Anda di halaman 1dari 13

1 | C i d e r a K e p a l a

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Ny. Siti berusia 50 th mengeluh nyeri kepala dan badan terasa lemah serta tampak
konjungtiva anemis dari pemeriksa penunjang RO kepala terdapat hematom serebri.
Kesadaran Composmentis dengan GCS: 15 (E: 4 M: 6 V: 5).Saat ini klien di diagnosis cidera
kepala.


1.1 Perumusan Masalah

Dalam makalah ini kami membahas masalah yang kami temukan mengenai Cidera
Kepala. Kami menyimpulkan masalah yang kami temukan seperti berikut :
- Definisi Cidera Kepala
- Etiologi Cidera Kepala
- Klasifikasi Cidera Kepala
- Patofisiologi Cidera Kepala
- Manifestasi klinis Cidera Kepala
- Penatalaksanaan Cidera Kepala
- Pemeriksaan Diagnostik
- Asuhan Keperawatan Cidera Kepala


1.3 Tujuan Penulisan

Tujuan Intuksional Umum ( TIU ) :
Setelah membahas materi ini mahasiswa dapat memahami tentang Cidera Kepala.

2 | C i d e r a K e p a l a


Tujuan Intruksional Khusus ( TIK ) :
Mahasiswa dapat memahami tentang Cidera Kepala.
Mahasiswa dapat menjelaskan begaimana penyebab terjadinya Cidera Kepala.
Mahasiswa dapat menjelaskan pengertian, etiologi dan patofisiologi Cidera Kepala.

1.4 Metode Penulisan

Dalam menyelesaikan Makalah ini ini kelompok menggunakan metode studi pustaka dan
internet, sehingga kami menemukan materi yang menunjang Makalah ini.





















3 | C i d e r a K e p a l a



BAB II
PEMBAHASAN



2.I Definisi
Cidera kepala adalah trauma yang mengenai otak disebabkan oleh kekuatan
eksternal yang menimbulkanperubahan tingkat kesadaran dan perubahan kemampuan
kognitif, fungsi fisik, fungsi tingkah laku, dan emosional.(Widagdo Wahyu, 2008)

Cidera kepala adalah suatu gangguan traumatic dari fungsi otak yang disertai atau
tanpa disertai perdarahan intertitial dalam substansi otak tanpa diikuti terputusnya
kontinuitas otak.(Tarwoto & Wartonah, 2007)

2.2 Etiologi
Cidera kepala dapat disebabkan karena :
1. Kecelakaan lalu lintas
2. Terjatuh
3. Kecelakaan olah raga
4. Luka
5. Cedera akibat kekerasan

2.3 Klasifikasi

1. Berdasarkan kerusakan jaringan otak :
a. Komosio Serebri (Gagar Otak) : Gangguan fungsi neurologi ringan tanpa adanya
kerusakan struktur otak, terjadi hilangnya kesadaran kurang dari 10 menit atau tanpa
disertai amnesia retrograt, mual, muntah, nyeri kepala.
4 | C i d e r a K e p a l a

b. Kontusio Serebri (Memar) : Gangguan fungsi neurologi disertaikerusakan jaringan otak
tetapi kontunuitas otak masih utuh, hilangnya kesadaran lebih dari 10 menit.
c. Laserasio Serebri : Gangguan fungsi neurologi disertai kerusakan otak yang berat
dengan fraktur tengkorak terbuka . massa otak terkelupas keluar dari rongga intracranial.

2. berdasarkan berat ringanya cidera kepala :
a. Cidera kepala ringan : Jika GCS antara 15-13, terjadi kehilangan kesadaran kurang dari
30 menit, tidak terdapat fraktur tengkorak, kontusio atau hematom.
b. Cidera kepala sedang : Jika nilai GCS antara 9-12, hilang kesadaran antara 30 menit
24 jam, dapat disertai fraktur tengkorak, disorientasi ringan.
c. Cidera kepala berat : Jika GCS antara 3-8, hilang kesadaran lebih dari 24 jam, biasanya
disertai kontusio, laserasi atau adanya hematom, edema serebral. (Tarwoto & Wartonah,
2007)

