Anda di halaman 1dari 38

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Mata adalah salah satu dari sekian banyak organ tubuh kita yang sangat berharga. Yang mana telah kita ketahui bersama bahwa fungsi mata adalah untuk melihat. Jika kita tidak dapat melihat, maka kita tidak dapat melihat pemandangan yang indah yang telah diciptakan Allah swt. Untuk itu kita harus dapat memelihara dengan baik anugerah yang telah diberikan oleh Allah swt. Walaupun demikian, terkadang penyakit mata dan kelainan mata tidak bisa

dihindari begitu saja. Ada beberapa kelompok kelaianan yang terjadi pada mata kita, diantaranya: 1. Mata merah visus normal 2. Mata merah visus menurun 3. Mata tenang visus menurun perlahan 4. Mata normal visus menurun mendadak 5. Trauma mata 6. Penyakit kelopak mata 7. Kelainan refraksi 8. Tumor mata Dari delapan kelompok kelaianan mata yang ada, mata merah sering dikeluhkan oleh masyarakat kita. Sebagian besar dari mata merah itu adalah konjungtivitis. Konjungtivitis merupakan kelompok dari mata merah visus normal.

1.2 Tujuan Penulisan Untuk lebih mengetahui, mengerti dan memahami mengenai anatomi dan fisiologi dari mata, definisi mata normal, visus pada mata, penyakit apa saja yang termasuk ke dalam kelompok mata merah visus normal mulai dari definisi, epidemiologi, etiologi, patomekanisme, gejala klinis, pemeriksaan rutin yang dilakukan, pemeriksaan penunjang, penatalaksanaan, promotif dan preventif serta prognosisnya.

1.3 Batasan Masalah Pada refresing ini akan dibahas mengenai anatomi dan fisiologi dari mata, definisi mata normal, visus pada mata, penyakit apa saja yang termasuk ke dalam kelompok mata merah visus normal mulai dari definisi, epidemiologi, etiologi, patomekanisme, gejala klinis, pemeriksaan rutin yang dilakukan, pemeriksaan penunjang, penatalaksanaan, promotif dan preventif serta prognosisnya.

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Anatomi dan Fisiologi Mata

Gambar 1. Anatomi Bola Mata

1. Palpebra a. Pengertian Modifikasi lapisan kulit yang dapat menutup dan melindungi boa mata bagian anterior. b. Pembagian palpebra 1) Palpebra superior 2) Palpebra inferior c. Fungsi Menyebarkan lapis tipis air mata sehingga kornea dan konjungtiva tidak dehidrasi. d. Struktur palpebra 1) Lapis kulit Kulit palpebra berbeda dengan kulit tubuh lain karena kulit palpebra tersebut tipis, longgar dan elastis dengan sedikit folikel rambut tanpa lemak subkutan. 2) Muskulus orbikularis okuli Akan dijelaskan pada bagian otot palpebra. 3) Jaringan areolar Berada dibawah muskulus orbikularis okuli. 4) Tarsus Struktur penyokong utama dari palpebra adalah lapis jaringan fibrosa padat yang mempunyai sedikit jaringan elastis 5) Konjungtiva palpebra Bagian posterio palpebra dilapisi selapis membran mukosa e. Otot-otot Palpebra Ada dua macam otot pada palpebra, yaitu: 1) Muskulus orbikularis okuli a) Fungsi b) Persyarafan 2) Retraktor palpebra a) Fungsi b) Pembagian : Membuka palpebra : Menutup papebra : Nervus fasialis (VII)

- Palpebra superior (muskulus levator palpebra superior) - Papebra inferior (fascia capsulo palpebra) c) Persyarafan f. Persyarafan 1) Syaraf motorik 2) Syaraf sensorik g. Pembuluh darah 1) Ke palpebra 2) Dari palpebra h. Tepian palpebra 1) Tepian anterior a) Bulu mata b) Glandula Zeis c) Glandula Moll 2) Tepian posterior Glandula Meibom 3) Punctum lakrimale : arteri lakrimalis dan arteri oftamikus : vena ophtalmica : Seperti yang telah disebutkan ditiap-tiap otot : Nervus trigeminus : Nervus okulomotorius ( III )

Gambar 2. Anatomi Palpebra

2. Konjungtiva a. Pengertian Membran mukosa yang transparan dan tipis yang membungkus permukaan posterior kelopak mata dan anterior sklera. b. Pembagian 1) Konjungtiva palpebra 2) Konjungtiva bulbaris c. Pembuluh darah 1) Arteri (arteri siliaris posterior dan arteri palpebra) 2) Vena-vena konjungtiva d. Persyarafan Percabangan I (oftalmica) nervus V (trigeminus) mempunyai sedikit serat nyeri. 3. Sklera a. Pengertian Pembungkus fibrosa pelindung mata di bagian luar. b. Ukuran c. Persyarafan 4. Kornea : Tebal 1 mm : Syaraf-syaraf siliaris

Gambar 3. Anatomi Kornea

a. Pengertian: jaringan yang transparan b. Ukuran: 1) Tebal 2) Diameter c. Bagian-bagian 1) Lapisan epitel 2) Lapisan membran Bowman 3) Stroma 4) Lapisan membran decemet 5) Endotel d. Sumber-sumber nutrisi 1) Pembuluh darah limbus 2) Humor aquaeus 3) Air mata 4) Oksigen atmosfer untuk korne superfisial e. Persyarafan Nervus V kranialis (trigeminus) cabang I (oftalmika) 5. Uvea a. Pengertian: lapisan vaskular boa mata b. Pembagiannya 1) Iris 2) Korpus siliaris 3) Khoroid Bagian ini akan kita bicarakan satu persatu a. Iris 1) Pengertian: Perpanjangan korpus siliare ke anterior 2) Otot-otot yang ada a) Otot sfingter b) Otot dilator 3) Fungsi Pengaturan jumlah cahaya yang masuk ke daam mata : Memperkecil ukuran pupil : Memperbesar ukuran pupil : 0.65 mm di tepi dan 0.54 mm di tengah : 11.5 mm

4) Pembuluh darah

: Circulus major iris

5) Persyarafan : Melalui serat-serat di daam n.siliaris, dibagi: a) Parasimpatis : Nervus III (okulomotorius) dengan fungsi konstriksi otot pupil b) Simpatis b. Korpus siliaris 1) Bagian-bagian: a) Zona anterior berombak-ombak b) Pars pikata c) Zona posterior datar d) Pars plana 2) Otot-otot Muskulus siliaris yang merupakan gabungan serat longitudinal, sirkular, radial. Otot sirkular berfungsi mengerutan dan relaksasi serat-serat zonula untuk fokus lensa. 3) Pembuluh darah 4) Saraf sensorik c. Khoroid Lapisan yang berada diantara retina dan sklera dan tersusun dari pembuluh darah besar, sedang, dan kecil. 6. Bilik Mata Depan a. Pengertian Ruangan yang berisi humor aquaeus yang diproduksi oleh korpus siliare b. Aliran humor aquaeus Korpus siliaris ultrafiltrat di procesus siliaris bilik mata belakang pupil bilik mata depan jalinan trabekular kanalis Schlemm sistem vena 7. Lensa Bentuknya: a. Bikonveks b. Avaskuar c. Transparan d. Tebal 4 mm : Dari lingkar utama iris : Saraf-saraf siliaris : Untuk dilatasi otot

e. Diameter 9 mm 8. Badan vitreus Suatu ruangan yang berisi humor vitreus 9. Retina a. Pengertian b. Fungsinya : Bungkus retina di sebelah dalam : Meneruskan rangsangan yang diterimanya berupa bayangan benda sebagai rangsangan elektrik ke otak sebagai bayangan yang dikenal. c. Susunan retina : Retina mengandug sel kerucut (penglihatan terang) dan sel batang (di tempat yang gelap).

