Anda di halaman 1dari 19

BAB 1 LAPORAN KASUS

I.

IDENTITAS Nama Pasien Usia Pasien Pekerjaan Agama Suku Pendidikan Alamat Nama Suami Usia Suami Pekerjaan suami Pendidikan suami Lama Menikah Jumlah Pernikahan : Ny. Evi Tikasari : 19 tahun : Ibu rumah tangga : Islam : Jawa : SMP : Ds. Datengan - Grogol ; Tn. Semi : 28 tahun : Buruh tani : SMP : 5 bulan : 1x : 8 Juli 2013 : Poli BKIA RS Gambiran-Kediri : Abortus Mola

II.

MRS Rujukan Diagnosa Rujukan

III.

ANAMNESIS: Keluhan Utama : keluar darah dari jalan lahir sejak 1 bulan sebelum MRS.

Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien rujukan Poli BKIA RS Gambiran-Kediri, datang dengan keluhan keluar darah dari vagina sejak satu bulan sebelum MRS. Darah berwarna kecoklatan seperti flekflek, namun saat MRS, jumlah darah bertambah dan warna menjadi kemerahan. Dalam sehari habis + 3 pembalut. Terdapat nyeri perut, di bagian tengah, sejak 3 minggu ini. Nyeri perut terus-terusan, merasa seperti lapar (kruwes-kruwes), nyeri berkurang bila dibuat istirahat. Sesak nafas sejak 3 minggu ini, sesak bila untuk beraktivitas, dan berkurang bila untuk beristirahat, kadang untuk berjalan jauh, sesak timbul. Dada terasa deg-degan dan kadang sering merasa kedinginan. Terdapat mual, muntah sejak 2 minggu ini yang menyebabkan pasien tidak nafsu makan, muntah mengeluarkan sisa makanan, tidak ada darah, nyeri dada -, batuk -. HPHT: 5 April 2013 UK: 13-14 minggu Riwayat Penyakit Dahulu : Pasien mengaku tidak pernah memiliki riwayat keluhan yang serupa. Pasien juga menyangkal adanya riwayat penyakit jantung, ginjal, hipertensi, diabetes mellitus, dan asma. Tidak ada riwayat pengobatan TB. Gastritis (+) Riwayat Penyakit Keluarga : DM, HT, TB disangkal Riwayat Alergi : tidak ada riwayat alergi terhadap obat-obatan Riwayat Obstetri : G1 P0000 A 000, Partus terakhir -, abortus terakhir -, KB tidak Riwayat Haid: - Menarche : 15 tahun

- Lama haid - Siklus - Nyeri haid

: 7 hari : Teratur, + 28 hari, jumlah: banyak : kadang-kadang sebelum haid

- Riwayat ANC : tidak pernah - Riwayat USG : tidak pernah IV. STATUS GENERALIS Keadaan umum Kesadaran Tanda Vital - Tekanan darah - Frekuensi nadi : 110/ 70 mmHg : 120 x/menit : cukup baik : compos mentis

- Frekuensi napas : 36 x/menit - Suhu - BB - TB : 36,8 oC : 39 kg (BB awal 41 kg, dalam waktu 2bulan turun 3kg) : 147cm

Pemeriksaan Fisik Umum - Mata - Thyroid - Jantung - Paru : eksoftalmus (+), anemis (+), ikterus (-) : tidak teraba : S1S2 tunggal reguler, murmur (-), gallop (-) : vesikuler + + + + + - Hepar : tidak teraba. + rhonki - wheezing -

- Ekstremitas V.

: edema -/ - akral teraba hangat + /+

STATUS GINEKOLOGI Abdomen Inspeksi : abdomen bagian hypogastric tampak mengalami pembesaran,

tidak ada tanda-tanda peradangan, bekas operasi (-). Palpasi : teraba tinggi fundus uteri 3 cm di bawah pusat, balotement (-),

tidak teraba bagian janin, nyeri tekan (+) VT Dinding vagina normal, massa (-), porsio licin, (-), teraba jaringan (-), nyeri goyang porsio (-), adneksa parametrium cavum douglas dextra et sinistra dbn, korpus uteri antefleksi, lunak, V/V darah sedikit.

V.

