Anda di halaman 1dari 35

HUBUNGAN KEBIASAAN MEROKOK DENGAN JERAWAT

Diajukan ke Fakultas Kedokteran UKI Sebagai Pemenuhan Salah Satu Syarat Mendapatkan Gelar Sarjana Kedokteran

Disusun Oleh :

Ni Made Dhaena Kusuma Dewi 1061050133

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA JAKARTA 2013

HUBUNGAN KEBIASAAN MEROKOK DENGAN JERAWAT

Diajukan ke Fakultas Kedokteran UKI Sebagai Pemenuhan Salah Satu Syarat Mendapatkan Gelar Sarjana Kedokteran

Disusun Oleh :

Ni Made Dhaena Kusuma Dewi 1061050133

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA JAKARTA 2013

HUBUNGAN KEBIASAAN MEROKOK DENGAN JERAWAT

Diajukan Ke Fakultas Kedokteran UKI Sebagai Pemenuhan Salah Satu Syarat Mendapatkan Gelar Sarjana Kedokteran

Disusun Oleh :

NI Made Dhaena Kusuma Dewi 1061050133

Telah disetujui oleh Pembimbing / /2013

dr Vitalis Pribadi SpKK NIP :

Mengetahui,

Prof Rondang Soegianto, PhD Ketua Tim Skripsi

PERNYATAAN MAHASISWA

Nama Mahasiswa : Ni Made Dhaena Kusuma Dewi NIM : 1061050133 Menyatakan dengan sesungguhnya, bahwa Skripsi berjudul Hubungan Kebiasaan Merokok dengan Jerawat adalah betul-betul karya buatan sendiri. Hal-hal yang bukan karya saya, dalam Skripsi tersebut telah diberi tanda citation dan ditunjukan dalam daftar pustaka. Apabila di kemudian hari terbukti pernyataan saya tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik.

Jakarta, Yang membuat pernyataan,

Ni Made Dhaena Kusuma Dewi NIM : 1061050133

DAFTAR ISI

Sampul Luari Sampul Dalam ii Pernyataan Mahasiswaiii Daftar isi iv Abstrakv Bab I Pendahuluan A. Latar Belakang 1 B. Tujuan Penelitian. 2 Bab II Tinjauan Pustaka A. Anatomi dan Fisiologi Kulit 4 B. Penyembuhan Luka 7 C. Jerawat 8 a. Definisi Jerawat 8 b. Epidemiologi Jerawat 9 c. Faktor Yang Mempengaruhi Timbulnya Jerawat 9 d. Patogenesis Jerawat 11 e. Tipe-Tipe Jerawat 12 f. Gejala Klinis Jerawat 14 D. Merokok a. Kandungan Rokok16 b. Epidemiologi Perokok 18 c. Faktor-Faktor Penyebab Perilaku Perokok 19 Bab III Pembahasan21 Bab IV Penutup. 25 A. Kesimpulan25 B. Saran. 25 Daftar Pustaka . 26

ABSTRAK

Jerawat merupakan penyakit peradangan kulit yang dipengaruhi oleh aktivitas dari kelenjar sebaseus. Pengalaman klinis menunjukkan adanya hubungan antara merokok dengan jerawat, meskipun bukti studi memang kurang tepat. Dari penelitian yang dipublikasikan, beberapa mengatakan bahwa ada hubungan dan beberapa tidak ada hubungan antara merokok dan jerawat. Hal ini mungkin berkaitan dengan metode, adanya variabel pengganggu, dan pemilihan kasus yang berbeda. Dampak merokok bagi kulit mulai dikenal, serta kebiasaan merokok dan jerawat menunjukkan korelasi langsung bahwa merokok dapat memperparah kondisi jerawat dan memperlambat proses penyembuhan. Selain itu, ditemukan bahwa nikotin dapat menyebabkan vasokonstriksi dan menghambat penyembuhan luka. Peran nikotin pada penyakit kulit tetap jelas. Namun efek nikotin terhadap jerawat mungkin dapat merangsang bidang penelitian. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melakukan studi kasus-kontrol menyelidiki hubungan antara merokok dan jerawat. Kata kunci : Jerawat, merokok, nikotin

ABSTRACT

Acne is an inflammatory skin disease that is influenced by the activity of the sebaceous glands. Clinical experience suggests a link between smoking and acne, although the evidence is less precise studies. Of the published studies, some suggested that there is a connection and some no association between smoking and acne. This is maybe related to the method, the presence of confounding variables, and the selection of a different case. Impact of smoking on the skin began to be known, as well as smoking and acne showed a direct correlation that smoking can aggravate the condition of acne and slows the healing process. In addition, it was found that nicotine can cause vasoconstriction and inhibit wound healing. The role of nicotine on skin diseases remains unclear. However, the effect of nicotine on acne may stimulate research. The aim of this study was to conduct a case-control study investigating the relationship between smoking and acne.

BAB I PENDAHULUAN

A.