10. Nervus Optikum Saraf penglihatan meneruskan rangsangan listrik dari mata ke korteks visual untuk dikenali bayangannya.

11. Fisiologi Penglihatan Sinar yang masuk ke mata sebelum sampai di retina mengalami pembiasan lima kali yaitu waktu melalui konjungtiva, kornea, aqueus humor, lensa, dan vitreous humor. Pembiasan terbesar terjadi di

kornea. Bagi mata normal, bayangbayang benda akan jatuh pada bintik kuning, yaitu bagian yang paling peka terhadap sinar. Gambar 4. Fisiologi Penglihatan Ada dua macam sel reseptor pada retina, yaitu sel kerucut (sel konus) dan sel batang (sel basilus). Sel konus berisi pigmen lembayung dan sel batang berisi pigmen ungu. Kedua macam pigmen akan terurai bila terkena sinar, terutama pigmen ungu yang terdapat pada sel batang. Oleh karena itu, pigmen pada sel basilus berfungsi untuk situasi kurang terang, sedangkan pigmen dari sel konus berfungsi lebih pada suasana terang yaitu untuk membedakan warna, makin ke tengah maka jumlah sel batang makin berkurang sehingga di daerah bintik kuning hanya ada sel konus saja.

Pigmen ungu yang terdapat pada sel basilus disebut rodopsin, yaitu suatu senyawa protein dan vitamin A. Apabila terkena sinar, misalnya sinar matahari, maka rodopsin akan terurai menjadi protein dan vitamin A. Pembentukan kembali pigmen terjadi dalam keadaan gelap. Untuk pembentukan kembali memerlukan waktu yang disebut adaptasi gelap (disebut juga adaptasi rodopsin). Pada waktu adaptasi, mata sulit untuk melihat. Pigmen lembayung dari sel konus merupakan senyawa iodopsin yang merupakan gabungan antara retinin dan opsin. Ada tiga macam sel konus, yaitu sel yang peka terhadap warna merah, hijau, dan biru. Dengan ketiga macam sel konus tersebut mata dapat menangkap spektrum warna. Kerusakan salah satu sel konus akan menyebabkan buta warna.

2.2 Mata Merah Visus Normal Mata akan terlihat merah bila bagian putih mata atau sklera yang ditutup konjungtiva menjadi merah. Pada mata normal, sklera berwarna putih karena dapat terlihat melalui bagian konjungtiva dan kapsul Tenon yang tipis dan tembus sinar. Hiperemia konjungtiva terajadi akibat bertambahnya asupan pembuluh darah ataupun berkurangnya pengeluaran darah seperti pada pembendungan pembuluh darah. Mata merah akibat melebarnya pembuluh darah konjungtiva yang terjadi pada peradangan mata akut, misalnya konjungtivitis, keratitis, atau iridosiklitis. Pada keratitis, pleksus arteri perikornea yang lebih dalam akan melebar pada iritis dan glaukoma akut kongestif. Pada konjungtivitis dimana pembuluh darah superfisial yang melebar, maka bila diberi efinefrin topikal terjadi vasokonstriksi sehingga mata akan menjadi putih. Untuk mengetahui seseorang mempunyai visus normal, maka dilakukan pemeriksaan tajam penglihatan (visus). Pemeriksaan sebaiknya dilakukan di kamar yang tidak terlalu terang dan dalam jarak 5 6 meter dari kartu baku untuk uji penglihatan (kartu Snellen). Ditentukan baris huruf terkeci yang masih dapat dibaca. Biasanya penglihatan normal mempunyai tajam penglihatan 6/6. Besar huruf atau angka pada optotik Snelen

beda. Pada bagian pinggir setiap baris optotip Snellen terdapat bilangan berupa pecahan (pembilang dan penyebut) yang menunjukkan tajam penglihatan. Pembilang menyatakan jarak antara orang yang sedang diperiksa dengan kartu optotip Snellen yang diletakkan dimukanya. Penyebut merupakan jarak dimana huruf tersebut seharusnya dapat dilihat atau dibaca. Jika kartu Snellen tidak dapat dibaca pada jarak 6 meter, maka dilakukan pemeriksaan dengan hitungan jari. Dimana untuk orang normal, hitungan jari ini masih dilihat secara jelas oleh orang normal dalam jarak 60 meter. Ada kalanya tajam penglihatan seseorang itu memang jelek, sehingga untuk hitungan jaripun dia tidak dapat melihatnya, maka dilakukan uji tajam penglihatan dengan cara lambaian tangan. Untuk ambaian tangan ini, orang yang masih normal visusnya akan dapat menglihat lambaian tangan ini secara jelas dari jarak 300 meter. Jika tidak juga dapat melihat, maka dilakukan uji ketajaman mata dengan cara pengenalan terhadap adanya sinar. Jika pasien hanya dapat mengenal sinar, keadaan ini disebut dengan tajam penglihatannya 1/ tidak berhingga. Jika untuk sinarpun orang yang kita periksa ini tidak dapat melihatnya, maka dikatakan penglihatannya adalah nol (buta total). Contoh kasus: 1. Seseorang dapat melihat lambaian tangan dalam jarak 3 meter, maka visus orang tersebut adalah 3/300 2. Seseorang mulai dapat melihat hitungan jari pada jarak 2 meter, maka visus orang tersebut adalah 2/60 Mata terlihat merah akibat melebarnyapembuluh darah konjungtiva, yang terjadi pada peradangan mata akut misalnya konjungtivitis, keratitis, dan iridosiklitis atau pecahnya pembuluh darah. Pada konjungtivitis dimana pembuluh darah superfisialis yang melebar, maka bila diberi epinefrin topikal akan terjadi vasokonstriksi sehingga mata akan putih. Dibawah ini akan dibahas mengenai mata merah visus normal. Adapun penyakitpenyakit yang termasuk ke dalam mata merah visus normal dibagi dalam dua kategori, ada mata merah visus normal dan tidak merata dan ada juga mata merah visus normal dan merata. Mata merah visus normal dan tidak merata, contohnya :

1. Pterigium dan pseudopterigium 2. Pinguekula dan Pinguekula Iritans 3. Perdarahan Subkonjungtiva 4. Episkleritis Dan Skleritis 5. Konjungtivitis Flikten Sedangkan penyakit yang tergolong dalam mata merah visus normal dan merata adalah konjungtivitis. Disini akan dibahas secara mendalam penyakit-penyakit tersebut. 1. Pterigium a. Definisi Penebalan lipatan konjungtiva bulbi yang berbentuk segitiga dengan banyak pembuluh darah. Puncaknya terletak dikornea dan dasarnya dibagian perifer. Biasanya terletak di celah kelopak dan sering meluas ke daerah pupil. b. Epidemiologi Umum terjadi pada usia 20-30 tahun dan di daerah yang beriklim tropis c. Etiologi Diduga akibat iritasi lama akibat debu, cahaya sinar matahari, dan udara yang panas. d. Klasifikasi berdasarkan luas perkembangannya Stadium I Stadium II : Pterigium belum mencapai limbus : Sudah mencapai atau melewati limbus tapi belum mencapai daerah pupil Stadium III : Sudah mencapai daerah pupil

e. Gejala klinis Pasien tidak mengeluh adanya gejala, tetapi bila pterigium ini sudah menutup kornea, maka pasien merasa pandangannya terganggu seperti ada bercak yang mengikutinya. Keluhan subjektif adalah rasa panas, gatal dan mengganjal atau mata lekas merah dan berair. f. Pemeriksaan fisik Tampak adanya selaput pada bagian konjungtiva yang berbentuk segitiga dengan puncak dibagian sentral, letaknya pada celah kelopak bagian nasal atau temporal konjungtiva.

