Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH MIKROBIOLOGI

PROSES PEMBENTUKAN TOKSIN DAN FACTOR PENGARUH PERTUMBUHAN MIKROBA

Disusun Oleh :

Kelompok VI
Nama Anggota 1. 2. 3. 4. 5. 6. FAUZIANTI FIDYAH NOVITASARI GRACE YANET A. POU JULIA TOROBI SERFINA ABUK SITI AMINAH : GIZI / III (TIGA)

Jurusan / Semester

KEMENTRIAN KESEHATAN RI POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES JAYAPURA TAHUN AKADEMIK 2013/2014

KATA PENGANTAR
Puji syukur dipanjatkan kehadiran Allah SWT, yang telah memberikan rahmat serta hidayahnya sehingga penulisan makalah tentang Proses pembentukan toksin dan factor pengaruh pertumbuhan Microba pathogen dalam makanan ini dapat terselesaikan sebagaimana mestinya. Penulisan makalah ini bertujuan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Mikrobiologi yang telah di berikan oleh dosen kepada kami. Tidak dipungkiri bahwa makalah ini dapat terselesaikan berkat bantuan berbagai pihak, dan kami menyadari sepenuhnya tanpa adanya bantuan dan dukungan tersebut makalah ini mungkin tidak akan dapat diselesaikan tepat waktu. Terkait dengan semua itu pada kesempatan yang sangat berbahagia ini kami mengucapkan terimakasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada dosen yang telah mendidik kami.

Jayapura, 11 oktober 2013

Penyusun

BAB I PENDAHULUAN

Makanan adalah sumber energy utama manusia dan makhluk hidup lainnya. Makanan dapat berasal dari tanaman pangan ataupun hewani. Tidak semua bahan pangan yang kita konsumsi 100 % aman, karena mungkin masih terdapat racun, toksin, dll yang membahayakan tubuh kita. Toksin pada makanan sangat berbahaya bagi tubuh kita, toksin-toksin tersebut dapat merusak sel-sel kita, dapat meracuni tubuh kita, toksin tsb dapat menimbulkan efek yang akut, kronik, karsinogenik, bahkan kematian. Toksin-toksin yang terkandung pada bahan pangan salah satunya berasal dari kontaminasi dari hasil metabolisme mikrobia alami yang ada pada bahan pangan tersebut. Contohnya adalah mycotoxin yang kebanyakan terdapat pada tanaman jamur. Micotoxin tersebut adalah hasil metabolit sekunder dari jamur, dan efeknya pun dapat menyebabkan kegilaan, halusinasi, sawan, dll. Oleh karena itu, akan diulas sedikit banyak tentang kontaminasi toksin dari sumber microbia alami dari bahan pangan. Dengan demikian, kita dapat memilah dan memilih makanan yang sehat bagi kita dan tidak mengandung mikrobia alami yang berbahaya bagi tubuh kita. Gangguan-gangguan kesehatan, khususnya gagguan perut akibat makanan disebabkan, antara lain oleh kebanyakan makan, alergi, kekurangan zat gizi, keracunan langsung oleh bahan-bahan kimia, tanaman atau hewan beracun; toksin-toksin yang dihasilkan bakteri; mengkomsumsi pangan yan mengandung parasit hewan dan mikroorganisme. Gangguan-gangguan ini sering dikelompokkan menjadi satu karena memiliki gejala yang hampir sama atau sering tertukar dalam penentuan penyebabnya.

BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Mikroorganisme Mikroorganisme merupakan jasad hidup yang mempunyai ukuran sangat kecil (Kusnadi dalam Ali, 2008). Setiap sel tunggal mikroorganisme memiliki kemampuan untuk melangsungkan aktivitas kehidupan antara lain dapat dapat mengalami pertumbuhan, menghasilkan energi dan bereproduksi dengan sendirinya. Mikroorganisme memiliki fleksibilitas metabolisme yang tinggi karena mikroorganisme ini harus mempunyai kemampuanmenyesuaikan diri yang besar sehingga apabila ada interaksi yang tinggi dengan lingkungan menyebabkan terjadinya konversi zat yang tinggi pula. Akan tetapi karena ukurannya yang kecil, maka tidak ada tempat untuk menyimpan enzimenzim yang telah dihasilkan. Dengan demikian enzim yang tidak diperlukan tidak akan disimpan dalam bentuk persediaan.enzim-enzim tertentu yang diperlukan untuk perngolahan bahan makanan akan diproduksi bila bahan makanan tersebut sudah ada. Mikroorganisme ini juga tidak memerlukan tembat yang besar, mudah ditumbuhkan dalam media buatan, dan tingkat pembiakannya relative cepat (Darkuni dalam Ali, 2008). Oleh karena aktivitasnya tersebut, maka setiap mikroorganisme memiliki peranan dalam kehidupan, baik yang merugikan maupun yang menguntungkan.

Sekilas, makna praktis dari mikroorganisme disadari tertutama karena kerugian yang ditimbulkannya pada manusia, hewan, dan tumbuhtumbuhan. Misalnya dalam bidang mikrobiologi kedokteran dan fitopatologi banyak ditemukan mikroorganisme yang pathogen yang menyebabkan penyakit dengan sifat-sifat kehidupannya yang khas. Walaupun di bidang lain mikroorganisme tampil merugikan, tetapi perannya yang menguntungkan jauh lebih menonjol (Ali, 2008)

B. Proses pembentukan toksin pada bahan pangan


Racun adalah zat atau senyawa yang dapat masuk ke dalam tubuh dengan berbagai cara yang dapat menghambat respons pada system biologis sehingga dapat menyebabkan gangguan kesehatan, penyakit, atau bahkan kematian. Pada umumnya, yang menyebabkan efek negative adalah bahan kimia yang berasal dari luar tubuh atau bahan kimia yang terdapat pada bahan pangan dan tidak sengaja masuk dalam tubuh kita. Namun, bahan pangan (khususnya dari nabati) secara alami juga dapat menyebabkan efek racun yang berasal dari mikrobia alami yang ada pada tanaman tersebut, atau berasal dari hasil metabolismenya, walaupun mungkin dalam kadar yang cukup rendah. Beberapa kontaminan toksin dari sumber aktifitas mikrobia alami yang ada pada tanaman mungkin dapat masuk pada tubuh secara langsung (konsumsi) atau masuk lewat rangkaian proses produksi makanan, khususnya yang berasal dari nabati (tanaman). Kontaminan tersebut antara lain disebabkan oleh fungi (mycotoxin), ganggang laut (marine algae), atau bakteri.

1. Mycotoksin adalah hasil metabolisme sekunder dari produk jamur. Mereka dapat mengkontaminasi lewat pernapasan atau langsung masuk ke pencernaan manusia lewat makanan yang terkontaminasi yang kita makan. Toksin jenis ini banyak sekali terjadi pada manusia. Sejarah keracunan mycotoksin (mycotoxicoses) terjadi pada abad pertengahan (middle ages), yakni ketika wabah halusinasi, gila, sawan, dan gangrene terjadi secara tidak normal/wajar. Pada 1850an, ergot alkaloid (produk dari jamur Claviceps purpurea) penyakit diidentifikasikan sebagai agen pembawa/penyebab

tersebut (halusinasi, gila, gangrene, dll). Ketertarikan para ilmuwan untuk mempelajari kembali tentang hal tersebut dikarenakan pada awal 1960-an, banyak terjadi kematian bebek dan kalkun yang disebabkan karena hewan tersebut diberi makan kacang tanah yang telah terkontaminasi, yang oleh para ahli disebut aflatoxin, yakni produk dari jamur Aspergillus flavus. 2. Ergot Alkaloid Keracunan oleh ergot alkaloid (ergotisme) belakangan muncul karena mengkonsumsi Claviceps purpuea yang menginfeksi gandum hitam (rye) yang banyak digunakan pada roti. Semua ergot alkaloid dibentuk dari asam lysergit, dengan ergonovine (ergometrin) dan ergotamine. Gejala ergotism antara lain adalah kejang, muntah-muntah, sakit kepala, mati rasa, kejang otot, dan sawan. Ergotism juga telah dilaporkan sebagai salah satu sebab banyak kematian pada janin, oleh karena itu, banyak yang sering memanfaatkanya untuk praktek aborsi. Namun sekarang, wabah ergotism hamper disisihkan