Latar Belakang Jerawat atau Acne vulgaris adalah penyakit peradangan kronis dari kelenjar minyak sebasea, yang dapat berbentuk komedo, papula, pustula, nodul dan sering menjadi jaringan parut.1 Jerawat memiliki prevalensi lebih dari 90% di kalangan remaja dan berlanjut sampai dewasa kira-kira 12-14% kasus dengan efek gangguan psikologis dan sosial.2 Dalam suatu studi, Larson S.K et. al dalam studynya menyatakan jerawat paling sering terjadi pada remaja yaitu sekitar 85% dan prevalensinya menurun seiring bertambahnya usia. Namun angka kejadiannya masih cukup tinggi. Ratarata jerawat tumbuh diusia 11 tahun pada anak perempuan dan 12 tahun pada anak laki-laki. Dan diketahui juga bahwa jerawat lebih sering terjadi pada perempuan.3 Jerawat dapat disebabkan karena berbagai hal, yaitu antara lain perubahan hormon dalam tubuh, adanya infeksi bakteri yang dapat menyumbat saluran kelenjar minyak, makanan, penggunaan obat-obatan, bahkan stres juga dapat menyebabkan jerawat. Adapun berbagai studi epidemiologi melaporkan bahwa merokok dapat mempengaruhi kondisi kulit seseorang hingga menimbulkan jerawat. Menurut Schafer T et al mengenai analis regresi logistik, prevalensi jerawat secara signifikan lebih

tinggi pada perokok aktif (40,8%) dibandingkan bukan perokok (25,2%).4 Studi lain juga menyebutkan bahwa jerawat lebih mencolok pada kalangan perokok (41,5%) dibandingkan bukan perokok (9,7%). Dan jerawat perokok ini lebih banyak ditemukan jerawat yang tidak meradang (91,3%) dibandingkan yang tidak merokok (52,8%).5 Ditemukan juga Klaz I et. al juga menyatakan bahwa pasien jerawat yang merokok memiliki jerawat yang lebih parah dibanding pasien jerawat yang tidak merokok.6 Akan tetapi Pada penelitian Firooz et.al (2005) ditemukan bahwa pasien jerawat yang merokok memiliki jerawat yang parah dibanding pasien jerawat yang tidak merokok.6 Namun penelitian yang lebih baru ditemukan bahwa tingkat keparahan jerawat memiliki korelasi yang kuat dengan merokok.11 Namun demikian, mekanisme bagaimana efek tersebut dapat terjadi masih belum sepenuhnya diketahui. data korelasi antara merokok dan jerawat memang masih menjadi kontroversi. Jemec et.al (2002) menemukan bahwa pasien merokok tidak bermakna bila dikaitkan dengan jerawat dalam sampel acak pada 186 subjek. Melihat fakta-fakta diatas, peneliti beranggapan bahwa merokok memiliki korelasi dengan timbulnya jerawat. Selain merokok dapat mempengaruhi timbulnya jerawat, merokok juga mungkin dapat memperparah ataupun memperlambat proses penyembuhan dari jerawat. Oleh karena itu, diperlukan penelitian lebih lanjut agar diketahui pengaruh merokok terhadap jerawat dan penanganan yang cepat dan tepat pada jerawat akibat merokok.

Melihat fakta-fakta diatas, diperlukan penelitian lebih lanjut agar diketahui pengaruh merokok terhadap jerawat dan penanganan yang cepat dan tepat pada jerawat akibat merokok.

NOTE : Coba susun lagi latar belakangnya, terutama setelah kumasukin pindahan dari pembahasan itu biar ceritanya lebih bisa diterima dengan mudah.

B.

Tujuan Penulisan 1. Tujuan umum Memperoleh informasi mengenai hubungan merokok dengan

timbulnya jerawat. 2. Tujuan khusus Mengetahui kandungan rokok paling berperan dalam patogenesis jerawat Mengetahui efek rokok terhadap fisiologi kulit Mengetahui patofisiologi jerawat akibat merokok

a. Manfaat Penelitian Di Indonesia terdapat angka kejadian jerawat yang masih relatif tinggi. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini dapat menjadi sumber

informasi bagi pihak-pihak yang akan dilakukan penyuluhan edukasi terhadap pemilik keluhan jerawat. Antara lain : - Bagi masyarakat Untuk lebih meningkatkan pengetahuan dan pemahaman masyarakat tentang hubungan masalah merokok dengan timbulnya jerawat. - Bagi peneliti Untuk menambah wawasan peneliti tentang hubungan merokok dengan timbulnya jerawat Untuk dapat melakukan penelitian dan mendapat informasi yang tepat untuk kasus orang yang merokok dan memiliki jerawat - Bagi instansi terkait Agar dapat memberikan masukan yang tepat dalam menurunkan angka morbiditas jerawat.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA (Ga kukoreksi yah, soalnya kamu pasti lebih ahli, intinya tulis semua literature yang berhubungan dengan tulisanmu)

A.

Anatomi dan Fisiologi Kulit Kulit adalah suatu organ pembungkus seluruh permukaan luar tubuh, merupakan organ terberat dan terbesar dari tubuh. Seluruh kulit beratnya sekitar 16 % berat tubuh, pada orang dewasa sekitar 2,7 3,6 kg dan luasnya sekitar 1,5 1,9 meter persegi. Tebalnya kulit bervariasi mulai 0,5 mm sampai 6 mm tergantung dari letak, umur dan jenis kelamin. Kulit tipis terletak pada kelopak mata, penis, labium minus dan kulit bagian medial lengan atas; sedangkan kulit tebal terdapat pada telapak tangan, telapak kaki, punggung, bahu dan bokong. Epidermis adalah lapisan luar kulit yang tipis dan avaskuler. Epidermis terdiri atas lima lapisan (dari lapisan yang paling atas sampai yang terdalam), yaitu : 1. Stratum Korneum : terdiri dari sel keratinosit yang bisa

mengelupas dan berganti. 2. Stratum Lusidum : berupa garis translusen, biasanya terdapat pada

kulit tebal telapak kaki dan telapak tangan. Tidak tampak pada kulit tipis.

