Anda di halaman 1dari 19

DIAGNOSIS Sitologi Pemeriksaan ini yang dikenal sebagai tes Papanicolaou (tes Pap) sangat bermanfaat untuk mendeteksi

lesi secara dini, tingkat ketelitiannya melebihi 90% bila dilakukan dengan baik. Sitodiagnosis didasarkan pada kenyataan, bahwa selsel permukaan secara terus menerus dilepaskan oleh epitel dari permukaan traktus genitalis. Sel-sel yang dieksfoliasi atau dikerok dari permukaan epitel serviks merupakan mikrobiopsi yang memungkinkan kita mempelajari proses dalam keadaan seha dan sakit. Sitologi adalah cara skrining sel-sel serviks yang tampak sehat dan tanpa gejala untuk kemudian diseleksi. Kanker hanya dapat didiagnosis secara histologik. Sitodiagnosis yang tepat tergantung pada sediaan yang representatif, fiksasi dan pewarnaan yang baik, serta tentu saja interpretasi yang tepat. Enam puluh dua persen kesalahan disebabkan karena pengambilan sampel yang tidak adekuat dan 23 % karena kesalahan interpretasi. Supaya ada pengertian yang baik antara dokter dan laboratorium, maka informasi klinis penting sekali. Dokter yang mengirim sediaan harus memberikan informasi klinis yang lengkap, seperti usia, hari pertama haid terakhir, macam kontrasepsi (bila ada), kehamilan, terapi hormon, pembedahan, radiasi, kemoterapi, hasil sito-logi sebelumnya, dan data klinis yang meliputi gejala dan hasil pemeriksaan ginekologik. Sediaan sitologi harus meliputi komponen ekto- dan endoserviks. NIS lebih mungkin terjadi pada SSK sehingga komponen endoserviks menjadi sangat penting dan harus tampak dalam sediaan. Bila komponen endoserviks saja yang diperiksa kemungkinan negatif palsu dari NIS kira-kira 5%. Untuk mendapatkan informasi sitologi yang baik dianjur-kan melakukan beberapa prosedur. Sediaan harus diambil sebelum pemeriksaan dalam; spekulum yang dipakai harus kering tanpa pelumas. Komponen endoserviks didapat dengan menggunakan ujung spatula Ayre yang tajam atau kapas lidi, sedangkan komponen ektoserviks dengan ujung spatula Ayre yang tumpul. Sediaan segera difiksasi dalam alkohol 96% selama 30 menit dan dikirim (bisa melalui pos) ke laboratorium sitologi terdekat.

Pap smear :

Hasil pemeriksaan sitologi Pap smear normal :

Hasil pemeriksaan sitologi Pap smear abnormal :

Kolposkopi Tes diagnostik lain ialah kolposkopi, dengan bantuan kolposkop bila sarana memungkinkan. Kolposkopi adalah pemeriksaan dengan menggunakan kolposkop, suatu alat yang dapat disamakan dengan sebuah mikroskop bertenaga rendah dengan sumber cahaya di dalamnya (pembesaran 6-40 kali). Kalau pemeriksaan sitologi menilai perubahan morfologi sel-sel yang mengalami eksfoliasi, maka kolposkopi menilai perubahan pola epitel dan vaskular serviks yang mencerminkan perubahan biokimia dan perubahan metabolik yang terjadi di jaringan serviks. Hampir semua NIS terjadi di daerah transformasi, yaitu daerah yang terbentuk akibat proses metaplasia. Daerah ini dapat dilihat seluruhnya dengan alat kolposkopi, sehingga biopsi dapat dilakukan lebih terarah. Jadi tujuan pemeriksaan kolposkopi bukan untuk membuat diagnosis histologik tetapi menentukan kapan dan di mana biopsi harus dilakukan. Pemeriksaan kolposkopi dapat mempertinggi ketepatan diagnosis sitologi menjadi hampir mendekati 100%.

Biopsi Biopsi dilakukan di daerah abnormal jika sambungan skuamosa-kolumnar (SSK) terlihat seluruhnya dengan kolposkopi. Jika SSK tidak terlihat seluruhnya atau hanya terlihat sebagian sehingga kelainan di dalam kanalis servikalis tidak dapat dinilai, maka contoh jaringan diambil secara konisasi. Biopsi harus

dilakukan dengan tepat dan alat biopsi harus tajam sehingga harus diawetkan dalam larutan formalin 10 %. Dikenal ada beberapa prosedur biopsy, yaitu: Cone biopsy (atau cold cone biopsy atau cold knife cone biopsy): prosedur yang menggunakan laser atau scalpel bedah untuk mengambil jaringan. Loop electrosurgical excision procedure (LEEP): prosedur yang

menggunakan kabel yang berbentuk ikal untuk mengambil jaringan. Endocervical curettage: prosedur yang menggunakan instrument kecil berbentuk sendok, yang disebut kuret untuk mengikis jaringan dari dalam serviks.