PEMERIKSAAN PENUNJANG Darah Lengkap WBC RBC HB HCT MCV MCH MCHC PLT RDW-SD : 5.40 [ 10*3/uL] : 3.63 [10*6/uL] : 10.1 [g/dL] : 29.2 [%] : 80.4 [fL] : 34.6 [g/dL] : 34.6 [g/dL] : 152 [10*3/ uL] : 34.2 [fL]

RDW-CV PDW MPV P-LCR NEUT# NEUT% LYMPH# LYMPH% MONO# MONO% EO# EO% BASO# BASO% Kimia Darah GDA BUN Creatinin SGOT SGPT HBsAg

: 12.0 [%] : 14.0 [fL] : 11,4 [fL] : 35,0 [%] : 3,38x103/uL : 62,5 [%] : 1,08x103/uL : 20 [%] : 0,90x103/uL : 16,7[%] : 0,02x103/uL : 0,4 [%] : 0,02x103/uL : 0,4 [%]

: 99 mg/dl :15 mg/dl :0,5 mg/dl : 122 u/l :154u/l : (-)

Urine Lengkap WBC 0 cell/uL

KET +1 NIT URO +2 BIL +1 PRO +! GLU BLD pH LEUKO ERY CYL EPTH KRIST

1,5 mmol/L

66 umol/L 8,6 umol/L 0,3 g/L 0 mmol/L 0cell/uL 6,0 : (3-4) : (1-2) : (-) : (2-3) : Amorph (+)

PEMERIKSAAN TIROID TSH-s FT4 : 0,021 ul/ml () : 6,12 ng/dl ()

USG KEBIDANAN -Uterus membesar tepi licin tampak multiple lesi, kistik kecil-kecil di dalam uterus yang membesar tersebut, tampak G.S/janin -Daerah adneksa dextra dan sinistra tak tampak kelainan Kesan: -Pembesaran uterus sangat mungkin gambaran mola hidatidosa.

FOTO THORAX EKG Sinus takikardia VI. DIAGNOSIS Mola hidatidosa komplet Cor tak tampak membesar Pulmo tak tampak kelainan Sudut costophrenicus dextra sinistra lancip

VII.DIAGNOSIS BANDING Mola hidatidosa parsial Koriokarsinoma

VIII. PENATALAKSANAAN MRS O2 Masker 6l/menit RL 20tpm Siapkan WB 4 kolf Pasang Kateter Pemasangan laminaria Pro kuretage

BAB 2 PEMBAHASAN

Terdapat suatu spektrum kelainan proliferasi trofoblastik terkait kehamilan yang selama bertahun-tahun klasifikasinya terutama didasarkan pada kriteria histologi dan mencakup mola hidatidosa, mola invasif, dan koriokarsinoma. Kemudian, diajukan suatu klasifikasi yang terutama didasarkan pada temuan klinis dan serial pemeriksaan kadar gonadotropin korionik serum yang dikeluarkan oleh jaringan abnormal. Walaupun kedua klasifikasi ini menimbulkan kebingungan, yang sekarang diterima adalah pendekatan klinis. (Cunningham, 2005). Mola hidatidosa adalah kehamilan abnormal, dengan ciri-ciri stoma villus korialis langka, vaskularisasi dan edematus. Janin biasanya meninggal akan tetapi villus-villus yang membesar dan edematus itu hidup dan tumbuh terus, gambaran yang diberikan adalah sebagai segugus buah anggur. (Wiknjosastro, Hanifa, dkk, 2006). Mola hidatidosa dibagi menjadi dua, yaitu mola hidatidosa komplet dan mola hidatidosa parsial. Mola hidatidosa komplet adalah perubahan vili korionik menjadi suatu massa vesikel-vesikel jernih dalam beragam ukuran, mulai dari yang sulit dilihat hingga yang berdiameter beberapa cm dan menggantung pada tangkai kecil. Temuan histologisnya dtandai oleh: 1. Degenerasi hidropik dan pembengkakan stroma vilus 2. Tidak ada pembuluh darah di vilus yang membengkak 3. Proliferasi epitel trofoblas dengan derajat bervariasi 4. Tidak adanya janin dan amnion

