Anda di halaman 1dari 12

REFERAT

PITIRIASIS VERSIKOLOR

Disusun Oleh :

DISUSUN OLEH : MIANA MARGARETTA SAGALA (0761050047)

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN PERIODE 27 JUNI 23 JULI 2011 FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA JAKARTA 2011

BAB I PENDAHULUAN

Pitiriasis Versikolor (biasa disebut Panu), merupakan penyakit jamur superfisial yang kronik, biasanya tidak memberikan keluhan subyektif, yang disebabkan Malassezia furfur, termasuk yeast lipofilik, dimorfik yang merupakan flora normal kulit. Kondisi patogen terjadi bila terdapat perubahan keseimbangan hubungan antara hospes dengan ragi sebagai flora normal kulit. Pitiriasis versikolor timbul ketika ragi Malassezia yang secara normal mengkoloni kulit berkembang menjadi bentuk miselial yang bersifat patogenik, kemudian menginvasi stratum korneum kulit. Beberapa kondisi dan faktor yang berperan pada patogenesis Pitiriasis Versikolor antara lain lingkungan dengan suhu dan kelembaban tinggi, produksi kelenjar sebum dan keringat, genetik, penyakit yang mempengaruhi imunitas, penggunaan obat-obatan yang menurunkan imunitas dan malnutrisi. Pitiriasis Versikolor memberikan gambaran klinis sebagai bercak atau makula dalam berbagai warna, bervariasi dari lesi hipopigmentasi, kekuning-kuningan, kemerahan, kecoklatan sampai hiperpigmentasi, berbagai ukuran dan bentuk, ditutupi skuama halus dengan disertai rasa gatal. Predileksi Pitiriasis Versikolor adalah pada badan, dada dan punggung. Lesi juga kadang-kadang dapat dijumpai pada bagian tubuh lain seperti lipat ketiak, lipat paha, lengan, tungkai atas, leher, wajah dan kulit kepala yang berambut.

BAB II PEMBAHASAN

DEFINISI

Pitiriasis (Pityriasis Yunani : Pityron (bekatul) + -iasis), berarti penyakit kulit yang ditandai dengan pembentukan skuama mirip bekatul (sekam padi) yang halus.

Versikolor (Versicolor Latin : Vertere (berubah) + color), berarti beraneka ragam, yang mengubah warna.

Pitiriasis Versikolor (Pityriasis Versicolor), berarti penyakit jamur superfisial yang kronik, biasanya tidak memberikan keluhan subyektif, hanya ditandai dengan terdapatnya bercak-bercak makular multipel, dengan segala ukuran dan bentuk, bervariasi dari putih pada kulit berpigmen, sampai berwarna coklat pada kulit pucat, paling sering terlihat di daerah tropis lembab dan panas. Pitiriasis Versikolor disebabkan oleh Malassezia furfur, merupakan jamur lipofilik yang normalnya hidup di keratin kulit dan folikel rambut manusia. Sebagai organisme yang lipofilik, Malassezia furfur memerlukan lemak (lipid) untuk pertumbuhan in vitro dan in vivo. Secara in vitro, asam amino (asparagin) menstimulasi pertumbuhan organisme, sedangkan asam amino lainnya (glisin) menginduksi (menyebabkan) pembentukan hifa. Secara in vivo, kadar asam amino meningkat pada kulit yang sehat, namun baru akan memberikan gejala bila tumbuh berlebihan.

Pitiriasis

Versikolor

memiliki

sinonim

Tinea

Versikolor,

Kromofitosis,

Dermatomikosis, Liver Spots, Tinea Flava, Pitiriasis Versikolor Flava dan Panu.

