Anda di halaman 1dari 20

1

TUGAS MAKALAH
DISKUSI KELOMPOK

Judul
Hematopoiesis dan Anemia


Dikerjakan sebagai syarat kompensasi izin Diskusi Kelompok Tahap 2 Pemicu 1 (DK2P1)
pada tanggal 17 Mei 2013
Modul Hematologi-Onkologi Semester VI


Fasilitator : dr.Widi Raharjo, M.Kes


DISUSUN OLEH:

NAMA : EDI KURNAWAN
NIM : I11110013
KELOMPOK DK : 2




PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
PONTIANAK, 2013

2

Pembentukan sel darah (Hemopoesis/Hematopoiesis)
1

Hemopoesis atau hematopoiesis ialah proses pembentukan darah. Tempat hemopoesis pada
manusia berpindah-pindah sesuai dengan umur :
a) Janin
umur 0-2 bulan (kantung kuning telur)
umur 2-7 bulan (hati, limpa)
umur 5-9 bulan (sumsum tulang)
b) Bayi : Sumsum tulang
c) Dewasa. : vertebra, tulang iga, sternum, tulang tengkorak, sacrum dan pelvis, ujung
proksimal femur.

Secara garis besar perkembangan hematopoiesis dibagi dalam 3 periode:
1) Hematopoiesis yolk sac (megaloblastik atau primitif)
Sel darah dibuat dari jaringan mesenkim 2-3 minggu setelah fertilisasi. Mula-
mula terbentuk dalam blood island yang merupakan pelopor dari sistem vaskuler dan
hemopoiesis. Selanjutnya sel eritroid dan megakariosit dapat diidentifikasikan dalam
yolk sac pada masa gestasi 16 hari.
Sel induk primitif hematopoiesis berasal dari sel mesoderm mempunyai
respon terhadap faktor pertumbuhan antara lain eritropoietin, IL-3, IL-6 dan faktor
stem. Sel induk hematopoiesis (blood borne pluripotent hematopoietic progenitors)
mulai berkelompok dalam hati janin pada masa gestasi 5-6 minggu dan pada masa
gestasi 8 minggu blood island mengalami regresi.
2) Hematopoiesis hati (definitif)
Hematopoiesis hati berasal dari sel stem pluripotent yang berpindah dari yolk
sac. Perubahan tempat hematopoiesis dari yolk sac ke hati dan kemudian sumsum
tulang mempunyai hubungan dengan regulasi perkembangan oleh lingkungan mikro,
produksi sitokin dan komponen merangsang adhesi dari matriks ekstraseluler, dan
ekspresi pada reseptor.
Pada masa gestasi 9 minggu, hematopoiesis sudah terbentuk dalam hati.
Hematopoiesis dalam hati yang terutama adalah eritropoiesis, walaupun masih
ditemukan sirkulasi granulosit dan trombosit. Hematopoiesis hati mencapai
puncaknya pada masa gestasi 4-5 bulan kemudian mengalami regresi perlahan-lahan.
Pada massa pertengahan kehamilan, tampak pelopor hematopoietik terdapat di limpa,
thimus, kelenjar limfe dan ginjal.
3) Hematopoiesis medular
Merupakan priode terakhir pembentukan sistem hematopoiesis dan dimulai
sejak masa gestasi 4 bulan. Ruang medular terbentuk dalam tulang rawan dan tulang
panjang dengan proses reabsorpsi.
Pada masa gestasi 32 minggu sampai lahir, semua rongga sumsum tulang diisi
jaringan hematopoietik yang aktif dan sumsum tulang penuh berisi sel darah. Dalam
perkembangan selanjutnya fungsi pembuatan sel darah diambil alih oleh sumsum
tulang, sedangkan hepar tidak berfungsi membuat sel darah lagi. Sel mesenkim yang
mempunyai kemampuan untuk membentuk sel darah menjadi kurang, tetapi tetap ada
3

dlaam susmsum tulang, ahti, limpa, kelenjar getah bening dan dinding usus, dikenal
sebagai sistem retikuloendotelial.

Pada orang dewasa dalam keadaan fisiologik semua hemopoesis terjadi pada sumsum
tulang. Hemopoiesis bermula dari suatu sel induk pluripoten bersama, yang dapat
menyebabkan timbulnya berbagai jalur sel yang terpisah. Fenotip sel induk manusia yang
tepat belum diketahui, tetapi pada uji imunologik, sel ini adalah CD34+, CD38- dan tampak
seperti limfosit kecil atau sedang. Diferensiasi sel terjadi dari sel induk menjadi jalur eritroid,
granulositik, dan jalur lain melalui progenitor hemopoietik terikat (committed haemopoietic
progenitor) yang terbatas dalam potensi perkembangannya. Adanya berbagau sel progenitor
yang berbeda dapat ditunjukkan melalui teknik biakan in vitro. Progenitor yang sangat dini
diperiksa dengan melakukan biakan pada stroma sumsum tulang sebagai sel pemula biakan
jangka panjang, sedangkan progenitor lanjut biasanya diperiksa pada media semi-padat. Salah
satu contohnya adalah prekursor mieloid campuran yang terdeteksi paling dini, yang
menyebabkan timbulnya granulosit, eritrosit, monosit dan megakariosit dan dinamakan CFU
(colony-forming unit/unit pembentuk koloni pada media biakan agar)-GEMM. Sumsum
tulang juga merupakan tempat asal utama limfosit dan terdapat bukti adanya sel prekursor
sistem mieloid dan limfoid.
Sel induk mempunyai kemampuan untuk memperbarui diri sehingga walaupun
sumsum tulang merupakan tempat utama terjadinya pembentukan sel baru, namun kepadatan
selnya tetap konstan pada keadaan sehat normal yang stabil. Terdapat amplifikasi yang cukup
besar dalam sistem ini: satu sel induk mampu menghasilkan sekitar 10
6
sel darah yang
matang setelah 20 kali pembelahan sel. Walaupun demikian, sel prekursor mempunyai
kemampuan untuk berespons terhadap faktor pertumbuhan hemopoietik dengan peningkatan
produski satu atau lebih jalur sel jika kebutuhan meningkat. Sel induk hemopoietik juga
menyebabkan terbentuknya osteoklas yang merupakan bagian sistem monosit-fagosit, sel
pembunuh alami (NK) dan sel dendritik.

ANEMIA
2
Anemia didefinisikan sebagai berkurangnya 1 atau lebih parameter sel darah merah:
konsentrasi hemoglobin, hematokrit atau jumlah sel darah merah. Menurut kriteria WHO
anemia adalah kadar hemoglobin di bawah 13 g% pada pria dan di bawah 12 g% pada
wanita. Berdasarkan kriteria WHO yang direvisi/ kriteria National Cancer Institute, anemia
adalah kadar hemoglobin di bawah 14 g% pada pria dan di bawah 12 g% pada wanita.

