Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN CA ESOFAGUS DI LANTAI V BEDAH RSPAD GATOT SOEBROTO JAKARTA PUSAT

DI SUSUN OLEH LENI APRIANI 131.0721.024

PROGRAM STUDI PROFESI NERS FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL VETERAN JAKARTA 2014

BAB I KONSEP DASAR

A. Anatomi Fisiologi

Sistem pencernaan makanan merupakan saluran yang menerima makanan dari luar tubuh, mempersiapkannya untuk di asimilasi di dalam dan oleh tubuh. (Priyanto Agus, 2009) Struktur sistem pencernaan 1. Mulut, Tenggorokan dan Kerongkongan

Mulut merupakan jalan masuk untuk sistem pencernaan dan sistem pernafasan. Bagian dalam dari mulut dilapisi oleh selaput lendir. Saluran dari kelenjar liur di pipi, dibawah lidah dan dibawah rahang mengalirkan isinya ke dalam mulut. Di dasar mulut terdapat lidah, yang berfungsi untuk merasakan dan mencampur makanan. Di belakang dan dibawah mulut terdapat tenggorokan (faring). (Priyanto Agus, 2009) Pengecapan dirasakan oleh organ perasa yang terdapat di permukaan lidah. Penciuman dirasakan oleh saraf olfaktorius di hidung. Pengecapan relatif sederhana, terdiri dari manis, asam, asin dan pahit. Penciuman lebih rumit, terdiri dari berbagai macam bau. (Priyanto Agus, 2009) Makanan dipotong-potong oleh gigi depan (incisivus) dan dikunyah oleh gigi belakang (molar, geraham), menjadi bagian-bagian kecil yang lebih mudah dicerna. Ludah dari kelenjar ludah akan membungkus bagian-bagian dari makanan tersebut dengan enzim-enzim pencernaan dan mulai mencernanya. Pada saat makan, aliran dari ludah membersihkan bakteri yang bisa menyebabkan pembusukan gigi dan kelainan lainnya. Ludah juga mengandung antibodi dan enzim (misalnya lisozim), yang memecah protein dan menyerang bakteri secara langsung. (Priyanto Agus, 2009) Proses menelan dimulai secara sadar dan berlanjut secara otomatis. Epiglotis akan tertutup agar makanan tidak masuk ke dalam pipa udara (trakea) dan ke paru-paru, sedangkan bagian atap mulut sebelah belakang (palatum mole, langit-langit lunak) terangkat agar makanan tidak masuk ke dalam hidung. (Priyanto Agus, 2009) Kerongkongan (esofagus) merupakan saluran berotot yang berdinding tipis dan dilapisi oleh selaput lendir. Kerongkongan menghubungkan tenggorokan dengan lambung. Makanan didorong melalui kerongkongan bukan oleh gaya tarik bumi, tetapi oleh gelombang kontraksi dan relaksasi otot ritmik yang disebut dengan peristaltik. (Priyanto Agus, 2009)

2.

Lambung

Lambung merupakan organ otot berongga yang besar dan berbentuk seperti kandang keledai, terdiri dari 3 bagian yaitu kardia, fundus dan antrum. (Pearce, C . Evelyn, 2010 ) Makanan masuk ke dalam lambung dari kerongkongan melalui otot berbentuk cincin (sfingter), yang bisa membuka dan menutup. Dalam keadaan normal, sfingter menghalangi masuknya kembali isi lambung ke dalam kerongkongan. (Pearce, C . Evelyn, 2010 ) Lambung berfungsi sebagai gudang makanan, yang berkontraksi secara ritmik untuk mencampur makanan dengan enzim-enzim. (Pearce, C . Evelyn, 2010 )

3.

Usus Halus

Lambung melepaskan makanan ke dalam usus dua belas jari (duodenum), yang merupakan bagian pertama dari usus halus. (Pearce, C . Evelyn, 2010 ) Makanan masuk ke dalam duodenum melalui sfingter pilorus dalam jumlah yang bisa dicerna oleh usus halus. Jika penuh, duodenum akan mengirimkan sinyal kepada lambung untuk berhenti mengalirkan makanan. Duodenum menerima enzim pankreatik dari pankreas dan empedu dari hati. (Pearce, C . Evelyn, 2010 )