2.4 Patofisiologi

Adanya cidera kepala dapat mengakibatkan gangguan atau kerusakan struktur
misalnya kerusakan pada parenkim otak, kerusakan pembulu darah, perdarahan, edema
dan gangguan biokimia otak seperti penurunan adenosine tripospat dalam mitokondria ,
perubahan permeabilitas vaskuler. Patofisiologi cidera kepala dapat digolongkan menjadi
2 proses yaitu cidera otak kepala primer dan sekunder.

a. Cidera kepala primer merupakan suatu proses biomekanik yang dapat terjadi secara
langsung saat kepala terbentur dan memberi dampak cidera jaringan otak.
b. Cidera kepala sekunder terjadi akibat cidera primer misalnya adanya hipoksia ,
iskemia, perdarahan.

Perdarahan serebral menimbulkan hematom, misalnya pada epidural hematom yaitu
berkumpulnya darah antara lapisan periosteum tengkorak dengan duramater, subdural
hematom diakibatkan terkumpulnya darah pada ruang duramater dengan subarachnoid
dan intra serebral hematom adalah berkumpulnya darah pada jaringan serebral. Kematian
5 | C i d e r a K e p a l a

pada cidera kepala banyak disebabkan karena hipotensi gangguan pada outoregulasi.
Ketika terjadi gangguan outregulasi akan menimbulkan hipoperfusi jaringan serebral dan
berakhir pada iskemia jaringan otak, karena otak sangat sensitive terhadap oksigen dan
glukosa. (Tarwoto & Wartonah, 2007)

Patofisiologi Cedera Kepala


6 | C i d e r a K e p a l a







2.5 Manifestasi Klinis
1. Komusio serebri :
a. Muntah tanpa nausea
b. Nyeri pada lokasi cidera
c. Mudah marah
d. Hilangnya energy
e. Pusing dan mata berkunang-kunang
f. Orientasi terhadap waktu,tempat, dan orang.
g. Tidak ada defisit neurologi
h. Tidak ada ketidaknormalan pupil
i. Ingatan sementara hilang
j. Scalp tenderness

2. Kontusio serebri :
a. Perubahan tingkat kesadaran
b. lemah dan paralisis tungkai
c. Kesulitan berbicara
d. Hilangnya ingatan sebelum dan pada saat trauma
e. Sakit kepala
f. Leher kaku
g. Perubahan dalam penglihatan
7 | C i d e r a K e p a l a

h. Tidak berespon baik rangsang verbal dan nyeri
i. Demam diatas 37 C
j. Peningkatan frekuensi nafas dan denyut nadi
k. Berkeringat banyak
l. Perubahan pupil (Kontriksi, midpoint, tidak berespon terhadap rangsangan cahaya)
m. Muntah
n. Otorhea
o. Tanda betles(skimosis pada daerah frontal)


2.6 Penatalaksanaan
1. Observasi 24 jam
2. Jika pasien masih muntah sementara dipuasakan terlebih dahulu
3. Berikan terapi intravena bila ada indikasi
4. Anak diistirahatkan atau tirah baring
5. Profilaksis diberikan bila ada indikasi.
6. Pemberian obat-obat untuk vaskulasisasi
7. Pemberian obat-obat untuk vaskulasisasi
8. Pembedahan bila ada indikasi.

2.7 Pemeriksaan Diagnostik:
1. CT Scan: tanpa/dengan kontras) mengidentifikasi adanya hemoragik, menentukan
ukuran ventrikuler, pergeseran jaringan otak.
2. Angiografi serebral: menunjukkan kelainan sirkulasi serebral, seperti pergeseran
jaringan otak akibat edema, perdarahan, trauma.
3. X-Ray: mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur), perubahan struktur garis
(perdarahan / edema), fragmen tulang.
4. Analisa Gas Darah: medeteksi ventilasi atau masalah pernapasan (oksigenasi) jika
terjadi peningkatan tekanan intrakranial.
5. Elektrolit: untuk mengkoreksi keseimbangan elektrolit sebagai akibat peningkatan
tekanan intrakranial.

