Anda di halaman 1dari 12

BAB 1

Pendahuluan

1.1 Latar Belakang

Mola Hidatidosa ialah kehamilan abnormal, dengan ciri-ciri tumor jinak (benigna) dari chorion penyebab embrio mati dalam uterus tetapi plasenta melanjutkan sel-sel trophoblastik terus tumbuh menjadi agresif dan membentuk tumor yang invasif, kemudian edema dan membentuk seperti buah anggur, karakteristik mola hidatiosa bentuk komplet dan bentuk parsial, yaitu tidak ada jaringan embrio dan ada jaringan embrio.

Sebagian dari villi berubah menjadi gelembung-gelembung berisi cairan jernih. Biasanya tidak ada janin, hanya pada mola parsialis kadang-kadang ada janin. Gelembung itu sebesar butir kacang hijau sampai sebesar buah anggur. Gelembung ini dapat mengisi seluruh cavum uteri. Di bawah mikroskop nampak degenerasi hydrotopik dari stoma jonjot, tidak adanya pembuluh darah dan proliferasi trofoblast. Pada bagian pemeriksaan kromosom didapatkan poliploidi dan hampir pada semua kasus mola susunan sex chromatin adalah wanita.

Pada mola hidatidosa, ovaria dapat mengandung kista lutein kadang-kadang hanya pada satu ovarium, kadang-kadang pada kedua-duanya. Kista ini berdinding tipis dan berisi cairan kekuningkuningan dan dapat mencapai ukuran sebesar sarung tinju atau kepala bayi. Kista lutein terjadi karena perangsangan ovarium oleh kadar gonadotropin chorion yang tinggi, kista ini hilang sendiri setelah mola dilahirkan.

1.2 Rumusan Masalah

apa definisi dari mola hidatidosa ? apakah etiologi dari mola hidatidosa ? bagaimana patofisiologi dari mola hidatidosa ? bagaimana tanda dan gejala dari mola hidatidosa ? bagaimana gambaran diagnostik dari mola hidatidosa ? bagaimana penatalaksanaan pada klien dengan mola hidatidosa ? bagaimana asuhan keperawatan pada klien dengan mola hidatidosa ?

1.3Tujuan

Agar mahasiswa mengetahui dan memahami pengertian dari mola hidatidosa Agar mahasiswa mengetahui dan memahami etiologi dari mola hidatidosa Agar mahasiswa mengetahui dan memahami tanda dan gejala dari mola hidatidosa Agar mahasiswa mengetahui komplikasi dari mola hidatidosa Agar mahasiswa mengetahui gambaran diagnostik dari mola hidatidosa Agar mahasiswa mengetahui penatalaksanaan dari mola hidatidosa Agar mahasiswa mampu memberikan asuhan keperawatan pada Klien dengan mola hidatidosa

1.3 Manfaat

Setelah membuat makalah mola hidatidosa ini, mahasiswa diharapkan dapat mengetahui dan memahami pengertian mola hidatidosa, etiologi mola hidatidosa, patofisiologi mola hidatidosa, tanda dan gejala mola hidatidosa, komplikasi mola hidatidosa, gambaran diagnostic mola hidatidosa, penatalaksanaan mola hidatidosa, serta membuat dan mengaplikasikan asuhan keperawatan pada klien dengan mola hidatidosa.

BAB II

Tinjauan Teori

2.1 Konsep Dasar Teori

2.1.1 Pengertian

Mola Hidatidosa ditandai oleh kelainan vili korialis, yang terdiri dari proliferasi trofoblastik dangan derajat yang bervariasi dan edema sroma vilus. Mola biasanya menempati kavum uteri, tetapi kadang-kadang tumor ini ditemukan dalam tuba falopii dan bahkan dalam ovarium. Perkembangan penyakit trofoblastik ini amat menarik, dan ada tidaknya jaringan janin telah digunakan untuk menggolongkannya menjadi bentuk mola yang komplet (klasik)

dan parsial (inkomplet)

Karakteristik Mola Hidatidosa bentuk komplet dan parsial :