Cairan tersebut (yang masuk ke dalam duodenum melalui lubang yang disebut sfingter Oddi) merupakan bagian yang penting dari proses pencernaan dan penyerapan. (Pearce, C . Evelyn, 2010 ) Gerakan peristaltik juga membantu pencernaan dan penyerapan dengan cara mengaduk dan mencampurnya dengan zat yang dihasilkan oleh usus. (Pearce, C . Evelyn, 2010 ) Beberapa senti pertama dari lapisan duodenum adalah licin, tetapi sisanya memiliki lipatan-lipatan, tonjolan-tonjolan kecil (vili) dan tonjolan yang lebih kecil (mikrovili). (Pearce, C . Evelyn, 2010 ) Vili dan mikrovili menyebabkan bertambahnya permukaan dari lapisan duodenum, sehingga menambah jumlah zat gizi yang diserap. (Pearce, C . Evelyn, 2010 ) Sisa dari usus halus, yang terletak dibawah duodenum, terdiri dari jejunum dan ileum. Bagian ini terutama bertanggungjawab atas penyerapan lemak dan zat gizi lainnya. Penyerapan ini diperbesar oleh permukaannya yang luas karena terdiri dari lipatan-lipatan, vili dan mikrovili. (Pearce, C . Evelyn, 2010 ) Dinding usus kaya akan pembuluh darah yang mengangkut zat-zat yang diserap ke hati melalui vena porta. Dinding usus melepaskan lendir (yang melumasi isi usus) dan air (yang membantu melarutkan pecahan-pecahan makanan yang dicerna). Dinding usus juga melepaskan sejumlah kecil enzim yang mencerna protein, gula dan lemak. Kepadatan dari isi usus berubah secara bertahap, seiring dengan perjalanannya melalui usus halus. (Pearce, C . Evelyn, 2010 ) Di dalam duodenum, air dengan cepat dipompa ke dalam isi usus untuk melarutkan keasaman lambung. Ketika melewati usus halus bagian bawah, isi usus menjadi lebih cair karena mengandung air, lendir dan enzim-enzim pankreatik. (Pearce, C . Evelyn, 2010 )

4.

Pankreas Pankreas merupakan suatu organ yang terdiri dari 2 jaringan dasar (Pearce, C . Evelyn, 2010 ) : Asini, menghasilkan enzim-enzim pencernaan Pulau pankreas, menghasilkan hormon. Pankreas melepaskan enzim pencernaan ke dalam duodenum dan melepaskan hormon ke dalam darah. Enzim-enzim pencernaan dihasilkan oleh sel-sel asini dan mengalir melalui berbagai saluran ke dalam duktus pankreatikus. Duktus pankreatikus akan bergabung dengan saluran empedu pada sfingter Oddi, dimana keduanya akan masuk ke dalam duodenum. (Pearce, C . Evelyn, 2010 ) Enzim yang dilepaskan oleh pankreas akan mencerna protein, karbohidrat dan lemak. Enzim proteolitik memecah protein ke dalam bentuk yang dapat digunakan oleh tubuh dan dilepaskan dalam bentuk inaktif. Enzim ini hanya akan aktif jika telah mencapai saluran pencernaan. (Pearce, C . Evelyn, 2010 ) Pankreas juga melepaskan sejumlah besar sodium bikarbonat, yang berfungsi melindungi duodenum dengan cara menetralkan asam lambung. (Pearce, C . Evelyn, 2010 ) 3 hormon yang dihasilkan oleh pankreas adalah: Insulin, yang berfungsi menurunkan kadar gula dalam darah Glukagon, yang berfungsi menaikkan kadar gula dalam darah Somatostatin, yang berfungsi menghalangi pelepasan kedua hormon lainnya (insulin dan glukagon).

5.

Hati Hati merupakan sebuah organ yang besar dan memiliki berbagai fungsi, beberapa

diantaranya berhubungan dengan pencernaan. (Priyanto Agus, 2009) Zat-zat gizi dari makanan diserap ke dalam dinding usus yang kaya akan pembuluh darah yang kecil-kecil (kapiler). (Priyanto Agus, 2009)

Kapiler ini mengalirkan darah ke dalam vena yang bergabung dengan vena yang lebih besar dan pada akhirnya masuk ke dalam hati sebagai vena porta. Vena porta terbagi menjadi pembuluh-pembuluh kecil di dalam hati, dimana darah yang masuk diolah. (Priyanto Agus, 2009) Darah diolah dalam 2 cara: Bakteri dan partikel asing lainnya yang diserap dari usus dibuang Berbagai zat gizi yang diserap dari usus selanjutnya dipecah sehingga dapat digunakan oleh tubuh. Hati melakukan proses tersebut dengan kecepatan tinggi, setelah darah diperkaya dengan zat-zat gizi, darah dialirkan ke dalam sirkulasi umum. (Priyanto Agus, 2009) Hati menghasilkan sekitar separuh dari seluruh kolesterol dalam tubuh, sisanya berasal dari makanan. Sekitar 80% kolesterol yang dihasilkan di hati digunakan untuk membuat empedu. Hati juga menghasilkan empedu, yang disimpan di dalam kandung empedu. (Priyanto Agus, 2009)

6. Kandung Empedu dan Saluran Empedu Empedu mengalir dari hati melalui duktus hepatikus kiri dan kanan, yang selanjutnya bergabung membentuk duktus hepatikus umum. (Priyanto Agus, 2009) Saluran ini kemudian bergabung dengan sebuah saluran yang berasal dari kandung empedu (duktus sistikus) untuk membentuk saluran empedu umum. Duktus pankreatikus bergabung dengan saluran empedu umum dan masuk ke dalam duodenum. Sebelum makan, garam-garam empedu menumpuk di dalam kandung empedu dan hanya sedikit empedu yang mengalir dari hati. (Priyanto Agus, 2009) Makanan di dalam duodenum memicu serangkaian sinyal hormonal dan sinyal saraf sehingga kandung empedu berkontraksi. Sebagai akibatnya, empedu mengalir ke dalam duodenum dan bercampur dengan makanan. (Priyanto Agus, 2009) Empedu memiliki 2 fungsi penting: Membantu pencernaan dan penyerapan lemak Berperan dalam pembuangan limbah tertentu dari tubuh, terutama hemoglobin yang berasal dari penghancuran sel darah merah dan kelebihan kolesterol.

