Anda di halaman 1dari 19

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Penyakit kusta masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di Indonesia dan beberapa negara di dunia. Selain itu, penyakit kusta masih membuat masyarakat takut. Hal ini disebabkan karena masih kurangnya pemahaman dan kepercayaan yang keliru terhadap penyakit kusta dan kecacatan yang ditimbulkannya. Penderita kusta dapat mengalami reaksi kusta. Istilah reaksi kusta digunakan untuk menggambarkan berbagai gejala dan tanda radang akut pada lesi dalam perjalanan penyakit yang kronis. Reaksi ini menyebabkan gangguan dalam keseimbangan sistem imunologi. Reaksi kusta dibagi menjadi dua yaitu reaksi tipe I atau reaksi re ersal yang disebabkan karena meningkatnya kekebalan seluler secara cepat dan reaksi tipe II atau reaksi !rythema "odosum Leprosum #!"L$ yang merupakan reaksi humoral yang ditandai dengan timbulnya nodul kemerahan, neuritis, gangguan sara%, dll. Beberapa %actor risiko yang telah diketahui berpengaruh terhadap terjadinya reaksi kusta diantaranya adalah umur saat didiagnosa kusta lebih dari 1& tahun, jenis kelamin, tipe kusta 'B, bakteri indeks #BI$ positip, status nutrisi, lama pengobatan, pembesaran sara% lebih dari &, in%iltrasi kulit, lesi di(ajah, kelelahan, stress, laktasi, kehamilan dan ni%as. )ari hasil penelitian yang dilakukan di *abupaten Brebes, diperoleh sampel sebanyak 1+, penderita. &- orang sebagai control dan &- orang adalah penderita

kusta. Responden yang mengalami reaksi kusta tipe I sebanyak ./,& 0 dan tipe II sebanyak 1&,&0. )ari &- penderita yang mengalami reaksi kusta, sebanyak 2/,- 0 penderita mengalami reaksi kusta berat dan &,1 0 mengalami reaksi kusta ringan. Berdasarkan status pengobatan ')3, sebanyak &,1 0 penderita belum mendapat pengobatan, sedang dalam pengobatan sebanyak &.,4 0 dan sesudah pengobatan sebanyak /1,& 0. )ari angka tersebut kita tahu bah(a reaksi kusta hampir selalu terjadi pada penderita kusta baik sebelum pengobatan, sedang dalam pengobatan dan sesudah pengobatan. Hal ini membuat kami tertarik untuk membahas mengenai reaksi kusta.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

5.

P!"65*I3 *7S35

..1

)e%inisi *usta adalah penyakit kronik yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium

leprae yang pertama kali menyerang system sara% tepi, selanjutnya dapat menyerang kulit, mukosa, saluran napas bagian atas, system retikulo endothelial, mata, otot, tulang, dan testis. ... !tiologi Penyebab *usta adalah Mycobacterium leprae yang ditemukan oleh (arga "or(egia, 8.5 5rmauer Hansen pada tahun 141-. Mycobacterium leprae hidup intraseluler dan mempunyai a%initas yang besar pada sel sara% #Sch(an cell$ dan system retikulo endothelial. ..)iagnosis *usta )iagnosis penyakit kusta didasarkan pada gambaran klinis, bakteriologis, dan histopatologis. )ari ketiga kategori tersebut, diagnosis klinis nerupakan yang terpenting dan paling sederhana. 7ntuk menetapkan diagnosis klinis kusta harus ada minimal satu tanda utama atau cardinal sign, yaitu 9 a. Lesi kulit yang mati rasa *elainan dapat berbentuk bercak keputihan #hipopigmentasi$ atau kemerah: merahan #eritematosa$ yang mati rasa #anestesi$. b. Penebalan sara% tepi yang disertai dengan gangguan %ungsi sara% akibat peradangan sara% #neuritis peri%er$, bias berupa 9 1$ 8angguan %ungsi sensoris .$ 8angguan %ungsi motoris 9 kelemahan otot, atau kelumpuhan. -$ 8angguan %ungsi otonom 9 kulit kering dan retak. -

