Anda di halaman 1dari 32

Kajian Ilmiah

SKIZOFRENIA

Disusun oleh:
Kelompok I
Irwin Fitriansyah, S.Ked (04108705029)
Hendry Dimas P.F, S.Ked (04108705050)

BAGIAN ILMU KESEHATAN JIWA


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2011

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ........................................................................................

DAFTAR ISI ....................................................................................................

ii

BAB 1 PENDAHULUAN ................................................................................

BAB 2 ISI .........................................................................................................

BAB 3 PENUTUP ...........................................................................................

54

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................

55

ii

BAB I
PENDAHULUAN
Skizofrenia merupakan suatu deskripsi sindrom dengan variasi penyebab ( banyak
yang belum diketahui), dan perjalanan penyakit (tak selalu bersifat kronis atau
deteriorating) yang luas, serta sejumlah akibat yang tergantung pada pertimbangan
pengaruh genetic, fisik dan social budaya.
Sebelum Kraeplin (1856 1926) tidak ada kesatuan pendapat mengenai berbagai
gangguan jiwa yang sekarang dinamakan Skizofrenia. Kraeplin adalah seorang ahli
kedokteran jiwa di kota munich dan ia mengumpulkan gejala gejala serta sindrom itu dan
menggolongkannya dalam satu kesatuan yang dinamakan dementia prekox. Ia lukiskan
dengan tepat sekali gejala gejala gangguan ini dan membuat suatu klasifikasi yang masih
dipakai sampai sekarang. Selain kraeplin, masih banyak lagi teori lain yang menganalisis
etiologi dari skizofrenia.
Lima tahun terakhir telah membawa kemajuan besar dalam mengerti skizofrenia di
dalam tiga bidang. Pertama, kemajuan teknik pencitraan otak, khususnya pencitraan resonansi
magnetic (MRI; magnetic resonance imaging), dan penghalusan teknik neuropatologi telah
memusatkan banyak minat pada sistem limbic sebagai pusat patofisiologi skizofrenia. Kedua,
setelah perkenalan clozapine (Clozaril), suatu antipsikotik atipikal dengan efek samping
neurologis yang minimal, terdapat sejumlah besar penelitian tentang obat antipsikotik atipikal
lainnya, khususnya risperidone dan remoxipride. Obat tersebut dan obat atipikal lainnya akan
diperkenalkan di separuh bagian kedua tahun 1990-an akan lebih efektif dalam menurunkan
gejala negative dalam skizofrenia dan dapat dihubungkan dengan rendahnya insidensi efek
samping neurologis. Ketiga, saat terapi obat mengalami kemajuan dan saat dasar biologis
yang kuat untuk skizofrenia semakin dikenal luas, terdapat peningkatan minat pada faktor
psikososial yang mempengaruhi skizofrenia, termasuk yang mempengaruhi onset, relaps, dan
hasil terapi.

BAB II
ISI

A. SEJARAH
Besarnya masalah klinis dalam skizofrenia telah terus menerus menarik perhatian
tokoh-tokoh utama pada keseluruhan sejarah disiplin. Emil Kraepelia (1856-1926) dan Eugen
Bleuler (1857-1939) adalah dua tokoh kunci dalam sejarah skizofrenia. Benedict A. Morel
(1809-1873), seorang dokter psikiatrik Perancis, menggunakan istilah demense precoce untuk
pasien yang memburuk yang penyakitnya dimulai pada masa remaja. Karl Ludwig Kahibaum
(1828-1899) menggambarkan gejala katatonia; dan Ewol Hecker (1843-1909) menulis tentang
perilaku kacau (bizarre) pada hebefrenia.
Emil Kraepelin
Emil Kraepelin melatinkan istilah Morel menjadi demensia prekoks (dementia
precox), suatu istilah yang menekankan suatu proses kognitif yang jelas (demensia) dan onset
yang awal (prekoks) yang karakteristik untuk gangguan. Kraepelin lebih lanjut membedakan
pasien dengan demensia prekoks dan pasien yang diklasifikasikannya sebagai terkena psikosis
manik-depresif atau paranoia.
Eugen Bleuler
Eugen Bleuler mengajukan istilah skizofrenia dan istilah tersebut mengggantikan
demensia prekoks di dalam literature. Bleuler berpendapat bahwa istilah untuk menandakan
adanya perpecahan (schism) antara pikiran, emosi, dan perilaku pada pasien yang terkena.
Perbedaan utama yang ditarik Bleuler antara konsepnya tentang skizofrenia dan
konsep Kraepelin tentang demensia prekoks adalah bahwa perjalanan yang memburuk tidak
diperlukan dalam konsep skizofrenia, speerti pada demensia prekoks.
Empat A. Untuk lebih menjelaskan teorinya tentang perpecahan mental internal pada
pasien yang terkena, Bleuler menggambarkan gejala fundamental (atau primer) spesifik untuk
skizofrenia, termasuk suatu gangguan pikiran yang ditandai dengan gangguan asosiasi,
khususnya kelonggaran asosiasi. Gejala fundamental lainnya adalah gangguan afektif, autism,
dan ambivalensi. Jadi, empat A dari Bleuler terdiri dari asosiasi, afek, autism, dan
4

ambivalensi. Bleuler juga menggambarkan gejala pelengkap (sekunder) yang termasuk


halusinasi dan waham, gejala yang telah menjadi bagian penting dari pengertian Kraepelin
tentang gangguan.
Teori Lain
Adolf Meyer, Harry Stack Sullivan, Gabriel Langfeldt, dan Kurt Schneider juga
memberikan sumbangan besar dalam memahami banyak segi skizofrenia. Meyer, pendiri
psikobiologi percaya bahwa skizofrenia dan gangguan mental lainyya adalah reaksi terhadap
berbagai stress kehidupan, yang dinamakannya sindroma suatu skizofrenik. Sullivan, pendiri
bidang psikoanalitik interpersonal menekankan isolasi sosial sebagai penyebab dan gejala
skozofrenia.
Data dari Ernst Kretschmer mendukung gagasan bahwa skizofrenia adalah lebih
sering pada pasien denga tipe tubuh astenik, atletik, dan displastik daripada pasien dengan tipe
tubuh piknis, yang lebih mungkin mengalami gangguan bipolar. Walalupun observasi tersebut
tampaknya tidak biasa, hal tersebut bukannya tidak konsisten dengan kesan superficial
tentang bentuk tubuh dari banyak orang tuna wisma.
Gabriel Langfeldt membagi pasien dengan gejala psikotik berat menjadi dua
kelompok, mereka yang dengan skizofrenia sesungguhnya dan mereka dengan psikosis
skozofreniform. Langfeldt menekankan kepentingan depersonalisasi, autism, penumpulan
emosi, suatu onset yang perlahan-lahan, dan perasaan derealisasi dalam penjelasannya tentang
skizofrenia sesungguhnya (true schizophrenia). Skizofrenia sesungguhnya juga dikenal
sebagai skizofrenia inti (nuclear schizophrenia), skizofrenia proses, dan skizofrenia tidak
beremisi (nonremitting schizophrenia) dalam literature setelah tulisan Langfeldt.
Kurt Schneider menggambarkan sejumlah gejala urutan pertama yang dianggapnya
tidak psesifik untuk skizofrenia tetapi mempunyai nilai pragmatic dalam membuat diagnosis
(Tabel 1). Skizofrenia seperti yang dinyatakan oleh Schneider, juga dapat didiagnosis sematamata atas dasar gejala urutan kedua dan gambaran klinis yang tipikal lainnya. Schneider tidak
memaksudkan gejala tersebut harus diterapkan secara kaku. Ia memperingatkan klinisi bahwa
diagnosis skizofrenia dapat dibuat pada pasien tertentu yang gagal menunjukan gejala urutan
pertama. Sayangnya, peringatan tersebut sering diabaikan dan tidak adanya gejala tersebut
pada wawancara tunggal seringkali dianggap sebagai bukri bahwa seseorang tidak menderita
skizofrenia.

Karl Jaspers seorang dokter psikiatrik dan filosof, dan ia merupakan penyumbang
utama dalam berdirinya psikoanalisis. Jaspers mendekati psikopatologi dengan gagasan
bahwa tidak terdapat kerangka kerja konseptual atau prinsip dasar yang kuat. Dengan
demikian didalam teorinya tentang skizofrenia, Jaspers berusaha untuk tetap tidak dipengaruhi
oleh konsep tradisional, seperti subjek dan objek, sebab dan akibat, dan kenyataan dan fantasi.
Satu perkembangan spesifik adalah bahwa filosofi merupakan minatnya dalam isi waham
pasien psikiatrik.

B. EPIDEMIOLOGI
Di Amerika Serikat prevalensi skizofrenia seumur hidup dilaporkan secara bervariasi
terentang dari 1 samai 1,5 persen; konsisten dengan rentang tersebut, penelitian
Epidemiological Catchment Area (ECA) yang disponsori oleh National Institute of Mental
Health (NIMH) melaporkan prevalensi seumur hidup sebesar 1,4 persen. Kira-kira 0,025
sampai 0,05 persen populasi total diobati untuk skizofrenia dalam satu tahun. Walalupun
duapertiga dari pasien yang diobati tersebut membutuhkan perawatan di rumah sakit, hanya
kira-kira setengah dari semua pasien skizofenik mendaparkan pengobatan tidak tergantung
pada keparahan penyakit.
Usia Dan Jenis Kelamin
Skizofrenia adalah sama-sama prevalennya antara laki-laki dan wanita. Tetapi lakilaki mempunyai onset skizofrenia yang lebih awal daripada wanita. Lebih dari setengah
semua pasien skizofrenik laki-laki tetapi hanya sepertiga pasien skizofrenik wanita
mempunyai perawatan di rumah sakit yang pertamanya sebelum usia 25 tahun. Usia puncak
onset untuk laki-laki adalah 15 sampai 25 tahun; untuk wanita usia puncak adalah 25 sampai
35 tahun. Onset skozifrenia sebelum usia 10 tahun atau sesudah 50 tahun adalah sangat
jarang. Kira-kira 90 persen pasien dalam pengobatan skizofrenia adalah antara usia 15 dan 55
tahun. Beberapa penelitian telah menyatakan bahwa laki-laki adalah lebih mungkin daripada
wanita untuk terganggu oleh gejala negative dan bahwa wanita lebih mungkin memiliki
fungsi sosial yang lebih baik daripada laki-laki. Pada umumnya, hasil akhir untuk pasien
skizofrenik wanita adalah lebih baik daripada hasil akhir untuk pasien skizofrenik laki-laki.