Gambaran

Mola parsial (inkomplet)

Mola Komplet (klasik)

Jaringan embrio atau janin

Ada

Tidak ada

Pembengkakan hidatidosa pada vili

Fokal

Difus

Hyperplasia

Fokal

Difus

Inklusi stroma

Ada

Tidak ada

Lekukan vilosa

Ada

Tidak ada

Mola Hidatidosa Komplet (klasik) Vili korialis berubah menjadi kumpulan gelembung yang jernih. Gelembung-gelembung atau vesikula ini bervariasi ukurannya mulai dari yang mudah terlihat sampai beberapa cm, dan bergantung dalam beberapa kelompok dari tangkai yang tipis. Massa tersebut dapat tumbuh cukup besar sehingga memenuhi uterus, yang besarnya bisa mencapai ukuran uterus kehamilan normal lanjut. Berbagai penelitian sitogenetik terhadap kehamilan mola komplet, menemukan komposisi kromosom yang paling sering (tidak selalu) 46XX, dengan kromosom sepenuhnya berasal dari ayah.

Fenomena ini disebut sebagai androgenesis yang khas ovum dibuahi oleh sebuah sperma haploid yang kemudian mengadakan duplikasi kromosomnya sendiri setelah miosis. Kromosom ovum bias tidak terlihat atau tampak tidak aktif. Tetapi semua mola hidatidosa komplet tidak begitu khas dan kadang-kadang pola kromosom pada mola komplet biSA 46XY. Dalam keadaan ini dua sperma membuahi satu ovum yang tidak mengandung kromosom. Variasi lainnya juga pernah dikemukakan misalnya 45X. jadi mola hidatidosa yang secara morfologis komplet dapat terjadi akibat beberapa pola kromosom.

Mola Hidatidosa Parsial (inkomplet) Kalau perubahan hidatidosa bersifat fokal serta belum begitu jauh dan masih terdapat janin atau sedikitnya kantong amnion, keadaan ini digolongkan sebagai mola hidatidosa parsial. Pada sebagian vili yang biasanya avaskuler terjadi pembengkakan hidatidisa yang berjalan lambat, sementara vili lainnya yang vaskular dengan sirkulasi darah fetus plasenta yang masih berfungsi tidak mengalami perubahan. Hyperplasia trofoblastik yang terjadi, lebih bersifat fokal dari pada generalisata. Katiotipe secara khas berupa triploid, yang bias 69XXY atau 69XYY dengan satu komplemen maternal tapi biasanya dengan dua komplemen haploid paternal. Janin secara khas menunjukkan stigmata triploidi yang mencakup malformasi congenital multiple dan retardasi pertumbuhan.

2.1.2 Etiologi

Penyebab mola hidatidosa tidak diketahui secara pasti, namun faktor penyebabnya adalah :

Faktor ovum : ovum memang sudah patologik sehingga mati, tetapi terlambat dikeluarkan Imunoselektif dari tropoblast: yaitu dengan kematian fetus,pembuluh darah pada stroma villi menjadi jarang dan stroma villi menjadi sembab dan akhirnya terjadi hyperplasia.

Keadaan sosio-ekonomi yang rendah: keadaan sosial ekonomi akan berpengaruh terhadap pemenuhan gizi ibu yang pada akhirnya akan mempengaruhin pembentukan ovum abnormal yang mengarah pada terbentuknya mola hidatidosa. Paritas tinggi: ibu dengan paritas tinggi, memiliki kemungkinan terjadinya abnormalitas pada kehamilan berikutnya,sehingga ada kemungkinan kehamilan berkembang menjadi mola hidatidosa. Kekurangan protein:sesuai dengan fungsi protein untuk pembentukan jaringan atau fetus sehingga apabila terjadi kekurangan protein saat hamil menyebabkan gangguan pembentukan fetus secara sempurna yang menimbulkan jonjot-jonjot korion. Infeksi virus dan faktor kromosom yang belum jelas

2.1.3 Patofisiologi

Jonjot-jonjot korion tumbuh berganda dan mengandung cairan merupakan kista-kista kecil seperti anggur. Biasanya didalamnya tidak berisi embrio. Secara histopatologik kadang-kadang ditemukan jaringan mola pada plasenta dengan bayi normal. Bisa juga terjadi kehamilan ganda mola adalah satu janin tumbuh dan yang satu lagi menjadi mola hidatidosa. Gelembung mola besarnya bervariasi, mulai dari yang kecil sampai berdiameter lebih dari satu cm. mola parsialis adalah bila dijumpai janin dan gelembung-gelembung mola.