(dilupakan) karena penelitian terbaru, kontaminasi pada gandum hitam hanya dalam jumlah yang kecil. 3. Aflatoksin Aflatoksin pertama kali muncul di Inggris pada tahun 1960. Aflatoksin tersebut diketahui sebagai toksin pada bungkil kacang tanah yang digunakan sebagai sumber protein pada ransum unggas. Pada tahun 1963 zat tersebut dibuktikan secara kimia dan pada saat itu telah diketahui bahwa ada empat macam aflatoksin yang disebut B-1, B-2, G-1, dan G-2. Tetapi belakangan, toksin ini memiliki paling tidak 13 varian. Dan yang paling penting adalah B-1, B-2, G-1, G-2, M1, serta M-2. Berikut struktur dari beberapa contoh dari aflatoksin.

Aflatoksin merupakan salah satu hasil metabolit dari kapang. Aflatoksin dapat mencemari kacang tanah, jagung, dll. Aflatoksin dapat mengakibatkan penyakit dalam jangka pendek (akut), maupun jangka panjang (kronis). Aflatoksin B-1, senyawa yang paling toksik, berpotensi merangsang kanker, terutama kanker hati. Pemaparan pada kadar tinggi dapat menyebabkan sirosis, karsinoma pada hati, serta gangguan pencernaan, penyerapan bahan makanan, dan metabolisme nutrien. Toksin ini di hati akan direaksi menjadi epoksida yang sangat reaktif terhadap senyawa-senyawa di

dalam sel. Efek karsinogenik terjadi karena basa N guanin pada DNA akan diikat dan mengganggu kerja gen. 4. Ochratoksin Ochratoksin banyak terdapat pada padi-padian, kedelai,

kacang tanah, dan keju. Ochratoksin dapat diketahui melalui struktur kimianya, yakni termasuk kelompok dihidroisocoumarin tetapi pada rantai sampingnya memiliki atom clorin.

Pada tahun 1950-an kehadiran ochratoksin terdapat di wilayah Yugoslavia dan Bulgaria. Pada kedua Negara tersebut, ochratoksin menyebabkan nephropathy. Ochratoksin hadir menginfeksi bahan pangan lewat Aspergillus orchraceus (ochratoksin merupakan hasil metabolit sekunder dari Aspergillus orchraceus) dan beberapa jenis Aspergillus yang lain jenis Penicillium. Gejala yang ditunjukkan antara lain, necrosis, fibrosis, dll. Pada ternak, ochratoksin mengalami degradasi oleh mikroorganisme ruminal. Secara umum, terdapat tiga macam ochratoxin yang disebut ochratoxin A, B, dan C, namun yang paling banyak dipelajari adalah ochratoxin A karena bersifat paling toksik diantara yang lainnya.

Pada suatu penelitian menggunakan tikus dan mencit, diketahui bahwa ochratoxin A dapat ditransfer ke individu yang baru lahir melalui plasenta dan air susu induknya. Pada anak-anak (terutama di Eropa), kandungan ochratoxin A di dalam tubuhnya relatif lebih besar karena konsumsi susu dalam jumlah yang besar. Infeksi ochratoxin A juga dapat menyebar melalui udara yang dapat masuk ke saluran pernapasan 5. Trichotecenes Mycotoksin trichotecene sebuah group yang memiliki lebih dari 80 sesquiterpenes, turunan dari 12,13-epoxytrichothecene. Pada awalnya, toksin ini dapat diketahui beresiko toksin pada manusia ketika berasosiasi dengan makanan yang terkontaminan oleh toksin yang lain yang menyerang di Rusia. Penyakit tersebut dinamakan alimentary toxic aleukia (ATA), menyebabkan terhambat/terhentinya pertumbuhan tulang sumsum, sampai meyebabkan kematian. Kemudian, hal ini dihubungkan dengan infeksi pada padi-padian oleh spesies Fusarium. Memang, sumber utama trichotecenes banyak dihasilkan pada jamur ber-genus Fusarium. Banyak efek dari trichithecenes yang dapat menghambat sintesa protein dalam tubuh. Trichothecenes pada umumnya diakui sebagai yang paling menghambat sintesa protein dalam sel eukariotik. Penghambatan ini dapat terjadi pada inisiasi, elongasi, dan hamper semua tahapan dalam sintesa protein itu sendiri. Toksin ini stabil dan tahan terhadapa pemanasan maupun proses pengolahan makanan dengan autoclave. Selain itu, apabila masuk ke dalam pencernaan manusia, toksin akan sulit dihidrolisis karena stabil pada pH asam dan netral. Berdasarkan struktur kimia dan

