A. Pengertian Obat
Dalam Undang-Undang RI Nomor 23 tahun 1992 tentang Kesehatan Bab I pasal 1
tidak disebutkan mengenai pengertian obat, tetapi pengertian tentang sediaan farmasi.
Sediaan farmasi adalah obat, bahan obat, obat tradisional dan kosmetik.10
Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
43/Menkes/SK/II/1988 tentang Cara Pembuatan Obat Yang Baik (CPOB), obat adalah
tiap bahan atau campuran bahan yang dibuat, ditawarkan untuk dibuat, ditawarkan
untuk dijual atau disajikan untuk digunakan dalam pengobatan, peredaran,
pencegahan atau diagnosa suatu penyakit, suatu kelainan fisik atau gejala-gejalanya
pada manusia atau hewan, atau dalam pemulihan, perbaikan atau pengubahan fungsi
organis pada manusia atau hewan.11
Beberapa istilah yang perlu diketahui tentang obat, antara lain :12
1.Obat jadi adalah obat dalam keadaan murni atau campuran dalam bentuk serbuk,
cairan, salep, tablet, pil, supositoria, atau bentuk lain yang mempunyai nama teknis
sesuai dengan Farmakope Indonesia (FI) atau buku lain.
2.Obat paten yakni obat jadi dengan nama dagang yang terdaftar atas nama si
pembuat atau yang dikuasakan dan dijual dalam bungkus asli dari pabrik yang
memproduksinya.
3.Obat baru adalah obat yang terdiri atau berisi suatu zat baik sebagai bagian yang
berkhasiat maupunan mutunya terjamin yang tidak berkhasiat, misalnya lapisan,
pengisi, pelarut, bahan pembantu atau komponen lain yang belum dikenal, hingga
tidak diketahui khasiat dan keamanannya.
4.Obat esensial adalah obat yang paling dibutuhkan untuk pelayanan kesehatan bagi
masyarakat terbanyak yang meliputi diagnosa, profilaksis terapi dan rehabilitasi yang
diupayakan tersedia pada unit pelayanan kesehatan sesuai dengan fungsi dan
tingkatnya.13 Konsep obat esensial merupakan pendekatan untuk menyediakan
pelayanan bermutu dan terjangkau, yang diwujudkan dengan Daftar Obat Esensial
Nasional.14
5.Obat generik berlogo adalah obat esensial yang tercantum dalam Daftar Obat
Esensial Nasional (DOEN) dan mutunya terjamin karena diproduksi sesuai dengan
persyaratan CPOB dan diuji ulang oleh Pusat Pemeriksaan Obat dan Makanan
Departemen Kesehatan (PPOM Depkes). PPOM Depkes saat sekarang telah
menjadi Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) yang bertanggung jawab
langsung kepada Presiden.
1
2
2
3
3
4
4
5
C. Manajemen Obat
Manajemen obat di rumah sakit merupakan salah satu unsur penting dalam fungsi
manajerial rumah sakit secara keseluruhan, karena ketidak efisienan akan memberikan
5
6
dampak negatif terhadap rumah sakit baik secara medis maupun secara ekonomis.
Tujuan manajemen obat di rumah sakit adalah agar obat yang diperlukan tersedia
setiap saat dibutuhkan, dalam jumlah yang cukup, mutu yang terjamin dan harga yang
terjangkau untuk mendukung pelayanan yang bermutu.5, 10
Manajemen obat merupakan serangkaian kegiatan kompleks yang merupakan
suatu siklus yang saling terkait, pada dasarnya terdiri dari 4 fungsi dasar yaitu seleksi
dan perencanaan, pengadaan, distribusi serta penggunaan.5
Dalam sistem manajemen obat, masing-masing fungsi utama terbangun
berdasarkan fungsi sebelumnya dan menentukan fungsi selanjutnya. Seleksi
seharusnya didasarkan pada pengalaman aktual terhadap kebutuhan untuk melakukan
pelayanan kesehatan dan obat yang digunakan, perencanaan dan pengadaan
memerlukan keputusan seleksi dan seterusnya. Siklus manajemen obat didukung oleh
faktor-faktor pendukung manajemen (management support) yang meliputi organisasi,
keuangan atau finansial, sumber daya manusia (SDM), dan sistem informasi
manajemen (SIM). Setiap tahap siklus manjemen obat yang baik harus didukung oleh
keempat faktor tersebut sehingga pengelolaan obat dapat berlangsung secara efektif
dan efisien. Siklus pengelolaan obat tersebut dapat digambarkan sebagai berikut:5
Seleksi/
Perencanaan
Dukungan
Manajemen:
Penggunaan - Organisasi Pengadaan
- Pembiaya
an
- Manajeme
n
informasi
Distribusi
6
7
efisien agar obat yang diperlukan oleh dokter selalu tersedia setiap saat dibutuhkan
dalam jumlah cukup dan mutu terjamin untuk mendukung pelayanan yang bermutu.5,12
Manajemen obat di rumah sakit dilakukan oleh Instalasi Farmasi Rumah Sakit.