Penyakit trofoblastik gestasional disebabkan oleh gangguan genetik dimana sebuah spermatozoon memasuki ovum yang telah kehilangan nukleusnya atau dua sperma memasuki ovum tersebut.Pada lebih dari 90 persen mola komplit hanya ditemukan gen dari ayah dan 10 persen mola bersifat heterozigot (John, 2006). Mola parsial adalah apabila perubahan hidatidosa bersifat fokal dan kurang berkembang dan mungkin tampak sebagian jaringan janin, biasanya paling tidak kantung amnion. Terjadi pembengkakan hidatidosa yang berlangsung lambat pada sebagian vili yang biasanya avaskuler. Sementara, vili-vili berpembuluh lainnya dengan sirkulasi janin plasenta yang masih berfungsi tidak terkena (Cunningham, 2005). Mola parsial biasanya terdiri dari kromosom triploid yang memberi kesan gangguan sperma sebagai penyebab (John, 2006). Janin pada mola hidatidosa parsial, biasanya memiliki tanda-tanda triploidi, yang mencakup: 1. Malformasi kongenital multiple 2. Hambatan pertumbuhan 3. Tidak viable (Cunningham, 2005). Pada tanggal 8 Juli 2013 pasien seorang perempuan berusia 19 tahun, mengeluhkan bahwa keluar darah dari vagina sejak satu bulan sebelum MRS. Darah berwarna kecoklatan seperti flek-flek, namun saat MRS, jumlah darah bertambah dan warna menjadi kemerahan. Hal ini sesuai dengan teori yang mengatakan bahwa pada mola hidatidosa perdarahan merupakan gejala yang bersifat universal (ditemukan pada hampir semua kasus mola). Perdarahan dapat terjadi sesaat sebelum abortus. Selain pengeluaran darah yang terus menerus atau intermiten yang terjadi mulai usia gestasi

sekitar 12 minggu biasanya tidak banyak dan sering cenderung coklat daripada merah (Cunningham, 2006). Frekuensi mola hidatidosa ditemukan relatif lebih tinggi pada kehamilan yang terjadi di awal atau akhir usia subur, hal ini sesuai dengan usia pasien yang masih 19 tahun, Di mana menurut Departemen Kesehatan tahun 2003, pengertian Wanita Usia Subur (WUS) adalah wanita dalam usia reproduktif, yaitu usia 15-49 tahun baik yang berstatus kawin, janda maupun yang belum menikah (Departemen Kesehatan, 2003). Pada kasus ini, faktor resiko terjadinya mola hidatidosa adalah rendahnya sosioekonomi yang berhubungan dengan faktor makanan yang kurang bergizi, salah satunya asam folat dan protein di mana kekurangan asam folat dan protein dapat menyebabkan penyakit trofoblastik gestasional, namun untuk patofisiologi terjadinya masih belum jelas (Cunningham, 2006). Selain itu anemia defisiensi besi sering dijumpai dan kadang-kadang terdapat eritropoisis megaloblastik yang mungkin akibat kurangnya asupan gizi karena mual dan muntah disertai meningkatnya kebutuhan folat trofoblas yang cepat berproliferasi (Cunningham, 2006). Pasien ini juga mengeluh mengeluhkan mual dan muntah yang berat. Hal ini merupakan akibat dari peningkatan secara tajam hormon -hCG (Cunningham, 2006). Pada pasien ini belum dilakukan pemeriksaan kadar Human Chorionic Gonadotropin (hCG), seharusnya dilakukan pemeriksaan kadar hCG dalam plasma dan urin baik secara bio assay, imuno assay maupun radio imuno assay (Wiknjosastro, Hanifa, dkk, 2006). Human Chorionic Gonadotropin (hCG) adalah suatu glikoprotein dengan berat molekul 36.700 m memiliki kandungan karbohidrat tertinggi (30 persen) dibandingkan dengan hormon manusia lainnya. Kadar hCG dalam plasma dan urin mungkin sangat