cendawan penghasilnya, golongan trichothecene dikelompakan menjadi 4 tipe, yaitu A (gugus fungsi selain keton pada posisi C8), B (gugus karbonil pada C8), C (epoksida pada C7,8 atau C9,10) dan D (sistem cincin mikrosiklik antara C4 dan C15 dengan 2 ikatan ester). 6. Toksik dari Marine Algae dan plankton Hanya sedikit dari jutaan organism laut yang memproduksi toksin dan dapat menyebabkan efek racun pada makanan. Racun biasanya berasal dari toksin yang diproduksi oleh algae atau plankton. Ada 2 tipe penyakit yang dtsebabkan oleh marine algae tersebut yakni racun pada kerang-kerangan (shelfish poisoning) yakni sebuah penyakit yang disebabkan karena akibat mengkonsumsi kerang-kerangan yang telah mencerna toksik dari algae, dan ciguatera poisoning, yang disebabkan karena mengkonsumsi ikan yang terkontaminasi. Biasanya, algae dan plankton dikonsumsi oleh mahluk hidup air yang berukuran kecil. 7. Bacterial Toxins Kontaminasi pada bahan pangan paling banyak disebabkan oleh bakteri. Kontaminasi bakteri ini dapat kita bedakan menjadi foodborne infection (disebabkan oleh karena sifat pathogen alamani dari bakteri itu sendiri) dan food intoxication (hasil dari produksi toksin oleh mikroba sebagai hasil metabolism sekunder mereka). Bakteri yang paling sering menyebabkan racun adalah

Clostridium Botulinum. Poision / penyakit yang disebabkan Botulinum biasa disebut Botulism. Ada 4 type poision dari botulinum yakni

classic botulism, menyebabkan racun pada makanan yang menyerang ka saluran pencernaan; infant botulism (atau biasa disebut floppy baby syndrome); rare wound botulism (menyerang pada luka (sangat jarang)); serta unclassified (belum terklasifikasikan / selain 3 yang tadi). Ada 7 type dari C. botulinum sendiri, yang terbagi dalam 4 group berdasarkan sifat fisiologisnya.

Kebanyakan C. botulinum banyak terdapat / berasosiasi dengan daging, ikan dan sayuran dan kebanyakan pada makanan kaleng (canned food). Sumber dari C. botulinum sendiri berasal dari : Manusia Hewan dan Lingkungan , karena C. botulinum banyak terdapat dimana-mana, umumnya berasal dari tanah ) Makanan, Karena C. botulinum banyak terdapat di alam, maka microorganism ini dapat menginfeksi pada makanan

C. Faktor pertumbuhan mikroba pathogen dalam makanan


Setiap bahan pangan selalu mengandung mikroba yang jumlah dan jenisnya berbeda. Beberapa jenis mikroba yang terdapat pada bahan pangan adalah bakteri , kapang dan khamir .