Gambar 5. Tampak Jaringan Fibrovaskuler Konjungtiva g. Penatalaksanaan Tidak diperlukan pembedahan (bersifat rekurens) dan dilakukan pembedahan jika terjadi gangguan penglihatan akibat pterigium. h. Pencegahan Secara umum, lindungi mata dari paparan langsung sinar matahari, debu, dan angin, misalnya dengan memakai kacamata hitam.

2. Pseudopterigium Pseudopterigium merupakan perlekatan konjungtiva dengan kornea yang cacat. Sering pseudopterigium ini terjadai pada proses penyembuhan tukak kornea, sehingga konjungtiva menutupi kornea. Letak pseudopterigium ini pada daerah konjungtiva yang terdekat dengan proses kornea sebelumnya. Pterigium Lokasi Progresifitas Riwayat Penyakit Tes Sondase Selalu di fisura palpebra Bisa progresif atau stasioner Ulkus kornea (-) Negatif (-) Pseudopterigium Sembarang lokasi Selalu stasioner Ulkus kornea (+) Positif (+)

Gambar 6. Pseudopterigium Pseudopterigium tidak memerlukan pengobatan, serta pembedahan, kecuali sangat mengganggu visus atau alasan kosmetik.

3. Pinguekula dan Pinguekula Iritans Kelainan ini terdapat pada konjungtiva bulbi, baik bagian nasal maupun bagian temporal, di daerah celah kelopak mata. Pinguekula terlihat sebagai penonjolan berwarna putih-kuning keabu-abuan, berupa hipertrofi yaitu penebalan selaput lendir. Secara histologik pada puncak penonjolan ini terdapat degenerasi hialin. Pinguekula banyak dijumpai pada orang dewasa laki-laki, maupun perempuan, tidak menimbulkan keluhan, kecuali apabila menunjukkan peradangan sebagai akibat iritasi. Dalam keadaan iritasi maka dapat disertai keluhan seperti ada benda asing.

Gambar 7. Pinguekula Penderita umumnya datang ke dokter karena peradangan tersebut, atau karena penonjolan yang jelas sehingga penderita kuatir akan suatu keganasan atau karena alasan kosmetik.

Patogenesis belum jelas, tetapi umumnya diterima bahwa rangsangan luar mempunyai peranan pada timbulnya pinguekula. Sebagai rangsangan luar antara lain adalah panas, debu, sinar matahari dan sebagainya. Umumnya pinguekula tidak memerlukan pengobatan. Pinguekula yang menunjukkan peradangan umumnya diobati untuk menekan peradangannya. Steroid topikal memberi hasil yang mempercepat redanya peradangan. Mencegah rangsangan luar dapat dianjurkan.

4. Episkleritis a. Definisi: Reaksi radang jaringan konjungtiva sebelah dalam yang terletak di belakang sklera. b. Epidemiologi Perempuan lebih banyak terkena penyakit episkleritis daripada laki-laki c. Etiologi Reaksi hipersensitivitas terhadap penyakit sistemik seperti tuberkulosis, reumatoid artritis. d. Macam-macam episkleritis 1) Episkleritis sederhana 2) Episkleritis nodular e. Gejala-gejala Adapun gejala-gejala dari episkleritis adalah: 1) Mata merah 2) Mata terasa kering 3) Ada rasa sakit yang ringan 4) Mengganjal 5) Keluhan silau 6) Lakrimasi 7) Sekret tidak ada

Gambar 8. Episkleritis f. Pemeriksaan Fisik Pada pemeriksa fisik, didapat: 1) Kemerahan lokal (berwarna merah muda atau keunguan) 2) Infiltrasi 3) Kongesti 4) Edema episklera 5) Konjungtiva palpebra tenang g. Komplikasi Komplikasi yang dapat terjadi dapat berupa: 1) Keratitis superfisialis 2) Skleralitis h. Penatalaksanaan Penatalaksanaan dari penyakit episkleritis ini adalah: 1) Kortikosteroid untuk meredakan peradangan sederhana dari pada nodular) 2) Obat antiinflamasi nonsteroid oral (setelah gejala terkontrol) (efektif untuk episkleritis

5. Skleritis a. Definisi Skeritis adalah radang kronis granulomatosa pada sklera yang ditandai dengan dekstruksi kolagen, infiltrasi sel dan vaskulitis. b. Epidemiologi Biasanya bilateral dan lebih sering terjadi pada wanita.

c. Etiologi Sebagian besar disebabkan reaksi hipersensitivitas tipe III dan IV yang berkaitan dengan penyakit sistemik. d. Pembagian Skleritis dibagi berdasarkan gambaran klinis dan patologisnyA. Ada 2 jenis utama, yakni: 1) Skleritis anterior Skleritis anterior dibagi lagi menjadi: a) Tipe difus b) Tipe nodular c) Tipe nekrotikans Tipe nekrotikans juga dibagi lagi sesuai dengan ada atau tidaknya peradangan 2) Skleritis posterior e. Gejala klinis Gejala-gejala yang dapat timbul pada skleritis adalah 1) Rasa sakit berat yang menyebar ke dahi, alis, dan dagu secara terus menerus 2) Mata merah berair 3) Fotofobia f. Pemeriksaan fisik Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan: 1) Terlihat sklera bengkak 2) konjungtiva kemosis 3) injeksi sklera profunda 4) terdapat benjolan berwarna sedikit lebih biru jingga

Gambar 9. Skleritis g. Komplikasi Adapun komplikasi yang dapat terjadi adalah: 1) Keratitis 2) Uveitis 3) Glaukoma h. Penatalaksanaan Adapun penatalaksanaan untuk skleritis adalah: Dimuai dengan obat anti inflamasi non-steroid sistemik, jika timbul respon dalam 1 2 minggu atau segera tampak penyumbatan vaskuler harus segera dimulai terapi steroid sistemik dosis tinggi

6. Perdarahan Subkonjungtiva Hematoma subkonjungtiva dapat terjadi pada keadaan dimana pembuluh darah rapuh (umur, hipertensi, arteiosklerosis, konjungtivitis hemorraghik, pemakaian antikoagulan, batuk rejan). Perdarahan subkonjungtiva disebabkan pecahnya pembuluh darah kecil konjungtiva. Perdarahan atau pecahnya pembuluh darah ini dapat terjadi akibat radang konjungtiva berat, batuk keras pada anak-anak atau tusis quinta, kelainan pembuluh darah atau darah, dan kekurangan vitamin C. Besarnya perdarahan subkonjungtiva ini dapat kecil atau luas di seluruh subkonjungtiva. Warna merah pada konjungtiva pasien merasa khawatir sehingga akan segera minta pertolongan pada dokter. Warna merah akan berubah menjadi hitam setelah beberapa lama, seperti pada hematoma umumnya.

Gambar 10. Perdarahan Subkonjungtiva Biasanya tidak perlu pengobatan karena akan diserap dengan spontan dalam waktu 1-3 minggu. 7. Konjungtivitis Konjungtiva dan kornea merupakan bagian mata yang mudah berhubungan dengan dunia luar. Peradangan konjungtiva diakibatkan infeksi bakteri atau virus. Konjungtivitis dapat pula terjadi akibat asap, angin, dan sinar kuat, selain daripada alergi, demam, tampek dan penyakit lainnya. Pada peradangan konjungtiva tidak jarang ditemukan hal-hal berikut : Mata merah, bengkak, sakit, panas, gatal, dan seperti kelilipan Bila infeksi bakteri maka akan terdapat rasa lengket, sekret mukopurulen Bila infeksi karena virus maka akan bersifat sangat mudah menular apalagi pada mata sebelahnya. Sekret yang keluar bermacam-macam jenisnya dan sangat bergantung pada penyebab peradangannya. Sekret dapat demikian banyak sehingga kelopak sukar dibuka terutama sewaktu bangun pagi. Pada peradangan konjungtivitis akut akan ditemukan : Tertimbunnya eksudat pada sakus konjungtiva yang kadang-kadang bergumpal pada permukaan konjungtiva, dan membentuk pseudomembran. Bentuk pseudomembran ini dapat ditemukan pada radang akibat difteria, infeksi staphylococcus, konjungtivitis epidemik, luka bakar kimia dan sindrom Steven Johnson. eksudat purulen terdapat pada konjungtivitis akibat bakteri eksudat serous biasanya merupakan gambaran infeksi virus sekret yang mukous rrierupakan manifestasi reaksi alergi.