Berkaitan dengan pengelolaan obat di rumah sakit, Departemen Kesehatan RI melalui
SK No. 85/Menkes/Per/1989, menetapkan bahwa untuk membantu pengelolaan obat di
rumah sakit perlu adanya Panitia Farmasi dan Terapi,Formularium dan Pedoman
Pengobatan.
Panitia Farmasi dan Terapi adalah organisasi yang mewakili hubungan komunikasi
antara para staf medis dengan staf farmasi, sehingga anggotanya terdiri dari dokter
yang mewakili spesialisasi-spesialisasi yang ada di rumah sakit dan apoteker wakil dari
Farmasi Rumah Sakit, serta tenaga kesehatan lainnya.3
Formularium dapat diartikan sebagai daftar produk obat yang digunakan untuk tata
laksana suatu perawatan kesehatan tertentu, berisi kesimpulan atau ringkasan
mengenai obat. Formularium merupakan referensi yang berisi informasi yang selektif
dan relevan untuk dokter penulis resep, penyedia/peracik obat dan petugas kesehatan
lainnya.5
Pedoman pengobatan yaitu standar pelayanan medis yang merupakan standar
pelayanan rumah sakit yang telah dibakukan bertujuan mengupayakan kesembuhan
pasien secara optimal, melalui prosedur dan tindakan yang dapat
dipertanggungjawabkan.
Pengelolaan obat berhubungan erat dengan anggaran dan belanja rumah sakit.
Mengenai biaya obat, menurut Andayaningsih, biaya obat sebesar 40% dari total biaya
kesehatan. Menurut Depkes RI secara nasional biaya obat sebesar 40%-50% dari
jumlah operasional pelayanan kesehatan. Mengingat begitu pentingnya dana dan
kedudukan obat bagi rumah sakit, maka pengelolaannya harus dilakukan secara efektif
dan efisien sehingga dapat memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi pasien
dan rumah sakit.2 Pengelolaan tersebut meliputi seleksi dan perencanaan, pengadaan,
penyimpanan, distribusi dan penggunaan.1
1. Seleksi dan perencanaan
Tersedianya berbagai macam obat dipasaran, membuat para dokter tidak
mungkin up to date dan membandingkan berbagai macam obat tersebut. Produk
obat yang sangat bervariasi juga menyebabkan tidak konsistennya pola peresepan
dalam suatu sarana pelayanan kesehatan. Hal ini akan menyulitkan dalam proses
pengadaan obat. Disinilah letak peran seleksi dan perencanaan obat.
a. Seleksi
7
8
Seleksi atau pemilihan obat merupakan proses kegiatan sejak dari meninjau
masalah kesehatan yang terjadi di rumah sakit, identifikasi pemilihan terapi,
bentuk dan dosis, menentukan kriteria pemilihan dengan memprioritaskan obat
esensial, standarisasi sampai menjaga dan memperbaharui standar obat.
Penentuan seleksi obat merupakan peran aktif apoteker dalam PFT untuk
menetapkan kualitas dan efektifitas, serta jaminan purna transaksi pembelian.1
Kriteria seleksi obat menurut DOEN:
1) Menguntungkan dalam hal kepatuhan dan penerimaan pasien
2) Memiliki rasio resiko manfaat yang paling menguntungkan
3) Praktis dalam penyimpanan dan pengangkutan
4) Obat mudah diperoleh
b. Perencanaan
Perencanaan merupakan proses kegiatan dalam pemilihan jenis, jumlah,
dan harga perbekalan farmasi yang sesuai dengan kebutuhan dan anggaran,
untuk menghindari kekosongan obat dengan menggunakan metode yang dapat
dipertanggung jawabkan dan dasar-dasar perencanaan yang telah ditentukan
antara lain Konsumsi, Epidemiologi, Kombinasi metode konsumsi dan
epidemiologi disesuaikan dengan anggaran yang tersedia.1
Dalam pengelolaan obat yang baik perencanaan idealnya dilakukan dengan
berdasarkan atas data yang diperoleh dari tahap akhir pengelolaan, yaitu
penggunaan obat periode yang lalu. Tujuan dari perencanaan adalah untuk
mendapatkan jenis dan jumlah obat yang sesuai dengan kebutuhan,
menghindari terjadinya stock out (kekosongan) obat dan meningkatkan
penggunaan obat secara rasional.17
Perencanaan merupakan tahap yang penting dalam pengadaan obat di
IFRS, apabila lemah dalam perencanaan maka akan mengakibatkan kekacauan
dalam suatu siklus manajemen secara keseluruhan, mulai dari pemborosan
dalam penganggaran, membengkaknya biaya pengadaan dan penyimpanan,
tidak tersalurkannya obat sehingga obat bisa rusak atau kadaluarsa.