c. 5danya kuman tahan asam di dalam pemeriksaan kerokan jaringan kulit #B35 positi%$. B. R!5*SI *7S35 ..1 )e%inisi Reaksi *usta merupakan gambaran dari episode akut hipersensiti%itas terhadap M. Leprae yang menyebabkan gangguan dalam keseimbangan system imunologi. Sedangkan Reaksi !"L adalah suatu reaksi antigen:antibodi komplemen yang ditandai dengan nodus eritematosa yang nyeri, terutama diekstremitas, neuritis, arthritis, dll. Reaksi ini terutama terjadi pada tipe lepromatosa #LL$ dan borderline lepromatosa #BL$. ... !pidemiologi 'enurut data kusta nasional tahun .+++, sebanyak &0 penderita kusta mengalami reaksi kusta. Penderita tipe PB #Pausibasiler$ dapat mengalami reaksi kusta sebanyak 1 kali dan penderita tipe 'B sebanyak . kali. 'enurut Pieter 5.' Schreuder #1224$, sebanyak 1.0 penderita kusta mengalami reaksi tipe I selama masa pengobatan dan 1,,0 terjadi setelah penderita R;3 # Release From Treatment$. ;rekuensi kejadian reaksi kusta menurut jenis kelamin adalah pada (anita /10 dan laki:laki .,0. Reaksi kusta dapat berlangsung beberapa minggu sampai beberapa bulan dan dapat berakibat kecacatan yang permanen. Pencegahan, penemuan, dan management dari gangguan %ungsi sara% menjadi prioritas utama dalam pemberantasan penyakit kusta. ..!tiologi /

Hingga saat ini, penyebab pasti timbulnya !"L belum diketahui secara pasti. ;aktor pencetus yang dapat menyebabkan timbulnya !"L ialah in%eksi, stress mental dan %isik, kehamilan , aksinasi, %aktor hormonal dan nutrisi. ../ Pato%isiologi !"L 'ekanisme imunopatologi !"L masih kurang jelas. !"L diduga merupakan mani%estasi pengendapan kompleks antigen antibodi pada pembuluh darah. Perlu ditegaskan bah(a pada !"L tidak terjadi perubahan tipe. Lain halnya dengan reaksi re ersal yang hanya dapat terjadi pada tipe borderline #Li, BL, BB, B3, 3i$ sehingga dapat disebut reaksi borderline. )iperkirakan reaksi pada !"L ada hubungannya dengan reaksi

hipersensiti itas tipe lambat. Reaksi peradangan terjadi pada tempat:tempat basil lepra berada, yaitu pada sara% dan kulit, umumnya terjadi pada pengobatan , bulan pertama. Pada pengobatan, banyak basil kusta yang mati dan hancur, yang berarti banyak pula antigen yang dilepaskan. 5danya %aktor pencetus seperti in%eksi irus, stress, aksinasi dan kehamilan menyebabkan terjadinya in%iltrasi sel 3 helper . yang menghasilkan berbagai sitokin yaitu IL:/ yang menginduksi sel B menjadi sel plasma yang kemudian memproduksi antibodi. *onsentrasi antigen dan presipitasi antibodi tersebut akan bereaksi dan membentuk kompleks imun yang terus beredar dalam sirkulasi darah yang akhirnya dapat diendapkan dalam berbagai organ atau jaringan yang kemudian mengakti%kan sistem komplemen.

&

Secara ringkasnya %enomena ini berupa kompleks imun akibat reaksi antara antigen '.leprae < antibody # Ig', Ig8 $ < komplemen kompleks imun. *omplemen akan bergabung dengan kompleks imun dan akhirnya akan membentuk endapan kompleks imun dan menghasilkan polimor%onuklear leukotaktik %actor. Itulah sebabnya penimbunan kompleks imun pada pembuluh darah dan lesi merupakan karakteristik reaksi !"L. ;agositosis kompleks imun oleh neutro%il yang terakumulasi menimbulkan pelepasan atau produksi sejumlah substansi proin%lamasi tambahan, termasuk proataglandin, peptida asodilator, dan substansi kemotaksis,serta en=im lisosom