Gejala Klinis
Gejala dan tanda anemia bergantung pada derajat dan kecepatan terjadinya anemia,
juga kebutuhan oksigen penderita. Gejala akan lebih ringan pada anemia yang terjadi
perlahan-lahan, karena ada kesempatan bagi mekanisme homeostatik untuk menyesuaikan
dengan berkurangnya kemampuan darah membawa oksigen.
Gejala anemia disebabkan oleh 2 faktor :
Berkurangnya pasokan oksigen ke jaringan
Adanya hipovolemia (pada penderita dengan perdarahan akut dan masif
4

Pasokan oksigen dapat dipertahankan pada keadaan istirahat dengan mekanisme
kompensasi peningkatan volume sekuncup, denyut jantung dan curah jantung pada kadar Hb
mencapai 5 g% (Ht 15%). Gejala timbul bila kadar Hb turun di bawah 5 g%, pada kadar Hb
lebih tinggi selama aktivitas atau ketika terjadi gangguan mekanisme kompensasi jantung
karena penyakit jantung yang mendasarinya. Gejala utama adalah sesak napas saat
beraktivitas, sesak pada saat istirahat, fatigue, gejala dan tanda keadaan hiperdinamik (denyut
nadi kuat, jantung berdebar, dan roaring in the ears).
Pada anemia yang lebih berat, dapat timbul letargi, konfusi, dan komplikasi yang
mengancam jiwa (gagal jantung, angina, aritmia dan/atau infark miokard). Anemia yang
disebabkan perdarahan akut berhubungan dengan komplikasi berkurangnya volume
intraseluler dan ekstraseluler. Keadaan ini menimbulkan gejala mudah lelah, lassitude (tidak
bertenaga), dan kram otot. Gejala dapat berlanjut menjadi postural dizzines, letargi, sinkop;
pada keadaan berat, dapat terjadi hipotensi persisten, syok, dan kematian.

Penyebab
Terdapat dua pendekatan untuk menentukan penyebab anemia:
1. Pendekatan kinetik. Pendekatan ini didasarkan pada mekanisme yang berperan dalam
turunnya Hb.
2. Pendekatan morfologi
Pendekatan ini mengkategorikan anemia berdasarkan perubahan ukuran eritrosit (Mean
corpuscular volume/MCV) dan res-ponsretikulosit.

Pendekatan kinetik
Anemia dapat disebabkan oleh 1 atau lebih dari 3 mekanisme independen:
- Berkurangnya produksi sel darah merah
- Meningkatnya destruksi sel darah merah
- Kehilangan darah.

Berkurangnya produksi sel darah merah
Anemia disebabkan karena kecepatan produksi sel darah merah lebih rendah dari
destruksinya. Penyebab berkurangnya produksi sel darah merah:
- Kekurangan nutrisi: Fe, B12, atau folat; dapat disebabkan oleh kekurangan diet,
malaborpsi (anemia pernisiosa, sprue) atau kehilangan darah (defisiensi Fe)
- Kelainan sumsum tulang (anemia aplastik, pure red cell aplasia, mielodisplasia, infl
itrasi tumor)
- Supresi sumsum tulang (obat, kemoterapi, radiasi)
- Rendahnya trophic hormone untuk sti-mulasi produksi sel darah merah (eritro-poietin
pada gagal ginjal, hormon tiroid [hipotiroidisme] dan androgen [hipogonadisme])
- Anemia penyakit kronis/anemia infl amasi, yaitu anemia dengan karakteristik
berkurangnya Fe yang efektif untuk eritropoiesis karena berkurangnya absorpsi Fe
dari traktus gastrointestinal dan berkurangnya pelepasan Fe dari ma-krofag,
berkurangnya kadar eritropoietin (relatif) dan sedikit berkurangnya masa hidup
erirosit.
5


Peningkatan destruksi sel darah merah
Anemia hemolitik merupakan anemia yang disebabkan karena berkurangnya masa
hidup sel darah merah (kurang dari 100 hari). Pada keadaan normal, umur sel darah merah
110-120 hari. Anemia hemolitik terjadi bila sumsum tulang tidak dapat mengatasi kebutuhan
untuk menggganti lebih dari 5% sel darah merah/hari yang berhubungan dengan masa hidup
sel darah merah kira-kira 20 hari.

Pendekatan morfologi
Penyebab anemia dapat diklasifikasikan berdasarkan ukuran sel darah merah pada
apusan darah tepi dan parameter automatic cell counter. Sel darah merah normal mempunyai
volume 80-96 femtoliter (1 fL = 10 liter) dengan diameter kira-kira 7-8 micron, sama dengan
inti limfosit kecil. Sel darah merah yang berukuran lebih besar dari inti limfosit kecil pada
apus darah tepi disebut makrositik. Sel darah merah yang berukuran lebih kecil dari inti
limfosit kecil disebut mikrositik. Automatic cell counter memperkirakan volume sel darah
merah dengan sampel jutaan sel darah merah dengan mengeluarkan angka mean corpuscular
volume (MCV) dan angka dispersi mean tersebut. Angka dispersi tersebut merupakan
koefisien variasi volume sel darah merah atau RBC distribution width (RDW). RDW normal
berkisar antara 11,5-14,5%. Peningkatan RDW menunjukkan adanya variasi ukuran sel

Berdasarkan pendekatan morfologi, anemia diklasifikasikan menjadi :
Anemia makrositik

Anemia mikrositik

Anemia normositik



6


Anemia makrositik
Anemia makrositik merupakan anemia dengan karakteristik MCV di atas 100 fL.
Anemia makrositik dapat disebabkan oleh :
- Peningkatan retikulosit
Peningkatan MCV merupakan karakteristik normal retikulosit. Semua keadaan yang
menyebabkan peningkatan retikulosit akan memberikan gambaran peningkatan MCV
- Metabolisme abnormal asam nukleat pada prekursor sel darah merah (defisiensi folat
atau cobalamin, obat obat yang mengganggu sintesa asam nukleat: zidovudine,
hidroksiurea)
- Gangguan maturasi sel darah merah (sindrom mielodisplasia, leukemia akut)
- Penggunaan alkohol
- Penyakit hati
- Hipotiroidisme.

Anemia mikrositik
Anemia mikrositik merupakan anemia dengan karakteristik sel darah merah yang
kecil (MCV kurang dari 80 fL). Anemia mikrositik biasanya disertai penurunan hemoglobin
dalam eritrosit. Dengan penurunan MCH ( mean concentration hemoglobin) dan MCV, akan
didapatkan gambaran mikrositik hipokrom pada apusan darah tepi. Penyebab anemia
mikrositik hipokrom :
- Berkurangnya Fe: anemia defisiensi Fe, anemia penyakit kronis/anemia inflamasi,
defisiensi tembaga.
- Berkurangnya sintesis heme: keracunan logam, anemia sideroblastik kongenital dan
didapat.
- Berkurangnya sintesis globin: talasemia dan hemoglobinopati.