Konisasi (Cone biopsy atau cold cone biopsy atau cold knife cone biopsy) Konisasi serviks ialah pengeluaran sebagian jaringan serviks sedemikian rupa sehingga yang dikeluarkan berbentuk kerucut (konus), dengan kanalis servikalis sebagai sumbu kerucut. Untuk tujuan diagnostik, tindakan konisasi harus selalu dilanjutkan dengan kuretase. Batas jaringan yang dikeluarkan ditentukan dengan pemeriksaan kolposkopi. Jika karena suatu hal pemeriksaan kolposkopi tidak dapat dilakukan, dapat dilakukan tes Schiller. Pemeriksaan ini dikerjakan dengan sebelumnya memulas porsio dengan larutan lugol dan jaringan yang akan diambil hendaknya pada batas antara jaringan normal (berwarna coklat tua karena menyerap Iodium) dengan bagian porsio yang pucat (jaringan abnormal yang tidak menyerap Iodium). Kemudian jaringan direndam dalam

larutan formalin 10% untuk dikirim ke Laboratorium Patologi Anatomi. Konisasi diagnostik dilakukan pada keadaan-keadaan sebagai berikut : 1. 2. 3. 4. Proses dicurigai berada di endoserviks. Lesi tidak tampak seluruhnya dengan pemeriksaan kolposkopi. Diagnostic mikroinvasi ditegakkan atas dasar specimen biopsy. Ada kesenjangan antara hasil sitologi dan histopatologik. Perlu disadari mengerjakan biopsy yang benar dan tidak mengambil bagian yang nekrotik. Pada tingkat klinik 0, Ia, Ib-occ, penentuan tingkat keganasan secara klinis didasarkan atas hasil pemeriksaan histologik. Oleh karena itu untuk konfirmasi diagnosis yang tepat sering diperlukan tindak lanjut seperti kuretase endoserviks (ECC = Endo-Cervical Curretage) atau konisasi serviks

Untuk membantu menentukan stadium kanker, dilakukan beberapa pemeriksan berikut: Sistoskopi Rontgen dada Urografi intravena untuk mencari ada atau tidaknya obstruksi ureter yang dapat menyebabkan terjadinya hidroureter dan hidronefrosis. Sigmoidoskopi Scanning tulang dan hati Barium enema.

MRI,

CT,

limfangiografi,

PET

(positron

emission

tomography)

dapat

menunjukkan adanya penyebaran ke pelvis atau nodus limfe periaortik. Sensitivitas MRI, CT, PET terhadap kanker serviks dalam mencari metastase nodus limfe masing-masing 60%, 45%, dan 80%. Pemeriksaan radiologi ini penting untuk merencanakan terapi terutama perluasan lapang terapi radiasi atau operasi.

PENATALAKSANAAN 2,8 Pemilihan pengobatan untuk kanker serviks tergantung kepada lokasi dan ukuran tumor, stadium penyakit, usia, keadaan umum penderita dan fungsi reproduksi. Penatalaksanaan pengobatan kanker serviks uteri dapat dilakukan dengan berbagai modalitas terapi, diantaranya adalah : Pembedahan Pada karsinoma in situ (kanker yang terbatas pada lapisan serviks paling luar), seluruh kanker seringkali dapat diangkat dengan bantuan pisau bedah ataupun melalui LEEP (loop electrosurgical excision procedure). Dengan pengobatan tersebut, penderita masih bisa memiliki anak. Karena kanker bisa kembali kambuh, dianjurkan untuk menjalani pemeriksaan ulang dan Pap smear setiap 3 bulan selama 1 tahun pertama dan selanjutnya setiap 6 bulan. Jika penderita tidak memiliki rencana untuk hamil lagi, dianjurkan untuk menjalani histerektomi. Pada kanker invasif, dilakukan histerektomi dan pengangkatan struktur di sekitarnya (prosedur ini disebut histerektomi radikal) serta kelenjar getah bening. Pada wanita muda, ovarium (indung telur) yang normal dan masih berfungsi tidak diangkat.