EPIDEMIOLOGI

Pitiriasis versikolor distibusi di seluruh dunia, tetapi lebih sering ditemukan pada daerah tropis dan daerah subtropis. Di daerah tropis insiden dilaporkan sebanyak 40%, sedangkan pada daerah yang lebih dingin angka insiden lebih rendah, dan ditemukan di daerah yang mempunyai kelembaban tinggi. Indonesia merupakan salah satu negara beriklim tropis dengan suhu rata-rata sepanjang tahun setinggi 30 O C dan kelembaban 70%. Oleh karena itu, Pitiriasis Vesikolor merupakan dermatomikosis kedua tersering setelah dermatofitosis di Indonesia. Walaupun kelainan kulit lebih terlihat pada orang berkulit gelap, namun angka kejadian Pitiriasis Versikolor sama di semua ras. Beberapa penelitian mengemukakan angka kejadian pada pria dan wanita dalam jumlah yang seimbang. Di Amerika Serikat,,penyakit ini banyak ditemukan pada usia 15-24 tahun, dimana kelenjar sebasea (kelenjar minyak) lebih aktif bekerja. Angka kejadian sebelum pubertas atau setelah usia 65 tahun jarang ditemukan.

PATOGENESIS Pada kulit manusia terdapat flora normal yang berhubungan dengan timbulnya Pitiriasis Versikolor, yaitu Pityrosporum ovale yang berbentuk oval dan Pityrosporum orbiculare yang berbentuk bulat, dengan sifat lipofilik dan tergantung pada kondisi lemak pada kulit seseorang. Selama jamur ini masih dalam bentuk ragi maka kulit akan tetap seperti biasa atau normal. Dengan adanya faktor-faktor predisposisi, yaitu faktor eksogen dan faktor endogen, maka jamur akan cepat bermultiplikasi dan berubah bentuk. Jamur mengalami transformasi dari bentuk ragi ke bentuk hifa yang disebut Malassezia furfur, dimana bentuk ini akan berubah sifat dari flora normal menjadi patogen, yang didapatkan pada skuama dari lesi Pitiriasis Versikolor. Yang termasuk faktor endogen adalah kulit berminyak dan hiperhidrosis (produksi kelenjar sebum dan keringat berlebih), genetik, imunodefisiensi, sindrom Cushing, malnutrisi. Sedangkan yang termasuk faktor eksogen adalah lingkungan dengan suhu dan kelembaban tinggi, hygiene kurang, oklusi pakaian, penggunaan emolien yang berminyak. 5

Malassezia furfur mampu mempertahankan bentuk walaupun dalam keadaan vakum dan mampu mempererat ikatan antara sel keratinosit sehingga berbentuk akumulasi skuama. Dengan proses biosintesa, lipoperoksidase dari jamur yang terdapat dalam kulit yang mengandung lemak (sebum) akan menghasilkan asam dikarboksilat (utamanya azelaic acid), yang diketahui toksik terhadap melanosit, yaitu menimbulkan kerusakan pada melanosit. Hancurnya melanosom dapat menghambat enzim tyrosinase dan menyebabkan degenerasi mitokondria sehingga pada kulit tersebut akan nampak gambaran hipopigmentasi. Faktor lain yang menyebabkan timbulnya gambaran hipopigmentasi adalah mengecilnya melanosom dan sel-sel jamur pada permukaan kulit dapat menghalangi sinar ultraviolet. Gambaran hiperpigmentasi umumnya disebabkan oleh meningkatnya ketebalan dari lapisan keratin atau stratum korneum. Adanya sel-sel inflamasi yang bertindak sebagai stimulus ke melanosit dapat memproduksi lebih banyak pigmen. Selain itu, dapat disebabkan oleh ukuran melanosom yang menjadi lebih besar dan distribusinya berubah.