Anemia normositik
Anemia normositik adalah anemia dengan MCV normal (antara 80-100 fL). Keadaan
ini dapat disebabkan oleh:
- Anemia pada penyakit ginjal kronik.
- Sindrom anemia kardiorenal: anemia, gagal jantung, dan penyakit ginjal kronik.
- Anemia hemolitik:
- Anemia hemolitik karena kelainan intrinsik sel darah merah: Kelainan
membran (sferositosis herediter), kelainan enzim (defisiensi G6PD), kelainan
hemoglobin (penyakit sickle cell).
- Anemia hemolitik karena kelainan ekstrinsik sel darah merah: imun, autoimun
(obat, virus, berhubungan dengan kelainan limfoid, idiopatik), alloimun
(reaksi transfusi akut dan lambat, anemia hemolitik neonatal), mikroangiopati
(purpura trombositopenia trombotik, sindrom hemolitik uremik), infeksi
(malaria), dan zat kimia (bisa ular).


7

Evaluasi Penderita
Evaluasi penderita dengan anemia diarahkan untuk menjawab pertanyaan-
pertanyaan:
- Apakah penderita mengalami perdarahan saat ini atau sebelumnya?
- Apakah didapatkan adanya bukti peningkatan destruksi sel darah merah (hemolisis)?
- Apakah terdapat supresi sumsum tulang?
- Apakah terdapat defi siensi besi? Apakah penyebabnya?
- Apakah terdapat defi siensi asam folat dan vitamin B12? Apakah penyebabnya?

Riwayat penyakit
Beberapa komponen penting dalam riwayat penyakit yang berhubungan dengan anemia:
- Riwayat atau kondisi medis yang menyebabkan anemia (misalnya, melena pada
penderita ulkus peptikum, artritis reumatoid, gagal ginjal).
- Waktu terjadinya anemia: baru, subakut, atau lifelong. Anemia yang baru terjadi pada
umumnya disebabkan penyakit yang didapat, sedangkan anemia yang berlangsung
lifelong, terutama dengan adanya riwayat keluarga, pada umumnya merupakan
kelainan herediter (hemoglobinopati, sferositosis herediter).
- Etnis dan daerah asal penderita: talasemia dan hemoglobinopati terutama didapatkan
pada penderita dari Mediterania, Timur Tengah, Afrika sub-Sahara, dan Asia
Tenggara.
- Obat-obatan. Obat-obatan harus dievaluasi dengan rinci. Obat-obat tertentu, seperti
alkohol, asam asetilsalisilat, dan antiinflamasi nonsteroid harus dievaluasi dengan
cermat.
- Riwayat transfusi.
- Penyakit hati
- Pengobatan dengan preparat Fe.
- Paparan zat kimia dari pekerjaan atau lingkungan.
- Penilaian status nutrisi.

Pemeriksaan fisik
Tujuan utamanya adalah menemukan tanda keterlibatan organ atau multisistem dan
untuk menilai beratnya kondisi penderita. Pemeriksaan fi sik perlu memperhatikan :
- adanya takikardia, dispnea, hipotensi postural.
- pucat: sensitivitas dan spesifi sitas untuk pucat pada telapak tangan, kuku, wajah atau
konjungtiva sebagai prediktor anemia bervariasi antara 19-70% dan 70-100%.
- ikterus: menunjukkan kemungkinan adanya anemia hemolitik. Ikterus sering sulit
dideteksi di ruangan dengan cahaya lampu artifi sial. Pada penelitian 62 tenaga medis,
ikterus ditemukan pada 58% penderita dengan bilirubin >2,5 mg/dL dan pada 68%
penderita dengan bilirubin 3,1 mg/dL.
- penonjolan tulang frontoparietal, maksila (facies rodent/chipmunk) pada talasemia.
- lidah licin (atrofi papil) pada anemia defisiensi Fe.
- limfadenopati, hepatosplenomegali, nyeri tulang (terutama di sternum); nyeri tulang
dapat disebabkan oleh adanya ekspansi karena penyakit infiltratif (seperti pada
8

leukemia mielositik kronik), lesi litik ( pada mieloma multipel atau metastasis
kanker).
- petekhie, ekimosis, dan perdarahan lain.
- kuku rapuh, cekung (spoon nail) pada anemia defisiensi Fe.
- Ulkus rekuren di kaki (penyakit sickle cell, sferositosis herediter, anemia sideroblastik
familial).
- Infeksi rekuren karena neutropenia atau defi siensi imun.

Pemeriksaan laboratorium
- Complete blood count (CBC)
CBC terdiri dari pemeriksaan hemoglobin, hematokrit, jumlah eritrosit, ukuran
eritrosit, dan hitung jumlah leukosit. Pada beberapa laboratorium, pemeriksaan
trombosit, hitung jenis, dan retikulosit harus ditambahkan dalam permintaan
pemeriksaan (tidak rutin diperiksa). Pada banyak automated blood counter,
didapatkan parameter RDW yang menggambarkan variasi ukuran sel.
- Pemeriksaan morfologi apusan darah tepi
Apusan darah tepi harus dievaluasi dengan baik. Beberapa kelainan darah tidak dapat
dideteksi dengan automated blood counter.
- Sel darah merah berinti (normoblas)
Pada keadaan normal, normoblas tidak ditemukan dalam sirkulasi. Normoblas
dapat ditemukan pada penderita dengan kelainan hematologis (penyakit sickle
cell, talasemia, anemia hemolitik lain) atau merupakan bagian dari gambaran
lekoeritroblastik pada pende-rita dengan bone marrow replacement. Pada
penderita tanpa kelainan hematologis sebelumnya, adanya normoblas dapat
menunjukkan adanya penyakit yang mengancam jiwa, seperti sepsis atau gagal
jantung berat.
- Hipersegmentasi neutrofil
Hipersegmentasi neutrofi l merupakan abnormalitas yang ditandai dengan
lebih dari 5% neutrofil berlobus >5 dan/atau 1 atau lebih neutrofil berlobus >6.
Adanya hipersegmentasi neutrofil dengan gambaran makrositik berhubungan
dengan gangguan sintesis DNA (defisiensi vitamin B12 dan asam folat).
- Hitung retikulosit
Retikulosit adalah sel darah merah imatur. Hitung retikulosit dapat berupa persentasi
dari sel darah merah, hitung retikulosit absolut, hitung retikulosit absolut terkoreksi,
atau reticulocyte production index. Produksi sel darah merah efektif merupakan
proses dinamik. Hitung retikulosit harus dibandingkan dengan jumlah yang
diproduksi pada penderita tanpa anemia.
Rumus hitung retikulosit terkoreksi adalah:


Faktor lain yang memengaruhi hitung retikulosit terkoreksi adalah adanya pelepasan
retikulosit prematur di sirkulasi pada penderita anemia. Retikulosit biasanya berada di
darah selama 24 jam sebelum mengeluarkan sisa RNA dan menjadi sel darah merah.
9

Apabila retikulosit dilepaskan secara dini dari sumsum tulang, retikulosit imatur dapat
berada di sirkulasi selama 2-3 hari.