Terapi penyinaran Terapi penyinaran (radioterapi) efektif untuk mengobati kanker invasif yang masih terbatas pada daerah panggul. Pada radioterapi digunakan sinar berenergi tinggi untuk merusak sel-sel kanker dan menghentikan pertumbuhannya. Ada 2 macam radioterapi: Radiasi eksternal : sinar berasal dari sebuah mesin besar

Penderita tidak perlu dirawat di rumah sakit, penyinaran biasanya dilakukan sebanyak 5 hari/minggu selama 5-6 minggu. Radiasi internal : zat radioaktif terdapat di dalam sebuah kapsul dimasukkan langsung ke dalam serviks. Kapsul ini dibiarkan selama 1-3 hari dan selama itu penderita dirawat di rumah sakit. Pengobatan ini bisa diulang beberapa kali selama 1-2 minggu. Efek samping dari terapi penyinaran adalah: iritasi rektum dan vagina

kerusakan kandung kemih dan rektum ovarium berhenti berfungsi.

Kemoterapi Jika kanker telah menyebar ke luar panggul, kadang dianjurkan untuk menjalani kemoterapi. Kemoterapi merupakan bentuk pengobatan kanker dengan menggunakan obat sitostatika yaitu suatu zat-zat yang dapat menghambat proliferasi sel-sel kanker. Kemoterapi diberikan dalam suatu siklus, artinya suatu periode pengobatan diselingi dengan periode pemulihan, lalu dilakukan pengobatan, diselingi dengan pemulihan, begitu seterusnya.

Terapi biologis Pada terapi biologis digunakan zat-zat untuk memperbaiki sistem kekebalan tubuh dalam melawan penyakit. Terapi biologis dilakukan pada kanker yang telah menyebar ke bagian tubuh lainnya. Yang paling sering digunakan adalah interferon, yang bisa dikombinasikan dengan kemoterapi.

Sedangkan berdasarkan dari stadiumnya, penatalaksanaan pada kanker serviks dapat dilakukan sebagai berikut :

A. Penatalaksanaan pada stadium awal (Stadium IA2 sampai IIA) 1. Histerektomi radikal dan limfadenektomi terapeutik Teknik histerektomi radikal (pertama kali diperkenalkan oleh Weirtheim, Meigs, Okabayashi) disertai limfadenektomi pelvik hanya dilakukan pada kanker yang terbatas di serviks (stadium I dan II). Pasien dengan kanker tipe I.. serviks Bila stadium fungsi I diindikasikan masih

untuk Histerektomi

reproduksi

diperlukan dapat dilakukan konisasi serviks dilanjutkan dengan pengamatan lanjut. Pada tingkat klinik (KIS) tidak dibenarkan dilakukan

elektrokoagulasi atau elektrofulgerasi, bedah kryo (cryosurgery) atau dengan sinar laser, kecuali yang menangani seorang ahli dalam koloskopi dan penderita masih muda dan belum mempunyai anak. Dengan biopsi kerucut (conebiopsy) meskipun untuk diagnostik acapkali menjadi terapeutik. Ostium uteri internum tidak boleh sampai rusak karenanya. Bila penderitanya telah cukup tua, atau sudah mempunyai cukup anak, uterus tidak perlu ditinggalkan, agar tidak kambuh (relaps) dapt dilakukan histerektomi sederhana (simple vaginal hysterectomy). 1 Pada stadium Ia2, dengan invasi stroma lebih dari 3mm, tetapi kurang dari 5mm, kemungkinan invasi pembuluh darah atau limfe sekitar 7%. Kasus pada stadium ini harus dilakukan histerektomi radikal dengan limfadenektomi kelenjar getah bening pelvik atau radiasi bila ada kontraindikasi operasi. Bahkan, limfadenektomi dapat diabaikan bila tidak ada kecurigaan anak sebar. Bagi penderita yang masih ingin hamil dapat dilakukan trakhelektomi. Jenis pembedahan lebih bersifat individual. Bila dijumpai invasi limfe atau vaskular sebaiknya dilakukan histerektomi atau radiasi karena kemungkinan adanya anak sebar ke kelenjar getah bening. Pada tingkat klinik Ia, umumnya dianggap dan ditangani sebagai kanker yang invasif. Bilamana kedalaman invasi kurang dari atau hanya 1mm dan tidak meliputi area yang luas serta tidak melibatkan pembuluh limfa atau pembuluh darah, penanganannya dilakukan seperti KIS di atas. Pada stadium Ib pengobatannya adalah histerektomi radikal dengan limfadenektomi kelenjar getah bening pelvik dengan/tanpa kelenjar getah bening paraaorta memberikan hasil yang efektif. Sama halnya dengan diberikan terapi radiasi. Pada penderita yang berusia muda operasi radikal lebih disukai karena dapat mempertahankan fungsi ovarium. Bagi penderita yang masih ingin hamil dengan ukuran lesi <2cm dapat dilakukan operasi trakhelektomi radikal asalkan tidak dijumpai anak sebar pada kelenjar getah bening pelvik. Disamping dapat mempertahankan fungsi hormonal, keunggulan lain terapi operatif tidak terjadi stenosis vagina akibat radiasi yang dapat mengganggu aktivitas seksual, di samping