3.

Stratum Granulosum : ditandai oleh 3-5 lapis sel polygonal gepeng

yang intinya ditengah dan sitoplasma terisi oleh granula basofilik kasar yang dinamakan granula keratohialin yang mengandung protein kaya akan histidin dan terdapat sel Langerhans. 4. Stratum Spinosum : terdapat berkas-berkas filamen yang

dinamakan tonofibril, dianggap filamen tersebut memegang peranan penting untuk mempertahankan kohesi sel dan melindungi terhadap efek abrasi. Epidermis pada tempat yang terus mengalami gesekan dan tekanan mempunyai stratum spinosum dengan lebih banyak tonofibril. Stratum basale dan stratum spinosum disebut sebagai lapisan Malfigi serta terdapat sel Langerhans. 5. Stratum Basale (Stratum Germinativum) : terdapat aktifitas mitosis

yang hebat dan bertanggung jawab dalam pembaharuan sel epidermis secara konstan. Epidermis diperbaharui setiap 28 hari untuk migrasi ke permukaan. Merupakan suatu lapis sel yang mengandung melanosit. Dermis yaitu terdiri atas jaringan ikat yang menyokong epidermis dan menghubungkannya dengan jaringan subkutis. Dermis terdiri dari dua lapisan, yaitu lapisan papiler (tipis mengandung jaringan ikat jarang) dan lapisan retikuler (tebal terdiri dari jaringan ikat padat). Dermis mempunyai banyak jaringan pembuluh darah. Dermis juga mengandung beberapa derivat epidermis yaitu folikel rambut, kelenjar sebasea dan kelenjar keringat. Kualitas kulit tergantung banyak tidaknya derivat epidermis di

dalam dermis. Fungsi dermis yaitu struktur penunjang, mechanical strength, suplai nutrisi, menahan shearing forces dan respon inflamasi. Subkutis merupakan lapisan di bawah dermis atau hipodermis yang terdiri dari lapisan lemak. Lapisan ini terdapat jaringan ikat yang menghubungkan kulit secara longgar dengan jaringan di bawahnya. Jumlah dan ukurannya berbeda-beda menurut daerah di tubuh dan keadaan nutrisi individu. Lapisan ini berfungsi menunjang suplai darah ke dermis untuk regenerasi.7

Gambar 1. Anatomi kulit18

Dalam kulit, terdapat juga kelenjar sebaseus atau kelenjar minyak. Kelenjar ini terhubung ke dalam kanal yang disebut folikel. Folikel adalah tempat terisinya rambut halus. Kelenjar sebaseus paling banyak terdapat di

wajah, punggung atas dan dada. Kelenjar ini memproduksi minyak yang disebut sebum dan bermuara ke permukaan kulit melalui pembukaan folikel yang disebut pori-pori, dan sel yang membentuknya disebut keratinosit.19

Gambar 2. Anatomi Kelenjar Sebaseus19

B.

Penyembuhan luka Penyembuhan luka adalah suatu bentuk proses usaha untuk memperbaiki kerusakan yang terjadi. Fisiologi penyembuhan luka secara alami akan mengalami fase-fase seperti dibawah ini : 1. Peradangan. Fase ini dimulai sejak terjadinya luka sampai hari

kelima. Segera setelah terjadinya luka, pembuluh darah yang putus

mengalami konstriksi dan retraksi disertai reaksi hemostasis karena agregasi trombosit yang bersama jala fibrin membekukan darah. Berbagai sel darah, termasuk granulosit, makrofag, neutrofil, limfosit, fibroblas dan platelet, yang diaktifkan dan melepaskan mediator inflamasi, siap untuk membentuk jaringan parut. 2. Pembentukan jaringan parut. Jaringan parut terjadi akibat proses

penyembuhan dengan dimulainya pembentukan kapiler. Fibroblas mengalami proliferasi dan mensintesis kolagen. Serat kolagen yang terbentuk menyebabkan adanya kekuatan untuk bertautnya tepi luka. Pada fase ini mulai terjadi granulasi, kontraksi luka dan epitelialisasi. 3. Remodelling atau maturasi. Fase ini merupakan fase yang terakhir pada proses penyembuhan luka. Terjadi proses yang

dan terpanjang

dinamis berupa remodelling kolagen, kontraksi luka dan pematangan jaringan parut. Aktivitas sintesis dan degradasi kolagen berada dalam keseimbangan. Fase ini berlangsung mulai 3 minggu sampai 2 tahun. Akhir dari penyembuhan ini didapatkan parut luka yang matang yang mempunyai kekuatan 80% dari kulit normal.7,2

C.