Hal ini terutama terjadi pada anemia berat yang menyebabkan peningkatan
eritropoiesis. Perhitungan hitung retikulosit dengan koreksi untuk retikulosit imatur
disebut reticulocyte production index (RPI).



Faktor koreksi dapat dilihat pada tabel 1.
Tabel 1 Faktor koreksi hitung RPI


RPI di bawah 2 merupakan indikasi adanya kegagalan sumsum tulang dalam produksi
sel darah merah atau anemia hipoproliferatif. RPA 3 atau lebih merupakan indikasi
adanya hiperproliferasi sumsum tulang atau respons yang adekuat terhadap anemia.
- Jumlah leukosit dan hitung jenis
Adanya leukopenia pada penderita anemia dapat disebabkan supresi atau infi ltrasi
sumsum tulang, hipersplenisme atau defisiensi B12 atau asam folat. Adanya
leukositosis dapat menunjukkan adanya infeksi, inflamasi atau keganasan hematologi.
Adanya kelainan tertentu pada hitung jenis dapat memberikan petunjuk ke arah
penyakit tertentu:
- Peningkatan hitung neutrofi absolut pada infeksi
- Peningkatan hitung monosit absolut pada mielodisplasia
- Peningkatan eosinofi l absolut pada infeksi tertentu
- Penurunan nilai neutrofi l absolut setelah kemoterapi
- Penurunan nilai limfosit absolut pada infeksi HIV atau pemberian
kortikosteroid
- Jumlah trombosit
Abnormalitas jumlah trombosit memberikan informasi penting untuk diagnostik.
Trombositopenia didapatkan pada beberapa keadaan yang berhubungan dengan
anemia, misalnya hipersplenisme, keterlibatan keganasan pada sumsum tulang,
destruksi trombosit autoimun (idiopatik atau karena obat), sepsis, defisiensi folat atau
B12. Peningkatan jumlah trombosit dapat ditemukan pada penyakit mieloproliferatif,
defisiensi Fe, inflamasi, infeksi atau keganasan. Perubahan morfologi trombosit
(trombosit raksasa, trombosit degranulasi) dapat ditemukan pada penyakit
mieloproliferatif atau mielodisplasia.
- Pansitopenia
10

Pansitopenia merupakan kombinasi anemia, trombositopenia dan netropenia.
Pansitopenia berat dapat ditemukan pada anemia aplastik, defi siensi folat, vitamin
B12, atau keganasan hematologis (leukemia akut). Pansitopenia ringan dapat
ditemukan pada penderita dengan splenomegali dan splenic trapping sel-sel
hematologis.

Evaluasi kadar hemoglobin dan hematokrit secara serial dapat membantu diagnostik.
Contoh: Pada seorang penderita, Hb turun dari 15 g% menjadi 10 g% dalam 7 hari.
Bila disebabkan oleh ganguan produksi total (hitung retikulosit = 0) dan bila destruksi
sel darah merah berlangsung normal (1% per hari), Hb akan turun 7% dalam 7 hari.
Penurunan Hb seharusnya 0,07 x 15 g% = 1,05 g%. Pada penderita ini, Hb turun lebih
banyak, yaitu 5 g%, sehingga dapat diasumsikan supresi sumsum tulang saja bukan
merupakan penyebab anemia dan menunjukkan adanya kehilangan darah atau
destruksi sel darah merah.

Klasifi kasi anemia berdasarkan ukuran sel darah merah (MCV) dan RDW dapat
dilihat pada tabel 2.
Tabel 2 Klasifi kasi anemia berdasarkan MCV dan RDW


Anemia Defisiensi Besi
3
Anemia Defisiensi besi adalah anemia yang terjadi akibat kekurangan zat besi dalam
darah, artinya konsentrasi hemoglobin dalam darah berkurang karena terganggunya
pembentukan sel-sel darah merah akibat kurangnya kadar zat besi dalam darah. Jika
simpanan zat besi dalam tubuh seseorang sudah sangat rendah berarti orang tersebut
mendekati anemia walaupun belum ditemukan gejala-gejala fisiologis. Simpanan zat besi
yang sangat rendah lambat laun tidak akan cukup untuk membentuk sel-sel darah merah di
dalam sumsum tulang sehingga kadar hemoglobin terus menurun di bawah batas normal,
keadaan inilah yang disebut anemia gizi besi.
Menurut Evatt, anemia Defisiensi besi adalah anemia yang disebabkan oleh
berkurangnya cadangan besi tubuh. Keadaan ini ditandai dengan menurunnya saturasi
transferin, berkurangnya kadar feritin serum atau hemosiderin sumsum tulang. Secara
morfologis keadaan ini diklasifikasikan sebagai anemia mikrositik hipokrom disertai
penurunan kuantitatif pada sintesis hemoglobin. Defisiensi besi merupakan penyebab utama
11

anemia. Wanita usia subur sering mengalami anemia, karena kehilangan darah sewaktu
menstruasi dan peningkatan kebutuhan besi sewaktu hamil.

Patofisiologi Anemia
Zat besi diperlukan untuk hemopoesis (pembentukan darah) dan juga diperlukan oleh
berbagai enzim sebagai faktor penggiat. Zat besi yang terdapat dalam enzim juga diperlukan
untuk mengangkut elektro (sitokrom), untuk mengaktifkan oksigen (oksidase dan
oksigenase). Defisiensi zat besi tidak menunjukkan gejala yang khas (asymptomatik)
sehingga anemia pada balita sukar untuk dideteksi. Tanda-tanda dari anemia gizi dimulai
dengan menipisnya simpanan zat besi (feritin) dan bertambahnya absorbsi zat besi yang
digambarkan dengan meningkatnya kapasitas pengikatan besi. Pada tahap yang lebih lanjut
berupa habisnya simpanan zat besi, berkurangnya kejenuhan transferin, berkurangnya jumlah
protoporpirin yang diubah menjadi heme, dan akan diikuti dengan menurunnya kadar feritin
serum. Akhirnya terjadi anemia dengan cirinya yang khas yaitu rendahnya kadar Rb (Gutrie,
186:303)
Bila sebagian dari feritin jaringan meninggalkan sel akan mengakibatkan konsentrasi
feritin serum rendah. Kadar feritin serum dapat menggambarkan keadaan simpanan zat besi
dalam jaringan. Dengan demikian kadar feritin serum yang rendah akan menunjukkan orang
tersebut dalam keadaan anemia gizi bila kadar feritin serumnya <12 ng/ml. Hal yang perlu
diperhatikan adalah bila kadar feritin serum normal tidak selalu menunjukkan status besi
dalam keadaan normal. Karena status besi yang berkurang lebih dahulu baru diikuti dengan
kadar feritin. Diagnosis anemia zat gizi ditentukan dengan tes skrining dengan cara mengukur
kadar Hb, hematokrit (Ht), volume sel darah merah (MCV), konsentrasi Hb dalam sel darah
merah (MCH) dengan batasan terendah 95% acuan (Dallman,1990).