8 | C i d e r a K e p a l a









ASUHAN KEPERAWATAN


3.1 Pengkajian

1. Riwayat kesehatan:
DO : Konjungtiva anemis
Pemeriksaan RO terdapat hematom serebri
Kesadaran Composmentis GCS: 15 (E:4 M:6 V:5)
DS : Pasien mengatakan mengeluh nyeri kepala
Pasien mengatakan badan terasa lemah


3.2 Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin timbul adalah:
1. Resiko tidak efektifnya bersihan jalan nafas dan tidak efektifnya pola nafas berhubungan dengan
gagal nafas, adanya sekresi, gangguan fungsi pergerakan, dan meningkatnya tekanan
intracranial
2. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan edema serebral dan peningkatan
tekanan intrakranial.
3. Kurangnya perawatan diri berhubungan dengan tirah baring dan menurunnya kesadaran
4. Resiko injuri berhubungan dengan menurunnya kesadaran atau meningkatnya tekanan
intrakranial.
9 | C i d e r a K e p a l a

5. Nyeri berhubungan dengan trauma kepala
6. Resiko infeksi berhubungan dengan kondisi penyakit akibat trauma kepala.
7. Kecemasan orang tua-anak berhubungan dengan kondisi penyakit akibat trauma kepala
8. Resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan immobilisasi



3.3 Intervensi Keperawatan

2. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan edema serebral dan peningkatan
tekanan intrakranial.

Tujuan:
Perfusi jaringan serebral adekuat yang ditandai dengan tidak ada pusing hebat, kesadaran tidak
menurun, dan tidak terdapat tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial.

Intervensi:
- Tinggikan posisi kepala 15 30 derajat dengan posisi midline untuk menurunkan tekanan vena
jugularis.
-Hindari hal-hal yang dapat menyebabkan terjadinya
peningkatan tekanan intrakranial: fleksi atau hiperekstensi pada leher, rotasi kepala, valsava
meneuver, rangsangan nyeri, prosedur (peningkatan lendir atau suction, perkusi).
- Tekanan pada vena leher, pembalikan posisi dari samping ke samping (dapat menyebabkan
kompresi pada vena leher).
- Bila akan memiringkan anak, harus menghindari adanya tekukan pada anggota badan, fleksi
(harus bersamaan).
- Berikan pelembek tinja untuk mencegah adanya valsava maneuver.
- Hindari tangisan pada anak, ciptakan lingkungan yang tenang, gunakan sentuhan therapeutic,
hindari percakapan yang emosional.
- Pemberian obat-obatan untuk mengurangi edema atau tekanan intrakranial sesuai program.
10 | C i d e r a K e p a l a

- Pemberian terapi cairan intravena dan antisipasi kelebihan cairan karena dapat meningkatkan
edema serebral.
- Monitor intake dan out put.
- Lakukan kateterisasi bila ada indikasi.
- Lakukan pemasangan NGT bila indikasi untuk mencegah aspirasi dan pemenuhan nutrisi.
- Libatkan orang tua dalam perawatan anak dan jelaskan hal-hal yang dapat meningkatkan tekanan
intrakranial.




3. Kurangnya perawatan diri berhubungan dengan tirah baring dan menurunnya kesadaran

Tujuan:
Tidak ditemukan tanda-tanda kekurangan volume cayran atau dehidrasi yang ditandai dengan
membran mukosa lembab, integritas kulit baik, dan nilai elektrolit dalam batas normal.

Intervensi:
- Kaji intake dan out put.
- Kaji tanda-tanda dehidrasi: turgor kulit, membran mukosa, dan ubun-ubun atau mata cekung dan
out put urine.
- Berikan cairan intra vena sesuai program.

4. Resiko injuri berhubungan dengan menurunnya kesadaran atau meningkatnya tekanan
intrakranial.

Tujuan:
Pasien terbebas dari injuri.

Intervensi:
11 | C i d e r a K e p a l a

- Kaji status neurologis anak: perubahan kesadaran, kurangnya respon terhadap nyeri, menurunnya
refleks, perubahan pupil, aktivitas pergerakan menurun, dan kejang.
- Kaji tingkat kesadaran dengan GCS
- Monitor tanda-tanda vital anak setiap jam atau sesuai dengan protokol.
- Berikan istirahat antara intervensi atau pengobatan.
- Berikan analgetik sesuai program.