Penyakit Medis
Orang skizofrenik mempunyai angka mortalitas dari kecelakaan dan penyebab alami
yang lebih tinggi dari pada populasi umum. Angka yang lebih tinggi kemungkinan
berhubungan dengan kenyataan bahwa diagnosis dan pengobatan keadaan medis dan bedah
pada pasien skizofrenik dapat merupakan tantangan klinis.
Bunuh Diri
Bunuh diri adalah penyebab umum kematian diantara pasien skizofrenik, kira-kira 50
pasien dari semua pasien dengan skizofrenia mencoba bunuh diri sekurangnya satu kali
selama hidupnya, dan 10 sampai 15 persen pasien skizofrenik meninggal karena bunuh diri
selama periode follow-up 20 tahun.
Hubungan Dengan Penggunaan Dan Penyalahgunaan Zat
Menghisap rokok.

Sebagian besar penelitian melaporkan bahwa lebih dari tiga

perempat dari semua pasien skizofrenik menghisap rokok, dibandingkan dengan kurang dari
setengah pasien skizofrenik keseluruhan. Di samping dengan faktor risiko berhubungan
dengan merokok yang telah dikenal, menghisap rokok mempengaruhi aspek lain dari
perawatan pasien skizofrenik.
Penyalahgunaan zat. Komorbiditas skizofrenia dan gangguan berhubungan dengan
zat adalah sering, walaupun implikasi dari penyalahgunaan zat pada pasien skizofrenik tidak
jelas. Kira-kira 30 sampai 50 persen pasien skizofrenik mungkin memenuhi kriteria diagnostic
untuk penyalahgunaan alkohol atau ketergantungan alkohol, dan dua zat lain yang paling
sering digunakan adalah kanabis (kira-kira 15 sampai 25 persen) dan kokain (kira-kira 5
sampai 10 persen).
Kepadatan Populasi
Prevalensi skizofrenik telah dikorelasikan dengan kepadatan penduduk setempat di
kota-kota dengan populasi yang lebih dari 1 juta orang. Korelasi tersebut adalah lebih lemah
pada kota-kota dengan populasi 100.000 sampai 500.000 orang dan tidak diketemukan pada
kota dengan populasi kurang dari 100.000 orang. Efek kepadatan populasi adalah konsisten
dengan pengamatan bahwa insidensi skizofrenik pada anak-anak dari salah satu atau dari
kedua orang tua skizofrenik adalah dua kali lebih tinggi di kota-kota daripada pedesaan.
7

Pengamatan tersebut menyatakan bahwa stressor social di lingkungan perkotaan mungkin


mempengaruhi perkembangan skizofrenia pada orang yang berada dalam risiko.
Pertimbangan Kultural Dan Sosioekonomi
Skizofrenia telah digambarkan dalam semua kultur dan kelompok status sosioekonomi
yang dipelajari. Di negara industri sejumlah yang tidak seimbang pasien skizofrenik berada
dalam kelompok sosioekonomi rendah. Pengamatan tersebut telah dijelaskan oleh hipotesis
pergeseran ke bawah (downward drift hypothesis), yang menyatakan bahwa orang yang
terkena bergeser ke kelompok sosioekonomi yang lebih rendah atau gagal keluar dari
kelompok sosioekonomi rendah karena panyakitnya. Suatu penjelasan alternatif adalah
hipotesis akibat sosial (social causation hypothesis), yang menyatakan bahwa stress yang
dialami oleh anggota kelompok sosioekonomi rendah berperan dalam perkembangan
skizofrenia.

C. ETIOLOGI
Walaupun skizofrenia dibicarakan seakan-akan merupakan penyakit tunggal, kategori
diagnostik dapat termasuk berbagai gangguan yang tampak dengan gejala perilaku yang agak
mirip. Skizofrenia kemungkinan merupakan suatu kelompok gangguan dengan penyebab
yang berbeda dan secara pasti memasukkan pasien yang gambaran klinisnya, respon
pengobatannya, dan perjalanan penyakitnya adalah bervariasi.
Model Diatesis-Stress
Suatu model untuk integrasi faktor biologis dan faktor psikososial dan lingkungan
adalah model diatesis-stres. Model ini mendalilkan bahwa seseorang mungkin memiliki suatu
kerentanan spesifik (diathesis) yang, jika dikenai oleh suatu pengaruh lingkungan yang
menimbulkan stress, memungkinkan perkembangan gejala skizofrenia.
Faktor Biologis
Penyebab skizofrenia tidak diketahui. Tetapi dalam dekade yang lalu semakin banyak
penelitian telah melibatkan peranan patofisiologis untuk daerah tertentu di otak, termasuk
sistem limbik, korteks frontalis, dan ganglia basalis.
8

Integrasi teori biologis. Daerah otak utama yang terlibat dalam skizofrenia adalah
struktur limbic, lobus frontalis, dan ganglia basali s. Talamus dan batang otak juga terlibat
karena peranan talamus sebagai mekanisme pengintegrasi dan kenyataan bahwa batang otak
dan otak tengah adalah lokasi utama bagi neuron aminergik asenden. Tetapi, sistem limbik
semakin merupakan perhatian dari kebanyakan pengujian untuk membangun teori (theory
building exercise).
Hipotesis dopamin. Rumusan yang paling sederhana dari hipotesis dopamin untuk
skizofrenia menyatakan bahwa skizofrenia disebabkan dari terlalu banyaknya aktivitas
dopaminergik.
Neurotransmitter lainnya. Walaupun dopamine adalah neurotransmitter yang telah
mendapatkan sebagian besar perhatian dalam penelitian skizofrenia, meningkatnya perhatian
juga telah ditujukan pada neurotransmitter lainnya. Berbagai neurotransmitter di otak adalah
terlibat dalam hubungan interaksional kompleks, dan fungsi yang abnormal dapat
menyebabkan perubahan pada setiap zat neurotransmitter tunggal.
Serotonin. Serotonin telah mendapatkan banyak perhatian dalam penelitian
skizofrenia sejak pengamatan bahwa antipsikotik atipikal mempunyai aktivitas berhubungan
dengan serotonin yang kuat (sebagai contohnya, clozapine, risperidone, ritanserine). Secara
spesifik, antagonism pada reseptor serotonin (5-hudroxytriptamine)tipe 2,5-HT2) telah
disadari penting untuk menurunkan gejala psikotik dan dalam menurunkan perkembangan
gangguan pergerakan berhubungan dengan antagonism-D2.
Norepinefrin. Beberapa peneliti telah melaporkan bahwa pemberian antipsikotik
jangka panjang menurunkan aktivitas neuron noradrenergik di lokus sereleus dan bahwa efek
terapetik dari beberapa antipsikotik mungkin melibatkan aktivitasnya pada reseptor adrenergic
1 dan adrenergic 2.
Asam Amino. Neurotransmiter terasam amino inhibitor gamma-aminobutiric acid
(GABA) juga telah terlibat dalam parofisiologi skizofrenia. Data yang tersedia adalah
konsisten dengan hipotesis bahwa beberapa pasien dengan skizofrenia mengalami kehilangan
neuron GABA-ergik di dalam hipokampus. Hilangnya neuron inhibitor GABA-ergik secara
teoritis dapat menyebabkan hiperaktivitas neuron dopaminergik dan noradrenergik.
Neurotransmiter asam amino eksitasi glutamate telah juga dilaporkan terlibat dalam dasar
biologis untuk skizofrenia.

Neuropatologi. Dua daerah otak yang mendapatkan paling banyak perhatian adalah
sistem limbik dan ganglia basalis.
Sistem limbik. Sistem limbik, karena peranannya dalam mengendalikan emosi, telah
dihipotesiskan terlibat dalam dasar patofisiologi untuk skizofrenia.
Gangguan basalis. Karena ganglia basalis terlibat dalam mengendalikan pergerakan,
dengan demikian patologi dapa ganglia basalis dilibatkan dalam patofisiologi skizofrenia.
Pencitraan otak. Teknik pencitraan otak sekarang memungkinkan peneliti untuk
melakukan pengukuran spesifik terhadap neurokimiawi atau fungsi otak pada pasien yang
hidup. Dengan menggunakan CT-Scan, MRI, MRS, PET, EEG.
Epilepsi Parsial Kompleks. Psikosis mirip skizofrenia telah dilaporkan terjadi lebih
sering dari pada yang diharapkan pada pasien dengan kejang parsial kompleks, khususnya
kejang yang melibatkan lobus temporalis. Faktor-faktor yang berhubungan dengan
perkembangan psikosis pada pasien tersebut adalah fokus kejang di sisi kiri, lokasi lesi
temporalis medial, dan onset kejang yang dini. Gejala urutan pertama yang digambarkan oleh
Schneider mungkin mirip dengan gejal yang ditemukan pada pasien dengan epilepsi parsial
kompleks dan dapat mencerminkan adanya patologi lobus temporalis jika ditemukan pada
pasien dengan skizofrenia.
Disfungsi Pergerakan Mata. Ketidakmampuan seseorang untuk secara akurat
mengikuti suatu sasaran visual yang bergerak adalah dasar penentu untuk gangguan
pengejaran visual yang halus dan diinhibisi gerakan mata saccadic yang ditemukan pada
pasien skizofrenik. Disfungsi pergerakan mata mungkin merupakan tanda sifat (trade marker)
untuk skizofrenia, karena keadaan ini tidak tergantung pada terapi obat dan keadaan klinis,
dan juga ditemukan pada sanak saudara derajat pertama dari kemungkinan skizofrenia.
Berbagai penelitian telah melaporkan gerakan mata yang abnormal pada 50 sampai 85 persen
pasien skizofrenik, dibandingkan dengan kira-kira 25 persen pada pasien psikiatrik
nonskizofrenia dan kurang dari 10 persen subjek control dengan penyakit nonpsikiatrik.
Karena pergerakan mata dikendalikan oleh pusat lobus frontalis, suatu gangguan pada
pergerakan mata adalah konsistensi dengan teori yang melibatkan patologi lobus frontalis
pada skizofrenia.
Psikonueroimunologi. Sejumlah kelainan immunologis telah dihubungkan dengan
pasien skizofrenik. Kelainan tersebut adalah penurunan produksi interleukin 2 sel T,
penurunan jumlah dan responsivitas limposit perifer, kelainan pada reaktivitas selular dan
humoral terhadap neuron, dan adanya antibodi yang diarahkan ke otak (antibrain antibodies).
10

Data dapat diintreretasikan secara bervariasi sebagai mewakili suatu virus neurotoksik atau
suatu gangguan autoimmune endogen.
Pesikoneuroendokrinologi.