yang mampu mencerna membran basalis, kolagen, elastin, dan kartilago yang menyebabkan in%lamasi dan nekrosis jaringan. 3erdapat juga penelitian yang mempelajari peranan tumor nekrosis %aktor al%a #3";:a$ pada patogenesiss !"L. Penderita LL yang menunjukkan reaksi !"L setelah terapi ')3 juga menunjukkan kadar 3";:a yang tinggi. )ata ini menunjukkan eratnya hubungan antara 3";:a dengan patogenesis !"L. ;aktor nekrosis tumor ini bisa menimbulkan kerusakan langsung pada sel dan jaringan, mengakti%kan makro%ag, memacu makro%ag memproduksi IL:1 dan IL:, dan memacu sel hepar menghasilkan protein reakti% > #PR>$. Peninggian konsenterasi 3";:a dan PR> dalam serum penderita !"L yang berkorelasi positi% sekitar 2&0 apabila dibandingkan dengan penderita kusta lepromatosa non reaksi. ..&. 8ejala *linis 8ejala dan keluhan penyakit bergantung pada9

? ? ?

multiplikasi dan diseminasi kuman '. leprae respons imun penderita terhadap kuman '. leprae komplikasi yang diakibatkan oleh kerusakan sara% peri%er

'ani%estasi klinis dari kusta sangat beragam, namun terutama mengenai kulit, sara%, dan membran mukosa. Pasien dengan penyakit ini dapat dikelompokkan lagi menjadi @kusta tuberkuloid #Inggris9 paucibacillary$, kusta lepromatosa #penyakit Hansen multibasiler$, atau kusta multibasiler #borderline leprosy$. Penilaian untuk tanda:tanda %isik terdapat pada - area umum9 lesi kutaneus, neuropathi, dan mata. 7ntuk lesi kutaneus, menilai jumlah dan distribusi lesi pada kulit. 'akula hipopigmentasi dengan tepian yang menonjol sering merupakan lesi kutaneus yang pertama kali muncul. Sering juga berupa plak. Lesi mungkin atau tidak mungkin menjadi hipoesthetik. Lesi pada pantat sering sebagai indikasi tipe borderline. 3anda:tanda umum dari neuropati lepra 9 ? neuropati sensoris jauh lebih umum dibandingkan neuropathy motorik, tapi neuropati motorik murni dapat juga muncul. ? mononeuropati dan multipleA mononeuritis dapat timbul, dengan sara% ulna dan peroneal yang lebih sering terlibat ? neuropati peri%er simetris dapat juga timbul

8ejala dari neuropati lepra biasanya termasuk berikut9

anesthesia, tidak nyeri, patch kulit yang tidak gatal,9 pasien dengan lesi kulit yang menutupi cabang sara% peri%er mempunyai resiko tinggi untuk berkembangnya kerusakan motoris dan sensoris.

de%ormitas yang disebabkan kelemahan dari otot:otot yang diiner asi oleh sara% peri%er yang terpengaruh #cla( hand atau drop %oot menyusul kelemahan otot$

gejala sensoris yang berkurang untuk melengkapi hilangnya sensasi, paresthesia dalam distribusi sara%:sara% yang terpengaruh, nyeri neuralgia saat sara% memendek atau diregangkan

lepuh yang timbul spontan dan ulcus tropik sebagai konsekuensi dari hilangnya sensoris

8ejala yang terlihat pada suatu reaksi ? reaksi re ersal B onset yang mendadak dari kulit yang kemerahan dan munculnya lesi:lesi kulit yang baru
8ejala Lesi *ulit Reaksi Ringan

Reaksi Berat

3ambah akti%, menebal, Lesi bengkak sampai merah, macula plaCue panas, nyeri,

pecah, merah, panas, nyeri, kaki dan tangan bengkak, ada kelainan kulit baru

membentuk

Sara% tepi

3idak ada nyeri tekan dan "yeri tekan dan atau gangguan %ungsi

gangguan %ungsi

reaksi !"L B nodul pada kulit yang multiple, demam, nyeri sendi, nyeri otot, dan mata merah.Pada kulit akan timbul gejala klinis yang berupa nodus eritema,dan nyeri dengan tempat predileksi di lengan dantungkai. Bila mengenai organ lain dapat menimbulkangejala seperti iridosiklitis, neuritis akut,lim%adenitis,arthritis,or kitis, dan ne%ritis yang akut dengan adanya proteinuria.Ia juga dapat disertai gejala konstitusi dari ringan sampai berat yang dapat diterangkan secara imunologik pula. 8ejala Lesi *ulit Reaksi Ringan "odul nyeri Reaksi Berat tekan, "odul nyeri tekan,