GEJALA KLINIS

Kelainan kulit Pitiriasis Versikolor sangat superfisial dan ditemukan terutama di badan. Kelainan ini terlihat sebagai bercak-bercak berwarna-warni, bentuk tidak teratur sampai teratur, batas tegas sampai tidak tegas. Pada orang kulit berwarna, kelainan yang terjadi tampak sebagai bercak hipopigmentasi (warna kulit lebih terang dibanding kulit sekitarnya), tetapi pada orang yang berkulit pucat, kelainan yang terjadi tampak sebaliknya (warna kulit lebih gelap dibanding kulit sekitarnya, bisa berwarna kekuningan, kecoklatan, kehitaman ataupun kemerahan). Di atas kelainan kulit tersebut terdapat skuama (sisik halus). Bercak-bercak tersebut berfluoresensi bila dilihat dengan lampu Wood. Biasanya, penderita datang berobat karena alasan kosmetik yang disebabkan bercak-bercak tersebut. Bentuk papulo-vesikular dapat terlihat walaupun jarang. Kelainan biasanya asimtomatik sehingga adakalanya penderita tidak mengetahui bahwa ia berpenyakit tersebut.

Kadang-kadang penderita dapat merasakan gatal ringan, yang juga merupakan alasan berobat. Pseudoakromia, akibat tidak terkena sinar matahari atau kemungkinan pengaruh tokis jamur terhadap pembentukan pigmen, sering dikeluhkan penderita. Penyakit ini sering dilihat pada remaja, walaupun anak-anak dan orang dewasa tua tidak luput dari infeksi. Menurut BURKE (1961), ada beberapa faktor yang mempengaruhi infeksi, yaitu faktor herediter, penderita yang sakit kronik atau yang mendapat pengobatan steroid dan malnutrisi.

DIAGNOSIS

Diagnosis

ditegakkan

berdasarkan

anamnesis,

gambaran

klinis

dan

pemeriksaan penunjang (dengan menggunakan lampu Wood dan sediaan langsung kerokan lesi dengan menggunakan KOH 10-20 %). Pada pemeriksaan dengan menggunakan lampu Wood, dilakukan penyinaran lampu Wood pada seluruh tubuh penderita dalam kamar gelap. Hasilnya positif apabila terlihat fluoresensi lesi kulit berwarna kuning keemasan (coppery-orange).

Pemeriksaan dengan lampu Wood

Pada sediaan langsung kerokan lesi dengan menggunakan KOH 10-20 %, dilakukan dengan cara : Pengambilan bahan, dapat dengan kerokan biasa atau dengan menggunakan cellotape yang ditempel pada lesi. Setelah diambil, bahan diletakkan di 7

atas gelas obyek lalu diteteskan larutan KOH 20% atau dapat diteteskan campuran 9 bagian KOH 20% dengan 1 bagian tinta Parker blue-back atau biru laktafenol (akan lebih memperjelas pembacaan karena memberi tampilan warna biru yang cerah pada elemen-elemen jamur). Hasil sediaan langsung kerokan lesi positif apabila tampak hifa pendek, lurus atau bengkok (seperti huruf i, v, j), kadang bercabang, bersepta, dan memberikan gambaran cigar-butt dan gerombolan spora budding yeast yang berbentuk bulat, sferis, lonjong atau globoid. Gambaran tersebut sering disebut spaghetti and meatballs, yaitu kelompok hifa pendek yang tebalnya 3 8 mikron, dikelilingi spora berkelompok yang berukuran 1 2 mikron. Sedangkan hasil negatif (bukan Pitiriasis Vesikolor) apabila tidak ditemukan hifa, walaupun ada spora.

Gambaran spaghetti and meatballs

DIAGNOSIS BANDING

Penyakit ini harus dibedakan dengan :

1. Eritrasma Eritrasma merupakan penyakit bakteri kronik pada stratum korneum yang dianggap sebagai penyakit jamur, yang disebabkan oleh Corynebacterium

minitussismum, ditandai dengan adanya lesi eritema dan skuama halus, terutama di daerah ketiak dan lipat paha. Pada pemeriksaan dengan lampu Wood, lesi terlihat berfluoresensi merah membara (coral-red). Sedangkan pada sediaan langsung kerokan lesi, ditemukan susunan struktur semacam hifa pendek halus, berdiameter 1 mikron atau kurang, yang mudah putus sebagai bentuk basil kecil atau difteroid (untuk melihat bentuk terakhir tersebut diperlukan ketelitian).