Jerawat a. Definisi Jerawat Jerawat atau Acne vulgaris adalah suatu penyakit kulit yang lazim di tempat terdapatnya banyak kelenjar sebaseus (wajah,

punggung atas dan dada). Lesi khasnya mencakup komedo terbuka (blackhead) dan tertutup (whitehead), papul inflamatorik, pustul, nodul dan kista. Tampaknya terjadi akibat penebalan lubang folikel, peningkatan produksi sebum, adanya bakteri, dan respon inflamasi pejamu (Kamus Saku Mosby, 2002). b. Epidemiologi Jerawat Jerawat adalah kondisi kulit yang umum terjadi yang banyak ditangani oleh dokter, yaitu sebanyak lebih dari 14 juta kasus kunjungan per tahun. Jerawat biasanya muncul untuk pertama kalinya saat masa awal remaja, yaitu sekitar 85% dari individu antara usia 15-17 tahun.8 Jerawat biasanya dialami orang antara remaja dan lansia. Jerawat lebih sering terjadi pada anak laki-laki daripada anak perempuan selama masa pubertas (usia 10-12 tahun). Antara usia 21-45 tahun, jerawat lebih sering terjadi pada wanita dibanding pria di usia yang sama. Dalam satu studi dari komunitas di Inggris, prevalensi jerawat adalah 14% pada wanita dewasa yaitu antara 2644 tahun. Pada usia 45 tahun, 5% dari wanita dan laki-laki masih mengalami berbagai lesi jerawat. Distribusi jerawat juga diteliti, yaitu didapatkan daerah dengan jumlah terbanyak jerawat adalah wajah (100%) diikuti oleh daerah dada yaitu 37 pasien (31,8%) dan di daerah punggung yaitu 12 pasien (10,3%).9,8 c. Faktor Yang Mempengaruhi Timbulnya Jerawat

Jerawat biasanya dimulai pada masa awal pubertas dengan peningkatan produksi kelenjar minyak (sebum), dan komedo, diikuti oleh lesi yang meradang. Awal terbentuknya jerawat (sebelum umur 12 tahun) biasanya banyak timbul komedo tetapi belum meradang, mungkin karena orang tersebut belum mulai memproduksi sebum yang cukup banyak untuk membantu pertumbuhan dari Proprionibacterium acnes.10 Proprionibacterium acnes merupakan flora normal dari kulit yang mendiami kelenjar sebasea yang hidup dengan menggunakan sebum sebagai sumber nutrisi. Oleh karena itu, Proprionibacterium acnes tumbuh subur saat produksi sebum meningkat, menyebabkan peradangan melalui aktivasi komplemen dan pelepasan produk metabolisme, protease dan neutrofil untuk memanggil faktor kemotaktik.3 Hiperkeratinisi folikular adalah hal yang mendasari pembentukan komedo. Komedo merupakan suatu karakteristik dari pada lesi jerawat. Meskipun banyak pasien percaya bahwa jerawat terjadi akibat dari seseorang yang membersihkan wajah tidak efektif dan efisien, namun penelitian menganggap bahwa kegagalan tersebut disebabkan karena kulit dan pori-pori tidak bisa mengelupaskan kulit mati.9 Jerawat berhubungan dengan ketidakseimbangan hormon. Hormon androgen pada pasien yang berjerawat lebih tinggi dibandingkan kontrol. Selama peroide menstruasi wanita juga dapat mempengaruhi timbulnya jerawat. Selain itu penggunaan obat yang

bekerja untuk menyeimbangkan hormon, seperti obat yang digunakan dalam kontrasepsi oral atau zat yang dapat memblok hormon wanita (contoh : spironolakton) juga dapat mempengaruhi timbulnya jerawat. Tumor yang mensekresi hormon seks lebih banyak, hiperplasia kongenital dan penyakit lain yang ditandai dengan kelebihan hormon androgen dapat menyebabkan jerawat. Pria yang mengonsumsi pil testosteron atau suplemen steroid anabolik juga cenderung menimbulkan jerawat.9 Beberapa penelitian mendapatkan bahwa ada kemungkinan hubungan antara jerawat dan merokok. Dan bahwa dapat diterimanya merokok menimbulkan perubahan penting dalam mikrosirkulasi kulit, keratinosit, kolagen dan sintesis elastin. Reseptor nikotin tersedia pada keranosit, fibroblas dan pembuluh darah. Nikotin dalam perokok dapat menyebabkan vasokonstriksi terkait dengan hiperemi lokal. Ini dapat menunda penyembuhan luka dan mempercepat penuaan kulit. Ini dapat berkontribusi dalam wajah perokok.11 d. Patogenesis Jerawat Patogenesis jerawat saat ini banyak dikaitkan dengan beberapa faktor, seperti produksi sebum yang meningkat, perubahan kualitas sebum, aktivitas androgen, proliferasi

Propionibacterium acnes dalam folikel dan hiperkeratinisasi folikular.12 Namun tepatnya urutan kejadian dan bagaimana mereka dan faktor lainnya berinteraksi masih belum sepenuhnya jelas.

Proses peradangan mungkin melibatkan CD4, limfosit dan makrofag yang merangsang kelenjar sebasea mulai mengalami hiperkeratinisasi folikular. Hikerkeratinisasi folikular adalah

penumpukan sel kulit mati dalam folikel akibat kelebihan keratin yang mengakibatkan terganggunya proses pengelupasan kulit mati. Perubahan bentuk keratin juga dapat menyebabkan komedo dan perubahan kualitatif dalam sebum yang akan mengeluarkan interleukin 1 (IL1). Berbagai sel darah, termasuk granulosit, makrofag, limfosit, neutrofil, fibroblas, dan platelet, yang diaktifkan dan melepaskan mediator inflamasi, siap untuk pembentukan jaringan granulasi. Sebum yang teroksidasi dapat merangsang proliferasi keratin dan respon peradangan lain. Dan mulailah timbul komedo akibat peradangan awal. Folikel sebasea yang berisi mikrokomedo menyediakan lingkungan yang anaerob dan kaya sebum, yang cocok bagi pertumbuhan