Badan Pengawas Obat dan Makanan menyebutkan bahwa perencanaan
kebutuhan obat adalah salah satu aspek penting dan menentukan dalam
pengelolaan obat karena perencanaan kebutuhan akan mempengaruhi
pengadaan, pendistribusian dan penggunaan obat di unit pelayanan
kesehatan.18
8
9
9
10
10
11
11
12
12
13
13
14
14
15
c) Merupakan hasil produksi usaha kecil atau koperasi kecil atau pengrajin
industri kecil yang telah mempunyai pasar dan harga yang relatif stabil;
atau
d) Pekerjaan yang kompleks yang hanya dapat dilaksanakan dengan
penggunaan teknologi khusus dan/atau hanya ada satu penyedia
barang/jasa yang mampu mengaplikasikannya.
Proses pengadaan obat memiliki beberapa proses yang baku, dan merupakan
siklus yang berjalan terus menerus sesuai dengan kegiatan rumah sakit. Langkah
proses pengadaan dimulai dengan mereview daftar obat-obatan yang diadakan,
menentukan jumlah item yang akan dibeli, menyesuaikan dengan situasi keuangan,
memilih metode pengadaan, memilih rekanan, membuat syarat kontrak kerja,
memonitor pengiriman barang dan memeriksa, melakukan pembayaran serta
menyimpan yang kemudian didistribusikan. Agar proses pengadaan berjalan lancar
dan dengan manjemen yang baik memerlukan struktur komponen berupa personel
yang terlatih dan menguasai permasalahan pengadaan, adanya prosedur yang
jelas dan terdokumentasi didasarkan pada pedoman baku, sistem informasi yang
baik, didukung oleh dana dan fasilitas yang memadai.2
Tiga elemen penting pada proses pengadaan yaitu :22
a. Metode pengadaan yang dipilih, bila tidak teliti dapat menjadikan biaya tinggi.
b. Penyusunan dan persyaratan kontrak kerja, sangat penting untuk menjaga agar
pelaksanaan pengadaan terjamin mutu, waktu dan kelancaran bagi semua
pihak.
c. Order pemesanan, agar barang sesuai macam, waktu dan tempat.
3. Penyimpanan
Merupakan kegiatan pengaturan perbekalan farmasi menurut persyaratan
yang ditetapkan :1
a. Dibedakan menurut bentuk sediaan dan jenisnya
b. Dibedakan menurut suhunya, kestabilannya
c. Mudah tidaknya meledak/terbakar
d. Tahan/tidaknya terhadap cahaya
disertai dengan sistem informasi yang selalu menjamin ketersediaan perbekalan
farmasi sesuai kebutuhan.
Tujuannya adalah untuk mempertahankan kualitas obat, mengoptimalkan
manajemen persediaan, memberikan informasi kebutuhan obat yang akan datang,
melindungi permintaan yang naik turun, melindungi pelayanan dari pengiriman
15
16
16
17
17
18
18
19
19
20
20
21
21
22
organisasi terlampir (Lampiran 1), struktur organisasi ini dapat disesuaikan dengan
situasi dan kondisi rumah sakit.
5. Panitia Farmasi dan Terapi1
Panitia Farmasi dan Terapi adalah organisasi yang mewakili hubungan
komunikasi antara para staf medis dengan staf farmasi, sehingga anggotanya
terdiri dari dokter yang mewakili spesialisasi-spesialisasi yang ada di rumah sakit
dan apoteker wakil dari Farmasi Rumah Sakit, serta tenaga kesehatan lainnya.
Tujuan dari PFT adalah:
a. Menerbitkan kebijakan-kebijakan mengenai pemilihan obat, penggunaan
obat serta evaluasinya
b. Melengkapi staf profesional di bidang kesehatan dengan pengetahuan terbaru
yang berhubungan dengan obat dan penggunaan obat sesuai dengan
kebutuhan.1
Susunan kepanitiaan Panitia Farmasi dan Terapi serta kegiatan yang dilakukan
bagi tiap rumah sakit dapat bervariasi sesuai dengan kondisi rumah sakit setempat
:
a. Panitia Farmasi dan Terapi harus sekurang-kurangnya terdiri dari 3 Dokter,
Apoteker dan Perawat. Untuk Rumah Sakit yang besar tenaga dokter bisa lebih
dari 3 orang yang mewakili semua staf medis fungsional yang ada.
b. Ketua Panitia Farmasi dan Terapi dipilih dari dokter yang ada di dalam
kepanitiaan dan jika rumah sakit tersebut mempunyai ahli farmakologi klinik,
maka sebagai ketua adalah Farmakologi. Sekretarisnya adalah Apoteker dari
instalasi farmasi atau apoteker yang ditunjuk.
c. Panitia Farmasi dan Terapi harus mengadakan rapat secara teratur, sedikitnya
2 bulan sekali dan untuk rumah sakit besar rapatnya diadakan sebulan sekali.