Banyak

laporan

menggambarkan

perbedaan

neuroendokrin antara kelompok pasien skizofrenik dan kelompok subjek control normal.tetapi
hal ini tidak dapat dibuktikan.
Faktor Genetika.
Berbagai macam penelitian telah dengan kuat menyatakan suatu komponen genetika
terhadap penurunan skizofrenia. Penelitian klasik awal tentang genetika dari skizofrenia,
dilakukan di tahun 1930-an, menemukan bahwa seseorang kemungkinan menderita
skizofrenia jika anggota keluarga lainya juga menderita skizofrenia dan kemungkinan
seseorang seseorang menderita skizofrenia berhubungan dengan dekatnya hubungan
persaudaraan tersebut (sebagai contohnya, sanak saudara derajat pertama atau derajat kedua).
Kembar monozigotik memiliki angka kesesuaian yang tertinggi. Penelitian pada kembar
monozigotik yang diadopsi menunjukkan bahwa kembar yang diasuh oleh orang tua angkat
yang mempunyai skizofrenia dengan kemungkinan yang sama besarnya seperti saudara
kembarnya yang dibesarkan oleh orang tua kandungnya. Temuan tersebut menyatakan bahwa
pengaruh genetic melebihi pengaruh lingkungan. Untuk mendukung lebih lanjut dasar
genetika adalah pengamatan bahwa semakin parah skizofrenia semakin mungkin kembar
sama-sama menderita gangguan. Satu penelitian yang mendukung model diathesis stress
menunjukkan bahwa kembar monozigotik yang diadopsi yang kemudian menderita
skizofrenia kemungkinan telah diadopsi keluarga yang tidak sama secara psikologis.
Tabel prevalensi skizofrenia pada populasi spesifik
Populasi
Populasi umum
Bukan saudara kembar pasien skizofrenik
Anak dengan satu orang tua skizofrenia
Kembar dizigot pasien skizofrenik
Anak dari kedua orang tua skizofrenik
Kembar monozigotik pasien skizofrenik

Prevalensi (%)
1,0
8,0
12,0
12,0
40,0
47,0

Petanda Kromosom. Pendekatan sekarang ini pada genetika diarahkan pada


mengidentifikasi silsilah besar dari orang yang terkena dan meneliti kelarga untuk RFLP
(Restriction Fragment Legth Polymorphisms) yang memisah dengan fenotipe penyakit.
Banyak hubungan antara tempat kromosom tertentu dan skizofrenia telah dilaporkan dalam
literatur sejak penerapan luas teknik biologi molecular. Lebih dari setengah kromosom telah
dihibungkan dengan skizofrenia dalam berbagai laporan tersebut tetap lengan kromosom 5,
11

11, dan 18; lengan pendek kromosom 19; dan kromosom X adalah yang paling sering
dilaporkan. Pada saat ini, literatur paling baik dianggap menyatakan suatu kemungkinan dasar
genetic yang heterogen untuk skizofrenia.
Faktor Psikososial.
Cepatnya pemahaman tentang biologi dari skizofrenia dan diperkenalkannya
pengobatan farmakologis yang efektif dan aman telah lebih lanjut menekankan pentingnya
untuk mengerti masalah individu, keluarga, dan sosial yang yang mempengaruhi pasien
dengan skizofrenia.
Teori tentang pasien individual. Terlepas dari kontroversi tentang penyebab atau
penyebab-penyebab

skizofrenia,

adalah

tidak

dapat

dibantah

bahwa

skizofrenia

mempengaruhi jiwa individual pasien, yang memiliki susunan psikologis yang unik.
Teori Psikoanalitik. Pandangan

psikoanalisis

umum

tentang

skizofrenia

menghipotesiskan bahwa defek ego mempengaruhi interpretasi kenyataan dan pengendalian


dorongan-dorongan dari dalam (inner drives), seperti seks dan agresi. Orang skizofrenik tidak
pernah mencapai ketetapan objek, yang ditandai oleh suatu perasaan identitas yang pasti.
Teori Psikodinamika. Pandangan psikodinamika tentang skizofrenia adalah
cenderung menganggap hipersensitivitas terhadap stimuli persepsi yang didasarkan secara
konstitusional sebagai suatu defisit, malahan suatu suatu penelitian yang baik menyatakan
bahwa pasien skizofrenia menemukan adalah sulit untuk menyaring berbagai stimuli dan
untuk memusatkan pada satu data pada suatu waktu.
Teori Belajar. Menurut ahli teori belajar, anak-anak yang kemudian menderita
skizofrenia mempelajari reaksi dan cara berpikir yang rasional dengan meniru orang tuanya
yang mungkin memiliki masalah emosionalnya sendiri yang bermakna. Hubungan
interpersonal yang buruk dari orang skizofrenia, menurut teori belajar, juga berkembang
karena dipelajarinya model yang buruk selama masa anak-anak.
Teori tentang keluarga. Tidak ada bukti-bukti terkontrol baik yang menyatakan
bahwa pola keluarga spesifik memainkan peranan kausatif dalam perkembangan skizfrenia.
Tetapi, adalah dari kepentingan klinis untk mengenali perilaku keluarga patologis karena
perilaku tersebut dapat secara bermakna meningkatkan stress emosional yang harus dihadapi
oleh pasien skizofrenia yang rentan.
Ikatan Ganda- konsep ikatan ganda (double bind) dirumuskan oleh George Bateson
untuk menggambarkan suatu keluarga hipotetik di mana anak-anak mendapatkan pesan yang
12

bertentangan dari orang tuanya tentang perilaku,sikap, dan perasaan ana. Di dalam hipotesis
tersebut anak menarik diri ke dalam keadaan psikotik mereka sendiri untuk meloloskan dari
kebingungan ikatan ganda yang tidak dapat dipecahkan. Sayangnya, penelitian keluarga yang
dilakukan untuk membuktikan teori tersebut telah secara serius mengalami cacat metodologi
dan tidak dapat diambil untuk menunjukkan keabsahan teori tersebut.
Keretakan Dan Kecondongan Keluarga- Theodore Lidz menggambarkan dua pola
perilak keluarga yang abnormal. Dalam satu tipe keluarga, terdapat keretakan yang menonjol
antara orang tua, dan satu orang tua sangat terlalu dekat dengan anak dar jenis kelamin yang
berbeda. Pada jenis keluarga lain, hubungan condong antara satu orang tua melibatkan suatu
perjuangan tenaga antara orang tua dan menyebabkan dominasi salah satu orang tua.
Keluarga Yang Saling Mendukung Secara Semu Dan Bermusuhan Semu- Lyman
Wynne menggambarkan keluarga di mana ekspresi emosional ditekan oleh pemakaian
konsisten komunikasi verbal yang saling mendukung secara semu ( pseudomutual) atau
bermusuhan secara (pseudohostile). Penekanan tersebut menyebabkan perkembangan
komunikasi verbal yang unik pada keluarga tersebut dan tidak dimengerti oleh orangdi luar
keluarga; masalah timbul jika anak meninggalkan rumah dan berhubungan dengan orang lain.
Emosi Yang Diekspresikan- Emosi yang diekspresikan seringkali disingkat, EE,
(expressed emotion) biasanya didefinisikan sebagai kecaman, permusuhan, dan keterlibatan
yang berlebihan (overinvolvement) yang dapat menandai perilaku orang tua atau pengasuh
lain terhadap orang skizofrenia. Banyak penelitian telah menyatakan bahwa di dalam keluarga
dengan emosi yang sangat diekspresikan, angka relaps untuk skizofrenia adalah tinggi.
Penilaian emosi yang diekspresikan termasuk menganalisis apa yang dikatakan dan cara
bagaimana hal tersebut dikatakan.
Teori-Teori Sosial - Beberapa ahli teori telah menyatakan bahwa industrialisasi dan
urbanisasi adalah terlibat dalam penyebab skizofrenia.walaupun beberapa data mendukung
teori tersebut, stress sekarang dianggap menimbulkan efek utamanya dalam menentukan
waktu onset dan keparahan penyakit.