meningkat pada wanita dengan mola hidatidosa atau koriokarsinoma. Kadar hCG plasma yang relatif tinggi dapat dijumpai pada kehamilan trimester dua dengan sindrom down. Mual dan muntah selama kehamilan biasa terjadi di pagi hari ataupun kapan saja. Tanda biasa muncul segera setelah implantasi dan bersamaan saat produksi hCG mencapai puncaknya, diduga bahwa hormon plasenta inilah yang memicu mual dan muntah dengan bekerja pada chemoreseptor trigger zone pada pusat muntah (Sherwood, 2001). Muntah terjadi akibat perangsangan pada pusat muntah yang terletak di daerah postrema medula oblongata di dasar ventrikel ke empat. Muntah dapat dirangsang melalui jalur saraf aferen oleh rangsangan nervus vagus dan simpatis atau oleh rangsangan emetik yang menimbulkan muntah dengan aktivasi chemoreceptor trigger zone. Jalur eferen menerima sinyal yang menyebabkan terjadinya gerakan ekspulsif otot abdomen, gastrointestinal dan pernafasan yang terkoordinasi dengan epifenomena emetik yang menyertai. Pusat muntah secara anatomis berada di dekat pusat salivasi dan pernafasan sehingga pada waktu muntah sering terjadi hipersalivasi dan gerakan pernafasan (Price, Wilson, 2005). Sesak nafas sejak 3 minggu ini, sesak bila untuk beraktivitas, dan berkurang bila untuk beristirahat, kadang untuk berjalan jauh, sesak timbul. Sesak yang terjadi akibat metabolisme yang meningkat, antara cadangan oksigen dengan proses pembentukan energy tidak seimbang, ini menyebabkan tubuh mengadakan kompensasi untuk meningkatkan kadar oksigen melalui pertambahan frekuensi bernafas. Karena dari pemeriksaan fisik dan penunjang tidak didapatkan tanda-tanda dekompensasi jantung (tidak didapatkan edema tungkai maupun JVP meningkat, serta tidak ada suara jantung tambahan berupa murmur dan gallop, dan dari EKG hanya didapatkan sinus takikardi,

serta dari foto thorax tidak tampak kelainan), maka kemungkinan diagnosis dekompensiasi jantung dapat disingkirkan. Hasil pemeriksaan didapatkan status generalis tekanan darah yang rendah, nadi yang meningkat, hal ini merupakan kompensasi dari perdarahan yang terjadi. Status lokalis, didapatkan mata eksoftalmus, di mana hal ini sesuai dengan kriteria diagnostik dari hipertiroidisme berupa hipermetabolisme dan aktifitas simpatis yang berlebihan sehingga pada pasien mengeluh lelah, gemetar dan tidak tahan panas, keringat semakin banyak bila panas, kulit lembab, berat badan turun, sering disertai nafsu makan meningkat, palpitasi, takikardi dan kelemahan serta atrofi otot (Price, Wilson, 2005). Selain itu menurut teori, manifestasi ekstratiroidal berupa oftalmopati. Oftalmopati yang ditemukan pada 50% sampai 80% pasien ditandai oleh mata melotot, fisura palpebra melebar, kedipan berkurang, lid lag (keterlambatan kelopak mata dalam mengikuti gerakan mata) dan kegagalan konvergensi. Lid lag bermanifestasi sebagai gerakan kelopak mata yang relatif lebih lambat terhadap gerakan bola matanya sewaktu pasien diminta perlahan-lahan melirik ke bawah (Ganong, 2003). Eksopthalmus yang terjadi merupakan reaksi inflamasi autoimun yang mengenai daerah jaringan periorbital dan otot-otot ekstraokuler, akibatnya bola mata terdesak keluar. (Sherwood, 2001). Pada pasien ini terdapatnya sesak dan takikardi disebabkan oleh karena hormon tiroid dosis tinggi menyebakan pembentukan panas tambahan yang berakibat pada peningkatan ringan suhu tubuh, yang akan mengaktifkan mekanisme pengeluaran panas. Tahanan tepi menurun karena terjadi vasodilatasi kulit, tetapi curah jantung meningkat

karena kombinasi efek hormon tiroid dan katekolamin pada jantung, jadi tekanan nadi dan frekuensi jantung meningkat (Ganong, 2003). Selain itu dalam menegakkan diagnosa hipertiroid, penggunaan Indeks Wayne mungkin dapat digunakan. Indeks Wayne sendiri merupakan suatu checklist yang berisi ada atau tidaknya gejala-gejala, seperti palpitasi, mudah lelah, berat badan turun, dan lain-lain, dengan skor tersendiri untuk masing-masing gejala. Seorang pasien didiagnosis menderita hipertiroid apabila skor Inseks Wayne lebih dari 19. Di bawah ini telah dilampirkan Indeks Wayne (Harrison, 2004). Indeks Wayne: Objektif: a) Tirod teraba 3 b) Bruit 2 c) Exopthalmus 0 d) Lid retraction 0 e) Lid lag 0 f) Hiperkinesia 0 g) Tangan panas 2 h) Tangan berkeringat 0 i) Tremor 0 j) Tremor halus 1 k) Atrial fibrilasi 0 l) Nadi <80 0 m) Nadi 80-90 0 n) Nadi >90 3

