Anda di halaman 1dari 10

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Tuberkulosis (TB) paru merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting di dunia ini. Pada tahun 1992 World Health Organization (WHO) telah mencanangkan tuberkulosis sebagai Global Emergence. Ini disebabkan banyaknya penderita yang tidak berhasil disembuhkan. Menurut WHO tahun 2009 menunjukan bahwa terdapat 9,4 juta kasus TB baru dan 1,7 juta orang diantaranya meninggal. Sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi kuman tuberculosis dimana sebagian besar penderita TB adalah usia produktif (15-55 tahun). Menurut regional WHO tahun 2004 jumlah terbesar kasus TB terjadi di Asia Tenggara yaitu 33% dari seluruh kasus TB di dunia, bila dilihat dari jumlah penduduk terdapat 182 kasus per 100.000 penduduk. Dilaporkan bahwa jumlah terbesar kematian akibat TB terdapat di Asia tenggara yaitu 625.000 orang atau angka mortaliti sebesar 39 orang per 100.000 penduduk. Di Indonesia TB masih merupakan masalah utama kesehatan masyarakat Indonesia, fakta yang menunjukan antara lain : 1. Berdasarkan laporan WHO dalam Global Report 2009, pada tahun 2008 Indonesia berada peringkat ke 5 dunia penderita TB terbanyak setelah

India, China, Afrika selatan dan Nigeria. Jumlah kasus TB kasus TB di Indonesia sekitar 5,8% dari total jumlah kasus TB di dunia.

2. Tahun 1995, hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) menunjukkan bahwa penyakit TB merupakan penyebab kematian nomor tiga setelah penyakit kardiovaskuler dan penyakit saluran pernafasan pada semua kelompok usia, dan nomor satu dari golongan penyakit infeksi. 3. Hasil Survey Prevalensi TB di Indonesia tahun 2004 menunjukkan bahwa angka prevalensi TB BTA positif secara Nasional 110 per 100.000 penduduk. Secara Regional prevalensi TB BTA positif di Indonesia dikelompokkan dalam 3 wilayah, yaitu: a) Wilayah Sumatera angka prevalensi TB adalah 160 per 100.000 penduduk; b) Wilayah Jawa dan Bali angka prevalensi TB adalah 110 per 100.000 penduduk; c) Wilayah Indonesia Timur angka prevalensi TB adalah 210 per 100.000 penduduk. Khusus untuk propinsi DIY dan Bali angka prevalensi TB adalah 68 per 100.000 penduduk. Mengacu pada hasil survey prevalensi tahun 2004, diperkirakan penurunan insiden TB BTA positif secara Nasional 3-4 % setiap tahunnya. 4. Sampai tahun 2005, program Penanggulangan TB dengan Strategi DOTS menjangkau 98% Puskesmas, sementara rumah sakit dan BP4/RSP baru sekitar 30%.

Indonesia sebagai negara yang dengan jumlah penderita TB terbanyak, telah berkomitmen mencapai target dunia dalam penanggulangan tuberculosis. Pada tahun 1995, program nasional penanggulangan TB mulai menerapkan

strategi DOTS (Directly Observed Treatment Shortcourse Chemotherapy) dan dilaksanakan di Puskesmas secara bertahap. Sejak tahun 2000 strategi DOTS dilaksanakan secara Nasional di seluruh UPK terutama Puskesmas yang di integrasikan dalam pelayanan kesehatan dasar. Puskesmas sebagai pelayanan kesehatan tingkat pertama dan bertanggungjawab menyelenggarakan upaya kesehatan wajib dan upaya kesehatan pengembangan. Salah satu upaya

kesehatan wajib tersebut adalah upaya pencegahan dan pemberantasan penyakit menular yang termasuk di dalamnya penyakit TB paru Berbagai kemajuan telah dicapai, namun tantangan program di masa depan tidaklah lebih ringan, meningkatnya kasus HIV dan MDR serta bervariasinya komitmen akan menjadikan program yang saat ini sedang dilakukan ekspansi akan menghadapi masalah dalam hal pencapaian target global, sebagaimana tercantum pada Millenium Development Goals (MDG). Pada Global Report WHO 2010, didapat data TB Indonesia, Total seluruh kasus TB tahun 2009 sebanyak 294731 kasus, dimana 169213 adalah kasus TB baru BTA positif, 108616 adalah kasus TB BTA negatif, 11215 adalah kasus TB Extra Paru, 3709 adalah kasus TB Kambuh, dan 1978 adalah kasus pengobatan ulang diluar kasus kambuh. (Kementrian Kesehatan RI,2010). Sekitar 75% pasien TB adalah kelompok usia yang paling produktif secara ekonomis (15-50 tahun). Diperkirakan seorang pasien TB dewasa, akan kehilangan rata-rata waktu kerjanya 3 sampai 4 bulan. Hal tersebut berakibat pada kehilangan pendapatan tahunan rumah tangganya sekitar 20 30%. Jika ia meninggal akibat TB, maka akan kehilangan pendapatannya sekitar 15