Secara spesifik empedu berperan dalam berbagai proses berikut: Garam empedu meningkatkan kelarutan kolesterol, lemak dan vitamin yang larut dalam lemak untuk membantu proses penyerapan Garam empedu merangsang pelepasan air oleh usus besar untuk membantu menggerakkan isinya Bilirubin (pigmen utama dari empedu) dibuang ke dalam empedu sebagai limbah dari sel darah merah yang dihancurkan Obat dan limbah lainnya dibuang dalam empedu dan selanjutnya dibuang dari tubuh Berbagai protein yang berperan dalam fungsi empedu dibuang di dalam empedu. Garam empedu kembali diserap ke dalam usus halus, disuling oleh hati dan dialirkan kembali ke dalam empedu. Sirkulasi ini dikenal sebagai sirkulasi enterohepatik. Seluruh garam empedu di dalam tubuh mengalami sirkulasi sebanyak 10-12 kali/hari. Dalam setiap sirkulasi, sejumlah kecil garam empedu masuk ke dalam usus besar (kolon). Di dalam kolon, bakteri memecah garam empedu menjadi berbagai unsur pokok. Beberapa dari unsur pokok ini diserap kembali dan sisanya dibuang bersama tinja. (Priyanto Agus, 2009) 7. Usus Besar

Usus besar terdiri dari: Kolon asendens (kanan) Kolon transversum Kolon desendens (kiri) Kolon sigmoid (berhubungan dengan rektum). Apendiks (usus buntu) merupakan suatu tonjolan kecil berbentuk seperti tabung, yang terletak di kolon asendens, pada perbatasan kolon asendens dengan usus halus. Usus besar menghasilkan lendir dan berfungsi menyerap air dan elektrolit dari tinja. Ketika mencapai usus besar, isi usus berbentuk cairan, tetapi ketika mencapai rektum bentuknya menjadi padat. (Priyanto Agus, 2009) Banyaknya bakteri yang terdapat di dalam usus besar berfungsi mencerna beberapa bahan dan membantu penyerapan zat-zat gizi. (Priyanto Agus, 2009) Bakteri di dalam usus besar juga berfungsi membuat zat-zat penting, seperti vitamin K. Bakteri ini penting untuk fungsi normal dari usus. Beberapa penyakit serta antibiotik bisa menyebabkan gangguan pada bakteri-bakteri di dalam usus besar. Akibatnya terjadi iritasi yang bisa menyebabkan dikeluarkannya lendir dan air, dan terjadilah diare. (Priyanto Agus, 2009) 8. Rektum & Anus

Rektum adalah sebuah ruangan yang berawal dari ujung usus besar (setelah kolon sigmoid) dan berakhir di anus. (Pearce, C . Evelyn, 2010 )

Biasanya rektum ini kosong karena tinja disimpan di tempat yang lebih tinggi, yaitu pada kolon desendens. Jika kolon desendens penuh dan tinja masuk ke dalam rektum, maka timbul keinginan untuk buang air besar.Orang dewasa dan anak yang lebih tua bisa menahan keinginan ini, tetapi bayi dan anak yang lebih muda mengalami kekurangan dalam pengendalian otot yang penting untuk menunda buang air besar. (Pearce, C . Evelyn, 2010 ) Anus merupakan lubang di ujung saluran pencernaan, dimana bahan limbah keluar dari tubuh. Sebagian anus terbentuk dari permukaan tubuh (kulit) dan sebagian lainnya dari usus. Suatu cincin berotot (sfingter ani) menjaga agar anus tetap tertutup. (Pearce, C . Evelyn, 2010 )

B. Pengertian Kanker esofagus adalah tumor ganas atau kanker esofagus atau pipa makanan yang memungkinkan makanan untuk pindah dari mulut ke perut. Walaupun jarang, kanker esophagus adalah penyakit yang sangat mematikan, dan diperlukan reseksi luas. (Gruendemann, 2006) Kanker esophagus yaitu suatu keganasan yang terjadi pada esofagus. Kanker ini pertama kali di deskripsikan pada abad ke-19 dan pada tahun 1913 reseksi pertama kali sukses dilakukan oleh Frank Torek, pada tahun1930-an, Oshawa di Jepang dan Marshall di America Serikat berhasil melakukan pembedahan pertama dengan metode transtoraks esofagotomi dengan rekonstruksi ( Fisichella, 2009 ).