5. Nyeri berhubungan dengan trauma kepala.

Tujuan:
Anak akan merasa nyaman yang ditandai dengan anak tidak mengeluh nyeri, dan tanda-tanda
vital dalam batas normal.

Intervensi:
- Kaji keluhan nyeri dengan menggunakan skala nyeri, catat lokasi nyeri, lamanya, serangannya,
peningkatan nadi, nafas cepat atau lambat, berkeringat dingin.
- Mengatur posisi sesuai kebutuhan anak untuk mengurangi nyeri.
- Kurangi rangsangan.
- Pemberian obat analgetik sesuai dengan program.
- Ciptakan lingkungan yang nyaman termasuk tempat tidur.
- Berikan sentuhan terapeutik,
- Lakukan distraksi dan relaksasi.

6. Resiko infeksi berhubungan dengan kondisi penyakit akibat trauma kepala.

Tujuan:
Anak akan terbebas dari infeksi yang ditandai dengan tidak ditemukan tanda-tanda infeksi:
suhu tubuh dalam batas normal, tidak ada pus dari luka, leukosit dalam batas normal.
Intervensi:
- Kaji adanya drainage pada area luka.
- Monitor tanda-tanda vital: suhu tubuh.
12 | C i d e r a K e p a l a

- Lakukan perawatan luka dengan steril dan hati-hati.
- Kaji tanda dan gejala adanya meningitis, termasuk kaku kuduk, iritabel, sakit kepala, demam,
muntah dan kenjang.

7. Kecemasan orang tua-anak berhubungan dengan kondisi penyakit akibat trauma kepala

Tujuan:
Anak dan orang tua akan menunjukkan rasa cemas berkurang yang ditandai dengan tidak
gelisah dan orang tua dapat mengekspresikan perasaan tentang kondisi dan aktif dalam
perawatan anak.

Intervensi:
- Jelaskan pada anak dan orang tua tentang prosedur yang akan dilakukan, dan tujuannya.
- Anjurkan orang tua untuk selalu berada di samping anak.
- Ajarkan anak dan orang tua untuk mengekspresikan perasaan.
- Gunakan komunikasi terapeutik.

8. Resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan immobilisasi

Tujuan:
Tidak ditemukan tanda-tanda gangguan integritas kulit yang ditandai dengan kulit tetap utuh.

Intervensi:
- Lakukan latihan pergerakan (ROM).
- Pertahankan posisi postur tubuh yang sesuai.
- Rubah posisi setiap 2 jam sekali atau sesuai dengan kebutuhan dan kondisi anak.
- Kaji area kulit: adanya lecet.
- Lakukan back rub setelah mandi di area yang potensial menimbulkan lecet dan pelan-pelan agar
tidak menimbulkan nyeri.


13 | C i d e r a K e p a l a

BAB III
PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Trauma kepala terdiri dari trauma kulit kepala, tulang kranial dan otak. Klasifikasi cedera
kepala meliputi trauma kepala tertutup dan trauma kepala terbuka yang diakibatkan oleh
mekanisme cedera yaitu cedera percepatan (aselerasi) dan cedera perlambatan (deselerasi).
Cedera kepala primer pada trauma kepala menyebabkan edema serebral, laserasi atau
hemorragi. Sedangkan cedera kepala sekunder pada trauma kepala menyebabkan
berkurangnya kemampuan autoregulasi pang pada akhirnya menyebabkan terjadinya
hiperemia (peningkatan volume darah dan PTIK). Selain itu juga dapat menyebabkan terjadinya
cedera fokal serta cedera otak menyebar yang berkaitan dengan kerusakan otak menyeluruh.
Komplikasi dari trauma kepala adalah hemorragi, infeksi, odema dan herniasi.
Penatalaksanaan pada pasien dengan trauma kepala adalah dilakukan observasi dalam 24 jam,
tirah baring, jika pasien muntah harus dipuasakan terlebih dahulu dan kolaborasi untuk
pemberian program terapi serta tindakan pembedahan.

4.2 Saran
Diharapkan dengan adanya makalah tentang konsep dasar penyakit cedera kepala ini
mahasiswa jadi lebih mengerti dan dapat bermanfaat nantinya.

Anda mungkin juga menyukai