Secara mikroskopik terlihat trias :

1)

Proliferasi dari trofoblast

2)

Degenerasi hidropik dari stroma vili dan kesembaban

3)

Terlambat atau hilangnya pembuluh darah dan stroma.

Sel-sel langhans tampak seperti sel polidral dengan inti terang dan adanya sel sinsisial giantik (syncytial giant cell). Pada kasus mola banyaak kita jumpai ovarium dengan kista lutein ganda berdiameter 10 cm atau lebih. Kista lutein akan berangsur-angsur mengecil dan hilang setelah mola hidatidosa sembuh.

2.1.4 Tanda dan Gejala

Tanda dan Gejala yang biasanya timbul pada klien dengan mola hidatidosa adalah :

a.Amenore dan tanda-tanda kehamilan

b.Perdarahan pervaginam berulang. Darah cenderung berwarna coklat. Pada keadaan lanjut kadang keluar gelembung mola.

c.Pembesaran uterus lebih besar dari usia kehamilan.

d.Tidak terabanya bagian janin pada palpasi dan tidak terdengarnya DJJ sekalipun

uterus sudah membesar setinggi pusat atau lebih.

e.Preeklampsia atau eklampsia yang terjadi sebelum kehamilan 24 minggu.

f. hiperemesis lebih sering terjadi, lebih keras dan lebih lama.

g. mungkin timbul preeklampsia dan eklampsia. Terjadinya preeclampsia dan

eklampsia sebelum minggu kedau empat menuju kearah mola hidatidosa.

h.kadar gonadotropin tinggi dalam darah serum pada hari ke 100 atau lebih sesudah

periode menstruasi terakhir.

2.1.5 Komplikasi

Perdarahan yang hebat sampai syok, kalau tidak segera ditolong dapat berakibat fatal. Perdarahan berulang-ulang yang dapat menyebabkan anemia. Infeksi sekunder. Perforasi karena kegananasan dan Karena tindakan. Menjadi ganas (PTG) pada kira-kira 18%-20% kasus akan menjadi mola destruens atau koriokarsinoma.

2.1.6 Gambaran Diagnostik

Kita harus mempertimbangkan kemungkinan data-data tentang menstruasi atau uterus hamil yang lebih lanjut membesar akibat mioma, hidramnion, atau terutama akibat janin lebih dari satu.

Ultrasonografi

Ketapatan diagnostic yang terbesar diperoleh dari gambaran USG yang khas pada mola hidatidosa keamanan dan ketepatan pada pemeriksaan sonografi membuat pemeriksaan ini menjadi prosedur pilihan. Tetapi kita harus ingat bahwa beberapa stuktur lainnya dapat memperlihatkan gambaran yang serupa dengan gambaran mola hidatidosa, termasuk mioma uteri dengan kehamilan dini dan kehamilan dengan janin lebih dari satu. Tinjauan cermat mengenai riwayat penyakit bersama hasil evaluasi pemeriksaan USG yang cermat dan kalau perlu diulang satu atau dua minggu kemudian, harus bias menghindari diagnose mola hidatidosa lewat USG yang keliru ketika kehamilan sebenarnya normal.

Amniografi

Penggunaan bahan radiopak yang dimasukkan kedalam uterus secara transabdominal akan memberikan gambaran radiografik khas pada mola hidatidosa. Cavum uteri ditembus dengan jarum untuk amniosintesis. 20ml hypaque disuntikkan segera dan 5 hingga 10 menit kemudian difoto anteroposterior. Pola sinar x seperti sarang tawon, khas ditimbulkan oleh bahan kontraks yang mengelilingi gelembung-gelembung corion. Pada kehamilan normal terdapat sedikit resiko abortus akibat penyuntikan bahan kontraks hipertonik intra amnion. Dengan semakin banyaknya sarana USG yang tersedia, teknik pemeriksaan amniografi sudah jarang dipakai lagi.