Proprionibacterium acnes.10,2 Komedo menyebabkan epitel kulit menipis dan folikel membesar diisi dengan sebum dan bahan keratin yang meradang. Pada pembentukan pustula terdapat abses folikular yang dikelilingi oleh peradangan eksudat padat limfosit dan leukosit

polimorfonuklear. Selain itu, lesi nodular juga sering menunjukkan sel plasma, body giant cells, dan proliferasi fibroblas.1 e. TipeTipe Jerawat

Morfologi jerawat dibagi menjadi jerawat yang meradanga dan jerawat yang tidak meradang serta keduanya. Papula, pustula dan nodul adalah ciri jerawat yang meradang, sedangkan komedo (terbuka dan tertutup) adalah ciri jerawat yang tidak meradang. Papula adalah area kulit yang meradang, disertai timbulnya bintil bintil nanah akibat infeksi bakteri pada kelenjar minyak. Pustula adalah penonjolan kulit / vesikel yang berisi pus (nanah) karena mikroorganisme, contohnya adalah jerawat, dan nodul bisa disebut juga sebagai jerawat kecil-kecil.9,13 Jerawat dibedakan menjadi derajat ringan, sedang dan berat, yaitu : Jerawat ringan : timbul dengan komedo atau lesi papula dan

pustula yang ringan, dengan atau tanpa beberapa papula dan pustula. Jerawat sedang : timbul dengan banyak komedo,

sedikit/banyak pustula, dan sedikit nodul kecil, tanpa jaringan parut. Jerawat berat / parah : timbul dengan papula dan pustula

yang banyak, banyak nodul, timbul peradangan, dan jaringan parut mulai timbul. Jerawat sangat berat / parah : timbul dengan komedo yang

berkelompok, nodul yang sangat banyak, peradangan yang berat dan adanya jaringan parut.9

Gambar 3. Mikrokomedo, komedo terbuka, dan komedo tertutup19

f.

Gejala Klinis Jerawat


Penderita biasanya mengeluh adanya erupsi kulit pada tempattempat predileksi. Tempat predileksi jerawat adalah di muka, bahu, dada bagian atas, dan punggung bagian atas. Lokasi kulit lain, misalnya leher lengan atas, dan glutea kadang-kadang terkena. Erupsi kulit polimorfi, dengan gejala predominan salah satunya, komedo, papul yang tidak beradang dan pustule, nodus dan kista yang beradang. Dapat disertai rasa gatal, namun umumnya keluhan penderita adalah keluhan estetik. Komedo adalah gejala patognomonik bagi jerawat berupa papul miliar yang ditengahnya mengandung sumbatan sebum, bila berwarna hitam akibat mengandung unsur melanin disebut komedo hitam atau komedo terbuka (black comedo, open comedo). Sedang bila berwarna putih karena letaknya lebih dalam sehingga tidak mengandung unsur melanin disebut sebagai komedo putih atau komedo tertutup (white comedo, close comedo) (Wasitaadmaja, 2008; Fulton, 2009; James, 2005). Sebagai penyakit polimorfi, jerawat memiliki gejala klinis yang luas, yaitu papula, pustula, komedo terbuka atau tertutup, dan atau nodul. Kebanyakan laki laki dan wanita yang menderita jerawat memilii gejala klinis campuran (yang meradang ataupun tidak meradang), namun beberapa pasien memiliki tipe gejala lesi yang lebih dominan diantara yang lain. Komedo biasanya muncul hanya pada wajah, sedangkan papula dan pustula dapat muncul pada wajah, dada dan punggung. Gejala ini biasanya disertai rasa sakit, nyeri dan eritema di daerah

dimana terdapat jerawat dan timbul bengkak. Pada jerawat yang meradang dapat terasa sangat menyakitkan. Dalam beberapa kasus, jerawat tampak terkait dengan produksi sebum berlebih dan kulit berminyak.9

D.

Merokok

a.

Kandungan Rokok
Merokok adalah membakar tembakau yang kemudian diisap asapnya, baik menggunakan rokok maupun menggunakan pipa. Temperatur pada sebatang rokok yang tengah dibakar adalah 900 derajat celcius untuk ujung rokok yang dibakar dan 30 derajat celcius untuk ujung rokok yang terselip di antara bibir perokok. Asap rokok yang diisap atau asap rokok yang dihirup melalui dua komponen yang lekas menguap berbentuk gas dan komponen yang bersama gas terkondensasi menjadi partikel. Dengan demikian, asap rokok yang diisap dapat berupa gas sejumlah 85% dan sisanya berupa partikel dibagi menjadi nikotin dan tar (Sitepoe, 2000). Tar adalah kumpulan dari ratusan atau bahkan ribuan bahan kimia dalam komponen padat asap rokok setelah dikurangi nikotin dan air. Tar ini mengandung bahan karsinogen (dapat menyebabkan kanker). Sementara itu nikotin adalah suatu bahan adiktif, bahan yang dapat membuat orang menjadi ketagihan dan menimbulkan