Rapat Panitia Farmasi dan Terapi dapat mengundang pakar-pakar dari dalam
maupun dari luar rumah sakit yang dapat memberikan masukan bagi
pengelolaan PFT.
Fungsi dan ruang lingkup PFT, yaitu:
a. Mengembangkan formularium di rumah sakit dan merevisinya, pemilihan obat
untuk dimasukan dalam formularium harus didasarkan pada evaluasi secara
subjektif terhadap efek terapi, keamanan serta harga obat dan juga harus
meminimalkan duplikasi dalam tipe obat, kelompok dan produk obat yang
sama.
22
23
b. PFT harus mengevaluasi untuk menyetujui atau menolak produk obat baru
atau dosis obat yang diusulkan oleh anggota staf medis.
c. Menetapkan pengelolaan obat yang digunakan di rumah sakit dan yang
termasuk dalam kategori khusus.
d. Membantu instalasi farmasi dalam mengembangkan tinjauan terhadap
kebijakan-kebijakan dan peraturan-peraturan mengenai penggunaan obat di
rumah sakit sesuai peraturan yang berlaku secara lokal maupun nasional.
e. Melakukan tinjauan terhadap penggunaan obat di rumah sakit dengan
mengkaji medical record dibandingkan dengan standar diagnosa dan terapi,
tinjauan ini dimaksudkan untuk meningkatkan secara terus menerus
penggunaan obat secara rasional.
f. Mengumpulkan dan meninjau laporan mengenai efek samping obat.
g. Menyebarluaskan ilmu pengetahuan yang menyangkut obat kepada staf medis
dan perawat.
6. Formularium rumah sakit
Menurut WHO, formularium adalah susunan daftar obat yang baku yang telah
dipilih secara rasional dan disertai informasi penggunaannya. Obat yang masuk
dalam daftar formularium merupakan obat pilihan utama (drug of choice) dan obat-
obat alternatif lainnya. Dasar pemilihan obat alternatif itu tetap harus mengindahkan
prinsip manajemen, sebagai obat yang bermanfaat, aman, ekonomis dan rasional.
Formularium adalah himpunan obat yang diterima/disetujui oleh Panitia
Farmasi dan Terapi untuk digunakan di rumah sakit dan dapat direvisi pada
setiap batas waktu yang ditentukan.1
Selanjutnya formularium perlu dikembangkan secara sistematis melalui
pendekatan yang logis dan berdasarkan pada kebutuhan pasien serta fasilitas yang
ada di RS. Sistem formularium yang dipakai adalah suatu sistem dimana prosesnya
tetap berjalan terus dalam arti bahwa sementara formularium digunakan oleh staf
medis, dilain pihak PFT mengadakan evaluasi dan menentukan pilihan terhadap
produk obat yang ada dipasaran, dengan lebih mempertimbangkan kesejahteraan
pasien.1
Komposisi Formularium: halaman judul, daftar nama anggota PFT, daftar isi,
informasi mengenai kebijakan dan prosedur di bidang obat, produk obat yang
diterima untuk digunakan,dan lampiran.1
7. Sumber Daya Manusia Farmasi Rumah Sakit
23
24
24
25
25
26
4) Waktu Pelayanan
Terdiri dari pelayanan 3 shift (24 jam), pelayanan 2 shift, dan
pelayanan 1 shift, disesuaikan dengan sistem pendistribusian
perbekalan farmasi di rumah sakit.
8. Fasilitas dan peralatan1
a. Bangunan
Fasilitas bangunan, ruangan dan peralatan harus memenuhi ketentuan
dan perundangan-undangan kefarmasian yang berlaku:
1) Lokasi harus menyatu dengan sistem pelayanan rumah sakit.
2) Lokasi harus menyatu dengan sistem pelayanan rumah sakit.
3) Terpenuhinya luas yang cukup untuk penyelenggaraan asuhan
kefarmasian di rumah sakit.
4) Dipisahkan antara fasilitas untuk penyelenggaraan manajemen, pelayanan
langsung pada pasien, dispensing serta ada penanganan limbah.