itu, tidak akan terjadi kekambuhan pada serviks dan uterus. Pemilihan terapi radiasi lebih ditujukan pada kasus dengan indikasi kontrasepsi. Pada stadium IIa, jenis terapinya tergantung pada perluasan tumor ke vagina. Keterlibatan vagina yang minimal dapat dilakukan histerektomi radikal, limfadenektomi pelvik, dan vaginektomi bagian atas. Terapi yang optimal pada kebanyakan stadium IIa adalah kombinasi radiasi eksternal dan radiasi intrakaviter. Operasi radikal dengan pengangkatan kelenjar getah bening pelvik dan paraaorta serta pengangkatan vagina bagian atas dapat memberikan hasil yang optimal asalkan tepi sayatan bebas dari invasi sel tumor.

Tabel 1: Tipe-tipe histerektomi berdasarkan radikalitas. 2 Tipe histerektomi Indikasi Prosedur

Tipe I

Stadium IA1

Histerektomi ekstrafascial dan pembuangan jaringan serviks

Tipe II ( radikal termodifikasi)

Stadium sampai IIA

IA2 Arteri uterina yang menyilang ureter diligasi. dan Ligamen kardinal

uterosakral

dipisahkan di tengah ke arah perlekatan masing-masing di dinding sakrum dan pelvik. Tipe III ( histerektomi radikal) Stadium sampai IIA IA2 Arteri uterina diligasi bermula dari arteri vesika superior dan arteri iliaka interna. Ligamen uterisakral dan kardinal

dipisahkan di tengah ke arah perlekatan masing-masing di dinding sakrum dan pelvik. Setengah bagian vagina atas diangkat. Tipe IV Diseksi ureter secara total dari ligamen vesikouterina, arteri vesika superior diambil dan tiga perempat dari vagina

diangkat. Tipe V Melibatkan reseksi tambahan pada bagian vesika urinaria atau distal ureter dan

reimplantasi ureter ke vesika urinaria.

2. Terapi adjuvan kemoterapi pasca bedah Terapi radiasi adjuvan pasca bedah disertai kemoterapi diindikasikan pada wanita yang menderita kanker serviks terlokalisasi dengan risiko tinggi untuk kambuh seperti nodus limfe positif, dan penyebaran ke parametrium.

3. Radiasi primer dengan gabungan kemoterapi Pemilihan terapi bergantung pada ukuran tumor, keadaan umum pasien dan keputusan dari onkologis itu sendiri. Operasi biasanya diindikasikan pada pasien usia muda dengan harapan dapat

mempertahankan fungsi dari ovarium. Jika pasien memerlukan terapi radiasi post operatif, dilakukan transposisi ovari ke arah luar dari daerah radiasi. Untuk radiasi primer pada kanker serviks, pancaran

radiasi eksternal dikombinasikan dengan radiasi intrakaviter. Terdapat 5 hasil penelitian yang menyatakan radiasi yang dikombinasikan dengan kemoterapi lebih baik dibandingkan hanya dengan

menggunakan radiasi. Hal ini menyebabkan kombinasi dari radiasi dengan kemoterapi dijadikan standar terapi pada pasien yang diindikasikan terapi radiasi. Penatalaksanaan pada Situasi Khusus 2 A.Penyakit stadium IA1 Diagnosis definitif pada karsinoma serviks sel skuamosa mikroinvasif hanya dapat ditegakkan dengan konisasi. Pasien dengan kanker tipe ini dapat diterapi dengan histerektomi. Untuk wanita usia muda yang masih mau mempertahankan fertilitas, hanya konisasi yang dapat diterima sebagai modalitas terapi dengan syarat karsinoma sel skuamosa mikroinvasif dengan invasi < 3mm dan tidak ada invasi ke ruang limfovaskular. Jika hasil dari kuretase endoservikal adalah positif (terdapat invasi), resiko untuk terjadinya residual adalah sebanyak 33 %.