Pencemaran mikroba pada bahan pangan merupakan hasil kontaminasi langsung atau tidak langsungdengan sumber sumber pencemaran mikroba, seperti tanah , udara , air , debu , saluran pencernaan , dan pernafasan manusia dan hewan . Namun demikian , hanya sebagian saja dari berbagai sumber pencemar yang berperan sebagai sumber mikroba awal yang selanjutnya akan berkembang biak pada bahan pangan sampai jumlah tertentu . Dalam batas batas tertentu kandungan mikroba dalam bahan pangan tidak banyak berpengaruh terhadap ketahanan bahan pangan tesebut . Akan tetapi , apabila kondisi lingkungan memungkinkan mikroba untuk tumbuh dan berkembang lebih cepat , maha bahan pangan akan rusak karenanya . Faktor faktor yang mempengaruhi pertumbuhan mikroba dalam bahan pangan dapat bersifat fisik dan kimia atau biologis. Faktor faktor tersebut meliputi : 1. Faktor intrinsik , merupakan sifat sifat fisik, kimia , dan stuktur yang dimiliki oleh bahan pangan itu sendiri . 2. Faktor ekstrinsik yaitu kondisi lingkungan pada penanganan dan penyimpanan bahan pangan , seperti suhu kelembaban , susunan gas di atmosfir . 3. Faktor implisit yang merupakan sifat sifat yang dimiliki oleh mikroba itu sendiri . Faktor ini sangat dipengaruhi oleh susunan biotik mikroba dalam bahan pangan . 4. Faktor pengolahan , karena perubahan mikroba awal sebagai akibat pengolahan bahan pangan ( misalnya pemanasan , pendinginan , irradiasi , penambahan bahan pengawet ) .

1. Faktor Intrinsik Faktor intrinsik dalam bahan pangan berupa kandungan nutrisi , PH pangan , aw pangan , potensial reduksi oksidasi , senyawa antimikroba alamiah dalam pangan , dan stuktur biologi . a. Kandungan Nutrisi Fungsi utama nutrisi adalah sebagai sumber energi , bahan pembentuk sel ,dan aseptor elektron di dalam aksi yang menghasilkan energi . Nutrisi yang diperlukan oleh mikroba meliputi air , sumber energi , sumber karbon,sumber nitrogen , sumber aseptor elektron , sumber mineral dan faktor tumbuh. b. Nilai PH Hampir semua mikroba tumbuh pada tingkat pH yang berbeda. Sebagian Bakteri tumbuh pada pH mendekati netral ( pH 6,5 7,5 ). Pada pH dibawah 5,0 dan diatas 8,0 bakteri tidak dapat tumbuh dengan baik , kecuali bakteri asam asetat ( misalnya : Acetobakter suboxydans ) yang mampu tumbuh pada pH rendah dan bakteri Vibrio sp yang dapat tumbuh pada pH tinggi (basa ). Sebaliknya , khamir menyukai pH 4,0 -5,0 dan dapat tumbuh pada kisaran pH 2,5 8,5. Oleh karena itu khamir dapat tumbuh pada pH rendah di mana pertumbuhan bakteri terhamabat . Untuk pertumbuhan kapang memerlukan pH optimum antara 5,0 7,0 ,tetapi seperti halnya khamir , kapang masih dapat hidup pada kisaran pH yang luas , yaitu antara pH 3,0 8,5 .

c. Aktifitas Air Aktifitas air ( water activity = aw ) merupakan parameter yang lebih tepat untuk mengukur aktivitas makroba pada bahan pangan . Untuk meramalkan populasi mikroba yang berperan dalam kerusakan bahan pangan sehingga tipe dan bentuk kerusakan yang terjadi diketahui . Selain itu aw dapat digunakan sebagai indikator dalam usaha pengawetan bahan pangan . d. Potensial Reduksi Oksidasi ( Redoks ) Potensial reduksi oksidasi menunjukan kemampuan substrat untuk melepaskan elektron ( oksidasi ) atau menerima elektron ( reduksi ). Potensial reduksi oksidasi sangat berpengaruh terhadap kehidupan mikroba . Pada mikroba aerob memerlukan potensial redoks positif ( teroksidasi ) sedangkan pada mikroba anaerob memerlukan potensial redoks negatif ( tereduksi ). e. Senyawa Anti mikroba Beberapa bahan pangan memeiliki senyawa antimikroba alamiah yang dapat menghambat pertumbuhan mikroba . Misalnya, laktinin, anticoliform, dan laktoperoksidase yang terdapat dalam susu . Putih telur mengandung lisosim yang merupakan senyawa antimikroba . Rempah rempah umumnya mengandung eugenol ( antimikroba ) , kayu manis mengandung aldehid siamat yang dapat menghambat kapang dan bakteri. F. Stuktur Biologi Stuktur biologi seperti lapisan kulit dan kulit pada kacang kacangan , dan kulit buah , berperan mencegah masuknya mikroba kedalam bahan pangan tersebut ( Nurwantoro , 1997 )