Subjektif a) Dypsneu de effort 1 b) Palpitasi 1 c) Cepat lelah 2 d) Suka panas 0 e) Suka dingin 5 f) Banyak berkeringat 0 g) Nervous 2 h) Nafsu makan meningkat/menurun 3 i) Berat badan meningkat/menurun 3 Total score : > 19 hipertiroid Dari pasien tersebut indeks wayne: 20 Oleh karena sifatTSH yang sangat sensitive dan spesifik dalam rangka mendeteksi jumlahnya dalam darah, maka TSH dapat digunakan sebagai marker dalam mendeteksi fungsi hormone tiroid. Selain itu, kadar TSH juga berespon secara dinamik apabila adanya perubahan terhadap kadar T4 dan T3. Oleh sebab itu, kadar TSH menjadi marker utama dalam rangka menentukan nilai hormone tiroid yang berkurang, normal, maupun meningkat (Harrison, 2004). Penemuan tentang nilai TSH yang abnormal haruslah diikuti dengan pengukuran nilai hormone tiroid dalam darah bagi memastikan lagi diagnosis hipertiroidisme (TSH yang rendah) dan hipotiroidisme (TSH yang tinggi). Pemeriksaan dengan menggunakan radioimmunoassay dapat dilakukan bagi mendeteksi kadar T3 dan T4 darah. T3 dan T4 berikatan dengan protein dan terdapat banyak factor yang dapat mempengaruhi kadar

hormone tersebut (penggunaan obat-obatan tertentu, penyakit tertentu serta factor genetik). Oleh itu, adalah perlu untuk mengukur nilai hormone tersebut dalam kondisi bebas atau tanpa terikat oleh protein (Harrison, 2004). Kadar hormon tiroid dapat meningkat apabila kadar TBG meningkat terutama dalam kondisi kadar estrogen yang meningkat(kehamilan, kontraseptif oral, terapi hormone replacement, tamoxifen). Juga, dapat berkurang dalam kondisi seperti androgen tinggi dan sindroma nefrotik. Masalah genetic dan acute illness juga dapat mempengaruhi kadar hormone tiroid yang berikatan dengan protein dalam darah. Oleh karena hanya hormone tiroid yang bebas berikatan terdeteksi normal dalam kondisi-kondisi seperti diatas, adalah disarankan untuk melakukan pemeriksaan hormone tiroid bebas berikatan dalam rangka menilai kadar hormone tiroid. Pada pasien ini, didapatkan peningkatan T4 (6.12ng/dL) dan penurunan hasil TSH (0.021IU/mL) (Harrison, 2004). Pada pasien ini adanya gejala hipertiroid kemungkinan bukan penyakit yang berdiri sendiri, namun hipertiroid merupakan hipertiroid sekunder akibat peningkatan hCG. Pada banyak wanita yang mengalami mola hidatidosa atau koriokarsinoma, kadang-kadang dijumpai bukti hipertiroidisme secara biokimiawi atau klinis. Dahulu dianggap bahwa pembentukan tirotropin korionik oleh penyakit trofoblas ganas merupakan penyebab gambaran mirip hipertiroid pada para wanita tersebut. Namun kemudian dibuktikan bahwa beberapa bentuk hCG berikatan dengan reseptor TSH sel tiroid. Aktivitas stimulatorik tiroid dalam plasma wanita hamil trimester pertama cukup bervariasi dari satu sampel ke sampel lainnya. Modifikasi pada oligosakarida hCG tampaknya penting untuk memberntuk kapasitas hCG untuk merangsang fungsi tiroid. Sebagian dari bentuk iso hCG yang bersifat asam merangsang aktivitas tiroid, dan