ketergantungan. Daun tembakau mengandung satu sampai tiga persen nikotin.14

Asap rokok yang diisap melalui mulut disebut mainstream smoke, sedangkan asap rokok yang terbentuk pada hujung rokok yang terbakar serta asap rokok yang dihembuskan ke udara oleh perokok disebut sidestream smoke. Sidestream smoke menyebabkan seseorang menjadi perokok pasif. Asap rokok mainstream mengandung 4000 jenis bahan kimia berbahaya dalam rokok dengan berbagai mekanisme kerja terhadap tubuh. Dibedakan atas fase partikel dan fase gas. Fase partikel terdiri daripada nikotin, nitrosamine, N nitrosonorktokin, poliskiklik hidrokarbon, logam berat dan karsinogenik amin. Sedangkan fase yang dapat menguap atau seperti gas adalah karbonmonoksid, karbondioksid, benzene, amonia, formaldehid, hidrosianida dan lain-lain (Sitepoe, 2000). Beberapa bahan kimia yang terdapat di dalam rokok dan mampu memberikan efek yang mengganggu kesehatan antara lain nikotin, tar, gas karbon monoksida dan berbagai logam berat seseorang akan terganggu kesehatan bila merokok secara terus menerus. Hal ini disebabkan adanya nikotin di dalam asap rokok yang diisap. Nikotin bersifat adiktif sehingga bisa menyebabkan seseorang menghisap rokok secara terus-menerus. sebagai contoh, seseorang yang menghisap rokok sebanyak sepuluh kali isapan dan

menghabiskan 20 batang rokok sehari, berarti jumlah isapan rokok per tahun mencapai 70.000 kali. Nikotin bersifat toksis terhadap jaringan syaraf juga menyebabkan tekanan darah sistolik dan diastolik, denyut jantung bertambah, kontraksi otot jantung seperti dipaksa, pemakaian oksigen bertambah, aliran darah pada pembuluh darah koroner

bertambah dan vasokontriksi pembuluh darah perifer. Nikotin meningkatkan kadar gula darah, kadar asam lemak bebas, kolestrol LDL dan meningkatkan agresi sel pembekuan darah (Sitepoe, 2000). Tar mempunyai bahan kimia yang beracun yang bisa menyebabkan kerusakan pada sel paru-paru dan menyebabkan kanker. Rokok juga mengandung gas karbon monoksida (CO) yang bisa membuat berkurangnya kemampuan darah untuk membawa oksigen. Gas ini bersifat toksis yang bertentangan dengan gas oksigen dalam transport hemoglobin (Sitepoe, 2000). Pada suatu penelitian, menyebutkan bahwa merokok, nikotin khususnya, dapat mengganggu 3 aspek pada kulit, yaitu : (1) merokok menimbulkan perubahan pada mikrosirkulasi kulit, pada keratinosit, dan pada sintesis kolagen dan elastin. Nikotin dapat menyebabkan vasokonstriksi terkait dengan hiperemi lokal. Kejadian seperti ini dapat menghambat peradangan melalui efek pada sistem saraf pusat dan perifer serta melalui efek langsung pada sel kekebalan tubuh; (2) kekurangan antioksidan yang diakibatkan oleh merokok dapat menyebabkan perubahan komposisi sebum; (3) nikotin dapat merangsang reseptor asetilkolin dan akan berkontribusi pada patogenesis jerawat, yang akhirnya dapat menyebabkan peningkatan ketebalan epitel dan peningkatan maturasi epitel.17

b.

Epidemiologi Perokok Kebiasaan merokok memang telah dikenal sejak lama di muka bumi ini. Laporan WHO di tahun 1996 menyatakan bahwa di

negara berkembang sekitar 50-60% prianya merokok, sementara perokok wanita hanyalah dibawah 10%. Sementara itu, di negara maju sekitar 30% pria dan 30% wanitanya punya kebiasaan merokok. Di Indonesia, sedikitnya 43 juta anak Indonesia (64,2%) terpapar rokok karena tinggal serumah dengan perokok aktif. Presentase anak usia 10-14 tahun yang juga merokok meningkat tajam dari 9,5% pada tahun 2001 menjadi 17,5% pada tahun 2010.15 c. Faktor faktor Penyebab Perilaku Merokok Seperti yang diungkapkan oleh Leventhal dan Clearly (dalam cahyani, 1995) terdapat 4 tahap dalam perilaku merokok sehingga menjadi perokok yaitu : 1. Tahap Preparatory. Seseorang mendapatkan gambaran yang

menyenangkan mengenai merokok dengan cara mendengar, melihat, atau dari hasil bacaan. Hal-hal ini menimbulkan minat untuk merokok. 2. Tahap Initiation. Tahap perintisan merokok yaitu tahap

apakah seseorang akan meneruskan ataukah tidak terhadap perilaku merokok. 3. Tahap becoming a smoker. Apabila seseorang telah

mengonsumsi rokok sebanyak 4 batang per hari maka mempunyai kecenderungan menjadi perokok.

4.