5) Dipisahkan juga antara jalur steril, bersih dan daerah abu-abu, bebas
kontaminasi.
6) Persyaratan ruang tentang suhu, pencahayaan, kelembaban, tekanan
dan keamanan baik dari pencuri maupun binatang pengerat. Fasilitas
peralatan memenuhi persyaratan yang ditetapkan terutama untuk
perlengkapan dispensing baik untuk sediaan steril, non steril maupun cair
untuk obat luar atau dalam.
b. Pembagian Ruangan
1) Ruang Kantor, yaitu ruang pimpinan, ruang staf, ruang kerja/administrasi,
dan ruang pertemuan
2) Ruang produksi
Lingkungan kerja ruang produksi harus rapi, tertib, efisien untuk
meminimalkan terjadinya kontaminasi sediaan dan dipisahkan antara
ruang produksi sediaan non steril dan ruang produksi sediaan steril
3) Ruang Penyimpanan
Ruang penyimpanan harus memperhatikan kondisi, sanitasi
temperatur sinar/cahaya, kelembaban, fentilasi, pemisahan untuk
menjamin mutu produk dan keamanan petugas yang terdiri dari:
a) Kondisi umum untuk ruang penyimpanan obat jadi, obat khusus, bahan
baku obat, alat kesehatan, dan lain-lain.
26
27
5) Ruang Konsultasi
Sebaiknya ada ruang khusus untuk apoteker memberikan konsultasi
pada pasien dalam rangka meningkatkan pengetahuan dan
kepatuhan pasien terdiri dari ruang konsultasi untuk pelayanan rawat jalan
(Apotik) dan ruang konsultasi untuk pelayanan rawat inap.
6) Ruang informasi obat
Sebaiknya tersedia ruangan sumber informasi dan teknologi
komunikasi dan penanganan informasi yang memadai untuk
mempermudah pelayanan informasi obat. Luas ruangan yang dibutuhkan
untuk pelayanan informasi obat:
a) 200 tempat tidur : 20 meter2
b) 400-600 tempat tidur : 40 meter2
c) 1300 tempat tidur : 70 meter2
7) Ruang Arsip Dokumen
Harus ada ruangan khusus yang memadai dan aman untuk
memelihara dan menyimpan dokumen dalam rangka menjamin
agar penyimpanan sesuai hukum, aturan, persyaratan, dan tehnik
manajemen yang baik.
c. Peralatan1
Fasilitas peralatan memenuhi persyaratan yang ditetapkan terutama
untuk perlengkapan dispensing baik untuk sediaan steril, non steril,
27
28
maupun cair untuk obat luar atau dalam. Fasilitas peralatan harus dijamin
sensitif pada pengukuran dan memenuhi persyaratan, peneraan dan kalibrasi
untuk peralatan tertentu setiap tahun.
Peralatan minimal yang harus tersedia:
1) Peralatan untuk penyimpanan, peracikan dan pembuatan obat baik
nonsteril maupun aseptik
2) Peralatan kantor untuk administrasi dan arsip
3) Kepustakaan yang memadai untuk melaksanakan pelayanan
informasi obat
4) Lemari penyimpanan khusus untuk narkotika
5) Lemari pendingin dan AC untuk obat yang termolabil
6) Penerangan, sarana air, ventilasi dan sistem pembuangan limbah yang baik
7) Alarm
Macam-macam Peralatan
1) Peralatan Kantor
Terdiri dari furniture (meja, kurdsi, lemari buku/rak, filing cabinet, dan
lain-lain), komputer/mesin tik, alat tulis kantor, telepon dan faximile
(disesuaikan dengan kondisi rumah sakit).
2) Peralatan Produksi
28
29
pengunjung
c) Peralatan pendistribusian/pelayanan, yaitu pelayanan rawat jalan
(Apotek), pelayanan rawat inap (satelit farmasi), kebutuhan ruang
perawatan/unit lain
d) Peralatan Konsultasi, yaitu buku kepustakaan bahan-bahan leaflet,dan
brosur dan lain-lain, lemari arsip, lemari untuk menyimpan medical
record, komputer, telpon, lemari arsip, meja, kursi untuk apoteker dan 2
orang pelanggan.
e) Peralatan ruang Informasi obat, yaitu kepustakaan yang memadai
untuk melaksanakan pelayanan informasi obat, peralatan meja, kursi,
rak buku, dan kotak, komputer, telpon – Faxcimile, lemari arsip, kartu
arsip, TV dan VCD (disesuaikan dengan kondisi rumah sakit).
f) Peralatan ruang arsip, yaitu kartu arsip dan lemari arsip.