B.Trakelektomi radikal Sebuah prosedur yang disebut trakelektomi radikal muncul sebagai terapi alternatif dari histerektomi radikal dan memungkinkan wanita muda tertentu dengan kanker stadium awal (IA2 atau IB1 kecil) untuk dapat diobati dan masih dapat mempunyai anak. Metode ini yang juga dikenal dengan nama radical vaginal trachelectomy (RVT) dan Dargent operation melibatkan pengangkatan serviks, parametria dan bagian atas vagina dan meletakkannya pada jahitan berbentuk seperti kantong yang bertindak sebagai pembukaan leher rahim di dalam rahim. Dilakukan juga pengangkatan terhadap kelenjar getah bening di dekatnya untuk mencari adanya metastase ke nodus limfe. Operasi ini dilakukan baik melalui vagina ataupun perabdominal. Setelah operasi ini, beberapa wanita dapat memiliki kehamilan jangka panjang dan melahirkan bayi yang sehat melalui operasi sesar. Dalam sebuah penelitian, tingkat kehamilan setelah 5 tahun lebih dari 50%, namun risiko

keguguran lebih tinggi daripada wanita normal pada umumnya yaitu sebesar 16% pada trimester pertama dan 10% pada trimester kedua. Sebanyak 19% melahirkan prematur dan 49% melahirkan cukup bulan. Sedangkan risiko kanker untuk kambuh kembali cukup rendah.

C. Kanker Serviks Bulky Bulky berarti massa kanker bersifat besar dari segi ukurannya. Juga dikenal sebagai Bulky Stage IB cervix cancer dan merupakan tipe kanker yang paling berat dan survival yang paling buruk dibandingkan kanker stadium I yang lebih kecil. Kanker tipe ini dapat diterapi dengan: 1. Terapi radiasi primer dengan gabungan kemoterapi dan kemudian dilanjutkan dengan histerektomi ekstrafasial adjuvan. 2. Histerektomi radikal primer dan limfadenektomi terapeutik diikuti dengan radiasi yang dikombinasi dengan kemoterapi berdasarkan hasil dari pemeriksaan patologi. 3. Kemoterapi neoadjuvan dilanjutkan dengan histerektomi radikal dan limfadenektomi kemudian dilanjutkan kemoterapi berdasarkan

indikasi dari pemeriksaan patologi. Neoadjuvan dengan kemoterapi Cisplatinum, Vinblastin dan Bleomycin sebanyak 3 siklus untuk kasus kanker serviks stadium awal dengan tumor Bulky sebelum dilakukan tindakan radikal histerektomi dan limfadenektomi pelvis.

B.

Penanganan terhadap perluasan lokal (stadium IIB sampai IVA) Pasien dengan perluasan kanker serviks lokal diterapi dengan radiasi primer disertai dengan kemoterapi. Stadium IIB IIIB, diberikan radiasi eksternal seluruh panggul 5000 cGy, dilanjutkan dengan radiasi empat arah ( box system) 3000cGy. Pada stadium IIB, III, IVA dilakukan radiasi luar dan brakiterapi serta pemberian cisplatin 40 mg/m2/minggu selama radiasi luar. Jika sudah metastase ke kelenjar getah bening iliaka kommunis atau para-aorta lapangan radiasi diperluas.

Pada kasus-kasus stadium IIB, III dan IVA ini tidak mungkin lagi dilakukan tindakan operatif karena tumor telah menyebar jauh dari luar serviks. Pada bulan Februari 1999 National Cancer Institute (NCI) di Amerika Serikat mengumumkan kemoradiasi berbasis platinum