C. Etiologi Timbulnya karsinoma esofagus dihubungkan dengan faktor diit. Minum alkohol, dan merokok. Diduga juga berhubungan dengan penyakit sebelumnya. Refluk gaster kronik (esophagus baret). Esofagitis menahun karena rangsangan bahan kimia dan akalasia merupakan faktor resiko tinggi.(Sudoyo, w. Aru, 115)

10

Penyebab pasti kanker esofagus tidak diketahui, tetapi ada beberapa faktor yang dapat menjadi presdisposisi yang diperkirakan berperan dalam patogenesis kanker. Presdisposisi penyebab kanker esofagus biasanya berhubungan dengan terpajannnya mukosa esofagus dari agen berbahaya atau stimulus toksik, yang kemudian menghasilkan terbentuknya displasia yang bisa menjadi karsinoma Beberapa faktor juga dapat memberikan kontribusi terbentuknya karsinoma sel skuamosa, seperti berikut ini : 1. Defisiensi vitamin dan mineral. Menurut beberapa studi, kekurangan riboflavin pada ras China memberikan kontribusi besar terbentuknya kanker esofagus (Doyle C,2006) 2. Pada faktor merokok sigaret dan penggunaan alkohol secara kronik merupakan faktor penting yang berhubungan dengan meningkatnya risiko kanker esofagus

(Edmondso,2008) 3. Infeksi papilomavirus pada manusia dan Helicobacter pylory disepakati menjadi faktor yang memberi kontribusi peningkatan resiko kanker esofagus (Fisichella,2009) Penyakit refluk gastroesofageal menjadi faktor predisposisi utama terjadinya

adenokarsinoma pada esofagus. Faktor iritasi dari bahan refluks asam dan garam empedu didapatkan menjadi penyebab. Sekitar 10-15 % pasien yang melakukan pemeriksaan endoskopik mengalami displasia yang menuju ke kondisi adenokarsinoma. Pasien dengan iritasi refluks gastroesofageal sering berhubungan dengan penyakit Barret esofagus yang beresiko menjadi keganasan (Thornton,2009)

D. Patofisiologi Secara fisiologis jaringan esofagus distratafikasi oleh epitel non keratin skuamosa. Karsinoma sel skuamosa yang meningkat dari epitel terjadi akibat stimulus iritasi kronik agen iritan, alkohol, tembakau, dan beberapa komponen nitrogen diidentifikasi sebagai karsinogenik iritan (Fischella,2009) Penggunaan alkohol dan tembakau secara prinsip menjadi faktor resiko utama terbentuknya karsinoma sel skuamosa. Nitrosamina dan komponen lain netrosil didalam acar (asinan), daging bakar, atau makanan ikan yang diasinkan memberikan kontribusi peningkatan karsinoma sel skuamosa pada esofagus (Thornton,2009)
11

Pendapat lain menyebutkan adanya hubungan antara peningkatan kejadian karsinoma sel skuamosa pada esofagus dengan konsumsi kronik air hangat (Smeltzer,2002), konsumsi sirih, asbestos, polusi udara, dan diet tinggi bumbu rempah. Akan tetapi, pendapat lain menyebutkan hal sebaliknya, dimana konsumsi diet tinggi buah dan sayur sayuran justru menjadi faktor protektif untuk terjadinya karsinoma sel skuamosa (Fisichella,2009) Beberapa kondisi medis yang dipercaya meningkatkan karsinoma sel skuamosa, seperti akalasia, striktur, tumor kepala dan leher, peyakit plummer-Vinson syndrome, serta terpajan dari radiasi. Karsinoma sel skuamosa meningkat pada akalasia setelah periode 20 tahun kemudian. Hal ini dipercaya akibat iritasi yang lama dari material lambung. Pada pasien striktur, akibat kondisi kontak dengan cairan alkali akan meningkatkan sekitar 3% karsinoma sel skuamosa setelah 20 - 40 tahun. Tumor kepala dan leher dihubungkan dengan karsinoma sel skuamosa yang disebabkan oleh faktor penggunaan alkohol dan tembakau. Penyakit plummer-Vinson syndrome akan mengalami disfagia, anemia defisiensi besi, dan web esofagus. Kondisi ini akan meningkatkan insiden kejadian karsinoma sel skuamosa postkrikoid (Enzinger,2003). Adenokarsinoma esofagus sering terjadi pada bagian tengah dan bagian bawah esofagus. Peningkatan abnormal mukosa esofageal sering dihubungkan dengan refluks gastroesofageal kronik. Metaplasia pada stratifikasi normal epitelium skuamosa bagian distal akan terjadi dan menghasilkan epitelium glandular yang berisi sel-sel goblet yang disebut epitel Barret. Perubahan genetik pada epitelium meningkatkan kondisi displasia dan secara progresif membentuk adenokarsinoma pada esofagus (Papineni,2009). Penyakit refluks gastroesofageal merupakan faktor penting terbentuknya epitel Barret. Pada pasien dengan penyakit refluks gastroesofageal, sekitar 10% menghadirkan epitel Barret dan pada pasien dengan adanya epitel Barret sekitar 1% akan terbentuk adenokarsinoma esofagus. Oleh karena itu diperlukan untuk dilakukan biospi endoskopik untuk menurunkan resiko keganasan pada esofagus (Fisichella,2002). Adanya kanker esofagus bisa menghasilkan metastasis ke jaringan sekitar akibat invasi jaringan dan efek kompresi oleh tumor. Selain itu, komplikasi dapat timbul karena terapi terhadap tumor. Invasi oleh tumor sering terjadi ke struktur di sekitar mediastinum. Invasi ke aorta mengakibatkan pendarahan masif, invasi ke perikardium terjadi tamponade jantung atau sindrom vena kava superior;invasi ke serabut saraf menyebabkan suara serak atau
12