9. Administrasi dan pelaporan
Administrasi Perbekalan Farmasi merupakan kegiatan yang berkaitan dengan
pencatatan manajemen perbekalan farmasi serta penyusunan laporan yang
berkaitan dengan perbekalan farmasi secara rutin atau tidak rutin dalam periode
bulanan, triwulanan, semesteran atau tahunan.
Administrasi Keuangan Pelayanan Farmasi merupakan pengaturan anggaran,
pengendalian dan analisa biaya, pengumpulan informasi keuangan, penyiapan
laporan, penggunaan laporan yang berkaitan dengan semua kegiatan pelayanan
farmasi secara rutin atau tidak rutin dalam periode bulanan, triwulanan, semesteran
atau tahunan.
Administrasi Penghapusan merupakan kegiatan penyelesaian terhadap
perbekalan farmasi yang tidak terpakai karena kadaluarsa, rusak, mutu tidak
memenuhi standar dengan cara membuat usulan penghapusan perbekalan farmasi
kepada pihak terkait sesuai dengan prosedur yang berlaku.
Pelaporan adalah kumpulan catatan dan pendataan kegiatan administrasi
perbekalan farmasi, tenaga dan perlengkapan kesehatan yang disajikan kepada
pihak yang berkepentingan.
Tujuannya yaitu agar tersedia data yang akurat sebagai bahan evaluasi,
tersedianya informasi yang akurat, arsip yang memudahkan penelusuran surat dan
laporan, mendapat data/laporan yang lengkap untuk membuat perencanaan,dan
agar anggaran yang tersedia untuk pelayanan dan perbekalan farmasi dapat
dikelola secara efisien dan efektif.
29
30
30
31
Pengelolaan obat di rumah sakit merupakan salah satu manajemen rumah sakit
yang penting, karena ketidakefisienan dalam pengelolaan akan memberikan efek
negatif terhadap rumah sakit baik secara medis maupun ekonomi. Pengelolaan obat di
rumah sakit bertujuan agar obat yang diperlukan tersedia setiap saat diperlukan, dalam
jumlah yang cukup dan mutu yang terjamin. Pengelolaan obat meliputi tahap
perencanaan, pengadaan, penyimpanan, distribusi dan penggunaan obat yang saling
terkait satu sama lain. Prinsip penting dalam manajemen obat dirumah sakit agar tiap
tahap dan kegiatan dapat berjalan secara dinamis dan saling mengisi. Ketidakterkaitan
antar tahap akan membawa konsekuensi tidak efisiennya sistem suplai dan
penggunaan yang ada. Untuk melihat gambaran keefisienan suatu sistem, maka dapat
memanfaatkan indikator-indikator yang khas untuk sistem tersebut. Terdapat beberapa
batasan-batasan indikator yaitu:
1. Indikator merupakan ukuran untuk mengukur perubahan10
2. Indikator merupakan jenis data berdasar sifat/gejala/keadaan yang dapat diukur
dan diolah secara mudah dan cepat dengan tidak memerlukan data lain dalam
pengukurannya10
3. Indikator merupakan alat ukur kuantitatif yang dapat digunakan untuk monitoring,
evaluasi, dan mengubah atau meningkatkan mutu pengelolaan obat di farmasi
rumah sakit.6
Indikator dapat digunakan untuk mengukur saat proses berlangsung maupun
sesudah menjadi keluaran. Indikator yang baik harus mempunyai validitas, sensitivitas,
dan spesifik. Indikator yang valid adalah indikator yang dapat digunakan untuk
mengukur tingkat keadaan suatu pengelolaan, sehingga pengelolaan dapat
ditingkatkan. Indikator yang sensitiv adalah indikator yang dapat menunjukkan semua
kasus-kasus yang terjadi saat pengukuran baik pada tahap proses maupun tahap
keluaran. Indikator yang spesifik adalah indikator yang dapat menunjukkan suatu kasus
memang benar-benar terjadi saat pengukuran dilakukan. Indikator sebagai alat ukur
kuantitatif, diharapkan mampu memberikan informasi yang dapat
dipertanggungjawabkan kebenarannya.
