen pada kelompok ke-k yang
memperoleh taraf ke-i dari faktor lama pencahayaan dan taraf ke-j dari
pemberian porsi ransum berbeda.
= Nilai rataan umum.
k
= Pengaruh ulangan.

i
= Pengaruh aditif dari taraf ke-i faktor lama pencahayaan.
ik
o = Pengaruh galat yang muncul pada taraf ke-i dari lama pencahayaan
dalam kelompok ke-k (galat petak utama).

j
= Pengaruh aditif dari taraf ke-j faktor pemberian porsi ransum berbeda.
()
ij
= Pengaruh interaksi antara taraf ke-i dari lama pencahayaan dan taraf ke-j
dari pemberian porsi ransum berbeda.

ijk
= Pengaruh galat percobaan pada kelompok ke-k yang memperoleh taraf
ke-i faktor lama pencahayaan dan taraf ke-j pemberian porsi ransum
berbeda (galat anak petak).

Hipotesis Statistik
Pengaruh interaksi penggunaan protein akibat pemberian porsi ransum
berbeda dikombinasikan dengan lama pencahayaan pada ayam broiler yaitu:
H0 : (AB)
ij
= 0 untuk (i=1,2) (j=1,2,3) (Tidak terdapat interaksi pemberian porsi
ransum dan lama pencahayaan berbeda terhadap penggunaan protein pada
ayam broiler)
9

H
1 :
minimal ada satu (AB)
ij
0 (minimal ada satu interaksi pemberian porsi
ransum dan lama pencahayaan berbeda terhadap penggunaan protein pada
ayam broiler)
Bila F hitung < F tabel dengan = 0,05 maka H
0
diterima, H
1
ditolak.
Bila F hitung > F tabel dengan = 0,05 maka H
0
ditolak, H
1
diterima.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Kecernaan Protein
Hasil analisis kecernaan protein akibat pembatasan porsi ransum
dikombinasikan dengan lama pencahayaan pada ayam broiler dapat dilihat pada
Tabel 2. Hasil uji ragam menunjukkan bahwa tidak terdapat pengaruh nyata
(P>0,05) interaksi perlakuan lama pencahayaan dengan pemberian porsi pakan
berbeda terhadap kecernaan protein. Demikian pula faktor pencahayaan dan
pemberian porsi pakan secara mandiri tidak mempengaruhi kecernaan protein.

Tabel 2. Kecernaan Protein Ayam Broiler
Pembatasan Lama Pencahayaan Rerata

------------- (%) ------------

T1 T2 T3
R1 67,03 66,53 73,67 69,08
R2 68,54 66,50 74,12 69,72
Rata-rata 67,79 66,51 73,90

Kecernaan protein dipengaruhi oleh konsumsi protein. Nilai konsumsi
protein yang tidak berbeda nyata menyebabkan hasil yang sama terhadap
kecernaan protein. Pemberian porsi ransum dan lama pencahayaan dimaksudkan
agar ternak dapat mengkonsumsi ransum lebih banyak pada malam hari kemudian
beristirahat sehingga nutrien yang masuk dapat dicerna maksimal oleh enzim
dalam saluran pencernaan tetapi karena konsumsi protein (T1: 26,01; T2: 30,15;
T3: 32,52; R1: 29,33; R2: 29,79) ransum sama pada semua perlakuan
menyebabkan nilai kecernaan tidak berbeda nyata. Hal ini sesuai pendapat
10

Tillman et al. (1991) bahwa tinggi rendahnya kecernaan protein tergantung pada
kandungan protein ransum dan banyaknya protein yang masuk dalam saluran
pencernaan.

Rasio Efisiensi Protein
Hasil analisis rasio efisiensi protein akibat pemberian ransum berbeda
dikombinasikan dengan lama pencahayaan pada ayam broiler dapat dilihat pada
Tabel 4. Hasil uji ragam menunjukkan bahwa tidak terdapat pengaruh interaksi
perlakuan lama pencahayaan dan pemberian porsi pakan berbeda terhadap rasio
efisiensi protein. Faktor pencahayaan dan pemberian porsi ransum secara mandiri
juga tidak mempengaruhi rasio efisiensi protein.

Tabel 3. Rasio Efisiensi Protein Ayam Broiler
Pembatasan Lama Pencahayaan Rerata

------------- (%/ekor/hari) ------------


T1 T2 T3

R1 3,84 3,84 3,98 3,89
R2 3,85 3,78 3,87
3,84
Rata-rata 3,84 3,81 3,93

Rasio efisiensi protein dinyatakan sebagai pertambahan bobot badan
dibagi konsumsi protein (Sidadolog dan Yuwanta, 2009). Nilai rasio efisiensi
protein menunjukkan efisiensi penggunaan protein untuk pertumbuhan.
Pemberian porsi ransum yang lebih banyak pada malam hari dan lama
pencahayaan yang berbeda dapat meningkatkan kecernaan nutrien dalam saluran
pencernaan termasuk protein. Sintesa protein untuk pertumbuhan salah satunya
dipengaruhi oleh nitrogen yang terserap. Kecernaan protein yang tidak berbeda
nyata menyebabkan nitrogen yang diserap relatif sama sehingga pengaruh yang
diberikan terhadap rasio efisiensi protein juga sama. Hal ini sesuai dengan
pendapat Wahju (1997) bahwa rasio efisiensi protein digunakan untuk menguji
keefektifan protein ransum yang berarti bahwa kalau nilai rasio efisiensi
proteinnya sudah secara nyata menurun berarti efektifitas penggunaan protein
11

ransum juga sudah menurun atau rendah. Faktor yang mempengaruhi rasio
efisiensi protein yaitu konsumsi energi (R1: 464,26 dan R2: 471,61). Energi yang
dikonsumsi merupakan fasilitator untuk mensintesis protein yang dibantu oleh
aktivitas enzim.