diasfagia, invasi ke saluran nafas mengakibatkan fistula trakeosofageal dan esofagopulmonal, yang merupakan komplikasi serius dan progresif mempercepat kematian. Sering terjadi adalah pneumonia aspirasi yang pada gilirannya yang akan menyebabkan abses paru dan epiema. Selain itu, juga dapat terjadi gagal nafas yang disebabkan oleh obstruksi mekanik atau pendarahan. Pendarahan yang terjadi pada tumornya sendiri dapat menyebabkan anemia defisiensi besi sampai pendarahan akut masif. Pasien sering tampak malnutrisi, lemah, emasiasi, dan gangguan sistem imun yang kemudian akan menyulitkan terapi (Wang,2008).

E. Manifestasi Klinik Disfagia, perasaan ada massa ditenggorokan; nyeri saat menelan; nyeri substernal atau rasa penuh; dan kemudian regurgutasi makanan yang tidak dicerna disertai bau nafas busuk dan cegukan, kesulitan bernafas.( Otto. E Shirley, 2005) Tanda dan gejala kanker esofagus menurut Syamsul Jamail Tahun 2010 antara lain : 1. Sulit menelan 2. Hilang berat badan secara tiba-tiba 3. Nyeri pada dada 4. Lelah 5. Ulsertiva esofagus tahap lanjut 6. Disfagia, awalnya dengan makanan padat dan akhirnya dengan cairan 7. Merasakan benjolan pada tenggorokan dan rasa nyeri saat menelan 8. Nyeri atau begah substernal, regurgitasi makanan yang tak tercerna dengan bau nafas dan akhirnya cegukan 9. Mungkin terjadi hemoragi, dan kehilangan berat badan dan kekuatan secara progresif akibat kelaparan. Stadium pada kanker esophagus diantaranya adalah sebagai berikut (Otto. E Shirley, 2005) : 1. Stadium 0 Kanker esophagus awal, kanker yang terjadi hanya sebatas di bagian keronkongan, tidak ada perubahan menjadi ganas pada jaringan lain, juga tidak menyebar ke kelenjar getah bening.

13

2. Stadium 1 Kanker telang menyerang ke bagian lain di bawah lapisan epidermis, sel kanker muncul di lamina propria atau submukosa, tapi tidak menganggu otot. Kanker tidak akan menyebar ke kelenjar getah bening atau organ lain. 3. Stadium 2 Dapat menyebar kelenjar getah bening tapi tidak ke organ lain. 4. Stadium 3 Kanker esophagus telah menyebar ke trakea yang berdekatan dengan organ lain, tapi tidak mempengaruhi kelenjar getah bening yang terkait, tidak ada metastasis yang jauh. 5. Stadium 4 Kanker esophagus telah menyebar oleh darah ke organ lain seperti hati, tulang, otak dan lain-lain.

F. Komplikasi Kanker esophagus dapat menyebar hamper ke setiap bagian tubuh. Tempat utama metastasis meliputi paru, lambung, peritoneum, ginjal, kelenjar adrenal, otak dan tulang. ( Otto. E Shirley, 2005)

G. Penatalaksanaan Medis Penatalaksanaan medis disesuaikan dengan penentuan stadium (staging) dan

pengelompokan stadium tumor. Penatalaksanaan yang lazim dilakukan adalah intervensi non operasi dan intervensi operasi. 1. Intervensi non operasi a. Radiasi Karsinoma esofagus bersifat radiosensitif. Pada kebanyakan pasien, radiasi eksternal memberikan efek penyusutan tumor. Komplikasi akibat radiasi sering berupa striktura, fistula dan perdarahan, selain itu terkadang juga dijumpai komplikasi kardiopulmunal (Priyanto, 2009)

14

b. Kemoterapi Kemoterapi dapat diberikan sebagai pelengkap terapi operasi dan terapi radiasi. Biasanya digunakan kemoterapi kombinasi Sisplatin bersama Paclitaxel dan 5 fluorouracil (Priyanto, 2009) c. Terapi Laser Pemberian intervensi terapi laser dapat membantu menurunkan secara sementara kondisi disfagia pada 70% pasien kanker esofagus. Pelaksanaan secara multipel yang dibagi pada beberapa sesi dapat meningkatkan kepatenan lumen esofagus (Wang,2008) d. Photodynamic therapy (PDT) PDT dapat dilakukan pada pasien dengan keganasan jaringan displatik. Fotosintesis mentransfer energi ke substrat kimia jaringan abnormal. Beberapa studi PDT atau terapi laser dengan kombinasi penghambat asam jangka panjang, menghasilkan terapi endoskopik yang efektif pada displasia mukosa Barret dan mengeliminasi mukosa Barret (Fisichella,2009)