Contoh indikator farmasi yang sudah dikembangkan:
1. Instrument Mengukur Kemampuan Rumah Sakit (MKRS)
Berdasarkan keputusan Departemen Kesehatan Republik Indonesia,
Direktorat Jenderal Pelayanan Medik, pada tahun 1992 diadakan penilaian
penampilan kerja rumah sakit umum pemerintah dan swasta dalam rangka Hari
Kesehatan Nasional tahun 1992. Untuk keperluan tersebut diatas maka diadakan
31
32
32
33
2. Adapun instumen penilaian penampilan kerja rumah sakit umum yang digunakan
dalam rangka Hari Kesehatan Nasional tahun 1994 khususnya untuk farmasi
rumah sakit adalah sebagai berikut:
Tabel 2.3 Instrumen Penilaian Penampilan Kerja Rumah Sakit
Unsur yang dinilai Indikator
1 2
Perencanaan 1. Ada komite farmasi dan terapi dengan surat
keputusan direktur
a. Tidak ada kegiatan
b. Rapat rutin 1 tahun kurang dari 4 kali
c. Rapat rutin 1 tahun minimal 4 kali
d. Telah membuat konsep formularium
e. Telah mempunyai pedoman diagnosa dan terapi
serta formularium
33
34
34
35
35
36
36
37
37
38
38
39
39
40
4
2
40
41
41
42
1 2 3 4
42
43
Sumber: Pudjaningsih, D., Pengembangan Indikator Efisiensi Pengelolaan Obat di Farmasi Rumah Sakit.
Magister Manajemen Rumah Sakit, UGM.
DAFTAR PUSTAKA
43
44
2. Cut Safrina Indriawati. Analisis Pengelolaan Obat di Rumah Sakit Umum Daerah
Wates [Tesis]. Yogyakarta : Universitas Gadjah Mada ; 2001.
3. Charles J.P. Siregar., Lia Amalia. Farmasi Rumah Sakit : Teori dan Penerapan. Jakarta
: EGC ; 2003.
5. Quick D. Jonathan. Managing Drug Supply (2nd ed). Management Sciences for Health.
USA : Kumarian Press ; 1997.
9. Istinganah., dkk. Evaluasi Sistem Pengadaan Obat dari Dana APBD Tahun 2001-2003
Terhadap Kesediaan dan Efisiensi Obat [Jurnal]. Manajemen Pelayanan Kesehatan
Vol. 09/No. 01/Maret 2006.
10. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman Supervisi dan Evaluasi Obat
Publik dan Perbekalan Kesehatan. Jakarta : Direktorat Jenderal Pelayanan
Kefarmasian dan Alat Kesehatan, Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan
Kesehatan ; 2002.
11. Wiyono Djoko. Manajemen Mutu. Teori Strategi dan Aplikasi. Vol. I. Surabaya :
Airlangga University Press ; 1999.
12. Azwar Azrul. Pengantar Administrasi Kesehatan. Jakarta : Binarupa Aksara ; 1996.
13. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 tahun 1992 tentang Kesehatan, Jakarta
: 2004.
15. Anief Moh. Apa yang Perlu Diketahui tentang Obat. 4th ed. Yogyakarta : Gadjah Mada
University Press ; 2003.
17. Ida Prista Maryetty. Regulasi Obat yang Mempengaruhi Peresepan. (Online).
fkuii.org/tiki-
44
45
download_wiki_attachment.php?attId=199&page=pengobatan_rasional_handout
diakses tanggal 18 Maret 2008.
18. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Sistem Kesehatan Nasional. Depkes RI,
Jakarta, 2004.
19. Direktur Jendral Bina Kefarmasian dan Pelayanan Farmasi. Kebijakan Obat Nasional
(KONAS). (Online). Http://www.litbang.depkes.go.id/download/lokakarya/ Loknas
Bandung/Konas-Obat.pdf, diakses tanggal 18 Maret 2008.
20. Suryawati Sri. Efisiensi Pengelolaan Obat di Rumah Sakit [Tesis]. Yogyakarta :
Magister Manajemen Rumah Sakit Universitas Gadjah Mada ; 1997.
21. Badan Pengawas Obat dan Makanan. Pengelolaan Obat Kabupaten/Kota. Jakarta :
2001.
23. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 tahun 1992 tentang Kesehatan. Jakarta
: 2004.
24. Keputusan Presiden No. 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Barang dan
Jasa Pemerintah.
25. Soerjono Seto, Yunita Nita, Lily Triana, Manajemen Farmasi. Surabaya : Airlangga
University Press : 2004.
26. Liliek Sulistyaningsih. Evaluasi Manajemen Obat di Rumah Sakit Umum daerah
Wangaya Kotamadya Dati II Denpasar [Tesis]. Yogyakarta : MMR Universitas Gadjah
Mada ; 1998.
28. Suryawati Sri. Meningkatkan Penggunaan Obat Secara Rasional Melalui Perubahan
Perilaku. Materi Kursus. Magister Manajemen dan Kebijakan Obat Universitas Gadjah
Mada bekejasama dengan Yayasan melati Nusantara. Yogyakarta ; 1997.
29. Budiono Santoso. Penggunaan Obat dan Prinsip Pengobatan Rasional. Program
Pengembangan Eksekutif. Magister Manajemen Rumah Sakit bekerjasama dengan
Pusat Studi Farmakologi Klinik dan Kebijakan Obat Universitas Gadjah Mada.