D. DIAGNOSIS
DSM-IV mempunyai criteria resmi dari American Psychiatric Association untuk
skizofrenia. Dengan catatan khusus adalah criteria diagnostic dari Ming T. Tsuang, dan

13

George Winokur, yang di tahun 1974 membuat suatu perbedaan antara pasien skizofrenia
paranoid dan nonparanoid.
Kriteria diagnostic DSM-IV sebagin besar tidak berubah dari DSM edisi ketiga yang
direvisi (DSM-III-R), walaupun DSM-IVmenawarkan lebih banyak pilihan bagi klinis dan
deskriptif terhadap situasi klinis yang aktual. Seperti pada (DSM-III-R), halusinasi maupun
waham tidak diperlukan untuk diagnosis skizofrenia, karena pasien dapat memenuhi diagnosis
jika mereka mempunyai dua gejala yang dituliskan di dalam sebagai gejala nomor 3 sampai 5
di dalam criteria A DSM-IV. Kriteria menghilangkan kata pemburukan (deterioration) di
dalam variable perjalanan skizofrenia di antara pasien-pasien. Namun demikian, kriteria B
masih memerlukan gangguan fungsi selama fasa aktif penyakit. DSM-IV masih memerlukan
gejala untuk minimal enam bulan dan tidak adanya diagnosis gangguan skizoafektif atau
gangguan mood.
SUBTIPE DSM-IV
DSM-IV menggunakan subtype skizofrenia yang sama dengan yang digunakan di
dalam DSM-III-R: tipe paranoid, terdisorganisasi (kacau), katatonik, tidak tergolongkan
(undifferentiated), dan tipe residual. Skema subtipe DSM-IV didasarkan terutama pada
presentasi klinis. Subtipe DSM-IV tidak berhubungan erat dengan perbedaan prognosis
tersebut paling baik dilakukan dengan melihat pada prediktor prognosis spesifik.
Tipe Paranoid- DSM-IV menyatakan bahwa tipe paranoid ditandai oleh keasyikan
preokupasi pada satu atau lebih waham atau halusinasi dengan yang sering, dan tidak ada
perilaku spesifik lain yang mengarahkan pada tipe terdisorganisasi atau katatonik. Secara
klasik, skizofrenia tipe paranoid ditandai terutama oleh adanya waham persekutorik ( waham
kejar) atau waham kebesaran. Pasien skizofrenik paranoid biasanya berumur lebih tua
daripada pasien skizofrenik terdisorganisasi atau katatonik jika mereka mengalami episode
pertama penyakitnya. Pasien yang sehat sampai akhir usia 20 hingga 30 tahunan biasanya
mencapai kehidupan social yang dapat membantu mereka melewati penyakitnya. Juga,
kekuatan ego pasien paranoid cenderung lebih besar dari pasien katatonik dan
terdisorganisasi. Pasien skizofrenik paranoid menunjukkan regresi yang lambat dari
kemampuan mentalnya, respon emosional, dan perilakunya dibandingkan tipe lain pasien
skizofrenik.
Pasien skizofrenik paranoid tipikal adalah tegang, pencuriga, berhati- hati dan tak
ramah. Mereka juga dapat bersikap bermusuhan atau agresif. Pasien skizofrenik paranoid
14

kadang- kadang dapat menempatkan diri mereka sendiri secara adekuat di dalam situasi
sosial. Kecerdasan mereka tidak dipengaruhi oleh kecenderungan psikosis mereka dan tetap
intak.
Waham yang kacau dan halusinasi yang menyolok adalah gejala psikotik karateristik
untuk skizofrenia. Diagnosis ditegakkan dengan adanya gangguan nyata dalam fungsi
pekerjaan dan sosial dan tidak adanya gangguan mood yang berlarut-larut dan factor organik
yang diketahui yang mungkin berpern dalam gangguan.
Semua waham dan halusinasi pasien tampaknya memiliki tema tunggal adanya
persekongkolan untuk mengganggu dirinya. Waham kejar tersistematisasi tersebut tanpa
adanya inkoherensi, kekenduran asosiasi yang jelas, afek yang datar atau sangat tidak sesuai,
atau perilaku katatonik atau yang sangat kacau- menyatakan tipe paranoid. Prognosis untuk
tipe paranoid kontinu adalah lebih baik daripada tipe terdisorganisasi atau tidak digolongkan.
Pada kenyataannya, pasien memang melakukan pekerjaandengan baik walaupun adanya
penyakit psikotik yang kronis.
Tipe

Terdisorganisasi

tipe

terdisorganisasi

sebelumnya

dinamakan

hebefrenik)ditandai oleh regresi yang nyata ke perilaku primitive, terdisinhibisi, dan tidak
teratur dan oleh tidak adanya gejala yang memenuhi criteria untuk tipe katatonik. Onset
biasanya awal, sebelum usia 25 tahun. Pasien terdisorganisasi biasanya aktif denan cara yang
tidak bertujuan dan tidak konstruktif. Gangguan pikiran mereka adalah menonjol dan
kontaknya dengan kenyataan adalah buruk. Penampilan pribadinya dan perilaku sosialnya
adalah rusak. Respon emosionalnya adalah tidak sesuai, dan mereka seringkali meledak
tertawanya tanpa alasan. Seringis dan seringai wajah adalah seringkali ditemukan pada tipe
pasien ini, perilaku tersebut paling baik digambarkan sebagai kekanak-kanakan atau bodoh.
kombinasi penyakit kronis dengan inkoherensi yang nyata, afek yang tidak sesuai,
halusinasi dengar, dan perilaku yang kacau sedikit menimbulkan keraguan bahwa diagnosis
adalah skizofrenia. Adanya kekenduran asosiasi yang nyata dan fek yang sangat tidak sesuai
dan tidak adanya gejala katatonik yang menonjol menyatakan tipe terdisorganisasi.
Tipe Katatonik- walaupun tipe katatonik sering ditemukan beberapa decade yang
lalu, sekarang ini tipe ini jarang di Eropa dan Amerika Utara. Ciri klasik dari tipe katatonik
adalah gangguan nyata pada fungsi motorik yang mungkin berupa stupor, negativism,
rigiditas, kegembiraan, atau posturing. Kadang- kadang pasien menunjukkan perubahan yang
cepat antara kegembiraan dan stupor. Ciri penyerta adalah stereotipik,mannerisme, dan
fleksibilitas lilin ( waxy flexibility). Mutisme adalah sering ditemukan. Selama stupor atau
15

kegembiraan katatonik, pasien skizofrenia memerlukan pengawasan yang ketat untuk


menghindari pasien melukai dirinya sendiri atau orang lain. Perawatan medis mungkin
diperlukan karena adanya malnutrisi, kelelahan, hiperpireksia atau cedara yang disebabkan
oleh diri sendiri.
Tipe Tidak Tergolongkan (Undifferentiated Type) seringkali, pasien yang jelas
skizofrenia tidak dapat dengan mudah dimasukkan ke dalam salah satu tipe. DSM-IV
mengklasifikasikan pasien tersebut sebagai tipe tidak tergolongkan.
Kriteria diagnostik DSM-IV untuk skizofrenia memerlukan Untuk sebagian besar
waktu sejak onset gangguan, satu atau lebih bidang fungsi utama seperti pekerjaan,hubungan
interpersonal, atau perawatan diri sendiri adalah jelas di bawah tingkat yang pernah
dicapainya sebelum onset (atau jika onset adalah pada masa anak-anak atau masa remaja,
kegagalan untuk mencapai tingkat pencapaian interpersonal, akademik atau pekerjaan yang
diharapkan). Jelasnya, onset penyakit pasien berada pada masa anak-anak, dan ia gagal untuk
mencapai tingkat perkembangan sosial yang diharapkan untuk usianya. Karena wahamnnya
memiliki banyak tema yang berbeda dan tidak sistematik, maka menyingkirkan tipe paranoid;
tidak adanya ciri katatonik yang menonjol menyingkirkan tipe katatonik dan tidak adanya
afek yang datar atau sangat tidak sesuai menyingkirkan tipe terdisorganisasi. Yang tinggal
adalah tipe tidak tergolongkan.

Tipe 1 dan Tipe II


Saat DSM-IV sedang ditulis, pembicaraan utama di dalam literature adalah apakah
akan menggunakan skema subtype yang didasarkan pada ada atau tidak gejala positif (atau
produktif) dan negative (atau deficit). Di tahun 1980 T.J Crow mengajukan suatu klasifikasi
pasien skizofrenik ke dalam tipe I dan tipe II. Walaupun sistem tersebut tidak diterima
sebagai bagian dari klasifikasi DSM-IV. Perbedaan klinis dari kedua tipe tersebut telah
secara bermakna mempengaruhi penelitian psikiatrik. Gejala negatif adalah pendataran atau
penumpulan afektif, kemiskinan pembicaraan atau isi pembicaraan, penghambatan (blocking),
dandanan yang buruk, tidak adanya motivasi, anhedonia, penarikan social, defisit kognitif,
dan defisit perhatian. Gejala pisitif adalah asosiasi longgar, halusinasi, perilaku aneh, dan
bertambah banyaknya pembicaraan. Pasien tipe I cenderung memiliki sebagian besar gejala
positif, struktur yang normal pada CT, dan respon yang baik tehadap pengobatan. Pasien tipe
II cenderung memiliki sebagian besar gejala negative, kelainan tak struktural pada
pemeriksaan, dan respon buruk terhadap pengobatan.
16

Subtipe Lain
Penentuan subtipe skizofenia mempunyai riwayat yang panjang, dan skema subtype
lain dapat ditemukan di dalam literature, khususnya Negara-negara selain Amerika Serikat.
Namun ada beberapa subtype tersebut adalah menjelaskan katanya sendiri (selfexplanatory) sebagai contohnya, onset akhir (late-onset), masa anak-anak dan proses.
Skizofrenia onset akhir biasanya didefinisikan sebagai skizofrenia yang mempunyai onset
setelah usia 45 tahun. Skizofrenia dengan onset masa anak-anak hanya disebut skizofrenia,
di dalam DSM-IV, walaupun di dalam literatur di Amerika Serikat cenderung menamainya
skizofrenia masa anak-anak,childhood schizophrenia. Skizopfrenia proses berarti skizofrenia
yang menimbulkan kecacatan dan keruntuhan.
Bouffee delirante (psikosis delusional akut).