memberikan hasil yang lebih baik dibandingkan radiasi saja untuk penderita kanker serviks stadium IIB-IVA, stadium IA2 IIA resiko tinggi dan stadium IB2 lesi besar (bulky tumor). Pemberian Sisplatin tunggal sama efektifnya dengan kombinasi Ifosfamid, tetapi samping tentunya sampai 30 %. Bagi penderita dengan gangguan fungsi ginjal tidak dianjurkan pemberian Sisplatin dan sayangnya sampai saat ini belum ada kemoterapi penggantinya. Luas lapangan radiasi bergantung pada besar tumor serta jauhnya keterlibatan vagina. Bila dari hasil pemeriksaan imaging dicurigai anak sebar sampai kelenjar getah bening paraaorta, lapangan radiasi harus diperluas sampai mencakup daerah ini. Khusus stadium IVA dengan penyebaran hanya ke mukosa kandung kemih lebih disukai operasi eksenterasi daripada radiasi. Terapi eksenterasi juga menjadi pilihan terapi kuratif atau paliatif pada kasus persisten sentral setelah mendapat kemoradiasi ataupun bila ada komplikasi fistula rekto-vaginal atau vesiko-vaginal.

C.

Penanganan pada penyakit primer disseminata (stadium IVB) dan persisten atau rekuren Pada stadium IVB, kasus dengan stadium terminal prognosisnya sangat jelek, jarang dapat bertahan hidup sampai setahun semenjak didiagnosis. Pada penderita stadium IVB bila keadaan umum memungkinkan dapat diberikan kemoradiasi konkomitan, tetapi hanya bersifat paliatif.

D. Eksenterasi pelvis total

Dapat dipertimbangkan pada stadium IVA bila tidak meluas sampai dinding panggul, terutama bila ada fistel rektovaginal dan vesikovaginal IVB atau residif.

E. Terapi paliatif Perawatan komprehensif termasuk terapi antitumor dan suportif dari keluarga. Terapi paliatif yang dapat dilakukan adalah pemberian salep antimikroba jika terdapat keluhan keluarnya cairan yang purulen dan berbau busuk dari vagina. Pada kasus perdarahan pervaginam dapat diberikan agen hemostatik. Jika terdapat keluhan nyeri dapat diberikan analgesik NSAID atau fentanil.
2

Pengobatan adjuvan

Hal penting lain yang harus dipertimbangkan adalah mengevaluasi hasil operasi, secara komprehensif, karena pengobatan tambahan/adjuvan

didasarkan pada berbagai faktor. Pilihan terapi adjuvan yang bisa diberikan adalah kemoradiasi, kemoterapi atau hanya radiasi. Faktor prognosis yang digunakan saat ini meliputi faktor kliniko-patologik yaitu umur, stadium, limfo besar lesi, jenis histologi, derajat diferensiasi, deep cervical stromal invasion, invasi -vaskuler, metastase kelenjar getah bening. Sedangkan faktor biomolekuler yang banyak diteliti adalah molekul adhesi sel E-kaderin dan katenin, enzim protease MMP, kaptensin D Heparanase,. Petanda

biomolekuler Indeks DNA, Gen supresor p53 dan berbagai proto-onkogen misalnya epifermal growth factor (EGF). Efek samping pengobatan 2,4 Selain membunuh sel-sel kanker, pengobatan juga menyebabkan kerusakan pada sel-sel yang sehat sehingga seringkali menimbulkan efek samping yang tidak menyenangkan. Efek samping dari pengobatan kanker sangat tergantung kepada jenis dan luasnya pengobatan. Selain itu, reaksi dari setiap penderita juga berbeda-beda.

Metoda untuk membuang atau menghancurkan sel-sel kanker pada permukaan serviks sama dengan metode yang digunakan untuk mengobati lesi prekanker. Efek samping yang timbul berupa kram atau nyeri lainnya, perdarahan atau keluar cairan encer dari vagina. Beberapa hari setelah menjalani histerektomi, penderita bisa mengalami nyeri di perut bagian bawah. Untuk mengatasinya bisa diberikan obat pereda nyeri. Penderita juga mungkin akan mengalami kesulitan dalam berkemih dan buang air besar. Untuk membantu pembuangan air kemih bisa dipasang kateter. Beberapa saat setelah pembedahan, aktivitas penderita harus dibatasi agar penyembuhan berjalan lancar. Aktivitas normal (termasuk hubungan seksual) biasanya bisa kembali dilakukan dalam waktu 4-8 minggu. Setelah menjalani histerektomi, penderita tidak akan mengalami menstruasi lagi. Histerektomi biasanya tidak mempengaruhi gairah seksual dan kemampuan untuk melakukan hubungan seksual. Tetapi banyak penderita yang mengalami gangguan emosional setelah histerektomi. Pandangan penderita terhadap seksualitasnya bisa berubah dan penderita merasakan kehilangan karena dia tidak dapat hamil lagi. Saat ini kadar mortalitas radikal histerektomi dengan limfadenektomi telah berkurang sebanyak 1%. Komplikasi yang paling sering terjadi adalah disfungsi kandung kemih jangka panjang. Kira-kira 75% pasien mengalami perbaikan setelah 1-2 minggu pasca radikal histerektomi. Komplikasi berat lain termasuk terbentuknya fistula di mana fistula ureterovaginal adalah yang paling sering yaitu sebanyak 12% diikuti dengan fistula vesikovaginal dan rektovaginal. Komplikasi lain termasuk infeksi saluran kemih, kista limfe dan limfedema, sepsis luka, dehisensi, penyakit tromboembolik, ileus, perdarahan pascabedah dan obstruksi intestinal.