2. Intervensi Bedah Esofagotomi dilakukan memulai insisi abdominal dan sevikal melewati hiatus esofagus/ THE (transhiatal esophagectomy) atau dengan cara insisi abdominal dan toraks kanan/ TTE (transhorakcic esophagectomy). Pada THE rongga dada tidak dibuka. Ahli bedah melakukan manuver transhiatal dengan mengangkat esofagus secara manual dari rongga thoraks. Pada TTE bagian tengah dan bawah esofagus diangkat melalui rongga toraks yang dibuka. Pembukaan abdomen dilakukan agar dapat memobilisasi lambung untuk memudahkan reseksi (Mackenzezie, 2004)

15

BAB II ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN Data praoperasi yang ada disini tergantung pada tipe khusus/lokasi proses kanker dan komplikasi yang ada. (Doenges, 2002) 1. Integritas Ego Gejala : perasaan takut akan kehilangan suara, mati, terjadinya/berulangnya kanker, kuatir bila pembedahan memperngaruhi hubungan keluarga, kemampuan kerja, dan keuangan. Tanda : ansietas, depresi, marah, menyangkal, dan menolak. 2. Makanan/cairan Gejala : kesulitan menelan Tanda : kesulitan menelan, mudah tersendak, bengkak, luka, masa tercatat tergantung pada lokasi kanker, inflamasi/drainase oral, kebersihan gigi buruk. 3. Neurosensori Gejala : diplopia (penglihatan ganda) Tanda : kesulitan menelan, kerusakan membrane mukosa 4. Nyeri/kenyamanan Gejala : sakit tenggorok kronis, benjolan pada tenggorok Tanda : perilaku berhati-hati, gelisah, nyeri wajah, gangguan tonus otot 5. Pernafasan Gejala : riwayat merokok, mengunyah tembakau, riwayat penyakit paru kronis, batuk dengan/tanpa sputum, drainase darah pada nasal Tanda : sputum dengan darah, dispnea 6. Keamanan Gejala : terpajan sinar matahari berlebihan selama periode bertahun-tahun atau radiasi. Perubahan penglihatan/pendengaran Tanda : massa/pembesaran nodul

16

7. Interaksi social Gejala : kurang dukungan system keluarga, masalah tentang kemampuan berkomunikasi, bergabung dalam interaksi social Tanda : bicara kacau, enggan untuk bicara, menolak orang lain untuk memberikan perawatan/terlibat dalam rehabilitasi 8. Penyuluhan/pembelajaran Gejala : lesi di mulut tak sembuh, penggunaan alcohol berulang/riwayat penyalahgunaan alcohol Pemeriksaan diagnostik : 1. Pemeriksaan Radiografi Dengan bubur barium akan terdapat gambaran yang khas pada sebagian besar kasus dimana akan terlihat tumor dengan permukaan erosif dan kasar pada bagian esofagus yang terkena. Bila terdapat penyempitan pada bagian distal oleh penyebaran tumor ini dari daerah kardia lambung, hal ini harus dapat dibedakan dengan akalasia. CT scan untuk melihat derajat pembesaran tumor pada rongga toraks dan diperlukan untuk mengetahui apakah terdapat metastasis pada hati. 2. Endoskopi dan Biopsi Pemeriksaan endoskopi dan biopsi sangat penting untuk mendiagnosis karsinoma esofagus, terutama untuk membedakan antara karsinoma epidermal dan adenokarsinoma. Pada pemeriksaan tersebut diperlukan beberapa biopsi karena terjadi penyebaran ke submukosa dan adanya kecenderungan tertutupnya karsinoma epidermal oleh sel epitel skuamosa yang normal. 3. Sitologi Pemeriksaan sitologik didapatkan dengan cara bilasan pada daerah tumor tersebut. Sel tumor juga diperoleh pada ujung esofagoskop ketika alat ini keluar setelah pemeriksaan endoskopik. Pemeriksaan tes faal hati dan ultrasonografi diperlukan untuk mengetahui apakah ada metastasis pada hati.

17

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN 1. Ketidaksembangan nutrisi kurang dari kebutuhan b.d masukan nutrisi yang kurang. 2. Nyeri akut b.d agen injuri (faktor fisik). 3. Kerusakan kemampuan menelan b.d penyumbatan mekanis (tumor) 4. Defisit pengetahuan b.d sedikitnya terpapar informasi mengenai kanker (Nanda, 2009)

C. INTERVENSI KEPERAWATAN a. Diagnosa : Ketidaksembangan nutrisi kurang dari kebutuhan b.d masukan nutrisi yang kurang. 1) Tujuan Setelah dilakukan keperawatan maka masalah kekurangan nutrisi dapat diatasi 2) Kriteria Hasil NOC: a) Perawat mampe meningkatkan status nutrisi pasiern b) Perawat mampu mengontrol BB pasien. c) Pasien mengalami peningkatan BB menuju berat yang diharapkan d) BB pasien berada dalam rentang normal e) Mengenal faktor-faktor yang mnyebabkan BB dibawah normal. f) Pasien mampu mengkonsumsi nutrisi yang adekuat g) Pasien mengkonsumsi nutrisi yang adekuat. h) Pasien terebas dari tanda-tanda malnutrisi. 3) Intervensi dan rasionalisasi (NIC) No Intervensi Manajemen Nutrisi 1 tanyakan kepada klien apakah ia untuk menentukan nutrisi yng tepat memiliki riwayat elergi terhadap untuk pasien makanan 2 beri dukungan kepada pasien untuk agar mendapatkan intake kaolri terjdi keseimbangan antara Rasionalisasi

yang kebituhan kalori edngan pemasukan

adekuat sesua dengan tipe tubuh dan kalori


18

pola aktivitasnya. 3 beri pasien makanan yang untuk meningkatkan BB pasien

mengandung tinggi protein, tinggi kearah normal kalori. 4 monitor catatan intake intake mengukur apakah asien kebutuhan nutrisinya terpenuhi atau tidak.