Tahap maintenance of smoking. Tahap ini merokok sudah

menjadi salah satu bagian dari cara pengaturan diri (selfregulating). Merokok dilakukan untuk memperoleh efek fisiologis yang menyenangkan. Secara manusiawi, orang cenderung untuk menghindari ketidakseimbangan dan lebih senang mempertahankan apa yang selama ini dirasakan sebagai kenikmatan sehingga dapat dipahami jika para perokok sulit untuk berhenti merokok. Dikatakan Klinke & Meeker (dalam Aritonang, 1997) bahwa motif para perokok adalah relaksasi. Dengan merokok dapat mengurangi ketegangan, memudahkan berkonsentrasi, pengalaman yang menyenangkan, dan relaksasi. Konsep sosialisasi pertama berkembang dari Sosiologi dan Psikologi Sosial merupakan suatu proses transmisi nilai - nilai, sistem belief, sikap, ataupun perilaku perilaku dari generasi sebelumnya kepada generasi berikutnya (Durkin, 1995). Adapun tujuan sosialisasi ini adalah agar generasi berikutnya mempunyai sistem nilai yang sesuai dengan tuntutan norma yang diinginkan oleh kelompok, sehingga individu dapat diterima dalam suatu kelompok.16

BAB III PEMBAHASAN

Jerawat merupakan suatu penyakit peradangan kulit dan hampir semua orang pernah mengalaminya. Namun pada sebagian orang, jerawat juga dapat menjadi suatu penyakit yang disegani karena jerawat dapat mempengaruhi nilai estetik seseorang. Oleh karena itu, sekarang sudah mulai banyak orang yang memperhatikan dan mempelajari bagaimana jerawat terjadi, penyebab jerawat, terapi tercepat terhadap jerawat dan menghindari timbulnya jerawat. Saat ini, mulai banyak penelitian tentang faktor-faktor apa saja yang dapat menyebabkan ataupun memperparah jerawat serta adanya suatu penelitian yang mengambil kesimpulan bahwa kebiasaan merokok dapat mempengaruhi jerawat. Data korelasi antara merokok dan jerawat memang masih menjadi kontroversi. Jemec et.al (2002) menemukan bahwa pasien merokok tidak bermakna bila dikaitkan dengan jerawat dalam sampel acak pada 186 subjek. Pada penelitian Firooz et.al (2005) ditemukan bahwa pasien jerawat yang merokok memiliki jerawat yang parah dibanding pasien jerawat yang tidak merokok.6 Namun penelitian yang lebi baru ditemukan bahwa tingkat keparahan jerawat memiliki korelasi yang kuat dengan merokok.11 Pindah ke latar belakang aja yahsoalnya ga bagus kalo di pembahasan ada kaya ginian. Merokok, dan nikotin khususnya, dapat mengganggu 3 aspek, yaitu perubahan keratinosit, mikrosirkulasi kulit dan sintesis kolagen dan elastin. Reseptor nikotin tersedia pada keratinosit, fibroblas dan pembuluh darah. Asetilkolin memiliki 2 jenis reseptor, yaitu reseptor nAChR dan reseptor mAChR. Nikotin adalah agonis asetilkolin. Kegiatan asetilkolin dipengaruhi oleh

kedua reseptor tersebut. Pada reseptor asetilkolin yang bersama dengan nikotin, dapat menyebabkan tidak terkendalinya ujung saraf. Reseptor ini akan mempengaruhi kerja asetilkolin dengan menghambat migrasi keratinosit sehingga memungkinkan penundaan penyembuhan luka (jerawat). Nikotin juga

menyebabkan meningkatnya apoptosis dan diferensiasi keratinosit. Pada konsentrasi nikotin yang tinggi sampai 100mg/ml, nikotin dapat menyebabkan hiperkeratinisasi folikel. Hiperkeratinisasi adalah gangguan akibat kelebihan keratin-protein alami dalam tubuh. Keratin yang berlebih ini akan mengakibatkan terganggunya proses pengelupasan sel kulit mati, dan pada akhirnya penumpukan sel kulit mati ini bisa menumpuk dan menyebabkan komedo. Komponen nikotin dapat mempengaruhi proses mikrosirkulasi kulit, dengan melakukan vasokonstriksi dan membuat keadaan menjadi hipoksemia, hingga menimbulkan efek penghambatan pada kemotaksis terhadap netrofil dan limfosit. Efek ini memperlambat tubuh melakukan proses penyembuhan luka (jerawat). Merokok tampaknya juga dapat menyebabkan peningkatan stres oksidatif yang mengurangi konsentrasi alfa-tokoferol dalam plasma. Alfa-tokoferol merupakan suatu antioksidan utama yang diangkut oleh sebum pada permukaan kulit yang melindungi sel-sel tubuh terhadap kerusakan senyawa kimia reaktif (radikal bebas). Selain itu, kerusakan oksidatif juga mempengaruhi produksi sebum; pada sebum perokok konsentrasi alfa-tokoferol terlihat signifikan lebih rendah dibanding non perokok.

Nikotin dapat memberi efek pada fibroblas dengan merubah kontrol fisiologis dari progran pertumbuhan dan fungsi jaringan fibriblas, disertai perubahan dalam struktur dan fungsi fibriblas.20