Konsep diagnosis Perancis ini

dibedakan dari skizofrenia, terutama atas dasar lama gejala yang kurang dari tiga bulan.
Diagnosis adalah mirip dengan diagnosis gangguan skizoform di dalam DSM-VI. Klinisi
Perancis melaporkan bahwa kira-kira 40% diagnosis bouffee delirante berkembang dalam
penyakitnya dan akhirnya diklasifikasikan sebagai menderita skizofrenia.
Laten. Konsep skizofrenia laten dikembangkan selama suatu waktu saat terdapat
konseptual diagnosis skizofrenia yang luas. Sekarang, pasien harus sangat sakit mental untuk
mendapatkan diagnosis skizofrenia; tetapi pada konseptualisasi diagnostic skizofrenia yang
luas, pasien yang sekarang ini tidak terlihat sakit berat dapat mendapatkan diagnosis
skizofrenia.

Sebagai contohnya, skizofrenia laten sering merupakan diagnosis yang

digunakan bagi pasien dengan apa yang sekarang dinamakan gangguan kepribadian schizoid
fan skizotipal. Pasien tersebut mungkin kadang-kadang menunjukkan perilaku aneh atau
gangguan pikiran tetapi tidak secara terus-menerus memanifestasikan gejala psikotik.
Sindroma juga dinamakan skizofrenia ambang (borderline schizophrenia) di masa lalu.
Oneiroid.

Keadaan oneroid adalah suatu keadaan mirip mimpi dimana pasien

mungkin sangat kebingungan dan tidak sepenuhnya terorientasi terhadap waktu dan tempat.
Istilah skizofrenk oneiroid telah digunakan bagi pasien skizofrenik yang khusus nya terlibat
di dalam pengalaman halusinasinya untuk mengeluarkan keterlibatan dalam dunia nyata. Jika
terdapat keadaam oneiroid, klinisi harus berhati-hati dalam memeriksa pasien untuk adanya
suatu penyebab medis atau neurologis dan gejala tersebut.

17

Parafrenia.
paranoid.

Istilah ini sering kali digunakan sebagai sinonim untuk skizofrenia

Dalam pemakaan lain istilah digunakan untuk perjalanan penyakit yang

memburuk secara progresif atau adanya sistem waham yang tersusun baik. Arti ganda dari
istilah ini menyebabkannya tidak sangat berguna dalam mengkomunikasikan informasi.
Pseudoneurotik. Kadang-kadang pasien yang awalnya menunjukkan gejala tertentu
seperti kecemasan, fobia, obsesi, dan kompulsi selanjutnya menunjukkan gejala gangguan
pikiran dan psikosis.

Pasien tersebut ditandai oleh gejala panansie tas, panfobia,

panambivalensi dan kadang-kadang seksualitas yang kacau.

Tidak seperti pasien yang

menderita gangguan kecemasan, mereka mengalami kecemasan yang mengalir bebas (freefloating) dan yang dengan sulit pernah menghilang.

Di dalam penjelasan klinis pasien,

mereka jarang menjadi psikotik secara jelas dan parah.


Skizofrenia Simpleks. Seperti pada skizofrenia laten istilah skizofrenia simpleks
digunakan selama suatu periode dimana skizofrenia mempunyai konseptualisasi diagnostic
yang luas. Skizofrenia simpleks ditandai oleh hilangnya dorongan dan amibisi yang bertahap
dan tidak kentara. Pasien dengan gangguan biasanya tidak secara jelas psikotik dan tidak
mengalami halusinasi atau waham yang menetap. Gejala utama adalah penarikan diri dari
situasi social dan yang berhubungan dengan pekerjaan. Sindroma mungkin mencerminkan
depresi, fobia, demensia, atau suatu eksaserbasi sifat keperbadian. Klinis harus pasti bahwa
pasien benar- benar memenuhi kriteria diagnostik untuk skizofrenia sebelum membuat
diagnosis tersebut. Untuk mempertahankannya, gangguan deteroriatif simpleks (skizofrenia
simpleks) ditemukan sebagai suatu criteria diagnostic di apendiks DSM-IV.

E. GAMBARAN KLINIS
Tanda dan gejala klinis skizofrenia menimbulkan tiga masalah inti. Pertama, tidak ada
tanda atau gejala yang patognomonik untuk skizofrenia: setiap tanda atau gejala yang
ditemukan pada skizofrenia dapat ditemukan di gangguan psikiatrik atau neurologis yang
lainnya. Pengamatan tersebut adalah berbeda dengan pendapat klinis yang sering terdengar
bahwa tanda dan gejala tertentu diagnostik untuk skizofrenia. Dengan demekian, seorang
klinisi tidak dapat mendiagnosis skizofrenia semata-mat dengan suatu pemeriksaan status
mental. Riwayat pasien adalah penting untuk diagnosis skizofrenia. Kedua, gejala pasien
berubah dengan berjalannya waktu,sebagai contohnya, seorang pasien mungkin memiliki
18

halusinasi intemiten dan berbagai kemampuan untuk dilakukan secara adekuat di dalam
situasi social. Atau, contoh lain, atau gejala bermakna dari gangguan mood mungkin juga
timbul dan menghilang selama perjalanan skizofrenia. Ketiga, klinisi harus memperhitungkan
tingkat pendidikan pasien, kemampuan intelektual, dan keanggotaan cultural dan subkultural.
Sebagai contohnya, suatu gangguan kemampuan untuk mengerti konsep yang abstrak, dapat
mencerminkan pendidikan atau kecerdasan pasien. Berbagai oragnisasi keagamaan dan kultur
mungkin mempunyai kebiasaan yang terlihat aneh bagi pihak luar tetapi dianggap sangat
normal bagi mereka yang berada di dalam lingkungan kultural tersebut.
Tanda dan Gejala Premorbid
Di dalam rumusan teoritis tentang perjalanan skizofrenia, tanda dan gejala pramorbid
tampak sebelum fase prodromal dari penyakit. Perbedaan tersebut berarti bahwa dan gejala
dan tanda premorbid ada sebelum proses penyakit menunjukkan dirinya dan tanda serta gejala
prodromal adalah bagian dari gangguan yang sedang berkembang. Riwayat pramorbid yang
tipikal tetapi tidak tanpa kecuali dari pasien skizofrenia adalah bahwa mereka mempunyai
kepribadian schizoid atau schizotipal. Kepribadian tersebut mungkin ditandai sebagai
pendiam, pasif, dan introvert; sebagai akibatnya, anak memiliki sedikit teman. Seorang remaja
praskizofrenik mungkin tidak memiliki teman dekat dan tidak memiliki pacar dan mungkin
menghindari olahraga tim. Remaja tersebut mungkin senang menonton film atau televisi atau
mendengarkan music untuk keluar dari aktivitas social.
Tanda dan gejala prodromal, hampir tanpa kecuali dikenali secara retrospektif setelah
diagnosis skizofrenia dibuat. Dengan demikian, kebasahannya menjadi tidak pasti jika
skizofrenia didiagnosis, pengingatan retrospektif tentang tanda dan gejala awal adalah
terpengaruhi. Namun demikian, walaupun perawatan di rumah sakit yang pertama kali seirng
dianggap sebagai awal gangguan, tanda dan gejala seirngkali telah ada selama berbulan-bulan
bahkan bertahun-tahun. Tnada dan gejala tersebut telah dimulai dengan keluhan di sekitar
gejala somatic, seperti nyeri kepala, nyeri punggung, dan otot, kelemahan, dan masalah
pencernaan. Diagnosis awal mungkin gangguan berpura-pura atau gangguan somatisasi.
Keluarga dan teman-teman akhirnya memperhatikan bahwa orang tersebut telah berubah dan
tidak lagi berfungsi baik di dalam aktifitas pekerjaan, social, dan pribadi. Selama stadium
tersebut pasien mungkin mulai mengembangkan minat baru di dalam gagasan abstrak
filososfi, ilmu gaib, atau masalah keagamaan. Tanda dan gejala prodromal tambahan adalah
perilaku yang sangat aneh, afek yang abnormal, bicara yang tidak lazim, gagasan aneh, dan
pengalaman perceptual yang asing.
19

Pemeriksaan Status Mental


Penjelasan umum. Penampilan umum dari pasien skizofrenia dapat bermacammacam, dari orang yang sama sekali acak-acakan, berteriak-teriak, teragitasi, sampai orang
yang berdandan secara obsesif, sangat tenang, dan tidak bergerak. Diantara kedua kutub
tersebut, pasien mungkin senang berbicara dan mungkin menunjukkan postur tubuh yang
aneh. Perilaku mungkin menjadi teragitasi atau menyerang, tampaknya dalam suatu cara yang
tidak terprovokasi tetapi biasanya sebagai respon terhadap halusinasi. Perilaku tersebut
berbeda secara dramatis pada stupor katatonik, seringkali hanya disebut katatonia, dimana
pasien tampaknya tanpa kehidupan sama sekali dan mungkin menunjukkan tanda seperti
kebisuan, negativism, dan kepatuhan otomatis. Fleksibilitas lilin (waxy flexibility) digunakan
untuk tanda umum pada katatonia, tetapi hal ini sekarang adalah jarang (Gambar 13-6).
Presentasi yang kurang ekstrim dan tipe tersebut mungkin adalah penarikan diri dari
lingkungan social yang jelas dan egosentrisitas, tidak adanya bicara atau gerakan spontan dan
tidak adanya perilaku yang diarahkan tujuan. Pasien katatonik mungkin duduk tanpa bergerak
dan tidak berbicara di kursinya, berespon terhadap pertanyaan hanya dengan jawaban yang
singkat, dan bergerak hanya bila diperintah. Perilaku lain yang jelas mungkin adalah
kecanggungan atau kekakuan yang aneh dalam pergerakan tubuh, tanda yang sekarang terlihat
sebagai kemungkinan menyatakan patologi di ganglia basalis. Pasien skizofrenik seringkali
memiliki dandanan yang buruk, tidak mandi, dan berpakaian ynag terlalu tebal bagi
temperatur lingkungan di sekelilingnya. Perilaku aneh lainnya adalah tics, streotipik,
manerisme, dan kadang-kadang ekopraksia, dimana pasien meniru postur atau perilaku
pemeriksa.
Perasaan Prekoks (Precox Feeling). Beberapa klinisi melaporkan suatu perasaan
prekoks, suatu pengalaman intuitif dalam kemampuan mereka menegakkan rapport emosional
dengan pasien. Walaupun pengalaman ini adalah sering, tidak ada data yang menyatakan
bahwa hal tersebut merupakan criteria yang sah atau dapat dipercaya dalam diagnosis
skizofrenia.
Mood, perasaan, dan afek. Depresi dapat merupakan suatu ciri psikosis akut dan
suatu akibat dari suatu episode psikotik. Gejala depresif kadang-kadang disebut sebagai
depresi sekunder pada skizofrenia atau sebagai gangguan depresif pasca psikotik dari
skizofrenia. Beberapa penelitian bahwa kira-kira pasien skizofrenia memenuhi criteria untuk
gangguan depresif pasca psikotik dari skizofrenia yang didefinisikan secara cermat. Beberapa
data menunjukkan bahwa depresi berhubungan dengan gejala ekstrapiramidalis akibat anti
20