Pemeriksaan kultur dan sitologik sekret konjungtiva merupakan cara untuk mengetahui penyebab infeksi, seperti : Sel eosinofil kebanyakan merupakan akibat atopi atau terutama akibat konjungtivitis vernal Sel limfosit merupakan gambaran karakteristik infeksi akibat virus, infeksi kronis Sel epitel dengan multi nukleus dengan atau tanpa badan inklusi intraseluler merupakan gambaran yang dapat ditemukan pada infeksi virus. Gejala umum pada konjungtivitis adalah mata merah, sekret atau mata kotor, dan pedes seperti kelilipan. Konjungtivitis biasanya akan mengenai kedua mata akibat mengenai mata yang sebelahnya. Bila terdapat hanya pada satu mata maka ini biasanya diakibatkan alergi atau moluskum kontagiosum. Pengobatan konjungtivitis pada umumnya adalah dengan mengobati kausal dan tidak dibebat. Bila dibebat maka kuman akan berkembang biak dengan cepat karena suhu mata yang biasanya lebih dingin akibat penguapan akan sarna denga suhu badan. Tabel 1. Diagnosis Banding Konjungtivitis

Gambaran klinis yang dapat terlihat pada konjungtiva,ialah : Reaksi folikular atau adanya folikel (nodul avaskular) merupakan proliferasi limfosit dan membentuk folikel limfoid dengan sel germinatif di bagian sentral subkonjungtiva. Besar folikel kira-kira 0.2 mm dan terlihat pada infeksi Chiamydia (trakoma), virus (adenovirus), akibat alergi kimia (atropin dan eserin)

Terbentuknya papil yang merupakan akibat penimbunan eksudat disertai serbukan leukosit, dan pelebaran pembuluh darah sehingga mendorong permukaan konjungtiva antara dua bagian yang tertahan oleh fibrin seperti yang terlihat pada konjungtivitis vernal, konjungtivitis akut bakterial dan konjungtivitis alergi Membran dan pseudomembran terlihat pada konjungtivitis epidemik akut, infeksi streptococ, dan difteria. Pseudomembran berbentuk seperti membran akan tetapi tidak melekat pada stroma konjungtiva sehingga bila diangkat tidak berdarah Sikatriks atau jaringan parut dapat terjadi pada konjungtiva tarsal dan bulbi. Sikatriks dapat terlihat pada trakoma dan penyakit alergi lainnya.

Pengobatan konjungtivitis secara umum adalah : Konjungtivitis bakterial diobati dengan tetes mata antibiotika (polymyxin, bacitracin, garamycin) beberapa kali untuk 2-3 hari Pemakai lensa kontak hams melepas lensa kontaknya Konjungtivitis alergi diobati dengan antihistamin Kompres hangat dipergunakan tidak lebih dart 20 menit.

Jenis konjungtivitis berdasarkan penyebabnya sebagai berikut : 1. Konjungtivitis Akut Konjungtivitis merupakan radang konjungtiva atau radang selaput lendir yang menutupi belakang kelopak dan bola mata. Konjungtivitis dibedakan bentuk akut dan kronis. Konjungtivitis dapat disebabkan bakteri seperti konjungtivitis Gonococ. virus, Chlamydia, alergi, toksik, dan Moluscum kontagiosum. Gambaran klinis yang terlihat pada konjungtivitis dapat berupa hiperemi konjungtiva bulbi, lakrimasi, eksudat dengan sekret yang lebih nyata di pagi hari, pseudoptosis akibat kelopak membengkak, kemosis, hipertrofi papil, folikel, membran, pseudomembran, granulasi, flikten, mata merasa seperti adanya benda asing, dan adeno-pati preaurikel. Biasanya sebagai reaksi konjungtivitis akibat virus berupa terbentuknya folikel pada konjungtiva. Bilik mata dan pupil dalam bentuk yang normal. a. Konjungtivitis Bakterial Akut

Gambar 11. Konjungtivitis Bakterial Akut Konjungtivitis bakteri akut adalah bentuk konjungtivitis yang murni dan biasanya disebabkan oleh staphylococ, streptococcus pneumoniae, gonococ, Haemifillus influenzae, pseudomonas, dan basil Morax Axenfeld. Pada setiap konjungtivitis sebaiknya dilakukan pemeriksaan pulas-an untuk mengetahui penyebabnya. Pengobatan umumnya pada konjungtivitis akibat bakteri adalah antibiotika spektrum luas dalam bentuk tetes dan salep, atau antibiotika sesuai dengan kausanya. Konjungtivitis Blenore Blenore neonatorum merupakan konjungtivitis pada bayi yang baru lahir. Penyebabnya yaitu : gonococ, chlamydia, dan staphylococ. Konjungtivitis purulen pada bayi sebaiknya dibedakan dengan oftalmia neonatorum lainnya seperti chlamydia konjungtivitis (inklusion blenore), infeksi bakteri lain, virus dan jamur. Saat terlihat penyakit, gambaran klinik serta hasil pemeriksaan hapus akan membantu untuk menentukan kausa. Blenore mengenai bayi yang ditularkan ibunya merupakan penyebab utama oftalmia neonatorum. Memberikan sekret purulen padat dengan masa inkubasi antara 12 jam hingga 5 hari, disertai perdarahan subkonjungtiva dan kemotik. Gejala khusus infeksi gonococ terlihat sebagai kelopak lengket. Masa inkubasi bervariasi antara 3 6 hari, gonore 1-3 hari dan chlamydia 5-12 hari. Diagnosis pasti blenore adalah dengan pulasan Giemsa. Pada pewamaan Giemsa akan terlihat sel leukosit polimorfonuklear dengan diplococ Gram negatif intra selular. Bila penyebabnya chlamydia maka ini disebabkan oleh chlamydia oculo genital trachmatis. Diagnosis dibuat dengan pulasan epitel dimana terdapat pigmen basofil di dalam sitoplasma dengan reaksi neutrofil, sel plasma dan sel mononuklear.

Pengobatan konjungtivitis blenore ialah dengan memberikan panisilin topikal tetes atau salep sesering mungkin. Tetes ini dapat diberikan setiap setengah jam pada 6 jam pertama disusul dengan setiap jam sampai terlihat tanda-tanda perbaikan. Pasien dirawat dan diberi pengobatan dengan penisilin salep dan suntikan, pada bayi diberikan 50.000 U/kgBB selama 7 hari. Sebelum pemberian penisilin topikal mata dibersihkan dari sekret karena bila tidak maka pemberian obat tidak akan efektif. Kadang-kadang perlu diberikan bersama-sama dengan tetrasiklin karena mungkin konjungtivitis ini berjalan bersamasama dengan infeksi chlamydia. Diagnosis banding yang sering didapatkan adalah konjungtivitis inklusi yaitu konjungtivitis yang disebabkan chlamydia oculogenital dan termasuk ke dalam golongan TRIG, dengan masa inkubasi 5-12 hari. Pada bayi akan terlihat sebagai konjungtivitis purulen. Obat yang diberikan adalah tetrasiklin atau sulfonamid. Pencegahan merupakan cara yang lebih aman ialah membersihkan mata bayi segera setelah lahir dengan larutan borisi dan memberikan salep kloramfenikol. Pemeriksaan laboratorium akan memberikan gambaran yang khusus untuk jenis infeksi, yang akan memperlihatkan tanda-tanda infeksi virus, jamur dan bakteri pada pemeriksaan sitologik. Konjungtivitis Gonore

Gambar 12. Konjungtivitis Gonore Konjungtivitis gonore merupakan radang konjungtiva akut yang disertai dengan sekret purulen. Gonococ merupakan kuman yang sangat patogen, virulen dan bersifat invasif sehingga reaksi radang terhadap kuman ini sangat berat. Pada neonatus infeksi konjungtiva terjadi pada saat berada pada jalan kelahiran, sedang pada bayi penyakit ini ditularkan oleh ibu yang sedang menderita penyakit tersebut.