Gambar 4. Data statistik perokok dan penderita jerawat.5 Dapat dilihat bahwa data perokok yang berjerawat (115) lebih banyak dibanding perokok yang tidak berjerawat (70). Namun disini ditemukan data yang agak signifikan, bahwa orang yang menderita jerawat tiga kali lebih tinggi dipengaruhi oleh merokok(105:33). Namun pada penderita jerawat yang meradang, didapatkan data yang berbanding terbalik dengan jerawat yg tidak meradang(10:37). Namun data ini tetap menunjukan bahwa merokok bisa menjadi faktor yang berkontribusi pada jerawat. Dalam sebum normalnya terdapat lipid peroksidase (squalene peroksida) Lipid peroksidase ini memiliki efek dalam hiperproliferasi keranosit. Pada penurunan alfo-tokoferol, terjadi peningkatan squalene peroksida pada sebum perokok.11 menimbang peran lipid peroksidase pada jerawat, mungkin ada hubungan antara kebiasan merokok dengan jerawat. Kemampuan rokok dalam

meningkatkan lipid peroksidase dan menyebabkan terjadinya hiperproliferasi keranosit ini akan menambah penumpukan sel-sel kulit mati pada perokok, dan dianggap sebagai suatu faktor yang mampu memberi kontribusi bagi patogenesis jerawat. NOTE : Coba diceritakan alurnya gini : Impact merokok pada tubuh, Hubungkan impact merokok pada tubuh dengan proses

terbentuknya jerawat. Closing pembahasan dengan menyatakan bahwa merokok

berhubungan dengan timbulnya jerawat tapi secara tidak langsung (ini kalo kamu menyimpulkan emang seperti itu). Jangan bolak balik alurnya!!!!

BAB IV PENUTUP

A.

Kesimpulan Jerawat merupakan penyakit peradangan kulit yang angka kejadiannya telah meningkat pada orang yang memiliki gaya hidup buruk,

seperti kebiasaan merokok. Merokok tampaknya memiliki peran dalam patogenesis jerawat. Nikotin yang terkandung dalam rokok, memiliki efek negatif terhadap tubuh dan dapat memperburuk kondisi jerawat seseorang, serta memperlambat proses penyembuhan luka. Dan nikotin tidak bekerja sendiri dalam mempengaruhi jerawat, melainkan dibantu dengan APA???? NOTE : Kesimpulan harus menjawab tujuan (dari kesimpulanmu ini baru menjawab tujuan umum saja, tujuan khusus belum terjawab) Kalo saranku buat poin-poin tersendiri tentang kesimpulan yang menjawab masing-masing tujuan penulisan skripsinya.

B.

Saran 1. Bagi para peneliti selanjutnya, disarankan untuk meningkatkan ketelitian dengan baik dalam kelengkapan data penelitian. No blame to the other researcher 2. Penelitian ini dapat dijadikan bahan rujukan, tanpa melupakan keasliannya, dala, penelitian di bidang kesehatan. 3. Penelitian ini dapat dijadikan upaya untuk memulai pencegahan atau upaya menurunkan angka gangguan psikologis seseorang akibat jerawat. 4. Penelitian selanjutnya disarankan untuk membahas mengenai dampak langsung merokok pada timbulnya jerawat.

DAFTAR PUSTAKA

1. Buku Dermatology 2. Fabbrocini G, Annunziata M.C, DArco V, et al. Acne Scars: Pathogenesis, Classification and Treatment. Dermetology Research and Practice 2010; 13 pages. 3. Larson S.K, Dawson A.L, Dunnick C.A, et al. Acne Vulgaris : Pathogenesis, Treatment and Needs Assessment. Dermatol Clin 2012; 30: 99-106. 4. Schafer T, Nienhaus A, Vieluf D, et al. Epidemiology of Acne in The General Population : The Risk of Smoking. Br J Dermatol 2001; 145(1): 100-104. 5. Unknown. Smokers Acne: A New Clinical Entity?. British Journal of Dermatology 2007. 6. Klaz I, Kochba I, Shohat T, et al. Severe Acne Vulgaris and Tobacco Smoking in Young Men. Journal of Investigative Dermatology 2006; 126: 1749-1752. 7. Unknown. Anatomi Fisiologi Kulit dan Penyembuhan Luka. Airlangga University School of Medicine 2007. 8. Mancini A.J. Incidence, Prevalence, and Pathophysiology of Acne. Johns Hopkins Advanced Studies in Medicine 2008; 8 : 4: 100-105. 9. Scheinfeld N.S. Acne : A Review of Diagnosis and Treatment. P&T 2007; 32: 6. 10. Williams H.C, Dellavalle R.P, Garner S. Acne Vulgaris. Lancet 2012; 379: 361-372. 11. Capitanio B, Sinagra J.L, Ottaviani M, et al. Acne and Smoking. DermatoEndocrinology Landes Bioscience 2009; 1: 3: 129-135. 12. Kurokawa I, Danby F.W, Ju Qiang, et al. New Developments in Our Understanding of Acne Pathogenesis and Treatment. Experimental Dermatology 2009; 18: 821-832. 13. www.acne.co.id 11 Januari 2013. 14. Aditama T.Y. Rokok dan Kesehatan. Penerbit Universitas Indonesia 2011. 15. http://www.rimanews.com/read/20120917/75534/duuh-642-anakindonesia-terpapar-rokok 11 Januari 2013. 16. http://ueu6174.blog.esaunggul.ac.id/wpcontent/blogs.dir/805/files/2012/05/Statistika-2.pdf 13 Januari 2013. 17. http://www.donnedermatologhe.it/pdf/fumo_acne.pdf 18 Januari 2013.

18. http://dokterrosfanty.blogspot.com/2009/08/anatomi-dan-fisiologikulit.html 19 Januari 2013. 19. http://www.niams.nih.gov/health_info/Acne/ 19 januari 2013. 20. Misery L. Nicotine Effects on Skin: Are They Positive or Negative?. Experimental Dermatology 2004; 13: 665-670.

Anda mungkin juga menyukai