jumlah sedikit, hilang pecah, jumlah banyak, *eadaan umum Sara% tepi Ergan tubuh sendiri .:- hari berlangsung lama 3idak demamDdemam )emam ringan sampai ringan 3idak ada berat gangguan 5da nyeri sara% atau gangguan %ungsi Peradangan pada mata, testis, gangguan tulang hidung dan tengkorak. "yeri neuritik yang hebat dan perubahan yang cepat dari kerusakan sara% peri%er yang menghasilkan claw hand atau drop foot. *erusakan mata pada kusta dapat primer dan sekunder. Primer mengakibatkan alopesia pada alis mata dan bulu mata, juga dapat mendesak jaringan mata lainnya. Sekunder disebabkan oleh rusaknya ".%asialis yang dapat membuat paralisis ".orbitkularis palpebrarum sebagian atau seluruhnya, mengakibatkan lago%talmus

sara% 3idak ada gangguan

yang selanjutnya, menyebabkan kerusakan bagian B bagian mata lainnya. Secara sendirian atau bersama B sama akan menyebabkan kebutaan.

1+

8ambar ..1 Sebelum reaksi

8ambar ... *etika reaksi

8ambar ..- >ontoh B contoh reaksi !"L

11

..,.

;enomena Lucio ;enomena Lucio merupakan reaksi kusta yang sangat berat yang terjadi pada

kusta tipe lepromatosa non:nodular di%us. *ista tipe ini terutama ditemukan di 'eksiko dan 5merika 3engah, namun dapat juga dijumpai dinegeri lain dengan pre alensi rendah. 8ambaran klinis dapat berupa plak atau in%iltrat di%us, ber(arna merah muda, bentuk tak teratur dan terasa nyeri. Lesi terutama di ekstremitas, kemudian meluas ke seluruh tubuh. Lesi yang berat tampak lebih eritematosa, disertai purpura, dan bula, kemudian dengan cepat terjadi nekrosis serta ulserasi yang nyeri. Lesi lambat menyembuh dan akhimya terbentuk jaringan parut. 8ambaran histopatologi menunjukkan nekrosis epidermal iskemik dengan nekrosis pembuluh darah super%isial, edema, dan proli%erasi endotelial pembuluh darah lebih dalam. )idapatkan banyak basil '. leprae di endotel kapiler. Falaupun tidak ditemukan in%iltrat polimor%onuklear seperti pada !.".L., namun dengan imuno%luoresensi tampak deposit imunoglobulin dan komplemen di dalam dinding pembuluh darah. 3iter kompleks imun yang beredar dan krioglobulin sangat tinggi pada semua penderita. ..1 Pengobatan Prinsip terapi lepra, yaitu 9 'enghentikan In%eksi. 'encegah dan mengobati reaksi dan mengurangi resiko kerusakan sara%. 'engobati komplikasi kerusakan sara%. Rehabilitasi pasien.

1.

a.

Pengobatan !.".L Ebat yang paling sering dipakai ialah tablet kortikosteroid, antara lain

prednisone. )osisnya bergantung pada berat ringannya reaksi, biasanya prednisone 1&:-+ mg sehari, kadang:kadang lebih. 'akin berat reaksinya makin tinggi dosisnya, tetapi sebaliknya bila reaksinya terlalu ringan tidak perlu diberikan. Sesuai dengan perbaikan reaksi, dosisnya diturunkan secara bertahap sampai berhenti sama sekali. Perhatikan kontraindikasi pemakaian kortikosteroid. )apat ditambahkan obat analgetik:antipiretik dan 1-e ersib atau bila berat penderita dapat menjalani ra(at inap. 5da kemungkinan timbul ketergantungan terhadap kortikosteroid, !.".L. akan timbul kalau obat tersebut dihentikan atau diturunkan pada dosis tertentu, sehingga penderita ini harus mendapatkan kortikosteroid terus menerus. 5da lagi obat yang dianggap sebagai obat pilihan pertama yaitu thalidomide, 2+0 pasien dengan rekasi !"L menunjukkan perbaikan tetapi harus berhati:hati karena mempunyai e%ek teratogenik. Gadi tidak boleh diberikan kepada orang hamil atau masa subur. )i Indonesia obat ini tidak didapat dan sudah tidak diproduksi lagi. *lo%a=imin kecuali sebagai obat antikusta dapat juga dipakai sebagai antireaksi !.".L. tetapi dengan dosis yang lebih tinggi. Guga bergantung pada berat ringannya reaksi, makin berat makin tinggi dosisnya, biasanya antara .++:-++ mg sehari. *hasiatnya lebih lambat dari pada kortikosteroid. Guga dosisnya diturunkan secara bertahap disesuaikan dengan perbaikan !.".L. *euntungan lain klo%a=imin dapat dipakai sebagai usaha untuk lepas dari ketergantungan kortikosteroid. Salah sate e%ek samping yang tidak dikehendaki oleh banyak penderita ialah bah(a kulit menjadi ber(arna merah kecoklatan, apalagi pada dosis tinggi. 3etapi masih bersi%at 1-