Etiologi Anemia Defisiensi Besi
1. Asupan zat besi
Rendahnya asupan zat besi sering terjadi pada orang-orang yang mengkonsumsi bahan
makananan yang kurang beragam dengan menu makanan yang terdiri dari nasi, kacang-
kacangan dan sedikit daging, unggas, ikan yang merupakan sumber zat besi. Gangguan
defisiensi besi sering terjadi karena susunan makanan yang salah baik jumlah maupun
kualitasnya yang disebabkan oleh kurangnya penyediaan pangan, distribusi makanan
yang kurang baik, kebiasaan makan yang salah, kemiskinan dan ketidaktahuan.
2. Penyerapan zat besi
Diet yang kaya zat besi tidaklah menjamin ketersediaan zat besi dalam tubuh karena
banyaknya zat besi yang diserap sangat tergantung dari jenis zat besi dan bahan makanan
yang dapat menghambat dan meningkatkan penyerapan besi.
3. Kebutuhan meningkat
Kebutuhan akan zat besi akan meningkat pada masa pertumbuhan seperti pada bayi,
anak-anak, remaja, kehamilan dan menyusui. Kebutuhan zat besi juga meningkat pada
kasus-kasus pendarahan kronis yang disebabkan oleh parasit.
4. Kehilangan zat besi
Kehilangan zat besi melalui saluran pencernaan, kulit dan urin disebut kehilangan zat
besi basal. Pada wanita selain kehilangan zat besi basal juga kehilangan zat besi melalui
12

menstruasi. Di samping itu kehilangan zat besi disebabkan pendarahan oleh infeksi
cacing di dalam usus.

Pengobatan Anemia Defisiensi Besi
Upaya yang dilakukan dalam pencegahan dan penanggulangan anemia adalah
a. Suplementasi tabet Fe
b. Fortifikasi makanan dengan besi
c. Mengubah kebiasaan pola makanan dengan menambahkan konsumsi pangan yang
memudahkan absorbsi besi seperti menambahkan vitamin C.
d. Penurunan kehilangan besi dengan pemberantasan cacing. Dalam upaya mencegah
dan menanggulangi anemia adalah dengan mengkonsumsi tablet tambah darah. Telah
terbukti dari berbagai penelitian bahwa suplementasi, zat besi dapat meningkatkan
kadar Hemoglobin.
e. Pengobatan Anemia Defisiensi Besi
Sejak tahun 1997 pemerintah telah merintis langkah baru dalam mencegah dan
menanggulangi anemia, salah satu pilihannya adalah mengkonsumsi tablet tambah
darah. Telah terbukti dari berbagai peneltian bahwa suplemen zat besi dapat
meningkatkan hemoglobin.

Anemia Hemolitik
4
Anemi hemolitik adalah suatu keadaan anemi yang terjadi oleh karena meningkatnya
penghancuran dari sel eritrosit yang diikuti dengan ketidakmampuan dari sumsum tulang
dalam memproduksi sel eritrosit untuk mengatasi kebutuhan tubuh terhadap berkurangnya sel
eritrosit untuk mengatasi kebutuhan tubuh terhadap berkurangnya sel eritrosit tersebut,
penghancuran sel eritrosit yang berlebihan akan menyebabkan terjadinya hiperplasi sumsum
tulang sehingga produksi sel eritrosit akan meningkat dari normal., hal ini terjadi bila umur
eritrosit berkurang dari 120 hari menjadi 15-20 hari tanpa diikuti dengan anemi, namun bila
sumsum tulang tidak mampu mengatasi keadaan tersebut maka akan terjadi anemi. Ada dua
faktor utama dan mendasar yang memegang peranan penting untuk terjadinya anemi
hemolitik yaitu:
1. FAKTOR INSTRINSIK (Intra Korpuskuler).
Biasanya merupakan kelainan bawaan, diantaranya yaitu : a) Kelainan membrane, b)
Kelainan molekul hemoglobin, c) Kelainan salah satu enzym yang berperan dalam
metabolisme sel eritrosit. Sebagai contoh: bila darah yang sesuai ditransfusikan pada
pasien dengan kelainan intra korpuskuler maka sel eritrosi tersebut akan hidup secara
normal, sebaliknya bila sel eritrosit dengan kelainan dengan kelainan intra
korpuskuler tersebut ditransfusikan pada orang normal, maka sekeritrosit tersebut
akan mudah hancur atau lisis.
2. KELAINAN FAKTOR EKSTRINSIK (Ekstra Korpuskuler)
Biasanya merupakan kelainan yang didapat (aquaired) dan selalu disebabkan oleh
faktor immune dan non immune, bila eritrosit normal di transfusikan pada pasien ini,
maka penghancuran sel eritrosit tersebut menjadi lebih cepat, sebaliknya bila eritrosit
pasien dengan kelainan ekstra korpuskuler ditransfusikan pada orang normal maka sel
eritrosit akan secara normal.
13