tahun. Selain merugikan secara ekonomis, TB juga memberikan dampak buruk lainnya secara sosial stigma bahkan dikucilkan oleh masyarakat. (Depkes RI, 2006) Penanggulangan TB meliputi penemuan pasien dan pengobatan yang dikelola dengan menggunakan strategi DOTS. Untuk menilai kemajuan atau keberhasilan penanggulangan TB digunakan beberapa indikator. Salah satu indikator tersebut adalah angka penemuan pasien baru TB BTA positif (Case Detection Rate = CDR). Secara nasional CDR tahun 2011 mencapai angka 64,89% sedangkan target Nasional adalah 70%. Laporan WHO pada tahun 2009, mencatat peringkat Indonesia menurun ke posisi lima dengan jumlah penderita TBC sebesar 429 ribu orang. Lima negara dengan jumlah terbesar kasus insiden pada tahun 2009 adalah India, Cina, Afrika Selatan, Nigeria dan Indonesia (WHO Global Tuberculosis Control,2010). CDR Provinsi Lampung tahun 2011 telah mencapai 48,7% (Ditjen PPPL, Kemenkes RI 2012). CDR Provinsi Lampung pada tahun 2011 ini telah mengalami peningkatan dari CDR tahun 2010 yang baru mencapai 42,3%. Meskipun begitu, CDR Provinsi Lampung masih jauh di bawah target Renstra Kementerian Kesehatan tahun 2011 yaitu sebesar 75%. Sedangkan untuk Kota Bandar Lampung, data tahun 2009 menunjukkan bahwa CDR Kota Bandar Lampung telah mencapai angka 71,7%. CDR TB paru di Puskesmas Simpur selama 3 tahun terakhir, yaitu tahun 2010, 2011, dan 2012 telah melampau target Renstra Kementrian Kesehatan yaitu masing-masing 112%, 75,5%, dan 94%.

Sedangkan untuk penemuan kasus baru, berdasarkan hasil angka penemuan kasus baru TB Paru BTA Positif per provinsi pada tahun 2012 triwulan 2, belum ada provinsi yang memenuhi target Renstra 2012 sebesar 80%, dimana angka penemuan kasus baru TB Paru Nasional baru mencapai 42,32%. Sedangkan untuk Provinsi Lampung, pada tahun 2012 sampai dengan triwulan 2 angka penemuan kasus baru TB Paru baru mencapai angka 24,12%. Hal ini menunjukkan bahwa penemuan kasus TB yang rendah menjadi masalah utama dalam program pengendalian TB di Propinsi Lampung.

Diagram 1. Angka Penemuan Kasus Baru Tb Paru Di Indonesia Triwulan 2 Tahun 2012

Propinsi Lampung terdiri dari 8 kabupaten dan 2 kota madya, 194 kecamatan dan 2.263 desa/kelurahan, memiliki populasi penduduk kurang lebih 7.401.100 jiwa dengan 22,62% (1.673.921 jiwa) dari total penduduknya hidup di bawah garis kemiskinan, merupakan propinsi yang cukup rawan terhadap bahaya akibat penyakit TBC. (Dinkes Propinsi Lampung, 2006) Di Propinsi Lampung, menurut Kementrian Kesehatan (Kemenkes) Propinsi Lampung (2012), pada tahun 2011 prevalensi penderita TB per

100.000 penduduk pada provinsi Lampung adalah sebesar 95,12, dengan tiga Kabupaten/Kota dengan prevalensi terbanyak secara berturut-turut adalah Kabupaten Lampung Selatan (195,58), Kabupaten Tulang Bawang (125,80), dan Kota Bandar Lampung (120,49). Penanggulangan TB Paru dilaksanakan dengan Strategi DOTS. Dengan adanya program Strategi DOTS (Directly Observed Treatment Shortcourse) dalam penanggulangan TB Paru maka pengembangan Unit Pelayanan Kesehatan telah mulai ditingkatkan jumlahnya.
Diagram 2. Case Detection Rate TB paru di Indonesia tahun 2011