2. Pitiriasis Alba Pitiriasis Alba ditandai dengan adanya bercak kemerahan atau merah muda berbentuk bulat, oval atau plakat yang tidak teratur, dengan skuama halus. Setelah eritema menghilang, lesi yang dijumpai hanya depigmentasi dengan skuama halus. Bercak biasanya multipel 4 20 dengan diameter 0.5 2 cm. Sering dijumpai pada anak-anak pada bagian wajah (paling sering di sekitar mulut, dagu, pipi serta dahi). Lesi juga dapat dijumpai pada ekstremitas dan badan, dapat simetris pada bokong, paha atas, punggung dan ekstensor lengan, tanpa keluhan. Lesi umumnya menetap, terlihat sebagai leukoderma setelah skuama menghilang. 3. Vitiligo Vitiligo adalah hipomelanosis idiopatik didapat ditandai dengan adanya makula putih berdiameter mm sampai cm, bulat atau lonjong dengan batas tegas, tanpa perubahan epidermis lain, yang dapat meluas, dapat mengenai bagian tubuh yang mengandung sel melanosit (kulit, rambut dan mata). Daerah yang sering terkena adalah bagian ekstensor tulang terutama di atas jari, periorifisial sekitar mata, mulut dan hidung, tibialis anterior, dan pergelangan tangan bagian fleksor. Lesi bilateral dapat simetris ataupun asimetris. Pada area yang terkena trauma dapat timbul vitiligo. Mukosa jarang terkena, kadang-kadang mengenai genital eksterna, puting susu, bibir dan ginggiva. 4. Morbus Hansen Morbus Hansen (Kusta) merupakan penyakit infeksi yang kronik, dan penyebabnya ialah Mycobacterium leprae yang berbentuk basil gram positif, tahan asam dan alkohol. Pada Kusta, lesi berupa makula hipopigmentasi, hiperpigmentasi

atau eritematosa, berukuran sampai plakat, dan ditemukan gangguan sensibilitas pada lesi (hipostesia sampai anestesia).

PENATALAKSANAAN Penatalaksanaan dapat dilakukan dengan cara non medikamentosa dan

medikamentosa. Penatalaksanaan harus dilakukan menyeluruh, tekun dan konsisten. 1. Non Medikamentosa Terapi non medikamentosa dapat dilakukan dengan cara memberikan edukasi bahwa kondisi ini dapat kambuh kembali. Maka dari itu, harus menghindari faktor predisposisi, antara lain : selalu menjaga higienitas perseorangan, dan menghindari kelembaban kulit. 2. Medikamentosa Terapi medikamentosa dapat dilakukan baik secara topikal maupun sistemik. Terapi topikal ditujukan terutama untuk lesi yang minimal. Terapi topikal yang digunakan, antara lain : Obat golongan azol (ketokonazol, bifonazol, tiokonazol) dalam bentuk krim selama 2 3 minggu cukup efektif untuk pengobatan Pitiriasis Versikolor. Kesulitan pemakaian krim adalah pada lesi yang luas. Suspensi selenium sulfide (sel-sun) dapat digunakan sebagai sampo 2 3 kali seminggu selama 2 4 minggu, untuk lesi luas dengan pemakaian yang lebih efektif dan relatif mudah. Sampo dioleskan pada lesi dan didiamkan 15 30 menit, sebelum mandi, kemudian dicuci. Pemakaian ketokonazol 2% dalam bentuk sampo juga dapat digunakan. Hal ini didukung dengan adanya efek antimikotik yang lebih poten dibandingkan dengan selenium sulfide (sel-sun). Sampo dioleskan pada lesi dan didiamkan selama 10 15 menit, sebelum mandi, kemudian dicuci. Dilakukan 2 3 kali seminggu selama 2 4 minggu.