Manifestasi Klinis dan Laboratorium
Untuk membantu menegakan diagnostik anemi hemolitik pemeriksaan laborutorium
memegang peranan yang sangat penting sekali, selain pemeriksaan klinis dan fisis diagnostik,
diagnostik hanya dapat ditegakan berdasarkan pemeriksaan fisis diagnostik dan pemeriksaan
laboratorium. Kelainan fisis diagnostik yang umumnya didapat adalah berupa adanya: a)
anemi, b) ictherus c) dan mungkin pembesaran limpa (splenomegali) akan memberikan kesan
kemungkinan adanya anemi hemolitik. Secara garis besar kemungkinan anemi hemolitik
dapat kita pertimbangkan bila pada pemeriksaan laboratorium dijumpai adanya beberapa
kelainan seperti tersebut dibawah ini yaitu:
1. Adanya tanda-tanda peningkatan proses penghancuran dan pembentukan sel eritrosit
yang berlebihan.
2. Kelainan laboratorium yang acta hubungannya dengan meningkatnya kompensasi
dalam proses eritropoisis.
3. Adanya beberapa variasi yang penting terutama dalam membuat diagnostik banding
dari anemi hemolitik.
Kelainan laboratorium yang menunjukkan adanya tanda-tanda meningkatnya proses
penghancuran dan pembentukan sel eritrosit yang berlebihan dapat kita lihat berupa:
1. Berkurangnya umur sel eritrosit
Umur eritrosit dapat diukur dengan menggunakan Cr-Labeled eritrosit, pada anemi
hemolitik umur eritrosit dapat berkurang sampai 20 hari. Meningkatnya penghancuran
eritrosit dapat kita lihat dari tingkat anemi, ictherus dan retikulositosis yang terjadi,
oleh sebab itulah pemeriksaan umur eritrosit ini bukan merupakan prosedur
pemeriksaan rutin untuk menegakan diagnostik anemi hemolitik.
2. Meningkatnya proses pemecahan heme, ditandai dengan adanya:
a. Meningkatnya kadar billirubin indirek darah.
b. Meningkatnya pembentukan CO yang endogen
c. Meningkatnya kadar billirubin darah (hyperbillirubinemi).
d. Meningkatnya exkresi urobillinogen dalam urine.
3. Meningkatnya kadar enzym Lactat dehydrogenase (LDH) serum.
- Enzym LDH banyak dijumpai pada sel hati, otot jantung, otak dan sel eritrosit,
kadar LDH dapat mencapai 1200 U/ml.
- Isoenzym LDH-2 lebih dominan pada anemi hemolitik sedang isoenzym LDH-1
akan meninggi pada anemi megaloblastik.
4. Adanya tanda-tanda hemolisis intravaskular diantaranya yaitu:
a. Hemoglobinemi (meningkatnya kadar Hb.plasma)
b. Tidak adanya/rendahnya kadar haptoglobulin darah.
c. Hemoglobinuri (meningkatnya Hb.urine).
d. Hemosiderinuri (meningkatnya hemosiderin urine).
e. Methemoglobinemi
5. Berkurangnya kadar hemopexin serum.

Kelainan laboratorium yang selalu dijumpai sebagai akibat meningkatnya proses eritroposis
dalam sumsum tulang diantaranya yaitu:
14

1. Pada darah tepi bisa dijumpai adanya : Retikulositosis (polikromatopilik, stipling),
makrositosis, eritroblastosis, lekositosis dan trombositosis
2. Pada sumsum tulang dijumpai adanya eritroid hiperplasia
3. Ferokinetik dijumpai peningkatan Plasma iron turnover (PIT) dan eritrosit iron
turnover (EIT)
4. Biokimiawi darah dijumpai peningkatan kreatin eritrosit, peningkatan aktivitas enzim
eritrosit (urophorphyrin synthese, hexokinase, SGOT)

Anemia Aplastik
5,6
Anemia aplastik merupakan salah satu kelompok anemia yang berbeda, ditandai
dengan kegagalan sumsum tulang dengan penurunan sel-sel hematopoietik dan
penggantiannya oleh lemak, menyebabkan pansitopenia, sering disertai granulositopenia dan
trombositopenia. Anemia ini mungkin herediter; mungkin sekunder terhadap penyebab-
penyebab, seperti toksik, radian atau imunologik pada sel-sel induk sumsum tulang atau
lingkungan mikro; dapat berhubungan dengan berbagai penyakit; atau dapat idiopatik.

Hampir semua kasus anemia aplastik berkembang ke kematian bila tidak dilakukan
pengobatan. Angka kelangsungan hidup tergantung seberapa berat penyakit saat didiagnosis,
dan bagaimana respon tubuh terhadap pengobatan.
3
Semakin berat hipoplasia yang terjadi
maka prognosis akan semakin jelek. Dengan transplantasi tulang kelangsungan hidup 15
tahun dapat mencapai 69% sedangkan dengan pengobatan imunosupresif mencapai 38%.


Etiologi
Anemia aplastik sering diakibatkan oleh radiasi dan paparan bahan kimia. Akan
tetapi, kebanyakan pasien penyebabnya adalah idiopatik, yang berarti penyebabnya tidak
diketahui.
3
Anemia aplastik dapat juga terkait dengan infeksi virus dan dengan penyakit
lain. Secara etiologic, penyakit ini diklasifikasikan menjadi jenis primer (congenital atau
didapat) atau sekunder.
5

Patogenesis

Walaupun banyak penelitian yang telah dilakukan hingga saat ini, patofisiologi
anemia aplastik belum diketahui secara tuntas. Ada 3 teori yang dapat menerangkan
patofisiologi penyakit ini yaitu:

1. Kerusakan sel induk hematopoietic (stem cell defect)

2. Kerusakan lingkungan mikro sumsum tulang (environtment defect)

3. Proses imunologik yang menekan hematopoiesis (immunologic process)


Manifestasi Klinis dan Diagnosis

Penegakan diagnosis memerlukan pemeriksaan darah lengkap dengan hitung jenis
leukosit, hitung retikulosit, dan aspirasi serta biopsi sumsum tulang. Pemeriksaan flow
cytometry darah tepi dapat menyingkirkan hemoglobinuria nokturnal paroksismal, dan
karyotyping sumsum tulang dapat membantu menyingkirkan sindrom myelodisplastik. Pasien
berusia kurang dari 40 tahun perlu diskrining untuk anemia Fanconi dengan memakai obat
klastogenik diepoksibutan atau mitomisin. Riwayat keluarga sitopenia meningkatkan
kecurigaan adanya kelainan diwariskan walaupun tidak ada kelainan fisik yang tampak.

15

Tabel Keluhan Pasien Anemia Aplastik (n=70) (Salonder, 1983)
Jenis Keluhan %
Perdarahan
Badan lemah
Pusing
Jantung berdebar
Demam
Nafsu makan berkurang
Pucat
Sesak napas
Penglihatan kabur
Telinga berdengung
83
30
69
36
33
29
26
23
19
13

1. Pemeriksaan Fisis
Tabel Pemeriksaan Fisis pada Pasien Anemia Aplastik (N=70) (Salonder, 1983)
Jenis Pemeriksaan Fisis %
Pucat
Perdarahan
Kulit
Gusi
Retina
Hidung
Saluran cerna
Vagina
Demam
Hepatomegali
Splenomegali
100
63
34
26
20
7
6
3
16
7
0
Hematomegali, yang sebabnya bermacam-macam ditemukan pada sebagian kecil pasien
sedangkan splenomegali tidak ditemukan pada satu kasus pun. Adanya splenomegali dan
limfodenopati justru menegakkan diagnosis.
2. Pemeriksaan laboratorium
Temuan Laboratorium : Anemia bersifat normokrom normositik, atau makrositik.
Jumlah retikulosit biasanya sangat rendah jika dikaitkan dengan derajat anemia,
leukopenia, trombositopenia, tidak ada sel abnormal dalam darah tepi, laju endap
darah meningkat.
Faal Hemostasis
Waktu perdarahan memanjang dan retraksi bekuan buruk disebabkan oleh
trombositopenia. Faal hemostasis lainnya normal.
Sumsum Tulang
Sumsum tulang memperlihatkan adanya hipoplasia, dengan hilangnya jaringan
hemopoietik dan penggantian oleh lemak yang meliputi lebih dari 75% sumsum
tulang. Sel-sel utama yang tampak adalah limfosit dan sel plasma; megakariosit
sangat berkurang atau tidak ada.
16