Yogyakarta ; 1997.
31. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit.
Jakarta : Direktorat Jenderal Bina Pelayanan Medik Departemen Kesehatan Republik
Indonesia ; 2007.
45
46
32. Notoatmodjo Soekidjo. Metodologi Penelitian. 3th ed. Jakarta : Rhineka Cipta ; 2005.
33. Sugiyono. Memahami Penelitian Kualitatif. 1st ed. Bandung : Alfabeta ; 2005.
35. Sarmini. Analisis Terhadap Faktor Keberhasilan Obat di Instalasi Rumah Sakit Pandan
Arang Boyolali [Tesis]. Yogyakarta : MMR Universitas Gadjah Mada ; 1998.
37. Hartono Joko Puji. Analisis Proses Perencanaan Kebutuhan Obat Publik untuk
Pelayanan Kesehatan Dasar (PKD) di Puskesmas Sewilayah Kerja Dinas Kesehatan
Kota Tasikmalaya [Tesis]. Semarang : Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat
Konsentrasi AKK Universitas Diponegoro ; 2007.
46
10
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 tahun 1992 tentang Kesehatan, Jakarta, 2004.
11
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 43/Menkes/SK/II/1988 tentang
Cara Pembuatan Obat Yang Baik. Jakarta. 1988.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Kamus Besar Bahasa Indonesia. 3th ed. Pusat Pembinaan
dan Pengembangan Bahasa. Balai Pustaka, Jakarta, 1990.
12
Anief Moh. Apa yang Perlu Diketahui tentang Obat. 4th ed. Gadjah Mada University Press,
Yogyakarta, 2003.
13
Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor : 1375.A/Menkes/ SK/IX/2002 tentang Daftar Obat
Esensial nasional 2002. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Ditjen Yanfar dan Alkes,
Jakarta, 2002.
14
Ida Prista Maryetty. Regulasi Obat yang Mempengaruhi Peresepan. (Online). fkuii.org/tiki-
download_wiki_attachment.php?attId=199&page=pengobatan_
rasional_handout , diakses tanggal 18 Maret 2008.
15
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Sistem Kesehatan Nasional. Depkes RI,
Jakarta, 2004.
16
Direktur Jendral Bina Kefarmasian dan Pelayanan Farmasi. Kebijakan Obat Nasional
(KONAS). (Online). Http://www.litbang.depkes.go.id/download/ lokakarya/LoknasBandung/Konas-
Obat.pdf, diakses tanggal 18 Maret 2008.
17
Sri Suryawati. Efisiensi Pengelolaan Obat di Rumah Sakit. Tesis. MMR UGM, Yogjakarta, 1997.
18
Badan Pengawas Obat dan Makanan. Pengelolaan Obat Kabupaten/Kota. Jakarta, 2001.
19
Dono Utomo. Pengembangan Sistem Informasi Farmasi Untuk Pengambilan Keputusan Inventori
di Instalasi Farmasi Rumah Sakit Jiwa Gondohutomo Semarang. Tesis. MIKM Undip. Semarang.
2006.
20
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 tahun 1992 tentang Kesehatan, Jakarta, 2004.
21
Keputusan Presiden No. 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Barang dan Jasa
Pemerintah.
22
Liliek Sulistyaningsih. Evaluasi Manajemen Obat di Rumah Sakit Umum daerah Wangaya
Kotamadya Dati II Denpasar. MMR. UGM. 1998.
23
Soerjono Seto, Yunita Nita, Lily Triana, Manajemen Farmasi, Surabaya: Airlangga University
Press, 2004.
24
Panjaitan Richard. Penggunaan Obat Rasional. (Online). www.depkes.go.id/ downloads/ rakerkes,
diakses tanggal 20 Maret 2008.
25
Suryawati Sri. Meningkatkan Penggunaan Obat Secara Rasional Melalui Perubahan Perilaku.
Materi Kursus. Magister Manajemen dan Kebijakan Obat Universitas Gadjah Mada bekejasama
dengan Yayasan melati Nusantara. Yogyakarta ; 1997.
26
Budiono Santoso. Penggunaan Obat dan Prinsip Pengobatan Rasional. Program Pengembangan
Eksekutif. Magister Manajemen Rumah Sakit bekerjasama dengan Pusat Studi Farmakologi Klinik
dan Kebijakan Obat Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta ; 1997.
30
Instalasi Farmasi Rumah Sakit. (Online). http://farmasiistn.blogspot.com/2008/
01/instalasi-farmasi-rumah-sakit.html diakses tanggal 22-4-2008.
31
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit. Jakarta :
Direktorat Jenderal Bina Pelayanan Medik Departemen Kesehatan Republik Indonesia ; 2007.