psikotik. Data tersebut dapat mengarahkan bahwa pasien skizofrenik dengan ciri depresif
adalah rentan terhadap efek samping ekstrapiramidalis dari antipsikotik. Irama perasaan lain
adalah kebingungan, terror, perasaan terisolasi, dan ambivalensi yang melanda.
Gejala Afektif Lainnya. Dua gejala afektif lain yang sering ditemukan dalam
skizofrenia adalah penurunan responsivitas emosional, yang seringkali cukup parah sehingga
memerlukan label anhedonia, dan emosi yang sangat aktif dan tidak sesuai, seperti
penyerangan yang ekstrim, kegembiraan, dan kecemasan. Suatu afek yang datar atau tumpul,
dapat merupakan suatu gejala penyakitnya sendiri, efek samping parkinsonisme dari medikasi
anti psikotik, atau depresi. Perbedaan gejala tersebut dapat merupakan tantangan klinis.
Pasien yang sangat emosional mungkin menggambarkan perasaan kemahakuasaan yang
meluap-luap, kegembiraan religious yang luar biasa, terror tentang disintegrasi jiwa mereka,
atau kecemasan yang melumpuhkan tentang keruntuhan jagad raya.
Gangguan persepsi. Pada pasien psikiatrik semua dari lima indera dapat dipengaruhi
oleh pengalaman halusinasi. Tetapi halusinasi yang paling seirng adalah halusinasi dengar.
Suara-suara yang seringkali mengancam, kotor, menuduh, atau menghina. Dua atau lebih
suara dapat saling berbicara satu sama lainnya, atau sebuah suara mungkin berkomentar
tentang perilaku atau kehidupan pasien. Halusinasi lihat sering ditemukan, tetapi halusinasi
raba, cium, kecap, jarang ditemukan; keberadaan halusinasi tersebut harus segera
mengarahkan dokter untuk mempertimbangkan kemungkinan gangguan medis atau
neurologis yang mendasari yang menyebabkan keseluruhan sindroma.
Halusinasi kenestetik. Halusinasi kenestetik (cenestetic hallucination) adalah sensasi
perubahan keadaan organ tubuh yang tidak mempunyai dasar. Contoh dari halusinasi
kenestetik adalah perasaan terbakar di otak, sensasi mendorong di pembuluh darah, dan
sensasi memotong di sumsum tulang.
Ilusi. Ilusi, berbeda dari halusinasi, adalah suatu penyimpangan (distorsi) dari citra
atau sensasi sesungguhnya, sedangkan halusinasi tidak didasarkan pada sensasi yang nyata.
Ilusi dapat terjadi pada pasien skizofrenia selama fase aktif gangguan, tetapi juga terdapat
terjadi fase prodromal dari gangguan selama periode remisi. Bilamana ilusi atau halusinasi
terjadi, klinisi harus mempertimbangkan kemungkinan penyebab gejala yang berhubungan
dengan obat, bahkan pada seorang pasien yang telah mendapatkan diagnosis skizofrenia.

21

Pikiran. Gangguan berpikir adalah gejala yang paling sulit untuk dimengerti bagi
banyak klinisi dan mahasiswa. Gangguan berpikir pada kenyataannya dapat merupakan gejala
inti dari skizofrenia. Salah satu cara untuk memperjelas gangguan berpikir adalah
membaginya jadi gangguan isi pikiran, bentuk pikiran, dan proses berpikir.
Isi pikiran. Gangguan isi pikiran mencerminkan gagasan, keyakinan, dan interpretasi
pasien tentang stimuli. Waham adalah contoh yang paling jelas dari gangguan isi pikiran.
Waham dapat bervariasi pada pasien skizofrenia, waham kejar kebesaran, keagamaan, atau
somatic. Pasien mungkin percaya bahwa lingkungan luar mengendalikan pikiran atau perilaku
mereka, atau sebaliknya bahwa mereka mengendalikan kejadian-kejadian dalam cara yang
luar biasa (sebagai contohnya, menyebabkan matahari terbit dan tenggelam dan mencegah
gempa bumi). Pasien mungkin memiliki keasyikan atau preokupasi yang kuat dan
menghabiskan waktu dengan gagasan yang hanya dapat diketahui dan dipahami oleh orang
tertentu saja atau esoteric, abstrak, simbolik psikologis, atau filosofi. Pasien mungkin juga
memperhatikan kondisi somatic yang diduga mengancam kehidupan tetapi sangat kacau dan
tidak masuk akal, sebagai contohnya adanya benda asing di dalam testis pasien dan
mempengaruhi kemampuannya untuk memiliki anak.
Kalimat kehilangan ikatan ego menggambarkan hilangnya perasaan yang jernih
dimana tubuh dan pikiran pasien sendiri, dan mempengaruhi akhir dan dimana objek hidup
dan ojek mati lainnya dimulai. Sebagai contohnya, pasien mungkin berfikir bahwa orang lain,
televisi, atau surat kabar menyangkut dirinya (ideas of reference). Gejala lain hilangnya
ikatan ego adalah perasaan pasien bergabung dengan objek luar (sebagai contohnya, sebatang
pohon atau orang lain) atau bahwa pasien telah terdisintegrasi dan bergabung dengan jagat
raya. Dengan keadaan pikiran tersebut, pasien skizofrenik memiliki keraguan seperti jenis
kelamin apa mereka itu atau apa orientasi seksual mereka.

Gejala tersebut tidak boleh

dikacaukan dengan transvestisme, transeksualitas, homoseksualitas.


Bentuk Pikiran. Gangguan bentuk pikiran secara objektif terlibat dalam ucapan dan
bahasa tulisan pasien. Gangguan berupa kelonggaran asosiasi, hal yang keluar dari jalurnya,
inkoherensi, tangensialitas, sirkumstansialitas, neologisme, ekolalia, ferbigerasi, gado-gado
kata dan mutisme.

Walaupun kelonggaran asosiasi pernah digambarkan sebagai

patognomonik untuk skizofrenia, gejala sering kali ditemukan pada mania. Membedakan
antara kekenduran asosiasi dan tangensialitas mungkin sulit bahkan bagi dokter yang paling
berpengalaman.
22

Proses Pikiran.

Gangguan proses pikiran mempermasalahkan cara gagasan dan

bahasa dibentuk. Pemeriksa menemukan gangguan dari apa dan bagaimana pasien berbicara,
menulis atau menggambar. Pemeriksa juga menilai proses berfikir pasien dengan mengamati
perilaku pasien khususnya dalam melakukan tugas tertentu dalam terapi kerja (occupational
therapy) sebagai contohnya. Gangguan proses berfikir dapat berupa flight of ideas, hambatan
pikiran (thought blocking), gangguan perhatian, kemiskinan isi pikiran, kemampuan abstraksi
yang buruk, perseverasi, asosiasi idiosinkratik (sebagai contohnya, predikat identik dan
asosiasi bunyi), melibatkan diri secara berlebihan (over-inclusion), dan sirkumstansial.
Impulsivitas, bunuh diri, dan pembunuhan. Pasien dengan skizofrenia mungkin
teragitasi dan mempunyai pengendalian impuls yang kecil jika mereka sakit. Mereka juga
memiliki kepekaan social yang menurun, tampak menjadi impulsive sesaat, sebagai
contohnyam mereka merebut rokok orang lain, mengganti saluran televisi secara tiba-tiba atau
membuang makanan di lantai. Beberapa perilaku yang tampaknya impulsive, termasuk usaha
bunh diri atau pembunuhan, mungkin sebagai respon dari halusinasi yang memerintah pasien
untuk melakukan hal tersebut.
Bunuh diri. Kira-kira 50% dari semua pasien skizofrenik melakukan usaha bunuh diri,
dan 10-15% pasien skizofrenik meninggal akibat bunuh diri. Kemungkinan factor yang paling
kurang diperhitungkan yang terlibat di dalam bunuh diri pasien skizofrenik adalah depresi
yang dikelirukan sebagai afek yang mendatar atau efek samping medikasi. Pencetus lain
untuk bunuh diri adalah perasaan kekosongan yang mutlak, kebutuhan untuk membebaskan
diri dari penyiksaan mental, atau halusinasi dengar yang memerintah pasien untuk membunuh
dirinya sendiri. Faktor resiko untuk bunuh diri adalah kesadaran pasien akan penyakitnya,
jenis kelamin laki-laki, pendidikan perguruan tinggi, usia muda, perubahan dalam perjalanan
penyakit, suatu perbaikan setelah suatu relaps, ketergantungan pada rumah sakit, ambisi yang
terlalu tinggi, usaha bunuh diri sebelumnya pada awal perjalanan penyakit dan tinggal
sendirian.
Pembunuhan. Walaupun perhatian sensasional yang diberikan media massa jika
seorang pasien dengan skizofrenik membunuh seseorang, data yang tersedia menyatakan
bahwa seorang pasien skizofrenik tidak lebih mungkin melakukan pembunuhan dibandingkan
seorang anggota populasi umum. Jika seorang pasien skizofrenik memang melakukan bunuh
diri, hal tersebut mungkin dilakukan untuk alasan yang tidak dapat diperkirakan atau kacau
yang didasarkan pada halusinasi atau waham. Predictor yang mungkin untuk aktivitas
23

membunuh adalah riwayat kekerasan sebelumnya, perilaku berbahaya saat dirawat di rumah
sakit, dan halusinasi atau waham yang melibatkan kekerasan tersebut.