kandungan nutrisi pada makanan Manajemen Gangguan Makan 1

Tentukan kemajuan BB harian yang dapat diharapkan bersama klien.

menilai

keberhasilan

dari

peningkatan BB. untuk memastikan apakah pasie

monitor masukan kalori perharinya

mengkonsumsi cukup kalori 3 monitor pasien berkitan dengan untuk menentukan efektivitas dan

makan, penurunan berat badan, dan keberhasilan terapi yang digunakan. kenaikan BB. 4 anjurkan pasien untuk mengurangi kalori yang tersimpan bisa diubah aktivitasnya sehinga bisa mendukung sebagai program kenaikan BB. cadangan dalam bentuk

peningkatan masa otot.

b. Diagnosa : Nyeri akut b.d agen injuri (faktro fisik). 1) Tujuan Setelah dilakukan keperawatan maka masalah nyeri akut dapat diatasi 2) Kriteria Hasil NOC: a) Perawat mampu menurunkan tingkat nyeri, meningkatkan tingkat

kenyamanan, dan mngontrol nyeri. b) Pasien mampu menggunakan sekala nyeri untuk mengidentifikasi tingkat nyeri saat ini dan menentukan tingkat kenyamanan yang diinginkan. c) Pasien mampu menerangkan bagaimana nyeri yang tidak terukur dapat diatasi. d) Pasien mampu menampilkan ktivitas pemulihan dengan dilaporkannya penerimaan terhadap tingkat nyeri. e) Pasien berada dalam kecukupan mengenai istirahat dan tidurnya
19

f) Pasien mampu mendemonsrasikan menejemen nyeri non farmakologi 3) Intervensi dan rasionalisasi (N!C) No 1 Intervensi Rasionalisasi onset, durasi, dan

tentukan apakah pneyrinya itu saat intensitas,

pengkajian atau tidak . jika ia bantu peningkatan nyeri hendaknya dikaji pasien untukemnurunkkan nyerinya untukmedpatkan data yang esensial.. tersebut. 2 tnyakan kepada klien mengenai beberapa faktor penhambat dapat

pengalaman nyeri yang pernah ia menghilangkan ekinginan klien untuk alami dan metode yang digunakan melaporkan neyri dan mengunakan untuk menurunkanya. 3 mintalah kepada klien obat analgesik. untuk intensitas, lokasi dan kalitas nyeri dilaporkan setelah

melaporkn lokasi, intensitas dengan hendaknya mengunakan kualitas nyeri. 4. skala nyeri,

dan prosedur tindakan untuk mengetahui keberhasilan treatmen

eksplor kebutuhan p[asien dengan intervensi pharmakologi merupakan obat anlgesik opioid dan non-opioid. alat utama sebagai penurun nyeri.

ajari pasien metode nonfharmakologi digunakaan untuk sebagai suplemen untuk menurunkan nyeri klien dari metode phmakologik. terjadinya

6.

anjurjkan pasien untuk menggunakan mencegah obat analgesik sesua dengan yang penyalahgunaanobat dianjurkan.

c. Diagnosa : Kerusakan kemampuan menelan b.d penyumbatan mekanis (tumor) 1. Tujuan Setelah dilakukan keperawatan selama 10 hari maka masalah

ketidakmampuan menelan dapat teratasi 2. Kriteria Hasil NOC: a) Perawat mampu meningkatkan kemampuan menelan pasien. b) Pasien mampu mendemonstrasikan proses menelan yang efektive tanpa batuk atau tersedak.
20

c) Pasien terbebas dari bahya aspirasi 3. Intervensi dan rasionalisasi (N!C) No 1 Intervensi pastikan kesiapan pasien Rasionalisasi untuk jika salah satu dari faktro-faktor

makan. Pasien perlu diawasi , tersebut tidak ditemukan, maka bisa kemampuan mengikuti posisi instruksi, dipertumangkan untuk menghentikan kepala pemberian makanan peroral dan makanan enteral

mempertahankan

dalam keadaan tegak, dan mampu menggunakan menggerakan lidah dalam mulutnya.

untuk memenuhi kebutuhan nutrisi klien

kaji

kemampuan

klien

untuk secara

normal

waktu

yang

menelan

denganmemposisikan dibutuhkan bagi bolus untuk untuk dari tempat dimana

jenmpol dan telunjuk pemeriksa pada berpindah

laringelal proturberance. Minta klien refleks dipicu ke pintu esopfhagea untuk menelan rasakan kenaikan adalah 1 detikl Klien dengan

larink, minta klien untuk batuk, test kecelakaan kardiovaskular dengan refleks gag pada kedua sisi belakang waktu transit(proses menelan) yang pharingeal. lebih lama.mempunyai kemungkinan yang lebih besar untuk berkembang ke arah pneumonia aspiration.