2. Faktor Ekstrinsik Faktor faktor ekstrinsik yang berpengaruh terhadap kehidupan mikroba antara lain suhu , kelembaban , dan susunan gas di atmosfir. a. Suhu Suhu merupakan faktor fisika yang sangat penting pengaruhnya terhadap pertumbuhan dan kegiatan mikroba . Suhu dapat mempengaruhi lamanya fase lag , kecepatan pertumbuhan , konsentrasi sel , kebutuhan nutrisi , kegiatan enzimatis dan komposisi sel .( Nurwantoro , 1997 ). Berdasarkan pada kisaran suhu pertumbuhanya , mikroba dapat dikelompokan menjadi 4 ( empat ) yaitu thermofil , mesofil , psikhofil,dan psikhotrof ( Sardjono , 1988 ). Mikroba thermofil ditemukan pada lingkungan yang bersuhu tinggi , misalnya pada kompos , susu , tanah , dan air laut . Mikroba thermofil hanya dapat pada suhu tinggi , sebab enzim enzim dan protein proteinya lebih resisten terhadap panas . Membrane sel pada bakteri thermofil banyak mengandung asam asam lemak jenuh yang mempunyai sifat stabil pada suhu tinggi . Semua mikroba patogen dan sebagian besar mikroba penyebab kerusakan pangan tergolong dalam kelompok mikroba mesofil . Mikroba yang dapat tumbuh pada suhu 00C termasuk kelompok psikhrofil . kelompok mikroba ini dibedakan menjadi 2 (dua) , yaitu obligat psikhofil yang memiliki suhu pertumbuhan optimum kurang dari 200C dan fakultatif psikhrofil yang memiliki suhu pertumbuhan optimum lebih dari 20 0C. Mikroba yang dapat tumbuh pada suhu 00C tetapi memiliki suhu pertumbuhan optimum dan maksimum berbeda dengan mikroba psikhrofil disebut mikroba psikhtrof .

b. Kelembaban Udara Relatif Kelembaban udara relatif berhubungan dengan aktifitas air (aw) . Pangan yang mempunyai nilai aw rendah apabila ditempatkan pada lingkungan yang mempunyai kelembaban udara relatif tinggi akan mudah menyerap air . Semakin banyak air yang terserap akan meningkatkan nilai aw sehingga pangan tersebut mudah dirusak oleh bakteri . c. Susunan Gas di Atmosfir Berdasarkan kebutuhan oksigen sebagai aseptor elektron , mikroba dapat dibedakan menjadi 2 ( dua ) golongan , yaitu mikroba aerob dan mikroba anaerob . Mikroba aerob adalah mikroba yang dapat menggunakan oksigen sebagai sumber aseptor elektron terakhir bioenerginya . Ada 2 ( dua ) golongan mikroba aerob , yaitu obligat aerob dan mikroaerofilik . Obligat aerob adalah mikroba yang mutlak membuthkan oksigen , sementara mikroaefilik adalah mikroba yang mutlak membutuhkan oksigen , sementara mikroaerofilik adalah mikroba yang memerlukan oksigen dalam jumlah sedikit . 3. Faktor Implisit Faktor faktor impilisit yang terpengaruh terhadap pertumbuhan mikroba adalah sinergisme dan antagonisme . a. Sinergisme Sinergisme adalah kemampuan dua atau lebih organisme untuk melakukan perubahan ( biasanya perubahan kimia ) dimana tanpa adanya kerja sama diantaranya . Faktor faktor yang berkaitan dengan sinegisme adalah ntrisi perubahan nilai pH, pertumbuhan