Diagram 3. Angka keberhasilan pengobatan (success rate) TB paru BTA+ Provinsi Lampung tahun 2011

Status kesembuhan TB paru di Provinsi Lampung pada 3 tahun terkahir telah melampui target Renstra Kementrian Kesehatan dimana pada tahun 2010 status kesembuhan mencapai angka 86,7%, tahun 2011 87,5%, dan tahun 2012 87,2%. Data tahun 2009 menunjukkan bahwa status kesembuhan di Kota Bandar Lampung telah mencapai angka 92,6%. Status sembuh terbesar di Kabupaten Tanggamus sebesar 99,7% dan terendah di Kota Metro sebesar 78,46%, lebih jelas dapat dilihat pada grafik diatas. Sedangkan untuk di Puskesmas Simpur sendiri, status kesembuhan TB paru masih belum mencapai target dimana pada tahun 2011 baru mencapai angka 48,64% dan pada tahun 2012 baru mencapai 36,17%. Untuk angka konversi, Provinsi Lampung telah mencapai target yaitu pada tahun 2010 mencapai 88,9% dan pada tahun 2011 mencapai 89,4%. Begitu pula dengan angka kesembuhan di Kota Bandar Lampung dan Puskesmas Simpur dalam 4 tahun terakhir telah memenuhi target, dimana angka konversi TB paru BTA positif Kota Bandar Lampung pada tahun 2009 mencapai 93,8% dan tahun 2011 mencapai 95,3%. Untuk Puskesmas Simpur, angka konversi 3 tahun terakhir, yaitu tahun 2010, 2011, dan 2012 berturutturut adalah 117%, 91,89%, dan 82%. Berdasarkan data distribusi penderita TB paru BTA positif di Puskesmas Simpur tahun 2012, kelurahan yang tertinggi angka BTA positifnya adalah kelurahan Kelapa Tiga (61%) sedangkan tiga kelurahan lainnya masih dibawah 50%.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian diatas maka dalam penulisan ini rumusan masalah yang akan dibahas adalah bagaimana Upaya Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Menular Sub Program Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit TBC di Puskesmas Simpur-Bandar Lampung periode tahun 2013 dengan angka penemuan kasus masih jauh di bawah target nasional.

1.3 Tujuan

1.3.1. Tujuan Penulisan a. Tujuan umum Dipahaminya Program Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Menular Sub Program Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit TBC di Puskesmas Simpur-Bandar Lampung mulai dari

perencanaan sampai evaluasi program, secara menyeluruh, sehingga dapat meningkatkan mutu dan jangkauan pelayanan pada

masyarakat serta tercapainya derajat kesehatan yang optimal.

b. Tujuan khusus 1. Mengetahui permasalahan dari pelaksanaan Program

Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Menular Sub Program Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit TBC di Puskesmas Simpur-Bandar Lampung.

2. Diketahuinya kemungkinan penyebab masalah dari Program Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Menular Sub Program Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit TBC di Puskesmas Simpur-Bandar Lampung. 3. Mampu merumuskan alternatif pemecahan masalah dari Program Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Menular Sub Program Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit TBC di Puskesmas Simpur-Bandar Lampung.

1.3.2. Manfaat Penulisan

1. Bagi penulis dapat mengaplikasikan ilmu kedokteran komunitas mengenai evaluasi pelaksanaan program pemberantasan penyakit tuberkulosis paru. 2. Bagi masyarakat dapat mengetahui faktor yang mempengaruhi pencarian pengobatan tuberkulosis paru. 3. Bagi Puskesmas Simpur-Bandar Lampung dapat diketahuinya permasalahan yang ada pada pelaksanaan program pemberantasan penyakit tuberkulosis paru serta dapat dicari alternatif pemecahan masalah. 4. Bagi pengambil kebijakan dalam hal ini Dinas Kesehatan Kabupaten Bandar Lampung dapat dijadikan sebagai bahan masukan dalam rangka peningkatan pelaksanaan program

pemberantasan penyakit menular seperti penyakit tuberkulosis

5. Bagi penulis selanjutnya dapat menjadi acuan penulisan dalam mengevaluasi puskesmas. pelaksanaan program yang dilakukan oleh

10

Anda mungkin juga menyukai