Pasien bisa tersedak bahkan ketika masih mempuinyai gag refleks. 3 observasi tanda-tanda yang semuanya merupakan tanda-tanda

berhubunagn dengan proses menelan kerusakan kemampuan menelan (batuk, cegukan, kesulitan menahan air liur, penurunan kemampuan

untuk mengerakan lidah, bicara yang pelan ) 4. jika klien mempunyai gangguan makanan bagi pasien yang tidak bisa menelan, makanan jangan sampai memberikan menelan dengan sempurn, dapat diagnosa yang menyebabkan
21

aspirasi dan

sesuai ditegakan. Pastikan makanan kemungkinan yang sesuai dengan berkonsultasi enteal dengan dokter untuk lewat

kematian. PEG

Makanan pada

tube

pemberian umumnya sering digunakan sebab penelitan tube status pasien

makanan enteral, kebanyakan dengan berdasarkan menggunakan PEG tube. dengan PEG

mandpatkan gizi dan

peningkatan nutrisidan

memungkinkan

peningkatan kemampuan hidup. 5 hindari pemberian makana cairan penggunaan pengenatal dapat

sampi paien mampu menelan secara meningkatkan hidrasi dannn nutrisi efektiv.Tambahkan pengental cairan seperti madu, atau puding 6. berikan latihan menelan sesuai latihan menelan dapat meningkatkan

dengan yang diresepkan oleh team kemampuan untuk menelan. disfagia. (menyentuh langit-langit dengan lidah, merangsang lengkung tonsil, dan langit-langit lunak denagn logam dingin cermin pemeriksan (rangsangan suhu), latihan gerakanm mulut. 7 sediakan makanan dalam kondisi lingkungan tenang jauh berlebihan, dari dekat rangsangan menurunkan dengan ruang menelan. yang ramai dapat dan

mengunyah

makan yang ribut. 8 pastikn bahwa klien memiliki waktu pasien dengan gangguan menelan yang cukup untuk makan membutuhkan waktu 2-4 kali lebih lama dibanduing waktu makan orang normal.

22

Cek rongga mulut untuk memastikan sisa makanan yang terselip dalam pengosongan menyelesaikan setelah makanan. klien menyebabkan stomatitis, pembusikan Berikan gigi, kemungkinan aspirasi lebih

perawatan mulut . jika perlu ambil lanjut. sisa makanan yang terdapat dalam mulut. 10 jaga posisi tegak lurus 30-45 derajat. posisi tegak lurus mempertahankan makanan tetap didalam lambung sampai kosonng mencegah

terjadinya refluks dan aspiras. 11 awasi tanda-tanda aspirasi suara dan tanda-tanda tersebut menunjukan

pneumonia. Auskultasi

par terjadinya pneumonia.

setelah makan. Catat suara krakles atau wheezing dan peningkatan suhu.

4. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN Impementasi adalah tahap ketika perawat mengaplikasikan rencana asuhan keperawatan ke dalam bentuk intervensi keperawatan guna membantu klien mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Kemampuan yang harus dimiliki perawat pada tahap implementasi adalah kemampuan komunikasi yang efektif, kemampuan untuk menciptakan hubungan saling percaya dan saling bantu, kemampuan melakukan teknik psikomotor, kemampuan melakukan observasi sistematis, kemampuan memberikan pendidikan kesehatan, kemampuan advokasi dan kemampuan evaluasi. (Asmadi, 2008)

5. EVALUASI KEPERAWATAN Evaluasi adalah tahap akhir dari proses keperawatan yang merupakan perbandingan yang sistematis dan terencana antara hasil akhir yang teramati dan tujuanatau criteria hasil yang dibuat pada tahap perencanaan. Evaluasi dilakukan secara berkesinambungan dengan melibatkan klien dan tenaga kesehatan lainnya. (Asmadi,2008)

23

DAFTAR PUSTAKA

Asmadi. (2008). Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta : EGC Fisichela, Piero M.2009.Esophageal Cancer.eMedicine Specialties. Oncology. Carcinomas of the Gastrointestinal. Gruendemann J Barbara, Fernsebner Billie (2006). Buku Ajar Keperawatan Perioperatif Volume 2. Jakarta : EGC Kozier & Erb. (2009). Buku Ajar Praktik Keperawatan Klinis Edisi 5. Jakarta : EGC Nanda. 2004. Nursing Diagnosis A Guide to Planning Care. Otto, Shirley E (2005). Buku Saku Keperawatan Onkologi. Jakarta : EGC Pearce, Evelyn C ( 2009). Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama Priyanto Agus, Sri Lestari. (2009). Endoskopi Gastrointestinal. Jakarta : Salemba Media Smeltzer and Brenda. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah. Jakarata: EGC Swearingen. 2001. keperawatn Medikal Bedah. EGC. Jakarta

24

Anda mungkin juga menyukai