beberapa bentuk yang lebih basa juga merangsang penyerapan iodium. Juga terdapat bukti awal bahwa reseptor LH atau hCG diekspresikan di tiroid. Dengan demikian, terdapat kemungkinan bahwa hCG merangsang aktivitas tiroid melalui reseptor LH atau hCG dan juga melalui reseptor TSH (Cunningham, 2005). Konjungtiva anemis dapat diakibatkan karena rendahnya kadar hemoglobin, eritrosit dan hematokrit akibat perdarahan yang menyebabkan anemia. Di mana pada pasien ini, anemianya tipe normokrom normositer, karena ada penurunan hemoglobin, eritrosit, dan hematokrit, namun kadar MCH, dan MCV dalam batas normal. Karena anemia normokrom normositer, maka kemungkinan penyebabnya adalah adanya hemolitik atau perdarahan. Untuk menyingkirkan diagnosisnya penyebab hemolitik adalah dengan melakukan pemeriksaan kimia darah berupa kadar bilirubin direct dan indirect. (Tjokroprawiro, 2007). Pemeriksaan obstetri, TFU berada 3 cm di bawah pusat, hal ini sesuai dengan teori di mana pada kasus mola hidatidosa didapatkan ukuran uterus membesar lebih cepat dari biasanya, padahal usia kehamilan pasien ini 12-13 minggu yang seharusnya ukuran TFU normalnya adalah sebatas simfisis. Dalam pemeriksaan ini, USG digunakan untuk mengetahui adanya jaringan mola yang masih tersisa dalam uterus. Namun gambaran khas berupa snow storm tidak didapatkan pada pasien ini, namun dari pemeriksaan USG dikatakan terdapat jaringan yang tampak sebagai multiple lesi, kistik kecil-kecil di dalam uterus yang membesar yang cukup menggambarkan suatu edema stroma vilus pada mola hidatidosa (Cunningham, 2006).

Terapi mola hidatidosa terdiri dari empat tahap yaitu ; 1. Perbaiki keadaan umum Yang termasuk usaha ini misalnya pemberian transfusi darah untuk memperbaiki syok atau anemia dan menghilangkan atu mengurangi penyulit seperti preeklampsi dan tirotoksikosa. Hal ini sesuai dengan terapi pada pasien yang diberikan transfusi whole blood (WB). 2. Pengeluaran jaringan mola Pada pasien ini dilakukan kuretase sesuai dengan teori bahwa tindakan untuk pengeluaran jaringan mola bisa dilakukan dengan dua cara yaitu vakum kuretase dan histerektomi. Setelah keadaan umum diperbaiki, dilakukan vakum kuretase tanpa pembiusan. Untuk memperbaiki kontraksi diperlukan pula uterotonika. Vakum kuretase dilanjutkan dengan sendok kuret biasa yang tumpul, tindakan kuret cukup dilakukan satu kali saja, asal bersih. Kuret kedua hanya dilakukan bila ada indikasi. Pada pasien ini tidak dilakukan histerektomi karena indikasi untuk melakukan

histerektomi yaitu pada wanita yng telah cukup umur dan telah cukup mempunyai anak. Batasan yang dipakai adalah umur 35 tahun dengan anak hidup 3. (Winkjosastro, 2006). 3. Terapi profilaksis dengan sitostatika Pada pasien ini tidak diberikan sitostatika karena indikasi pemberiannya pada kasus mola dengan resiko tinggi akan terjadinya keganasan, missal umur tua dan paritas tinggi yang menolak untuk dilakukan histerektomi atau kasus mola dengan hasil patologi yang mencurigakan. Biasanya

diberikan methotrexate atau actinomycin D. Goldstein berpendapat bahwa pemberian sitostatika profilaksis dapat menghindarkan keganasan dengan metastasis, serta mengurangi korio karsinoma di uterus sebanyak 3 kali. (Winkjosastro,2006) 4. Pemeriksaan tindak lanjut Tujuan utama tindak lanjut adalah deteksi dini setiap perubahan yang mengisyaratkan keganasan. Metode umum tindak lanjut adalah sebagai berikut : a. Cegah kehamilan selama masa tindak lanjut sekurang-kurangnya setahun b. Ukur kadar hCG setiap 2 minggu. Walaupun sebagian menganjurkan pemeriksaan setiap minggu, belum terbukti adanya manfaat yang nyata. c. Tunda terapi selama kadar serum tersebut terus berkurang. Kadar yang meningkat atau mendatar perlunya evaluasi dan biasanya terapi. d. Setelah kadar normal (yaitu setelah mencapai batas bawah pengukuran ) pemeriksaan dilakukan setiap bulan selama 6 bulan, lalu setiap 2 bulan untuk total 1 tahun. e. Tindak lanjut dapat dihentikan dan kehamilan diizinkan setelah 1 tahun. (Cunningham, 2006) Pada pasien ini dapat dilakukan prosedur tindak lanjut untuk mendeteksi dini adanya suatu keganasan dengan pengukuran kadar hCG secara serial. .

DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai