Anda di halaman 1dari 16

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Konjungtivitis adalah peradangan selaput bening yang menutupi bagian putih mata dan bagian dalam kelopak mata. Peradangan tersebut menyebabkan timbulnya berbagai macam gejala, salah satunya adalah mata merah. Konjungtivitis dapat disebabkan oleh virus, bakteri, alergi, atau kontak dengan benda asing, misalnya kontak lensa.10 Konjungtivitis alergi merupakan bentuk radang konjungtiva akibat reaksi alergi terhadap noninfeksi, dapat berupa reaksi cepat seperti alergi biasa dan reaksi terlambat sesudah beberapa hari kontak seperti pada reaksi terhadap obat, bakteri, dan toksik. Merupakan reaksi antibodi humoral terhadap alergen. Biasanya dengan riwayat atopi.1 Konjungtivitis alergi biasanya mengenai kedua mata. Tandanya, selain mata berwarna merah, mata juga akan terasa gatal. Gatal ini juga seringkali dirasakan dihidung. Produksi air mata juga berlebihan sehingga mata sangat berair.10 Konjungtiva banyak sekali mengandung sel dari sistem kekebalan (mast sel) yang melepaskan senyawa kimia (mediator) dalam merespon terhadap berbagai rangsangan (seperti serbuk sari atau debu tungau). Mediator ini menyebabkan radang pada mata, yang mungkin sebentar atau bertahan lama. Sekitar 20% dari orang memiliki tingkat konjungtivitis alergi.5 Konjungtivitis alergi yang musiman dan yang berkelanjutan adalah jenis yang paling sering dari reaksi alergi pada mata. Konjungtivitis alergi yang musiman sering disebabkan oleh serbuk sari pohon atau rumput, oleh karenanya jenis ini timbul khususnya pada musim semi atau awala musim panas. Serbuk sari gulma bertanggung jawab pada gejala alergi mata merah pada musim panas dan awal musim gugur. Alergi mata merah yang

berkelanjutan terjadi sepanjang tahun; paling sering disebabkan oleh tungau debu, bulu hewan, dan bulu unggas.5 Konjungtivitis vernalis adalah bentuk konjungtivitis alergi yang lebih serius dimana penyebabnya tidak diketahui. Kondisi paling sering terjadi pada anak laki-laki, khususnya yang berumur kurang dari 10 tahun yang memiliki eksema, asma, atau alergi musiman. Konjungtivitis vernal biasanya kambuh setiap musim semi dan hilang pada musim gugur dan musim dingin. Banyak anak tidak mengalaminya lagi pada umur dewasa muda.5 Penyebaran konjungtivitis vernalis merata di dunia, terdapat sekitar 0,1% hingga 0,5% pasien dengan masalah tersebut. Penyakit ini lebih sering terjadi pada iklim panas (misalnya di Italia, Yunani, Israel, dan sebagian Amerika Selatan) daripada iklim dingin (seperti Amerika Serikat, Swedia, Rusia dan Jerman).6 Umumnya terdapat riwayat keluarga yang bersifat alergi atopik (turunan). Kami menemukan bahwa 65% pasien kami yang menderita konjungtivitis vernal memiliki satu atau lebih sanak keluarga setingkat yang memiliki penyakit turunan (misalnya asma, demam rumput, iritasi kulit turunan atau alergi selaput lendir hidung permanen).6 Semua penelitian tentang penyakit ini melaporkan bahwa biasanya kondisi akan memburuk pada musim semi dan musim panas di belahan bumi utara, itulah mengapa dinamakan konjungtivitis vernal (atau musim semi). Di belahan bumi selatan penyakit ini lebih menyerang pada musim gugur dan musim dingin. Akan tetapi, banyak pasien mengalami gejala sepanjang tahun, mungkin disebabkan berbagai sumber alergi yang silih berganti sepanjang tahun.6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi dan Fisiologi Konjungtiva Konjungtiva adalah membran mukosa yang transparan dan tipis yang membungkus permukaan posterior kelopak mata (konjungtiva palpebralis) dan permukaan anterior sklera (konjungtiva bulbaris). Konjungtiva bersambungan dengan kulit pada tepi kelopak dan dengan epitel kornea limbus (konjungtiva forniks).2 Konjungtiva mengandung kelenjar musin yang dihasilkan oleh sel goblet. Musin bersifat membasahi bola mata terutama kornea. Konjungtiva terdiri atas tiga bagian, yaitu : Konjungtiva tarsal yang menutupi tarsus, konjungtiva tarsal sukar digerakkan dari tarsus. Konjungtiva bulbi menutupi sklera dan mudah digerakkan dari sklera di bawahnya. Konjungtiva fornises atau forniks konjungtiva yang merupakan tempat peralihan konjungtiva tarsal dengan konjungtiva bulbi. Konjungtiva bulbi dan forniks berhubungan dengan sangat longgar dengan jaringan di bawahnya sehingga bola mata mudah bergerak.1