Selama menjalani radioterapi, penderita mudah mengalami kelelahan yang luar biasa, terutama seminggu sesudahnya. Istirahat yang cukup merupakan hal yang penting, tetapi dokter biasanya menganjurkan agar penderita sebisa mungkin tetap aktif. Pada radiasi eksternal, sering terjadi kerontokan rambut di daerah yang disinari dan kulit menjadi merah, kering serta gatal-gatal. Mungkin kulit akan menjadi lebih gelap. Daerah yang disinari sebaiknya mendapatkan udara yang cukup, tetapi harus terlindung dari sinar matahari dan penderita sebaiknya tidak

menggunakan pakaian yang bisa mengiritasi daerah yang disinari. Biasanya, selama menjalani radioterapi penderita tidak boleh melakukan hubungan seksual. Kadang setelah radiasi internal, vagina menjadi lebih sempit dan kurang lentur, sehingga bisa menyebabkan nyeri ketika melakukan hubungan seksual. Untuk mengatasi hal ini, penderita diajari untuk menggunakan dilator dan pelumas dengan bahan dasar air. Pada radioterapi juga bisa timbul diare dan sering berkemih. Efek samping dari kemoterapi sangat tergantung kepada jenis dan dosis obat yang digunakan. Selain itu, efek sampingnya pada setiap penderita berlainan. Biasanya obat anti-kanker akan mempengaruhi sel-sel yang membelah dengan cepat, termasuk sel darah (yang berfungsi melawan infeksi, membantu pembekuan darah atau mengangkut oksigen ke seluruh tubuh). Jika sel darah terkena pengaruh obat anti-kanker, penderita akan lebih mudah mengalami infeksi, mudah memar dan mengalami perdarahan serta kekurangan tenaga. Selsel pada akar rambut dan sel-sel yang melapisi saluran pencernaan juga membelah dengan cepat. Jika sel-sel tersebut terpengaruh oleh kemoterapi, penderita akan mengalami kerontokan rambut, nafsu makannya berkurang, mual, muntah atau luka terbuka di mulut. Terapi biologis bisa menyebabkan gejala yang menyerupai flu, yaitu menggigil, demam, nyeri otot, lemah, nafsu makan berkurang, mual, muntah dan diare. Kadang timbul ruam, selain itu penderita juga bisa mudah memar dan mengalami perdarahan. Karsinoma serviks uterus dalam kehamilan 1 Tumor ganas di serviks tidak menghalangi untuk adanya kehamilan. Terdapat 1 diantara 3000 kehamilan. Tidak ada perbedaan antara karsinoma serviks di dalam dan di luar kehamilan, mengenai perjalanan penyakitnya, dalam rasio kesembuhan pada tingkat klinik yang sama. Untuk penanganan primer dipilih pembedahan, karena penyinaran, mempunyai efek samping yang merugikan penderita yang berusia muda. Dalam menghadapi wanita hamil dengan kanker leher-rahim perlu dibedakan 3 hal, yakni tuanya kehamilan, umur penderita, dan jumlah anak.