Virus
Evaluasi diagnosis anemia aplastik meliputi pemeriksaan virus Hepatitis, HIV
parvovirus sitomegalovirus.
Tes Ham atau Tes Hemolisis Sukrosa
Tes ini diperlukan untuk mengetahui adanya PNH sebagai penyebab.
Kromosom
Pada anemia aplastik didapat, tidak ditemukan kelainan kromosom. Pemeriksaan
sitogenik dengan fluroscence in situ hybridization (FISH) dan immunofenotipik
dengan flow cytometry diperlukan untuk menyingkirkan diagnosis banding,
seperti myelodisplasia hiposelular.
Defisiensi Imun
Adanya defisiensi imun diketahui melalui penentuan titer immunoglobulin dan
pemeriksaan imunitas sel T.
Lain-lain
Hemoglobin F meningkat pada anemia aplastik anak, dan mungkin ditemukan
pada anemia aplastik konstitusional.Kadar eritropoietin ditemukan meningkat
pada anemia aplastik.
3. Pemeriksaan Radiologis

Nuclear Magnetic Resonance Imaging
Pemeriksaan ini merupakan cara terbaik untuk mengetahui luasnya perlemakan
karena dapat membuat pemisahan tegas antara daerah sumsum tulang berlemak
dan sumsum tulang berelular.
Radionuclide Bone Marrow Imaging (Bone Marrow Scanning)
Luasnya kelainan sumsum tulang dapat ditentukan oleh scanning tubuh setelah
disuntik dengan koloid radioaktif technetium sulfur yang akan terikan pada
makrofag sumsum tulang atau iodium chloride yang akan terikat pada transferin.
Dengan bantuan scan sumsum tulang dapat ditentukan daerah hemopoiesis aktif
untuk memperoleh sel-sel guna pemeriksaan sitogenetik atau kultur sel-sel induk.

Penatalaksanaan
1. Terapi Konservatif
Terapi Imunosupresif
Terapi imunosupresif merupakan modalitas terapi terpenting untuk sebagian besar pasien
anemia aplastik. Obat-obatan yang termasuk dalam terapi imunosupresif adalah
antithymocyte globuline (ATG) atau antilymphocyte globuline (ALG) dan siklosporin A
(CsA). Mekanisme kerja ATG atau ALG pada kegagalan sumsum tulang tidak diketahui
dan mungkin melalui:
Koreksi terhadap destruksi T-cell immunomediated pada sel asal
Stimulasi langsung atau tidak langsung pada hematopoiesis
ATG atau ALG diindikasikan pada:
1. Anemia aplastik bukan berat
2. Pasien tidak mempunyai donor sumsum tulang yang cocok
3. Anemia aplastik berat, yang berumur lebih dari 20 tahun, dan pada saat pengobatan
tidak terdapat infeksi atau perdarahan atau granulosit lebih dari 200/mm
3

17


2. Terapi Suportif
Pengobatan suportif diberikan untuk mencegah dan mengobati terjadinya infeksi dan
perdarahan:
Pengobatan terhadap infeksi
Untuk meghindarkan anak dari infeksi, sebaiknya anak diisolasi dalam ruangan
khusus yang suci hama. Pemberian obat antibiotika hendaknya dipilih yang tidak
menyebabkan depresi sumsum tulang.
Transfusi darah
Gunakan komponen darah bila harus melakukan transfusi darah.
Bila terdapat keluhan akibat anemia, diberikan tranfusi eritrosit berupa packed red
cell sampai kadar hemoglobin7-8 gr % atau lebih pada orang tua dan pasien dengan
penyakit kardiovaskular. Hendaknya harus diketahui bahwa tidak ada manfaatnya
mempertahankan kadar hemoglobin yang tinggi, karena dengan transfusi darah yang
terlampaui sering, akan timbul depresi terhadap sumsum tulang atau dapat
menyebabkan timbulnya reaksi hemolitik (reaksi transfusi), akibat dibentuknya
antibodi terhadap sel darah merah, leukosit dan trombosit. Dengan demikian transfusi
darah diberikan bila diperlukan.
Resiko perdarahan meningkat bila trombosit kurang dari 20.000/mm
3
. Pada keadaan
yang sangat gawat (perdarahan massif, perdarahan otak, dan sebagainya) dapat
diberikan suspensi trombosit.
5
Transfusi trombosit diberikan bila perdarahan atau
kadar trombosit dibawah 20.000/mm
3
(profilaksis). Pada mulanya diberikan trombosit
donor acak.

Pemberian transfusi leukosit sebagai profilaksis masih kontroversi dan tidak
dianjurkan karena efek samping yang lebih parah daripada manfaatnya. Masa hidup
leukosit yang ditransfusikan sangat pendek. Pada infeksi berat khasiatnya hanya
sedikit sehingga pemberian antibiotik masih diutamakan.
Transplantasi sumsum tulang ditetapkan sebagai terapi terbaik pada pasien anemia
aplastik sejak tahun 70-an. Donor terbaik berasal dari saudara sekandung dengan
Human Leukocyte Antigen (HLA)nya cocok.

Anemia dalam kehamilan
7,8,9
Anemia adalah kondisi ibu dengan kadar haemoglobin (Hb) dalam darahnya kurang
dari 12 gr% (Wiknjosastro, 2002). Anemia dalam kehamilan adalah kondisi ibu dengan
kadar haemoglobin di bawah 11 gr% pada trimester 1 dan 3 atau kadar haemoglobin kurang
dari 10,5 gr% pada trimester 2. Nilai batas tersebut dan perbedaannya dengan wanita tidak
hamil terjadi karena hemodilusi, terutama pada trimester 2.
Darah akan bertambah banyak dalam kehamilan yang lazim disebut hidremia atau
hipervolemia. Akan tetapi, bertambahnya sel darah kurang dibandingkan dengan
bertambahnya plasma sehingga terjadi pengenceran darah. Perbandingan tersebut adalah
sebagai berikut: plasma 30%, sel darah 18% dan haemoglobin 19%. Bertambahnya darah
dalam kehamilan sudah dimulai sejak kehamilan 10 minggu dan mencapai puncaknya dalam
18

kehamilan antara 32 dan 36 minggu. Secara fisiologis, pengenceran darah ini untuk
membantu meringankan kerja jantung yang semakin berat dengan adanya kehamilan.