Pada orang dewasa penyakit ini didapatkan dari penularan penyakit kelamin sendiri pada kontak dengan penderita uretritis atau servisitis gonore. Secara klinis penyakit yang disebabkan gonococ sering dalam bentuk: oftalmia neonatorum (bayi berusia 1-3 hari) konjungtivitis gonore infantum (usia lebih dari 10 hari) konjungtivitis gonore adultorum. Pada orang dewasa terdapat 3 stadium penyakit infiltratif, supuratif dan penyembuhan. Pada stadium infiltratif ditemukan kelopak dan konjungtiva yang kaku disertai rasa sakit pada perabaan. Kelopak mata membengkak dan kaku sehingga sukar dibuka. Terdapat pseudomembran pada konjungtiva tarsal superior sedang konjungtiva bulbi merah, kemotik dan menebal. Pada orang dewasa selaput konjungtiva lebih bengkak dan lebih menonjol dengan gambaran hipertrofi papilar yang besar. Gambaran ini adalah gambaran spesifik gonore dewasa. Pada orang dewasa terdapat perasaan sakit pada mata yang dapat disertai dengan tanda-tanda infeksi umum. Pada umumnya menyerang satu mata terlebih dahulu dan biasanya kelainan ini pada laki-laki didahului pada mata kanannya. Pada stadium supuratif terdapat sekret yang kental. Pada bayi biasanya mengenai kedua mata dengan sekret kuning kental. Kadang kadang bila sangat dini sekret dapat sereus yang kemudian menjadi kental dan purulen. Berbeda dengan oftalmia neonatorum, pada orang dewasa sekret tidak kental sekali. Terdapat pseudomembran yang merupakan kondensasi fibrin pada permukaan konjungtiva. Pada stadium penyembuhan semua gejala sangat berkurang. Pada orang dewasa penyakit ini berlangsung selama 6 minggu dan tidak jarang ditemukan pembesaran disertai rasa sakit kelenjar preaurikel. Diagnosis pasti penyakit ini .adalah pemeriksaan sekret dengan pewamaan metilen biru dimana akan terlihat diplokok di dalam sel leukosit. Dengan pewamaan Gram akan terdapat sel intraselular atau ekstra selular, dengan sifat Gram negatif. Pemeriksaan sensitivitas dilakukan pada agar darah dan coklat.

Pengobatan segera dimulai bila terlihat pada pewarnaan Gram positif diplokok batang intraselular dan sangat dicurigai konjungtivitis gonore. Sekret dibersihkan dengan kapas yang dibasahi air bersih (dire-bus) atau dengan garam fisiologik setiap 1/4 jam. Kemudian diberi salep penisilin setiap 1/4 jam. Penisilin tetes mata dapat diberikan dalam bentuk larutan penisilin G 10.000-20.000 unit /ml setiap 1 menit sampai 30 menit. Kemudian salep diberikan setiap 5 menit selama 30 menit. Disusul pemberian salep penisilin setiap 1 jam selama 3 hari. Antibiotika sistemik diberikan sesuai dengan pengobatan gonokok. Pengobatan diberhentikan bila pada pemeriksaan mikroskopik yang dibuat setiap hari menghasilkan 3 kali berturut-turut negatif. Pengobatan biasanya dengan perawatan di Rumah Sakit dengan terisolasi, dibersihkan dengan garam fisiologis, penisilin sodium G 100.000 unil/ml, eritromisin topikal, dan penisilin 4.8 juta unit dibagi 2 kali sistemik. Penyulit yang dapat terjadi adalah tukak kornea marginal terutama dibagian atas. Tukak ini mudah perforasi akibat adanya daya lisis kuman gonokok ini. Pada anak-anak sering terjadi keratitis ataupun tukak kornea sehingga sering terjadi perforasi kornea. Pada orang dewasa tukak yang terjadi sering terletak marginal dan sering berbentuk cincin. Perforasi kornea dapat mengakibatkan endoftalmitis dan panoftalmitis sehingga terjadi kebutaaan total. Tipe dewasa disebabkan infeksi sendiri dengan gejala mendadak, dengan purulensi berat yang dapat memberikan penyulit keratitis, tukak kornea, sepsis, arthritis, dan dakrioadenitis. Konjungtivitis Difteri Konjungtivitis difteri adalah radang konjungtiva yang disebabkan bakteri difteri memberikan gambaran khusus berupa terbentuknya membran pada konjungtiva tarsal. Membran yang terbentuk terdiri atas bahan nekrotik bercampur fibrin yang bila diangkat akan mengakibatkan terjadinya perdarahan. Biasanya konjungtivitis difteri terdapat pada anak yang menderita difteri. Kelopak terlihat membengkak, merah dan kaku disertai dengan membran pada konjungtiva tarsal. Untuk menegakkan diagnosis yang tepat dibuat pembiakan pada agar Loefler. Pengobatan konjungtivitis difteri adalah dengan memberi penisilin disertai dengan antitoksin difteri. Penyulit yang dapat timbul adalah keratitis dan simblefaron.

Konjungtivitis Angular Konjungtivitis angular merupakan peradangan konjungtiva yang terutama didapatkan di daerah kantus interpalpebra, disertai ekskoriasi kulit di sekitar daerah meradang. Konjungtivitis angular disebabkan basil Moraxella Axenfeld. Konjungtivitis angular terdapat sekret mukopurulen dan pasien sering mengedip dan dapat memberikan penyulit blefaritis. Pengobatan yang sering diberikan adalah tetrasiklin atau basitrasin. Dapat juga diberi sulfas Zincii yang bekerja mencegah ptoteolisis. Konjungtivitis Folikular Kelainan ini merupakan konjungtivitis yang disertai dengan pembentukan folikel pada konjungtiva. Terbentuknya folikel terjadi akibat penimbunan limfosit dalam jaringan adenoid subepitel konjungtiva. Folikel akan membentuk tonjolan pada konjungtiva sebesar 0.5 mm dengan permukaan yang landai, licin, berwama abu-abu kemerahan. Wama merah ini terlihat akibat adanya pembuluh darah dari bagian perifer folikel yang menuju puncak foliikel. Konjungtivitis folikular merupakan konjungtivitis yang sering ditemukan pada anak-anak akan tetapi tidak ditemukan pada bayi. Beda dengan folikel trakoma maka pada konjungtivitis folikular tidak pemah terbentuk sikatriks. Bersamaan dengan terlihatnya mata merah biasanya juga disertai dengan lakrimasi yang nyata. Konjungtiivitis folikular dapat terjadi akibat infeksi bakteri, virus dan rangsangan bahan kimia. Penyakit ini dapat berjalan akut ataupun kronis. Dikenal bentuk konjungtivitis folikular akut, kronis dan folikulosis. Konjungtivitis folikular akut, pada orang dewasa biasanya disebabkan oleh virus seperti herpes simpleks, herpes zoster, keratokonjungtivitis epidemik, atau demam faringokonjungtiva, konjungtivitis New Castle, konjungtivitis hemoragik akut dan trakoma akut. Konjungtivitis folikular kronis terdapat pada trakoma, toksik dan konjungtivitis Parinaud Folikulosis, suatu bentuk konjungtivitis yang jarang terlihat pada usia tebih dan 20 tahun. Terlihat folikel atau hipertrofi adenoid sebesar 1 mm terutama pada tarsus inferior.