Sensorium Dan Kognisi


Orientasi. Pasien skizofrenik biasanya terorientasi terhadap orang, waktu, dan tempat.
Tidak terdapatnya orientasi tersebut harus langsung mengarahkan klinisi untuk memeriksa
kemungkinan gangguan otak medis atau neurologis. Beberapa pasien skizofrenik dapat
memberikan jawaban yang tidak tepat atau aneh terhadap pertanyaan orientasi- sebagai
contohnya saya adalah Tuhan; di sini adalah surga; dan sekarang adalah tahun 35 Masehi.
Daya ingat. Daya ingat, seperti yang diuji pada pemeriksaan status mental, biasanya
intak. Tetapi, dapat tidak mungkin untuk meminta pasien cukup memperhatikan pengujian
daya ingat untuk dapat diujinya kemampuan tersebut secara adekuat.
Pertimbangan dan Tilikan. Biasanya, pasien skizofrenik digambarkan sebagai
memiliki tilikan yang buruk terhadap sifat dan keparahan penyakitnya. Tidak adanya tilikan
dihubungkan dengan kepatuhan terhadap pengobatan yang buruk. Saat memeriksa pasien
skizofrenik, klinisi harus secara cermat menentukan berbagai aspek dari tilikan, seperti
kesadaran akan gejala, kesulitan dalam bersama-sama dengan orang lain dan alasan masalah
tersebut. Informasi tersebut adalah berguna secara klinis dalam menyusun strategi pengobatan
dan secara teoritis berguna dalam memperkirakan daerah otak mana yang berperan terhadap
hilangnya tilikan yang diamati (sebagai contohnya, lobus parietalis).
Reliabilitas. Seorang pasien skizofrenik tidak kurang dapat dipercaya dari pasien
psikiatrik atau nonpsikiatrik lainnya. Tetapi, sifat gangguan mengharuskan pemeriksa untuk
memperjelas informasi penting melalui sumber tambahan.

Temuan Neurologis
Tanda neurologis yang melokalisasi dan tidak melokalisasi (masing-masing juga
dikenal sebagai tanda keras dan tanda lunak) telah dilaporkan lebih seirng terdapat pada
pasien dengan skizofrenia daripada pasien psikiatrik lainnya. Tanda yang tidak melokalisasi
adalah disdiadokokinesia, asterognosis, tanda cerm in, reflex primitive, dan hilangnya
ketangkasan. Adanya tanda dan gejala neurologis berhubungan meningkatnya keparahan
penyakit, penumpulan afektif, dan prognosis yang buruk. Tanda neurologis abnormal lainnya
24

adalah tics, stereotipik, seringai (grimacing), gangguan keterampilan motorik yang halus,
tonus motorik abnormal, dan gerakan yang abnormal. Satu penelitian telah menemukan
bahwa kira-kira 25% pasien skizofrenik menyadari gerakan involunter yang abnormalnya dan
tidak adanya kesadaran tersebut adalah berhubungan dengan tidak adanya tilikan tentang
gangguan psikiatrik utama dan lamanya penyakit.
Pemeriksaan mata. Di samping gangguan pada pengejaran ocular yang halus, pasien
skizofrenia mempunyai kecepatan kejapan yang lebih tinggi. Peningkatan kecepatan kejapan
diperkirakan mencerminkan aktivitas hiperdopaminergik. Pada primata, kejapan dapat
ditingkatkan dengan agonis dopamine dan diturunkan oleh antagonis dopamine.
Bicara. Walaupun gangguan bicara pada skizofrenik (sebagai contohnya, kelonggaran
asosias) secara klasik dianggap menyatakan suatu gangguan berpikir, gangguan bicara juga
dapat menyatakan suatu forme fruste dari afasia, kemungkinan yang mengenai lobus parietalis
dominan. Ketidakmampuan pasien skizofrenik untuk merasakan prosodi bicara atau untuk
mengubah bicaranya sendiri dapat dipandang sebagai gejala neurologis dari gangguan lobus
parietalis non dominan. Gejala mirip lobus parietalis lainnya pada skizofrenia adalah
ketidakmampuan melakukan tugas (apraksia) , disorientasi kanan dan kiri, dan tidak adanya
keprihatinan tentang gangguannya.

Temuan Fisik Lain


Meningkatnya insidensi anomali fisik minor berhubungan dengan diagnosis
skizofrenia. Anomaly tersebut paling sering berhubungan dengan stadium awal, pertumbuhan
embrionik dan janin, biasanya selama trimester pertama. Anomaly fisik tersebut telah
dilaoprkan ditemukan pada 30-75% pasien skizofrenik, dibandingkan dengan 0-13% orang
normal. Beberapa penelitian sekarang telah menyatakan bahwa adanya anomaly lebih sering
pada laki-laki dibandingkan wanita dan kemungkinan berhubungan dengan factor genetika,
walaupun komplikasi obstetric tidak dapat disingkirkan dari factor penyebab.

Tes Psikologis
Pada umumnya pasien skizofrenik berkelakuan sama dengan pasien gangguan mental
organic. Data konsisten dengan gagasan bahwa skizofrenia adalah suatu penyakit otak yang
mengganggu fungsi normal dari banyak kemampuan kognitif. Pasien skizofrenik biasanya
25

memberikan hasil buruk terhadap berbagai macam tes psikologis. Tetapi, satu penelitian
terakhir

membandingkan

kinerja

neuropsikologi

pada

kembar

skizofrenia

dengan

monozigotiknya yang tidak menderita skizofrenia. Penelitian tersebut menemukan bahwa


kewaspadaaan, daya ingat, dan pembentukan konsep, adalah yang paling sering terpengaruh
dan menyatakan bahwa pola adalah paling konsisten dengan patologi di korteks
frontotemporalis. Selain itu, penelitian menemukan bahwa gangguan tersebut paling mungkin
berhubungan dengan proses penyakit itu sendiri dan tidak berperan sebagai pertanda sifat
genetic atau factor lingkungan.
Tes neuropsikologis. Pemeriksaan neuropsikologis normal dari fungsi kognitif pada
pasien skizofrenik seringkali dapat memberikan data yang berguna secara klinis. Pengukuran
objektif kinerja neuropsikologis seperti urutan Halstead-Reitan dan urutan Luria-Nebraska,
seringkali memberikan hasil yang abnormal, tetapi hasil tersebut dapat mengarahkan
pendekatan praktis yang diambil bagi pasien yang memperhitungkan kelemahan kognitifnya.
Pada umumnya, hasil tes adalah konsisten dengan disfungsi lobus frontalis dan temporalis
bilateral, termasuk gangguan pada perhatian, pengingatan waktu, dan kemampuan
memecahkan masalah.
Tes intelegensia. Jika sekelompok pasien skizofrenik jika dibandingkan dengan
kelompok psikiatrik non skizofrenik atau dengan populasi umum, pasien skizofrenik
cenderung memiliki nilai tes intelegensia yang lebih rendah. Secara statistic, bukti-bukti
menyatakan bahwa intelegensia yang rendah seringkali ditemukan pada saat onset dan
intelegensia dapat terus memburuk dengan perkembangan penyakit.
Tes proyektif dan kepribadian. Tes proyektif-sebagai contohnya, tes Rorschach dan
Thematic Apperception Test (TAT)-dapat menyatakan gagasan yang kacau. Penelitian
kepribadian-sebagai contohnya Minnesota Multiphasic Personality Inventory (MMPI)seringkali memberikan hasil abnormal pada skizofrenia tetapi peranannya terhadap diagnosis
dan rencana pengobatan adalah minimal.

F. DIAGNOSIS BANDING
Gangguan Psikotik Sekunder dan Akibat Obat
Gejala psikosis dan katatonia dapat disebabkan oleh berbagai macam keadaan medis
nonpsikiatrik dan dapat diakibatkan oleh berbagai macam zat. Jika psikosis atau katatonia
26

disebabkan oleh kondisi medis nonpsikiatrik atau diakibatkan oleh suatu zat, diagnosis yang
paling sesuai adalah gangguan psikotik akibat kondisi medis umum, gangguan psikotik akibat
zat. Manifestasi psikiatrik dari banyak kondisi medis nonpsikiatrik dapat terjadi awal dalam
perjalanan penyakit seringkali sebelum perkembangan gejala lain. Dengan demikian, klinisi
harus mempertimbangkan berbagai macam kondisi medis nonpsikiatrik didalam diagnosis
banding psikosis, bahkan tanpa adanya gejala fisik yang jelas. Pada umumnya, pasien dengan
gangguan neurologis mempunyai lebih banyak tilikan pada penyakitnya dan lebih menderita
akibat gejala psikiatriknya daripada pasien skizofrenik, suatu kenyataan yang dapat membantu
klinisi untuk membedakan kedua kelompok pasien tersebut.
Saat memeriksa seorang pasien psikotik, klinisi harus mengikuti tiga pedoman umum
tentang pemeriksaan keadaan nonpsikiatrik. Pertama, klinisi harus cukup agresif dalam
mengejar kondisi medis nonpsikiatrik jika pasien menunjukkan adanya gejala yang tidak
lazim atau jarang atau adanya variasi dalam tingkat kesadaran. Kedua, klinisi harus berusaha
untuk mendapatkan riwayat keluarga yang lengkap, termasuk riwayat gangguan medis,
neurologis dan psikiatrik. Ketiga, klinisi harus mempertimbangkan kemumungkinan suatu
kondisi medis nonpsikiatrik, bahkan pada pasien dengan diagnosis skizofrenia sebelumnya.
Seorang pasien skizofrenia mempunyai kemungkinan yang sama untuk menderiya tumor otak
yang menyebabkan gejala psikotik dibandingkan soerang pasien yang non skizofrenik.

Berpura-pura dan Gangguan Buatan


Baik berpura-pura atau gangguan buatan mungkin merupakan suatu diagnosis yang
sesuai pada pasien yang meniru gejala skizofrenia tetapi sebenarnya tidak menderita
skizofrenia. Orang telah menipu menderita gejala skizofrenik dan dirawat dan diobati di
rumah sakit psikiatrik. Orang yang secara lengkap mengendalikan produksi gejalanya
mungkin memenuhi diagnosis berpura-pura (malingering); pasien tersebut biasanya memiliki
alasan finansial dan hukum yang jelas untuk dianggap gila. Pasien yang kurang mengendalian
pemalsuan gejala psikotiknya, mungkin memenuhi diagnosis suatu gangguan buatan
(factitious disorder). Tetapi, beberapa pasien dengan skizofrenia seringkali secara palsu
mengeluh eksaserbasi gejala psikotik untuk mendapatkan gejala lebih banyak atau untuk
dapat dirawat di rumah sakit.
Gangguan Psikotik Lain
27

Gejala psikotik yang terlihat pada skizofrenik mungkin identik dengan gangguan yang
terlihat pada gangguan skizofeniform, gangguan psikotik singkat, dan gangguan sizoafektif.
Gangguan skizofreniform berbeda dari skizofrenia karena memeiliki lama (durasi) gejala
yang sekurang nya satu bulan tetapi kurang daripada enam bulan. Gangguan psikotik singkat
adalah diagnosis yang tepat jika gejala berlangsung sekurangnya satu hari tetapi kurang dari
satu bulan dan jika pasien tidak kembali ke fungsi premorbid nya. Gangguan skizoafektif
adalah diagnosis yang tepat jika sindroma manik atau depresif berkembang bersama-sama
atau dengan gejala utama skizofrenia.
Suatu diagnosis gangguan delusional diperlukan jika waham yang tidak aneh (non
bizare) telah ada selama sekurangnya satu bulan tanpa adanya gejala skizofrenia lainnya atau
suatu ganggun mood.
Gangguan Mood
Diagnosis banding skizofrenia dan gangguan mood dapat sulit, tetapi penting karena
tersedianya pengobatan yang spesifik dan efektif untuk mania dan depresif. Gejala afektif atau
mood pada skizofrenia harus relatif singkat terhadap lama gejala primer. Tanpa adanya
informasi dari pemeriksaan status mental, klinisi harus menunda diagnosis akhir atau harus
menganggap adanya suat gangguan mood, bukannya membuat diagnosis skizofrenia secara
prematur.
Gangguan Kepribadian
Berbagai gangguan kepribadian dapat ditemukan dengan suatu ciri skizofrenia;
gangguan kepribadian skizotipal, skizoid, dan ambang adalah gangguan kepribadian dengan
gejala yang paling mirip. Gangguan kepribadian tidak seperti skizofrenia, mempunyai gejala
yang ringan, suatu riwayat ditemukannya gangguan selama hidup pasien, dan tidak adanya
onset tunggal yang dapat diidentifikasi.

G. PERJALANAN PENYAKIT DAN PROGNOSIS


Perjalanan Penyakit
Suatu pola gejala premorbid mungkin merupakan tanda pertama dari penyakit,
walaupun arti gejala biasa hanya dikenali secara retrospektif. Secara karakteristik, gejala
28

dimulai pada masa remaja, diikuti dengan perkembangan gejala prodromal dalam beberapa
hari sampai beberapa bulan. Onset gejala yang mengganggu terlihat dicetuskan oleh suatu
perubahan sosial atau lingkungan, seperti pindah sekolah, pengalaman dengan zat, atau
kematian sanak saudara. Sindroma prodromal dapat berlangsung selama satu tahun atau lebih
sebelum onset gejala psikotik yang jelas.
Setelah episode psikotik yang pertama, pasien memeiliki periode pemulihan yang
bertahap, yang dapat diikuti oleh lamanya periode fungsi yang relatif normal. Tetapi, relaps
biasanya terjadi, dan pola umum dari penyakit yang ditemukan dalam lima tahun pertama
setelah diagnosis biasanya memperkirakan perjalanan penyakit yang diikuti pasien. Masingmasing relaps psikosis juga diikuti oleh pemburukan lebih lanjut pada fungsi dasar pasien.
Perjalanan klasik skizofrenia adalah satu eksaserbasi dan remisi. Pembedaan utama antara
skizofrenia dan gangguan mood adalah pada pasien skizofrenia gagal kembali ke fungsi dasar
setelah masing-masing relaps. Seringkali suatu depresi pasca psikotik yang dapat diobservasi
secara klinis mengikuti episode psikotik, dan kerentanan pasien skizofrenik terhadap stres
biasanya selama hidup. Gejala positif cenderung menjadi kurang parah dengan berjalannya
waktu, tetapi gejala negatif yang menimbulkan ketidakmampuan secara sosial atau gejala
defisit dapat meningkat keparahannya. Walaupun kira-kira sepertiga dari semua pasien
skizofrenik mempunyai eksistensi sosial yang merginal atau terintegrasi, sebagian besar
memiliki kehidupan yang ditandai oleh tidak adanya tujuan, inaktifitas, perawatan di rumah
sakit yang sering, dan di lingkungan perkotaan, tunawisma dan kemiskinan.
Prognosis
Beberapa penelitian telah menemukan bahwa lebih dari periode 5 sampai 10 tahun
setelah perawatan psikiatrik pertama kali di rumah sakit karena skizofrenia, hanya kira-kira
10-20% pasien dapai digambarkan memiliki hasil yang baik. Lebih dari 50% pasien dapat
digambarkan memiliki hasil yang uruk, dengan perawatan di rumah sakit yang berulang,
eksaserbasi gejala, episode gangguan mood yang berat, dan usaha bunuh diri. Walaupun
terdapat angka-angka yang kurang bagus tersebut, skizofrenia memang tidak selalu memiliki
perjalanan penyakit yang memburuk, dan sejumlah faktor telah dihubungkan dengan
prognosis yang baik.
Rentang angka pemulihan yang dilaporkan di dalam literatur adalah dari 10-60%, dan
perkiraan yang beralasan adalah bahwa 20-30% dari semua pasien skizofrenik mampu untuk
29

menjalani kehidupan yang agak normal. Kira-kira 20-30% dari pasien terus mengalami gejala
yang sedang, dan 40-60% dari pasien terus tergangggu secara bermakna oleh gangguannya
selama seluruh hidupnya. Pasien skizofrenik memang jauh kurang baik dibandingkan pasien
dengan gangguan mood, walaupun 20-25% pasien dengan gangguan mood juga terganggu
parah pada follow-up jangka panjang.

BAB III
PENUTUP
Skizofrenia merupakan suatu deskripsi sindrom dengan variasi penyebab (banyak
belum diketahui) dan perjalanan penyakit (tak selalu bersifat kronis atau deteriorating) yang
luas, serta sejumlah akibat yang tergantung pada perimbangan pengaruh genetic, fisik, dan
social budaya.

30

Pada umumnya ditandai oleh penyimpangan yang fundamental dan karakteristik dari
pikiran dan persepsi, serta oleh afek yang tidak wajar (inappropriate) atau tumpul (blunted).
Kesadaran yang jernih (clear consciousness) dan kemampuan intelektual biasanya tetap
terpelihara, walaupun kemunduran kognitif tertentu dapat berkembang kemudian.
Gangguan Skizofrenia berdasarkan PPDGJ III yaitu skizofrenia paranoid, skizofrenia
heberenik, skizofrenia katatonik, skizofrenia tak terinci, depresi pasca-skizofrenia, skizofrenia
residual, skizofrenia simpleks, skizofrenia lainnya, skizofrenia YTT.

Beberapa kriteria

diagnostik untuk subtipe skizofrenia menurut DSM-IV yaitu tipe paranoid, tipe
terdisorganisasi, tipe katatonik, tipe tak tergolongkan, dan tipe residual.

DAFTAR PUSTAKA
1. Kaplan, H.l dan Saddock B.J. 1993. Comprehensive Textbook of Psychiatry vol.2 6th
edition. USA: Williams and Wilikins Baltimore.
2. Tomb, D. A. 2004.Buku Saku Psikiatri. Edisi 6. EGC : Jakarta
3. Wiguna, Imade (editor). 1997. Sinopsis Psikiatri jilid 2. Jakrta: BinanupaAksara.
31

4. Maramis, W.F. 2005. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa cetakan kesembilan. Airlangga
University Press : Surabaya
5. Pardamean E. 2007. Simposium Sehari Kesehatan Jiwa Dalam Rangka Menyambut
Hari Kesehatan Jiwa Sedunia : Gangguan Somatoform. Ikatan Dokter Indonesia
Cabang Jakarta Barat.
6. Nevid, J.S., dkk. 2005. Psikologi Abnormal Jilid I.Edisi 5. PenerbitErlangga : Jakarta

32

Anda mungkin juga menyukai