re ersible, meskipun menghilangnya lambat sejak obat dihentikan. 'asih ada obatobat lain, tetapi tidak begitu la=im dipakai. Selama penanggulangan !.".L. ini, obatobat antikusta yang sedang diberikan diteruskan tanpa dikurangi dosisnya. b. Pengobatan Reaksi Reversal Perlu diperhatikan, apakah reaksi ini disertai neuritis atau tidak. Sebab kalau tanpa neuritis akut tidak perlu diberi pengobatan tambahan. *alau ada neuritis akut, obat pilihan pertama adalah kortikosteroid yang dosisnya juga disesuaikan dengan berat ringannya neuritis, makin berat makin tinggi dosisnya. Biasanya diberikan prednison /+:,+ mg sehari, kemudian diturunkan perlahan:lahan. Pengobatan harus secepat:cepatnya dan dengan dosis yang adekuat untuk mengurangi terjadinya kerusakan sara% secara mendadak. Garang terjadi ketergantungan terhadap kortikosteroid. 5nggota gerak yang terkena neuritis akut harus diistirahatkan. 5nalgetik dan sedati a kalau diperlukan dapat diberikan. *lo%a=imin untuk reaksi re ersal kurang e%ekti%, oleh karena itu jarang atau tidak pernah dipakai, begitu juga talidomid tidak e%ekti% terhadap reaksi reversal. ..4 Pencegahan >acat Penderita kusta yang terlambat didiagnosis dan tidak mendapat ')3 mempunyai risiko tinggi untuk terjadinya kerusakan sara%. Selain itu, penderita dengan reaksi kusta, terutama reaksi re ersal, lesi kulit multipel dan dengan sara% yang membesar atau nyeri juga memiliki risiko tersebut. *erusakan sara% terutama berbentuk nyeri sara%, hilangnya sensibilitas dan berkurangnya kekuatan otot. Penderitalah yang mula:mula menyadari adanya perubahan sensibilitas atau kekuatan otot. *eluhan berbentuk nyeri sara% atau luka 1/

yang tidak sakit, lepuh kulit atau hanya berbentuk daerah yang kehilangan sensibilitasnya saja. Guga ditemukan keluhan sukarnya melakukan akti itas seharihari, misalnya memasang kancing baju, memegang pulpen atau mengambil benda kecil, atau kesukaran berjalan. Semua keluhan tersebut harus diperiksa dengan teliti dengan anamnesis yang baik tentang bentuk dan lamanya keluhan, sebab pengobatan dini dapat mengobati, sekurangnya mencegah kerusakan menjadi berlanjut. >ara terbaik untuk melakukan pencegahan cacat atau prevention of disabilities (PO ! adalah dengan melaksanakan diagnosis dini kusta, pemberian pengobatan ')3 yang cepat dan tepat. Selanjutnya dengan mengenali gejala dan tanda reaksi kusta yang disertai gangguan sara% serta memulai pengobatan dengan kortikosteroid sesegera mungkin. Bila terdapat gangguan sensibilitas, penderita diberi petunjuk sederhana misalnya memakai sepatu untuk melindungi kaki yang telah terkena, memakai sarung tangan bila bekerja dengan benda yang tajam atau panas, dan memakai kacamata untuk melindungi matanya. Selain itu diajarkan pula cara pera(atan kulit sehari:hari. Hal ini dimulai dengan memeriksa ada tidaknya memar, luka, atau ulkus. Setelah itu tangan dan kaki direndam, disikat dan diminyaki agar tidak kering dan pecah. "#O $%pert &ommittee on Leprosy dalam laporan yang dimuat daiam FHE 3echnical Report Series "o.,+1 #1211$ telah membuat klasi%ikasi cacat bagi penderita kusta. Hal ini dapat dilihat pada tabel ..1. ..2 Rehabilitasi