Konjungtivitis Mukokataral/Mukopurulen Konjungtivitis mukopurulen merupakan konjungtivitis dengan gejala umum konjungtivitis, kataral mukoid. Penyebabnya adalah Staphylococcus, basil Koch Weeks, pneumococ, staphylococ, haemophylus Aegypti, yang dapat juga terlihat pada penyakk virus, lain seperti rubeola atau morbili. Gejala konjungtivitis mukopurulen adalah terdapatnya hiperemia konjungtiva dengan sekret berlendir yang mengakibatkan kedua kelopak melekat terutama pada waktu bangun pagi. Pasien merasa seperti kelilipan kemasukan pasir. Sering ada keluhan seperti adanya halo atau gambaran pelangi yang sebaiknya dibedakan dengan halo glaukortia. Bila disebabkan pneumococ maka akan terlihat perdarahan kecil pada konjungtiva. Gejala penyakit terberat terjadi pada hari ketiga dan bila tidak diobati akan berjalan kronis. Pengobatan dengan membersihkan konjungtiva dan antibiotika yang sesuai. Penyulit yang dapat timbul adalah tukak kataral marginal pada komea atau keratitis superfisial. Blefarokonjungtivitis Blefarokonjungtivitis atau radang kelopak dan konjungtiva ini disebabkan oleh staphylococ dengan keluhan terutama perasaan gatal pada mata disertai terbentuknya krusta pada tepi kelopak. Bersamaan dengan ini biasanya disertai dengan keratitis pungtata epitelial. Radang ini juga mengenai kelenjar Meibom dan folikel rambut. Blefarokonjungtivitis sering menimbulkan reaksi alergi pada kornea sehingga menimbulkan keratitis marginal ataupun tukak marginal komea. Pengobatan yang diberikan adalah dengan mernbersihkan kelopak disertai pemberian neomisin atau polimiksin lokal pada mata.

b. Konjungtivitis Viral Akut Konjungtivitis akibat virus sering ditemukan dan biasanya disebabkan adenovirus atau suatu infeksi herpes simpleks. Infeksi virus ini biasanya terjadi bersama-sama dengan infeksi saluran napas atas. Akibat sangat mudah menular maka

virus akan mengenai kedua mata. Konjungtivitis virus dapat memberikan gambaran sebagai konjungtivitis folikular, atau konjungtivitis dengan terjadinya keratitis. Pencegahan dilakukan dengan higiene yang baik, dimana pengobatan virus tidak ada dan dapat diberikan kompres dingin untuk mengurangkan rasa tidak enak pada matanya. Pada keadaan yang berat dapat diberikan steroid untuk menghilangkan gejala. lnfeksi virus biasanya akan sembuh dengan sendirinya setelah 3 minggu. Keratokonjungtivitis Epidemik Keratokonjungtivitis epidemik merupakan radang yang berjalan akut, disebabkan oleh adenovirus tipe 3,7, 8 dan 19. Konjungtivitis ini dapat timbul sebagai suatu epidemi. Penuluran biasanya terjadi melalui kolam renang selain dari pada akibat wabah. Mudah menular dengan masa inkubasi 8 - 9 hari dan masa infeksious 14 hari. Gejala klinik berupa demam dengan mata seperti kelilipan, mata berair berat, seperti kelilipan, folikel terutama konjungtiva bawah, kadangkadang terdapat psudomembran. Terdapat infiltrat subepitel kornea atau keratitis setelah terjadinya konjungtivitis. Infiltrat ini dapat bertahan selama lebih dari 2 bulan. Kelenjar preaurikel membesar. Biasanya gejala akan menurun dalam waktu 7-15 hari. Perjalanan penyakit konjungtivitisnya dapat berjalan selama 3 minggu. Dalam sekret ditemukan sel neutrofil. Pengobatan diberikan topikal sulfa dan steroid. Pemberian antibiotika untuk mencegah infeksi sekunder. Steroid dapat diberikan bila terlihat adanya membran dan infiltrat subepitel. Pengobatan dengan antivirus dan alfa interferon tidak umum untuk konjungtivitis adenovirus. Astringen diberikan untuk mengurangkan gejala dan hiperemia. Penyulit yang dapat terjadi yaitu kekeruhan pada kornea yang menetap.

Demam Faringokonjungtiva

Gambar 13. Demam Faringokonjungtiva Konjungtivitis demam faringokonjungtiva disebabkan infeksi virus. Kelainan ini akan memberikan gejala demam, faringitis, sekret berair dan sedikit, yang mengenai satu atau kedua mata. Biasanya disebabkan adenovirus tipe 3 dan 7, terutama mengenai remaja, yang disebabkan melalui droplet atau kolam renang. Masa inkubasi 5 12 hari, yang menularkan selama 12 hari, dan bersifat epidemik. Mengenai satu mata yang akan mengenai mata lainnya dalam minggu berikutnya. BerjaIan akut dengan gejala penyakit hiperemia konjungtiva, mata seperti kemasukan pasir, folikel pada konjungtiva, sekret serous, fotofobia, kelopak bengkak dengan pseudomembran. Pada kornea dapat terjadi keratitis superfisial, dan atau subepitel dengan pembesaran kelenjar limfe preaurikel. Pada pemeriksaan histopatologik ditemukan badan inklusi intranuklear. Pengobatannya tidak terdapat pengobatan yang spesifik hanya suportif karena dapat sembuh sendiri. Diberikan kompres, astringen, lubrikasi, pada kasus yang berat dapat diberikan antibiotika dengan steroid topikal. Pengobatan biasanya simtomatik dan antibiotika untuk mencegah infeksi sekunder. Konjungtivitis Herpetik Konjungtivitis herpetik dapat merupakan manifestasi primer herpes dan terdapat pada anak-anak yang mendapat infeksi dari pembawa virus. Pada konjungtivitis herpetik ini akan terdapat limfadenopati preaurikel. Ditemukan gambaran konjungtivitis yang berat dengan tepi kelopak dengan lesi vesikular, hipertrofi papil pada konjungtiva. Kadang-kadang ditemukan dendrit pada kornea.

Pada orang dewasa kelainan ini merupakan tipe rekuren infeksi ganglion trigeminus oleh virus herpes simpleks. Pengobatan steroid merupakan kontra indikasi mutlak. Konjungtivitis New Castle Konjungtivitis New Castle merupakan bentuk konjungtivitis yang ditemukan pada peternak unggas, yang disebabkan oleh virus New Castle. Masa inkubasi 1-2 hari yang dimulai dengan perasaan adanya benda asing, silau dan berai pada mata. Kelopak mata membengkak, konjungtiva tarsal hiperemis dengan terdapatnya folikel dan kadang-kadang disertai perdarahan kecil. Konjuntivitis ini memberikan gejala influensa dengan demam ringan, sakit kepala dan nyeri sendi. Konjungtivitis New Castle akan memberikan keluhan rasa sakit pada mata, gatal, mata berair, penglihatan kabur dan fotofobia. Penyakit ini sembuh dalam jangka waktu kurang dari 1 minggu. Pada kornea ditemukan keratitis epitelial atau keratitis subepitel. Pembesaran kelenjar getah bening preaurikel yang tidak nyeri tekan. Pengobatan yang khas sampai saat ini tidak ada, dan dapat diberikan antibiotik untuk mencegah infeksi sekunder dengan obat-obat simtomatik. Konjungtivitis Hemoragik Epidemik Akut Konjungtivitis hemoragik epidemik akut merupakan konjungtivitis disertai timbulnya perdarahan konjungtiva. Penyakit ini pertama kali ditemukan di Ghana Afrika pada tahun 1969 yang menjadi pandemik. Konjungtivitis yang disebabkan infeksi virus picorna, atau enterovirus 70. Masa inkubasi 24-48 jam, dengan tanda-tanda kedua mata iritatif, seperti kelilipan, dan sakit periorbital. Edema kelopak, kemosis konjungtiva, sekret seromukos, fotofobia disertai lakrimasi. Terdapat gejala akut dimana ditemukan adanya konjungtivitis folikular ringan, keratitis, adenopati preaurikuler, dan yang terpenting adanya perdarahan subkonjungtiva yang dimulai dengan ptekia. Pada tarsus konjungtiva terdapat hipertrofi folikular dan keratitis epitelial yang berkurang spontan dalam 3 - 4 hari.