Pengukuran kadar corionic gonadotropin

Pengukuran kadar corionic gonadotropin kadang-kadang digunakan untuk membuat diagnose jika metode pengukuran secara kuantitatif yang andal telah tersedia, dan variasinya cukup besar pada sekresi gonadotropin dalam kehamilan normal sudah dipahami khusus kenaikan kadar gonadotropin yang kadang-kadang menyertai kehamilan dengan janin lebih dari satu.

Uji Sonde : Sonde (penduga rahim) dimasukkan pelan-pelan dan hati-hati ke dalam kanalis servikalis dan kavum uteri. Bila tidak ada tahanan, sonde diputar setelah ditarik sedikit, bila tetap tidak ada tahanan, kemungkinan mola (cara Acosta-Sison)

2.1.7 Penatalaksanaan

Kuretase isap (suction curettage) Apabila pasien menginginkan keturunan di kemudian hari, penanganan yang dipilih adalah evakuasi jaringan mola dengan kuretase isap. Dua sampai empat unit darah harus tersedia karena evakuasi dapat disertai dengan kehilangan darah yang banyak.setelah evakuasi awal, kontraksi uterus dirangsang dengan oksitosin intravena untuk mengurangi kehilangan darah.jaringan-jaringan sisa dibersikan dengan kuretase tajam.spesimennya dikirim secara terpisah ke laboratorium patologi.

Histerektomi abdominal Pada mola ini merupakan suatu alternatif lain bagi pasien yang tidak lagi menginginkan kehamilan di kemudian hari.Histerektomi menyingkirkan kemungkinan berfungsinya sel-sel trofoblastik yang tertinggal di dalam uterus setelah kuretase isap dan mengurai resiko penyakit trofoblastik residual sampai 3-5%.keputusan mengenai salpingo-ooforektomi adalah tersendiri.setelah pengeluaran mola dan pengurangan stimulas chorionic gonadotropin,kista teka-lutein ovarium mengalami regresi secara spontan. Pengangkatan dengan pembedahan hanya diperlukan bila ada kaitan dengan

torsi atau perdarahan.

Program lanjut Setelah evakuasi suatu kehamilan mola pasien diamati dengan seksama terhadap serangkaian titer chorionic gonadotropin (HCG), menggunakan radioimmunoassay untuk submit beta, setiap satu atau dua minggu sampai negative. Hilangnya HCG secara sempurna diperkirakan terjadi dalam 9-15 minggu setelah pengosongan uterus. Pasien disarankan untuk menghindari kehamilan sampai titer chorionic gonadotropin negative selama satu tahun. Biasanya diberikan kontrasepsi oral estrogenprogestin. Pelvis diperiksa secara berkala untuk menilai ukuran uterus, adneksa untuk kista tekalutein, dan traktus genitalis bagian bawah untuk metastase.

Apabila 2 titer chorionic gonadotropin yang berurutan stabil (plateu) atau meningkat atau apabila tampak adanya metastase, pasien harus dievaluasi terhadap keganasan neoplasia tropoblastik gestasional dan kemoterapi. Hamper 15-20% pasien dengan Mola Hidatidosa berkembang gejala keganasan ssetetal kuretase isap. Dari kelompok ini hamper 80% menderita penyakit trofoblastik non metastatic sedangkan yang 20% menderita metastase keluar batas uterus, paling sering ke paruparu atau vagina. Selain titer chorionic gonadotropin yang persisten atau meningkat, gejala keganasan neoplsia trofoblastik gestasional meliputi perdarahan pervaginam yang persisten, pendarahan intra abdominal dan lesi perdarahan di paru-paru, hepar, otak, atau ogan-organ lainnya.

Anda mungkin juga menyukai