Pertambahan Bobot Badan
Hasil analisis pertambahan bobot badan akibat pemberian ransum berbeda
dikombinasikan dengan lama pencahayaan pada ayam broiler dapat dilihat pada
Tabel 3. Hasil uji ragam menunjukkan bahwa tidak terdapat pengaruh interaksi
perlakuan lama pencahayaan dengan pemberian porsi pakan berbeda terhadap
pertambahan bobot badan. Pengaruh yang tidak nyata ditunjukkan oleh faktor
pencahayaan, tetapi terdapat pengaruh nyata faktor pemberian porsi ransum
berbeda terhadap pertambahan bobot badan.

Tabel 4. Pertambahan Bobot Badan Ayam Broiler
Pembatasan Lama Pencahayaan Rerata

----------- (gr/ekor/hari) ------------

T1 T2 T3
R1 62,34 60,44 62,91 61,90
a

R2
62,61 57,92 62,56 61,03
a

Rata-rata
62,76
a
59,18
b
62,45
a



Terdapat pengaruh nyata dari faktor lama pencahayaan T2 lebih baik dari
pada T1 dan T3. Menurut Lewis dan Gous (2007) pembatasan cahaya bertujuan
memberikan kesempatan bagi broiler untuk beristirahat dari aktivitas makan
untuk mendukung proses pencernaan didalam tubuh sehingga akan berlangsung
secara optimal dan mengurangi pengeluaran energi. Ayam broiler yang diperlihara
dengan periode gelap lebih panjang menunjukkan kesehatan yang lebih baik dan
mortalitas rendah dibanding ayam broiler yang periode gelapnya lebih pendek.
Periode gelap harian diperlukan untuk membentuk pola sekresi hormon melatonin
secara normal. Menurut Apeldoorn et al. (1999) Melatonin merupakan hormon
yang disekresikan dari kelenjar pineal yang terlibat dalam proses ritme harian
12

suhu tubuh, beberapa fungsi essensial metabolisme tunuh terkait dengan konsumsi
pakan dan pencernaan serta sekresi beberapa limphokines yang terkait dengan
sistem kekebalan. Lama pencahayaan yang tepat dapat memberikan waktu
istirahat dan rasa nyaman bagi ayam broiler sehingga ransum yang dikonsumsi
dapat dicerna dengan baik.




















13

SIMPULAN DAN SARAN
SIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa perlakuan lama
pencahayaannya pada malam hari menghasilkan pertambahan bobot badan yang
lebih baik, tetapi kecernaan dan efisiensi protein memberikan hasil yang sama
begitu pula dengan faktor pembatasan porsi ransum.

SARAN
Saran yang dapat diberikan adalah perlu adanya penelitian lebih lanjut
dengan pencahayaan dan pembatasan porsi ransum yang lebih bervariasi sehingga
bisa diketahui pengaruhnya yang lebih efektif.



















14

DAFTAR PUSTAKA
Apeldoorn, E.J., J.W. Schrama, M.M. Mashaly and H.K. Johnson, R.W. 1997.
Inhibition of growth by proParmentier,1999. Effect of melatonin and
lightingscheduleon energy metabolism in broiler chickens.Poult.Sci., 78:
223-229.

Classen, H. L. 2004. Day Length Effects Performance, Health and
Condemnationsin Broiler Chicken. Proceeding of the Australian. University
of Sydney.

Hamidi, B. 2006. Perlunya Broiler dipuasakan. Buletin CP. Edisi April N0. 76/
tahun VII.

Iskandar, S. 2002. Pertumbuhan dan perkembangan karkas ayam silangan kedu x
arab pada dua sistem pemberian ransum. J. Ilmu Ternak Vet. 10(4): 253-
259.

Kusnadi E. 2006. Suplementasi vitamin c sebagai penangkal cekaman panas
pada ayam broiler. J. Ilmu Ternak Vet. 11(4):249-253.

Lewis, P. D. and Gous, R. M. 2007. Broilers perform better on short or step-up
photoperiods. South Afr. J. Anim. Sci. 37 (2): 90-96.

Nova, K. 2005. Pengaruh perbedaan persentase pemberian ransum antara siang dan
malam hari terhadap performans broiler strain cp 707. Anim. Prod. 10 (2):
117-121.

Oyedeji, J. O. and J. O. Atteh. 2005. Effects of nutrient density and photoperiod
on the performance and abdominal fat of broilers. Int. J. Poult. Sci. 4 (3):
149-152.

Sidadolog, J.H.P. dan T. Yuwanta. 2009. Pengaruh konsentrasi protein-energi
pakan terhadap pertambahan berat badan, efisiensi energi dan efisiensi
protein pada masa pertumbuhan ayam merawang. J. Anim. Prod. 11(1): 15-
22.

Tillman, A. D. H. Tartadi S. Reksohadiprodjo, S. Prawirokusumo dan S.
Lebdosokojo. 1991. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Gadjah Mada University
Press. Yogyakarta.

Wahju, J. 1997. Ilmu Nutrisi Unggas. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

15

Zulkifi, I., M.T. Norma., D.A, Israf and A.R. Omar. 2000. The effect of early feed
restriction on subsequent response to high enviromental temperatures in
female broiler chickens. Poult. Sci. 79: 1401-1407.

Anda mungkin juga menyukai