Penyakit ini dapat sembuh sendiri sehingga pengobatan hanya simtomatik. Pengobatan antibiotika spektrum luas, sulfasetamid dapat dipergunakan untuk mencegah infeksi sekunder. Pencegahan adalah dengan mengatur kebersihan untuk mencegah penularan. Umumnya tidak memberikan penyulit akan tetapi kadang-kadang dapat terjadi uveitis.

c. Konjungtivitis Jamur lnfeksi jamur pada konjungtiva jarang terjadi, sedangkan 50% infeksi jamur yang terjadi tidak memperlihatkan gejala. Bermacam-macam jamur dapat mengakibatkan tukak kornea dan kelainan mata lainnya, terutama pada orang yang keadaan umumnya yang buruk sedang memakai steroid atau obat anti kanker. Jamur yang dapat memberikan infeksi pada konjungtivitis jamur adalah Candida albicans, yang dapat memberikan pseudomembran pada konjungtiva, Actinomyces sering menimbulkan kanakulitis. Untuk pengobatan dapat diberikan nistatin.

d. Konjungtivitis Alergik Konjungtivitis alergi merupakan bentuk radang konjungtiva akibat reaksi alergi terhadap noninfeksi, dapat berupa reaksi cepat seperti alergi biasa dan reaksi terlambat sesudah beberapa hari kontak seperti pada reaksi terhadap obat, bakteri, dan toksik. Reaksi alergi dari hipersensitif pada konjungtiva akan memberikan keluhan pada pasien berupa mata gatal, panas, mata berair dan mata merah. Tanda karakteristik lainnya adalah terdapatnya papil besar pada konjungtiva, datang bermusim, yang dapat mengganggu penglihatan. Pada anak dengan konjungtivitis alergik ini biasanya disertai riwayat atopi Iainnya seperti rinitis alergi, eksema, atau asma.

Pada pemeriksaan laboratorium ditemukan sel eosinofil, sel plasma, limfosit dan basofil. Walaupun penyakit alergi konjungtiva sering sembuh sendiri akan tetapi dapat memberikan keluhan yang memerlukan pengobatan. Umumnya konjungtivitis alergi disebabkan oleh bahan kimia dan mudah diobati dengan antihistamin atau bahan vasokonstriktor. Pengobatan terutama dengan menghindarkan penyebab pencetus penyakit dan memberikan astringen, sodium kromolin, steroid topikal dosis rendah yang kemudian disusul dengan kompres dingin untuk menghilangkan edemanya. Pada kasus yang berat dapat diberikan antihistamin dan steroid sistemik. Kompres dingin akan mengurangkan gejala. Dikenal beberapa macam bentuk konjungtivitis alergi seperti Konjungtivitis flikten, konjungtivitis vernal, konjungtivitis atopi, konjungtivitis alergi bakteri, konjungtivitis alergi akut, konjungtivitis alergi kronik, sindrom Stevens Johnson, pemfigoid okuli, dan sindrom Syogren. Konjungtivitis Vernal Konjungtivitis vernal yaitu Konjungtivitis akibat reaksi hipersensitivitas (tipe I) yang mengenai kedua mata dan bersifat rekuren. Pada mata ditemukan papil besar dengan permukaan rata pada konjungtiva tarsal, dengan rasa gatal berat, sekret gelatin yang berisi eosonofil atau granula eosinofil, pada kornea terdapat keratitis, neovaskularisasi, dan tukak indolen. Pada tipe limbal terlihat benjolan di daerah limbus, dengan bercak Homer Trantas yang berwarna keputihan yang terdapat di dalam benjolan. Secara histologik penonjolan ini adalah suatu hiperplasi dan hialinisasi jaringan ikat disertai proliferasi sel epitel dan sebukan sel limfosit, sel plasma dan sel eosinofil. Merupakan penyakit yang dapat rekuren dan bilateral terutama pada musim panas. Mengenai pasien usia muda antara 3-25 tahun dan kedua jenis kelamin sama. Biasanya pada laki-laki mulai pada usia di bawah 10 tahun. Penderita konjungtivitis vernal sering menunjukkan gejala-gejala alergi terhadap tepung sari rumputrumputan. Dua bentuk utama (yang dapat berjalan bersama) yaitu :

Bentuk palpebra. Pada tipe palpebra terutama mengenai konjungtiva tarsal superior. Terdapat pertumbuhan papil yang besar (Coble stone) yang diliputi sekret yang mukoid. Konjungtiva tarsal bawah hiperemi dan edema, dengan kelainan kornea lebih berat dibanding bentuk limbal. Secara klinik papil besar ini tampak sebagai tonjolan bersegi banyak dengan permukaan yang rata dan dengan kapiler di tengahnya.

Bentuk limbal, hipertrofi papil pada limbus superior yang dapat membentuk jaringan hiperplastik gelatin, dengan trantas dot yang merupakan degenerasi epitel kornea atau eosinofil di bagian epitel limbus kornea, terbentuknya pannus, dengan sedikit eosinofil. Antihistamin dan desensitisasi mempunyai efek yang ringan. Vasokonstriktor,

kromolin topikal dapat mengurangi pemakaian steroid, sikiosporin dapat bermanfaat. Obat anti inflamasi nonsteroid lainnya tidak banyak manfaat. Pengobatan dengan steroid topikal tetes dan salep akan dapat menyembuhkan. Hati-hati pemakaian steroid lama. Bila tidak ada hasil dapat diberikan radiasi, atau dilakukan pengangkatan giant papil. Penyakit ini biasanya sembuh sendiri tanpa diobati. Dapat diberi obat kompres dingin, natrium karbonat dan obat vasokonstriktor. Kelainan kornea dan konjungtiva dapat diobati dengan natrium cromolyn topical. Bila terdapat tukak maka diberi antibiotik untuk mencegah infeksi sekunder disertai dengan sikioplegik. Konjungtivitis Flikten Merupakan konjungtivitis nodular yang disebabkan alergi terhadap bakteri atau antigen tertentu. Konjungtivitis flikten disebabkan oleh karena alergi (hipersensitivitas tipe IV) terhadap tuberkuloprotein, stafilokok, limfogranuloma venerea, leismaniasis, infeksi parasit, dan infeksi di tempat lain dalam tubuh. Kelainan ini lebih sering ditemukan pada anak-anak di daerah padat, yang biasanya dengan gizi kurang atau sering mendapat radang saluran napas. Secara histopatologik terlihat kumpulan sel leukosit neutrofil dikelilingi sel limfosit, makrofag, dan kadang-kadang sel datia berinti banyak. Flikten merupakan infiltrasi selular subepitel yang terutama terdiri atas sel monokular limfosit.