Gambar 1. Anatomi Konjungtiva 3

Secara histologis, konjungtiva terdiri atas lapisan : Lapisan epitel konjungtiva terdiri dari dua hingga lima lapisan sel epitel silinder bertingkat, superficial dan basal. Lapisan epitel konjungtiva di dekat limbus, di atas karankula, dan di dekat persambungan mukokutan pada tepi kelopak mata terdiri dari sel-sel epitel skuamosa. Sel-sel epitel supercial mengandung sel-sel goblet bulat atau oval yang mensekresi mukus. Mukus mendorong inti sel goblet ke tepi dan diperlukan untuk dispersi lapisan air mata secara merata diseluruh prekornea. Sel-sel epitel basal berwarna lebih pekat daripada sel-sel superficial dan di dekat limbus dapat mengandung pigmen. Stroma konjungtiva, dibagi menjadi : Lapisan adenoid (superficial) mengandung jaringan limfoid dan dibeberapa tempat dapat

mengandung struktur semacam folikel tanpa sentrum germinativum. Lapisan adenoid tidak berkembang sampai setelah bayi berumur 2 atau 3 bulan. Hal ini menjelaskan mengapa konjungtivitis inklusi pada neonatus bersifat papiler bukan folikuler dan mengapa kemudian menjadi folikuler. Lapisan fibrosa (profundus) tersusun dari jaringan penyambung yang melekat pada lempeng tarsus. Hal ini menjelaskan gambaran reksi papiler pada radang konjungitiva. Lapisan fibrosa tersusun longgar pada bola mata.

Kelenjar air mata asesori (kelenjar Krause dan wolfring), yang struktur dan fungsinya mirip kelenjar lakrimal, terletak di dalam stroma. Sebagian besar kelenjar krause berada di forniks atas, dan sedikit ada di forniks bawah. Kelenjar wolfring terletak ditepi atas tarsus atas.2 Arteri- arteri konjungtiva berasal dari a.ciliaris anterior dan a. palpebralis yang keduanya beranastomosis. Yang berasal dari a. ciliaris anterior berjalan ke

depan mengikuti m. rectus menembus sclera dekat limbus untuk mencapai bagian dalam mata dan cabang- cabang yang mengelilingi kornea. Konjungtiva menerima persyarafan dari percabangan pertama n. trigeminus yang berakhir sebagai ujung- ujung yang lepas terutama di bagian palpebra. Konjuntiva mengandung sangat banyak pembuluh limfe.

Gambar 2. Konjungtiva dengan Pelebaran A. Ciliaris

B. Konjungtivitis Vernalis 1. Definisi Konjungtivitis vernal adalah peradangan konjungtiva bilateral dan berulang (recurrence) yang khas, dan merupakan suatu reaksi alergi (hipersensitivitas tipe I). Penyakit ini juga dikenal sebagai catarrh musim semi dan konjungtivitis musiman atau konjungtivitis musim kemarau. Sering terdapat pada musim panas di negeri dengan empat musim, atau sepanjang tahun di negeri tropis (panas).2,7

2. Etiologi dan Predisposisi Konjungtivitis vernal terjadi akibat reaksi hipersensitivitas tipe I yang mengenai kedua mata, sering terjadi pada orang dengan riwayat keluarga yang kuat alergi.7,8

Mengenai pasien usia muda 3-25 tahun dan kedua jenis kelamin sama. Biasanya pada laki-laki mulai pada usia dibawah 10 tahun. Penderita konjungtivitis vernal sering menunjukkan gejala-gejala alergi terhadap tepung sari rumput-rumputan.1 Reaksi hipersentsitivitas memiliki 4 tipe reaksi seperti berikut:11 Tipe I : Reaksi Anafilaksi Di sini antigen atau alergen bebas akan bereaksi dengan antibodi, dalam basofil dengan hal ini IgE yang terikat pada sel mast atau sel akibat terlepasnya histamin. Keadaan ini

menimbulkan reaksi tipe cepat. Tipe II : reaksi sitotoksik Di sini antigen terikat pada sel sasaran. Antibodi dalam hal ini IgE dan IgM dengan adanya komplemen akan diberikan dengan antigen, sehingga dapat mengakibatkan hancurnya sel tersebut. Reaksi ini merupakan reaksi yang cepat menurut Smolin (1986), reaksi allografi dan ulkus Mooren merupakan reaksi jenis ini. Tipe III : reaksi imun kompleks Di sini antibodi berikatan dengan antigen dan komplemen membentuk kompleks imun. Keadaan ini menimbulkan

neurotrophichemotactic factor yang dapat menyebabkan terjadinya peradangan atau kerusakan lokal. Pada umumnya terjadi pada pembuluh darah kecil. Reaksi demikian juga terjadi pada keratitis Herpes simpleks. Tipe IV : Reaksi tipe lambat Pada reaksi hipersensitivitas tipe I, II dan III yang berperan adalah antibodi (imunitas humoral), sedangkan pada tipe IV yang berperan adalah limfosit T atau dikenal sebagai imunitas seluler. Limfosit T peka (sensitized T lymphocyte) bereaksi dengan antigen, dan menyebabkan terlepasnya mediator (limfokin) yang jumpai pada reaksi penolakan pasca keratoplasti, keraton- jungtivitis flikten, keratitis Herpes simpleks dan keratitis diskiformis.
6

3. Patofisiologi Perubahan struktur konjungtiva erat kaitannya dengan timbulnya radang insterstitial yang banyak didominasi oleh reaksi hipersensitivitas tipe I dan IV. Pada konjungtiva akan dijumpai hiperemia dan vasodilatasi difus, yang dengan cepat akan diikuti dengan hiperplasia akibat proliferasi jaringan yang menghasilkan pembentukan jaringan ikat yang tak terkendali. Kondisi ini akan diikuti oleh hyalinisasi dan menimbulkan deposit pada konjungtiva sehingga terbentuklah gambaran cobblestone. Jaringan ikat yang berlebihan ini akan memberikan warna putih susu kebiruan sehingga konjungtiva tampak buram dan tidak berkilau. Proliferasi yang spesifik pada konjungtiva tarsal oleh von Graefe disebut pavement like granulations. Hipertrofi papil pada konjungtiva tarsal tidak jarang mengakibatkan ptosis mekanik dan dalam kasus yang berat akan disertai keratitis serta erosi epitel kornea. Limbus konjungtiva juga memperlihatkan perubahan akibat

vasodilatasi dan hipertropi yang menghasilkan lesi fokal. Pada tingkat yang berat, kekeruhan pada limbus sering menimbulkan

gambaran distrofi dan menimbulkan gangguan dalam kualitas stem cells limbus. Kondisi yang terakhir ini mungkin berkaitan dengan

konjungtivalisasi pada penderita keratokonjungtivitis dan dikemudian hari berisiko timbulnya pterigium pada usia muda. Di samping itu, juga terdapat kista-kista kecil yang dengan cepat akan mengalami degenerasi.
(1,2,4)

4. Manifestasi Klinis Gejala yang mendasar adalah rasa gatal, manifestasi lain yang menyertai meliputi mata berair, sensitif pada cahaya, rasa pedih terbakar, dan perasaan seolah ada benda asing yang masuk. Penyakit ini cukup menyusahkan, muncul berulang, dan sangat membebani aktivitas penderita sehingga menyebabkan ia tidak dapat beraktivitas normal.6
7

Terdapat dua bentuk bentuk utama konjungtivitis vernalis (yang dapat berjalan bersamaan), yaitu: a. Bentuk Palpebra Bentuk ini terutama mengenai konjungtiva tarsal superior. Terdapat pertumbuhan papil yang besar ( Cobble Stone ) yang diliputi sekret yang mukoid. Konjungtiva tarsal bawah hiperemi dan edema, dengan kelainan kornea lebih berat dari tipe limbal. Secara klinik, papil besar ini tampak sebagai tonjolan bersegi banyak dengan permukaan yang rata dan dengan kapiler ditengahnya.

Gambar 3. Konjungtivitis Vernal Palpebra dengan Cobble Stone

b.

Bentuk Limbal Merupakan hipertrofi papil pada limbus superior yang dapat membentuk jaringan hiperplastik gelatin, dengan Trantas dot yang merupakan degenarasi epitel kornea atau eosinofil di bagian epitel limbus kornea, terbentuknya pannus, dengan sedikit eosinofil. (2,4)

Gambar 4. Konjungtivitis Vernal Limbal dengan Trantas Dot

5. Diagnosa Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan mata. Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan berupa kerokan konjungtiva untuk mempelajari gambaran sitologi. Hasil pemeriksaan menunjukkan banyak eosinofil dan granula-granula bebas eosinofilik. Selain itu terdapat basofil dan granula basofilik bebas. (12)

6. Diagnosa Banding Tabel 1. Diagnosis banding Trakoma, Konjungtivitis folikularis, Konjungtivitis vernal.1 Pembeda Trakoma Konjungtivitis folikularis Penonjolan merah-muda pucat tersusun teratur seperti deretan beads Konjungitvitis vernal Nodul lebar datar dalam susunan cobble stone pada konjungtiva tarsal atas dan bawah, diselimuti lapisan susu

Gambaran lesi

(kasus dini) papula kecil atau bercak merah bertaburan dengan bintik putih-kuning (folikel trakoma). Pada konjungtiva tarsal (kasus lanjut) granula (menyerupai butir sagu) dan parut, terutama konjungtivatarsal atas Penonjolan besar lesi konjungtiva tarsal atas dan teristimewa lipatan retrotarsal kornea-panus, bawah infiltrasi abu-abu dan pembuluh tarsus terlibat.

Ukuran lesi Lokasi lesi

Penonjolan kecil terutama konjungtiva tarsal bawah dan forniks bawah tarsus tidak terlibat.

Penonjolan besar tipe tarsus atau palpebra; konjungtiva tarsus terlibat, forniks bebas. Tipe limbus atau bulbus; limbus terlibat forniks bebas, konjungtiva tarsus bebas (tipe campuran lazim) tarsus tidak terlibat Bergetah, bertali, seperti susu

Tipe sekresi

Kotoran air berbusa atau frothy pada stadium lanjut.

Mukoid atau purulen

Pembeda

Trakoma

Konjungtivitis folikularis Kerokokan tidak karakteristik (Koch-Weeks, MoraxAxenfeld, mikrokokus kataralis stafilokokkus, pneumokokkus) Kornea: ulkus kornea Palpebra: blefaritis, ektropion

Konjungitvitis vernal Eosinofil karakteristik dan konstan pada sekresi

Pulasan

Kerokan epitel dari konjungtiva dan kornea memperlihatkan ekfoliasi, proliferasi, inklusi seluler.

Penyulit atau sekuela

Kornea: panus, kekeruhan kornea, xerosis, kornea Konjungtiva: simblefaron Palpebra: ektropion atau entropion trikiasis

Kornea: infiltrasi kornea (tipe limbal) Palpebra: pseudoptosis (tipe tarsal)

7. Pemeriksaan Penunjang Pada eksudat konjungtiva yang dipulas dengan Giemsa terdapat banyak eosinofil dan granula eosinofilik bebas.9 Pada pemeriksaan darah ditemukan eosinofilia dan peningkatan kadar serum IgE.3 Hasil penelitian histopatologik terhadap 675 konjungtivitis vernalis mata yang dilakukan oleh Wang dan Yang menunjukkan infiltrasi limfosit dan sel plasma pada konjungtiva. Prolifertasi limfosit akan membentuk beberapa nodul limfoid. Sementara itu, beberapa granula eosinofilik dilepaskan dari sel eosinofil, menghasilkan bahan sitotoksik yang berperan dalam kekambuhan konjungtivitis.

10

Gambar 5. Histologi Konjungtivitis Vernal Terlihat Banyak Sel Radang Terutama Eosinofil

8. Penatalaksanaan Karena konjungtivitis vernalis adalah penyakit yang sembuh sendiri, perlu diingat bahwa medikasi yang dipakai terhadap gejala hanya memberi hasil jangka pendek, berbahaya jika dipakai jangka panjang. (1,2) Pilihan terapi konjungtivitis vernalis berdasarkan luasnya gejala yang muncul dan durasinya, yaitu: Tindakan Umum o Menghindari tindakan menggosok-gosok mata dengan tangan atau jari tangan, karena telah terbukti dapat merangsang pembebasan mekanis dari mediator-mediator sel mast. Disamping itu juga mencegah infeksi sekunder yang pada akhirnya dapat berpotensi menunjang terjadinya glaukoma sekunder dan katarak. o Pemakaian mesin pendingin ruangan berfilter; o Menghindari daerah berangin kencang yang biasanya juga membawa serbuk sari; o Menggunakan kaca mata berpenutup total untuk mengurangi kontak dengan alergen di udara terbuka. Pemakaian lensa kontak justru harus dihindari karena lensa kontak akan membantu retensi allergen; o Kompres dingin di daerah mata;

11

o Pengganti air mata (artifisial). Selain bermanfaat untuk cuci mata juga berfungsi protektif karena membantu menghalau allergen; o Memindahkan pasien kedaerah iklim dingin yang disebut sebagai climato-therapy.

Terapi topikal o Untuk menghilangkan sekresi mucus, dapat digunakan irigasi saline steril dan mukolitik, contohnya tetes mata asetil sistein 10% -20%. Dosisnya tergantung dari kualitas eksudat serta beratnya gejala. o Mast cell stabilizer seperti sodium cromoglycate 2%. o Antihistamin Topikal. o Antibiotik broad-spectrum. o Untuk konjungtivitis vernalis yang berat, bisa diberikan steroid topical, contohnya prednisolone fosfat 1%, 6-8 kali sehari

selama satu minggu. Kemudian dilanjutkan dengan reduksi dosis sampai ke dosis terendah yang dibutuhkan oleh pasien tersebut. Bila sudah terdapat ulkus kornea maka kombinasi antibiotik steroid terbukti sangat efektif.

Terapi Sistemik o Pada kasus yang lebih parah, dapat digunakan steroid sistemik seperti coprednisolone asetat, prednisolone fosfat, atau

dexamethasone fosfat 2-3 tablet 4 x sehari selama 1-2 minggu. o Antihistamin, baik lokal maupun sistemik, dapat dipertimbangkan sebagai pilihan lain, karena kemampuannya untuk mengurangi rasa gatal. o Steroid oral untuk kasus berat dan non responsive. 9. Komplikasi Dapat menimbulkan keratitis epitel atau ulkus kornea superfisial sentral atau parasentral, yang dapat diikuti dengan pembentukan jaringan

12

sikatriks yang ringan. Penyakit ini juga dapat menyebabkan penglihatan menurun. Kadang-kadang didapatkan panus, yang tidak menutupi seluruh permukaan kornea. Perjalanan penyakitnya sangat menahun dan berulang, sering menimbulkan kekambuhan terutama di musim panas.5

10. Prognosis Prognosis penderita konjungtivitis baik karena sebagian besar kasus dapat sembuh spontan (self-limited disease), namun komplikasi juga dapat terjadi apabila tidak ditangani dengan baik.2

13

BAB III KESIMPULAN

Konjungtivitis vernal adalah peradangan konjungtiva bilateral dan berulang (recurrence) yang khas, dan merupakan suatu reaksi alergi. Penyakit ini juga dikenal sebagai catarrh musim semi dan konjungtivitis musiman atau konjungtivitis musim kemarau. Konjungtivitis vernal terjadi akibat reaksi hipersensitivitas tipe I yang mengenai kedua mata, sering terjadi pada orang dengan riwayat keluarga yang kuat alergi. Terdapat dua bentuk penyakit ini, yaitu: palpebral dan limbal, yang perbedaan utamanya terletak pada lokasi. Bentuk palpebra, terutama mengenai konjungtiva tarsal superior. Terdapat pertumbuhan papil yang besar (cobble stone) yang diliputi sekret yang mukoid. Bentuk limbal, hipertrofi papil pada limbus superior yang dapat membentuk jaringan hiperplastik gelatin, dengan Trantas dot yang merupakan degenerasi epitel kornea atau eosinofil di bagian epitel limbus kornea, terbentuknya pannus, dengan sedikit eosinofil. Pada eksudat konjungtiva yang dipulas dengan Giemsa terdapat banyak eosinofil dan granula eosinofilik bebas. Dapat menimbulkan keratitis epitel atau ulkus kornea superfisial sentral atau parasentral, yang dapat diikuti dengan pembentukan jaringan sikatriks yang ringan. Juga kadang-kadang didapatkan panus, yang tidak menutupi seluruh permukaan kornea. Perjalanan penyakitnya sangat menahun, bertahun-tahun. Penyakit ini sering

menimbulkan kekambuhan terutama di musim panas. Dapat diberikan terapi medikamentosan dan nonmedikamentosa. Prognosis penyakit ini baik jika segera ditangani (self-limited disease).

14

DAFTAR PUSTAKA

1.

Ilyas, Sidarta Prof. Dr. SpM. Ilmu Penyakit Mata. Edisi 3. Jakarta: FK UI;2008.

2.

Vaughan,

Daniel

G.,

Asbury

Taylor,

Riordan

Eva-Paul.

Ofthalmologi Umum. Edisi 14. Jakarta: Widya Medika,2000.

3.

Kapita Selekta Kedokteran. Editor, Mansjoer Arif. Jilid I. Ed.3. Jakarta: Media Aesculapius,2000, hal 54

4.

Wijana S.D, Nana Dr. Ilmu Penyakit Mata. Ed. rev. Cet.6. Jakarta: Abadi Tegal, hal 54

5.

Anonim. Alergi Mata Merah (Allergic Conjunctivivtis) diakses tanggal 17 Januari 2014 dari

http://forum.um.ac.id/index.php?topic=5087.0

6.

Anonim. Konjungtivitis Vernal. Diakses tanggal 18 Januari 2014. Dari:http://francichandra.wordpress.com/2010/04/07/konjungtivitisvernal/

7.

Anonim. Konjungtivitis Vernal. Diakses tanggal 18 Januari 2014. dari:http://www.kabarindonesia.com/berita.php?pil=3&jd=Tips+Prakt is+Mengenali+Konjungtivitis+Vernal&dn=20080330030607

8.

Anonim. Vernal Conjunctivitis. Diakses 18 Janauri 2014. Dari: http://www.umm.edu/ency/article/001390.htm

15

9.

Anonim. Konjungtivitis. Diakses tanggal 18 Januari 2014. Dari: http://referat.blogspot.com/2009/05/konjungtivits.html

10. Anonim. Konjungtivitis Vernal. Diakses tanggal 19 Januari 2014 dari:http://health.detik.com/read/2009/09/07/165651/1198534/770/koj ungtivitis-vernal

11.

Anonim. Reaksi Hipersensitivitas. Diakses 17 Januari 2014. Dari: http://urangbanua85.blogspot.com/2008/11/reaksi-hipersensitivitas.html

12.

Medicastore. Konjungtivitis Vernalis. Diakses tanggal 19 Januari 2014 dari: http://www.medicastore.com/penyakit/865/Keratokonjungtivitis Vernalis.html.

16

Anda mungkin juga menyukai