Penanganan dengan pembedahan didasarkan atas tingkat klinik penyakit dan umur kehamilan. Pada tingkat 0 kehamilan diteruskan sampai partus berlangsung spontan, dan bila 3 bulan pasca persalinan masih tetap ada, maka ditangani seperti kondisi tidak hamil dengan memperhatikan tingkatan klinik yang ada saat itu. Pada tingkat klinik I,II,III ke atas dengan kehamilan : 1. Trimester I dan awal trimester II : histerektomi radikal dengan limfadenektomi panggul dengan janin in utero 2. Trimester II lanjut : ditunggu sampai janin viable (dapat hidup di luar rahim (kehamilan >34 minggu). dengan Dikerjakan histerektomi seksio sesarea dan

klasik/korporal,

diteruskan

radikal

limfadenektomi panggul 3. Pasca persalinan : histerektomi radikal dengan limfadenektomi panggul. Pengamatan lanjut1 Tiap 3 bulan selama 2 tahun pertama kemudian tiap 6 bulan, tergantung dari keadaan. Jangan dilupakan meraba kelenjar inguinal dan supraklavikular, perabaan abdomen, perabaan abdomino-vaginal, dan abdomino-rektal,

pemeriksaan sitologi puncak vagina dan foto rontgen toraks (tiap 6 bulan). Kolposkopi sangat penting untuk meneliti puncak vagina, untuk menemukan bentuk-bentuk pra-maligna. Rektoskopi, sitoskopi dan pemeriksaan lain seperti renogram, IVP (Intravenous Pyelography) dan CT-scan panggul atau limfografi dilakukan menurut indikasi. Dewasa ini MRI dapat digunakan pula. PROGNOSIS 5,6 Faktor yang menentukan prognosis diantaranya adalah : 1) Usia penderita 2) Keadaan umum penderita 3) Tingkat klinik keganasan 4) Ciri-ciri histologik sel tumor 5) Kemampuan ahli atau tim ahli yang menangani 6) Sarana pengobatan yang ada

Faktor kliniko-patologik Kombinasi faktor klinis dan hasil pemeriksaan patologi anatomi dari jaringan operasi yang disebut sebagai faktor kliniko-patologik saat ini digunakan sebagai faktor prognosis pada pasien kanker serviks uteri.

Stadium Angka ketahanan hidup 5 tahun untuk karsinoma serviks adalah 68% pada wanita kulit putih dan 55% pada wanita kulit hitam di Amerika Serikat, dimana pada stadium 0, 99-100%; stadium IA, > 95%; stadium IB-IIA, 8090%; stadium IIB, 65%; stage III, 40%; dan stadium IV, < 20%. Penelitian di Memorial Sloan-Kattering Cancer Center pada 431 pasien stadium 1B atau IIA, didapatkan 71 pasien metastase pada KGB.
2

Ukuran lesi Ukuran lesi merupakan prediktor pada metastase KGB, invasi limfo-vaskuler serta survival. Angka ketahanan hidup masing masing 90%, 60%, 40% pada ukuran lesi < 2cm, > 2cm dan > 4cm.Cut-of point besar lesi adalah 4 cm, namun analisa multivariat menunjukkan tidak ada perbedaan odd ratio pada ukuran 3,1-4 cm dengan 4,1-5 cm.

Invasi Limfo-vaskuler Invasi limfo-vaskuler sampai saat ini masih merupakan kontroversi dan menjadi perdebatan. Beberapa analisis mendapatkan tidak didapatkan korelasi bermakna terhadap survival. Laporan lain mendapatkan angka survival 5 tahun sebesar 90% bila tidak ada invasi limfovaskuler, sementara bila ada invasi sebesar 50-70%. Angka risiko kekambuhan meningkat sesuai dengan tingkat invasi limfo-vaskuler. Sebuah penelitian mendapatkan angka rekurensi pada 2 tahun pertama pada invasi-limfovaskuler yang tinggi (45%), sedang (33%), ringan (15%) dan negatif (7%). Metastase pada kelenjar getah bening selain berfungsi sebagai faktor prognosis /faktor prediktor bebas terhadap survival, juga sering digunakan sebagai acuan untuk mengevaluasi faktor

prognosis lain, misalnya besar lesi, invasi limfovaskuler, juga beberapa faktor biomolekuler misalnya MMP dan VEGF. Pasien tanpa metastase pada KGB mempunyai angka ketahanan hidup 5 tahun sebesar 85-90%, sedangkan pasien dengan metastase KGB bervariasi antara 20-74%.

Jenis histologi Jenis histologi adenokarsinoma meliputi kurang lebih 15 25 % dari keseluruhan keganasan pada serviks uteri. Kasus adenokarsinoma cenderung meningkat pada wanita usia muda. Analisis multivariat menyimpulkan, secara keseluruhan survival pasien dengan adenokarsinoma lebih buruk yaitu 59 % dibanding 73 % pada pasien dengan kanker sel skuamosa.

Anda mungkin juga menyukai