Biasanya konjungtivitis flikten terlihat unilateral dan kadangkadang mengenai kedua mata. Pada konjungtiva terlihat sebagai bintik putih yang dikelilingi daerah hiperemi. Pada pasien akan terlihat kumpulan pembuluh darah yang mengelilingi suatu tonjolan bulat dengan warna kuning kelabu seperti suatu mikroabses yang biasanya terletak di dekat limbus. Biasanya abses ini menjalar ke arah sentral atau kornea dan terdapat tidak hanya satu. Gejala konjungtivitis flikten adalah mata berair, iritasi dengan rasa sakit, fotofobia dapat ringan hingga berat. Bila kornea ikut terkena selain daripada rasa sakit, pasien juga akan merasa silau disertai blefarospasme. Dapat sembuh sendiri dalam 2 minggu, dengan kemungkinan terjadi kekambuhan. Keadaan akan lebih berat bila terkena kornea. Diagnosis banding adalah pinguekula iritan (lokalisasi pada fisura palpebra), ulkus kornea, okular rosazea, dan keratitis herpes simpleks. Pengobatan pada konjungtivitis flikten adalah dengan diberi steroid topikal, midriatika bila terjadi penyulit pada kornea, diberi kacamata hitam karena adanya rasa silau yang sakit. Diperhatikan higiene mata dan diberi antibiotika salep mata waktu tidur, dan air mata buatan. Sebaiknya dicari penyebabnya seperti adanya tuberkulosis, blefaritis stafilokokus kronik dan lainnya. Karena sering terdapat pada anak dengan gizi kurang maka sebaiknya tliberikan vitamin dan makanan tambahan. Penyulit yang dapat ditirnbulkan adalah menyebarnya flikten ke dalam kornea atau terjadinya infeksi sekunder sehingga timbul abses.

2. Konjungtivitis kronis Trakoma Trakoma merupakan konjungtivitis folikular kronis yang disebabkan oleh Chlamydia trachomatis. Penyakit ini terutama mengenai anak-anak walaupun dapat mengenai semua umur. Cara penularan trakoma adalah melalui kontak Iangsung dengan sekret penderita atau handuk, saputangan, dan kebutuhan alat sehari-hari. Masa inkubasi 5- 14 hari.

Pasien akan mengeluh perasaan gatal pada mata, berair dan fotofobia. Terdapat tanda-tanda seperti adanya papil, folikel, sikatriks, pada tarsus atas dan adanya pannus. Terdapat 4 stadium trakoma berdasarkan pada klasifikasi Mc Callan. Stadium 1 : insipient, dimana terlihat folikel kecil (prefolikel) pada konjungtiva tarsal atas Stadium 2 : nyata (established) terbagi menjadi : Stadium 2 a : dengan folikel yang nyata Stadium 2 b : dengan papil yang nyata. Pada stadium ini terlihat infiltrat disertai dengan neovaskularisasi di bagian atas kornea yang disebut sebagai pannus. Infiltrat ini dapat superfisial ataupun-subepitelial. Stadium 3 : terdapatnya jaringan parut pada konjungtiva tarsal atau cekungan Herbert pada limbus alas akibat terbentuknya jaringan parut pada folikel limbus atas. Pada stadium ini pannus masih aktif. Stadium 4 : Terjadinya jaringan parut sempurna pada konjungtiva tarsal atas dengan hilangnya tanda radang pada komea atau pannus. Trakoma merupakan penyakit yang berlangsung lama dengan tanda mata merah, lakrimasi dan fotofobia. Pada pemeriksaan histologik akan ditemukan sel Leber dengan sel limfoblas yang menyokong diagnosis trakoma. Terdapat badan inklusi Halber Staffer Prowazek berupa granulasi basofilik yang berbentuk cakup terhadap nukleus di dalam sel epitel konjungtiva. Penyulit trakoma dapat terjadi akibat jaringan parut tarsus yang mengakibatkan entropion, trikiasis, simblefaron, atau keratitis yang terinfeksi sehingga menimbulkan tukak kornea. Pada pasien terjadi kekeringan bola mata akibat gangguan mukosa konjungtiva yang akan mengakibatkan xerosis konjungtiva ataupun xerosis kornea. Pengobatan trakoma dengan memberikan salep tetrasiklin 2 kali sehari selama 3 bulan. Sulfonamida diberikan bila terdapat penyulit trakoma seperti tukak kornea. Pada pasien dianjurkan untuk memperbaiki higiena untuk mencegah penularan dan mempercepat penyembuhan. Bila terjadi penyulit entropion dan trikiasis maka dilakukan tarsotomi. Operasi ini dilakukan pada entropion yang disertai dengan trikiasis. Pada pembedahan ini diharapkan di

dekat margo palpebra menggulir keluar setelah tindakan. Dibuat insisi tarsus sampai subkutis 3 mm dari margopalpebra. Sayatan ini sejajar margo palpebra sepanjang 20 mm. Kemudian tepi atas tarsus yang dilakukan diselipkan antara kulit dan tarsus di dekat margo palpebra. Pada keadaan ini, maka arah letak silia akan berubah yang akan mengarah keluar, sehinggga tidak terjadi trikiasis lagi.

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan Mata akan terlihat merah bila bagian putih mata atau sklera yang ditutup konjungtiva menjadi merah. Pada mata normal, sklera berwarna putih karena dapat terlihat melalui bagian konjungtiva dan kapsul Tenon yang tipis dan tembus sinar. Hiperemia konjungtiva terajadi akibat bertambahnya asupan pembuluh darah ataupun berkurangnya pengeluaran darah seperti pada pembendungan pembuluh darah. Mata merah akibat melebarnya pembuluh darah konjungtiva yang terjadi pada peradangan mata akut, misalnya konjungtivitis, keratitis, atau iridosiklitis. Pada keratitis, pleksus arteri perikornea yang lebih dalam akan melebar pada iritis dan glaukoma akut kongestif. Pada konjungtivitis dimana pembuluh darah superfisial yang melebar, maka bila diberi efinefrin topikal terjadi vasokonstriksi sehingga mata akan menjadi putih. Pada konjungtiva terdapat pembuluh darah: Arteri konjungtiva posterior, memperdarahi konjungtiva bulbi Arteri siliar anterior atau episklera, yang memberikan cabang: o Arteri episklera masuk ke dalam bola mata dan dengan arteri siliar posterior longus bergabung membentuk arteri sirkular mayor atau pleksus siliar, yang

memperdarahi iris dan badan siliar. o Arteri perikornea, yang memperdarahi kornea.

Melebarnya pembuluh darah konjungtiva atau injeksi konjungtiva ini dapat terjadi akibat pengaruh mekanis, alergis atau infeksi pada jaringan konjungtiva.

DAFTAR PUSTAKA
1. Vaughan, Daniel G et all, Oftalmologi Umum. Edisi 14, Jakarta: Widya Medika. 2000. 2. Manjoer, Arif, dkk. Kapita Selekta Edisi ketiga Jilid I . Jakarta : Media Aesculapeus. 1999. 3. Perhimpunan Dokter Spesialis Mata Indonesia. Ilmu Penyakit Mata. Jakarta : Sagung Seto. 2002. 4. Vaughan, Taylor, Paul. Oftalmologi Umum. Edisi 14. Jakarta ; Widya Medika. 2002. 5. Saunders company. Kamus Kedokteran Dorland. Jakarta : EGC. 2002. 6. Ilyas S, dkk. Sari Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2003. 7. Ilyas, Prof. dr. H. Sidarta, Sp. M. Penuntun Ilmu Penyakit Mata Edisi Ketiga. Jakarta : Fakultas Kedokteran Uiversitas Indonesia. 2005. 8. Ilyas, Prof. dr. H. Sidarta, Sp. M. Kelainan Refraksi dan Kacamata Edisi kedua. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2006. 9. Ilyas, Prof. dr. H. Sidarta, Sp. M. Ilmu Penyakit Mata. Jakarta : Balai Penerbitan FKUI. 2009. 10. http://kabarindonesia.com//. 11. http://www.upmc.com/healthmanagement/managingyourhealth/healthreference/di seases/?chunkiid=96971

Anda mungkin juga menyukai