potensial redoks , perubahan aktivitas air . penghilangan zat anti mikroba dan kerusakan stuktur biologis . b. Antagonisme Kematian atau terhambatnya pertumbuhanya suatu organisme yang disebabkan oleh organisme lain yang mempengaruhi lingkungan pertumbuhan organisme pertama disebut antagonisme . Faktor faktor yang mempengaruhi antagonisme antara lain penggunan nutrisi , perubahan nilai pH , perubahan potensial redoks , pembentukan zat zat antimikroba ,dan bakteriofag . 4. Faktor Pengolahan Mirobiologi spesipik yang terdapat didalam bahan bahan pangan dapat dikurangi jumlahnya oleh berbagai jenis metode pengolahan dan pengawetan pangan . Jenis jenis pengolahan atau pengawetan pangan yang berpengaruh terhadap kehidupan mikroba , antara lain suhu tinggi , suhu rendah penambahan bahan pengawet dan irridiasi . ( Nurwantoro , 1997 )

BAB III PENUTUP

A. KESIMPULAN
1. Mikroorganisme merupakan jasad hidup yang mempunyai ukuran sangat kecil. 2. Toksin-toksin yang terkandung pada bahan pangan salah satunya berasal dari kontaminasi dari hasil metabolisme mikrobia alami yang ada pada bahan pangan 3. Kontaminan disebabkan oleh fungi (mycotoxin), ganggang laut (marine algae), atau bakteri. 4. Faktor intrinsik , merupakan sifat sifat fisik, kimia , dan stuktur yang dimiliki oleh bahan pangan itu sendiri . 5. Faktor ekstrinsik yaitu kondisi lingkungan pada penanganan dan penyimpanan bahan pangan , seperti suhu kelembaban , susunan gas di atmosfir . 6. Faktor implisit yang merupakan sifat sifat yang dimiliki oleh mikroba itu sendiri . Faktor ini sangat dipengaruhi oleh susunan biotik mikroba dalam bahan pangan . 7. Faktor pengolahan , karena perubahan mikroba awal sebagai akibat pengolahan bahan pangan ( misalnya pemanasan , pendinginan , irradiasi , penambahan bahan pengawet.

B. SARAN
Adapun saran yang dapat kami berikan antara lain : 1. Perlu perhatian yang lebih lagi dalam menjaga kebersihan makanan yang kita makan, mengingat begitu sentral dan akibat apabila makanan tersebut terdapat banyak mikroba yang dapat menyebabkan efek infeksi dan keracunan makanan dalam tubuh kita. makanan sekali-kali jangan dibiarkan berada pada suhu kamar yang akanme mungkinkan mikroorganisme yang mengontaminasi berkembangbiak. 2. Perlunya makanan. penelitian-penelitian lebih lanjut tentang kehidupan mikroorganisme yang bermanfaat dalam bidang menfermentasikan

DAFTAR PUSTAKA

Budiyanto, Moch Agus Kresno. 2002. Mikrobiologi Terapan. Malang. Penerbit : Universitas Muhammadiyah Malang. Volk, Wesley A dan Wheeler, Margaret F. 1990. Basic Microbilogy fifth edition. Jakarta. Penrbit Erlangga. (diterjemahkan oleh Soenartono Adisoemarto. 1990. Mikrobiologi Dasar edisi kelima jilid 2). Sardjono,D.Wiyono dan D Wibowo. 1988. Mikrobiologi Pengolahan .PAU http://iqbalali.com/2008/02/18/peran-mikroorganisme-dlm-kehidupan/ (diakses pada tanggal 7 April 2012) http://aguskrisnoblog.wordpress.com/2011/01/11/pertumbuhan-bakteri/ http://lordbroken.wordpress.com/2011/04/03/toksin-mikroba/

Anda mungkin juga menyukai