1&

7saha rehabilitasi medis yang dapat dilakukan untuk cacat tubuh ialah antara lain dengan jalan operasi dan %isioterapi. 'eskipun hasilnya tidak sempurna kembali ke asal, tetapi %ungsinya dan secara kosmetik dapat diperbaiki. >ara lain ialah secara kekaryaan, yaitu memberi lapangan pekerjaan yang sesuai cacat tubuhnya, sehingga dapat berprestasi dan dapat meningkatkan rasa percaya diri, selain itu dapat dilakukan terapi psikologik #keji(aan$.

3abel ..1 *lasi%ikasi >acat >acat pada tangan dan kaki 3ingkat + 9 tidak ada gangguan sensibilitas, tidak ada kerusakan atau de%ormitas yang terlihat. 3ingkat 1 9 ada gangguan sensibilitas, tanpa kerusakan atau de%ormitas yang terlihat. 3ingkat . 9 terdapat kerusakan atau de%ormitas. >acat pada mata 3ingkat + 9 tidak ada gangguan pada mata akibat kusta, tidak ada gangguan penglihatan. 3ingkat 1 9 ada gangguan mata akibat kustaH tidak ada gangguan yang berat pada penglihatan. Iisus ,D,+ atau lebih baik #dapat menghitung jari pada jarak , meter$. 3ingkat . 9 gangguan penglihatan berat # isus kurang dari ,D,+H tidak dapat menghitung jari pada jarak , meter$.

1,

BAB III KESIMPULAN


-.1 *esimpulan Reaksi kusta hampir selalu terjadi pada penderita kusta baik sebelum pengobatan, sedang dalam pengobatan dan sesudah pengobatan. Reaksi kusta ini dibagi menjadi ., yaitu 9 reaksi tipe I atau reaksi re ersal dan reaksi tipe II atau reaksi !"L dengan mani%estasi klinis yang jelas. Falaupun reaksi kusta ini sangat sering ditemukan namun etiologinya masih belum jelas. Beberapa %actor pencetus diduga berkaitan dengan angka kejadian reaksi ini, seperti 9 setelah pengobatan antikusta yang intensi%, stress %isik D psikis, imunisasi, kehamilan, persalinan, menstruasi, in%eksi, trauma, dll.

11

Reaksi !"L terutama terjadi pada tipe lepromatosa #LL$ dan borderline lepromatosa #BL$. Reaksi ini ditandai dengan adanya nodus eritematosa yang nyeri, terutama di ekstremitas, dan beberapa gejala prodormal dan gejala sistemik. Penatalaksanaan dari reaksi ini ditujukan untuk mengatasi neuritis, mencegah paralisis dan kontraktur, mengatasi gangguan mata, dan disarankan untuk istirahat atau imobilisasi. )iharapkan dengan penatalaksanaan yang baik dan cepat, dapat mengurangi kecacatan permanen yang dapat terjadi pada penderita kusta.

DAFTAR PUSTAKA

1. 'urtiastutik, ), !r ianti !. 5tlas Penyakit *ulit dan *elamin. )!PDS'; *esehatan *ulit *elamin ;* 7nairDRS7) dr.Soetomo Surabaya. !d .. .++2H/1:/4. .. *osasih, 5, Fisnu,', Sjamsoe,!, dkk. *usta. buku ilmu penyakit kulit dan kelamin ;*7I edisi kelima, .++1. Hlm.4.:44. -. Pedoman )iagnosis )an 3erapi, B58DS'; Ilmu penyakit kulit dan kelamin. .++&. RS7) dr. Soetomo Surabaya. /. Pra(oto. .++4. Fa'tor(fa'tor Risi'o )ang *erpengaruh Terhadap Ter+adinya Rea'si ,usta. 7ni ersitas )iponegoro Semarang.

14

&. 3homas, R, Robert, L. Leprosy. ;it=patrickJs )ermatology In 8eneral 'edicine. !d se ent, ol ., .++4, >hapter 142H 114,:112,

12

Anda mungkin juga menyukai