10

Terapi sistemik diberikan jika lesi sulit sembuih setelah diberikan terapi topikal, lesi yang luas, dan episode yang berulang. Terapi sistemik yang digunakan, antara lain : Ketokonazol oral 200 mg per hari selama 7 10 hari, atau Itrakenazol oral 200 400 mg per hari selama 3 7 hari, atau Flukonazol oral 400 mg (dosis tunggal), atau Flukonazol oral 2 dosis 300 mg dengan selang waktu 1 minggu.

Obat sistemik terbaik untuk Pitiriasis Versikolor adalah Flukonazol, karena absorpsi gastrointestinal yang tinggi, ikatan protein yang lebih rendah dan interaksi enzim hati yang lebih kurang dibandingkan ketokonazol, namun memiliki efikasi yang sama.

PROGNOSIS

Prognosis baik bila pengobatan dilakukan menyeluruh, tekun dan konsisten. Pengobatan harus diteruskan 2 minggu setelah fluoresensi negatif dengan pemeriksaan lampu Wood dan sediaan langsung negatif.

BAB III KESIMPULAN

Pitiriasis Versikolor (Tinea Versikolor, Kromofitosis, Dermatomikosis, Liver Spots, Tinea Flava, Pitiriasis Versikolor Flava dan Panu), merupakan penyakit jamur 11

superfisial yang kronik, biasanya tidak memberikan keluhan subyektif, hanya ditandai dengan terdapatnya bercak-bercak makular multiple, dengan segala ukuran dan bentuk, bervariasi dari putih pada kulit berpigmen, sampai berwarna coklat pada kulit pucat, paling sering terlihat di daerah tropis lembab dan panas. Pitiriasis Versikolor disebabkan oleh Malassezia furfur, merupakan jamur lipofilik yang normalnya hidup di keratin kulit dan folikel rambut manusia. Dengan adanya faktorfaktor predisposisi, yaitu faktor eksogen dan faktor endogen, maka jamur akan cepat bermultiplikasi dan berubah bentuk. Jamur mengalami transformasi dari bentuk ragi ke bentuk hifa yang disebut Malassezia furfur, dimana bentuk ini akan berubah sifat dari flora normal menjadi patogen Yang termasuk faktor endogen adalah kulit berminyak dan hiperhidrosis (produksi kelenjar sebum dan keringat berlebih), genetik, imunodefisiensi, sindrom Cushing, malnutrisi. Sedangkan yang termasuk faktor eksogen adalah lingkungan dengan suhu dan kelembaban tinggi, hygiene kurang, oklusi pakaian, penggunaan emolien yang berminyak. Untuk menegakkan diagnosis dilakukan pemeriksaan sediaan langsung dengan KOH dari kerokan lesi, ditemukan gambaran yang sering disebut spaghetti and meatballs, yaitu kelompok hifa pendek yang tebalnya 3 8 mikron, dikelilingi spora berkelompok yang berukuran 1 2 mikron dan pada pemeriksaan lampu Wood, terlihat fluoresensi lesi kulit berwarna kuning keemasan (coppery-orange). Penatalaksanaan Pitiriasis Versikolor, dapat dilakukan dengan cara non medikamentosa dan medikamentosa. Non medikamentosa dilakukan dengan pemberian edukasi mengenai kekambuhan penyakit, sehingga harus menghindari faktor predisposisi. Sedangkan medikamentosa dilakukan dengan pemberian terapi topikal (apabila lesi masih minimal), maupun sistemik.(apabila lesi sulit sembuih setelah diberikan terapi topikal, lesi yang luas, dan episode yang berulang). Prognosis Pitiriasis Versikolor baik, apabila dilakukan menyeluruh, tekun dan konsisten.

12

Anda mungkin juga menyukai