Penyebab anemia pada umumnya adalah sebagai berikut:
1. Kurang gizi (malnutrisi)
2. Kurang zat besi dalam diit
3. Malabsorpsi
4. Kehilangan darah banyak seperti persalinan yang lalu, haid dan lain-lain
5. Penyakit-penyakit kronik seperti TBC paru, cacing usus, malaria dan lain-lain

Gejala dan tanda
Secara klinik dapat dilihat ibu lemah, pucat, mudah pingsan, mata kunang-kunang,
sementara pada tekanan darah masih dalam batas normal, perlu dicurigai anemia defisiensi.
Untuk menegakkan diagnosa dilakukan pemeriksaan laboratorium dengan melakukan
pemeriksaan kadar Hb.

Klasifikasi anemia dalam kehamilan
Klasifikasi anemia dalam kehamilan menurut Wiknjosastro (2002), adalah sebagai
berikut:
1. Anemia Defisiensi Besi
Adalah anemia yang terjadi akibat kekurangan zat besi dalam darah. Pengobatannya
yaitu, keperluan zat besi untuk wanita hamil, tidak hamil dan dalam laktasi yang
dianjurkan adalah pemberian tablet besi.
a. Terapi oral adalah dengan memberikan preparat besi yaitu ferosulfat, feroglukonat
atau Natrium ferobisitrat. Pemberian preparat besi 60 mg/hari dapat menaikkan kadar
Hb sebanyak 1 gr% tiap bulan. Saat ini program nasional menganjurkan kombinasi
60 mg besi dan 50 nanogram asam folat untuk profilaksis anemia.
b. Terapi parenteral baru diperlukan apabila penderita tidak tahan akan zat besi per oral,
dan adanya gangguan penyerapan, penyakit saluran pencernaan atau masa
kehamilannya tua. Pemberian preparat parenteral dengan ferum dextran sebanyak
1000 mg (20 mg) intravena atau 2 x 10 ml/ IM pada gluteus, dapat meningkatkan Hb
lebih cepat yaitu 2 gr%.
Untuk menegakkan diagnosa anemia defisiensi besi dapat dilakukan dengan anamnesa.
Hasil anamnesa didapatkan keluhan cepat lelah, sering pusing, mata berkunang-kunang
dan keluhan mual muntah pada hamil muda. Pada pemeriksaan dan pengawasan Hb
dapat dilakukan minimal 2 kali selama kehamilan yaitu trimester I dan III. Hasil
pemeriksaan Hb, dapat digolongkan sebagai berikut:
1. Hb 11 gr% : Tidak anemia
2. Hb 9-10 gr% : Anemia ringan
3. Hb 7 8 gr%: Anemia sedang
4. Hb < 7 gr% : Anemia berat

Kebutuhan zat besi pada wanita hamil yaitu rata-rata mendekati 800 mg. Kebutuhan ini
terdiri dari, sekitar 300 mg diperlukan untuk janin dan plasenta serta 500 mg lagi
19

digunakan untuk meningkatkan massa haemoglobin maternal, kurang lebih 200 mg lebih
akan dieksresikan lewat usus, urin dan kulit. Makanan ibu hamil setiap 100 kalori akan
menghasilkan sekitar 810 mg zat besi. Perhitungan makan 3 kali dengan 2500 kalori
akan menghasilkan sekitar 2025 mg zat besi perhari. Selama kehamilan dengan
perhitungan 288 hari, ibu hamil akan menghasilkan zat besi sebanyak 100 mg sehingga
kebutuhan zat besi masih kekurangan untuk wanita hamil.

2. Anemia Megaloblastik
Adalah anemia yang disebabkan oleh karena kekurangan asam folat, jarang sekali karena
kekurangan vitamin B
12.
Pengobatannya:
a. Asam folat 15 30 mg per hari
b. Vitamin B12 3 X 1 tablet per hari
c. Sulfas ferosus 3 X 1 tablet per hari
d. Pada kasus berat dan pengobatan per oral hasilnya lamban sehingga dapat diberikan
transfusi darah.

3. Anemia Hipoplastik
Adalah anemia yang disebabkan oleh hipofungsi sumsum tulang, membentuk sel darah
merah baru. Untuk diagnostik diperlukan pemeriksaan-pemeriksaan diantaranya adalah
darah tepi lengkap, pemeriksaan pungsi ekternal dan pemeriksaan retikulosit.

4. Anemia Hemolitik
Adalah anemia yang disebabkan penghancuran atau pemecahan sel darah merah yang
lebih cepat dari pembuatannya. Wanita dengan anemia hemolitik sukar menjadi hamil;
apabila ia hamil, maka anemianya biasanya menjadi lebih berat. Gejala utama adalah
anemia dengan kelainan-kelainan gambaran darah, kelelahan, kelemahan, serta gejala
komplikasi bila terjadi kelainan pada organ-organ vital. Pengobatannya tergantung pada
jenis anemia hemolitik dan beratnya anemia. Obat-obat penambah darah tidak memberi
hasil. Tranfusi darah, kadang dilakukan berulang untuk mengurangi penderitaan ibu dan
menghindari bahaya hipoksia janin.

5. Anemia-anemia lain
Seorang wanita yang menderita anemia, misalnya berbagai jenis anemia hemolitik
herediter atau yang diperoleh seperti anemia karena malaria, cacing tambang, penyakit
ginjal menahun, penyakit hati, tuberkulosis, sifilis, tumor ganas dan sebagainya dapat
menjadi hamil. Dalam hal ini anemianya menjadi lebih berat dan berpengaruh tidak baik
pada ibu dalam masa kehamilan, persalinan, nifas serta berpengaruh pula bagi anak
dalam kandungan. Pengobatan ditujukan pada sebab pokok anemianya, misalnya
antibiotika untuk infeksi, obat-obat anti malaria, anti sifilis obat cacing dan lain-lain.





20

Referensi
1. Hooffbrand A.V.,J.E.Pettit, P.A.H.Moss. Kapita Selekta Hematologi Edisi 4. Lyana
Setiawan (alih bahasa), Dewi Asih (ed). Jakarta: EGC; 2005.h.1-3
2. Oehadian, Amaylia. Pendekatan Klinis dan Diagnosis Anemia. Cermin Dunia
Kedokteran 2012;39; h.407-410
3. Masrizal. Anemia Defisiensi Besi. Jurnal Kesehatan Masyarakat; 2007;2;h.141-142
4. Adi Koesman Aman. Klasifikasi Etiologi dan Aspek Laboratorik pada Anemi
Hemolitik. Divisi Hematologi Bagian Patologi Klinik Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara 2003 Digitized by USU digital library diunduh dari
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/3551/1/hematologi-adi.pdf tanggal 30
Mei 2013
5. Widjanarko A, et al. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi V. Jakarta: Interna
Publishing; 2009.
6. Sudarmanto, et al. Buku Ajar Hematologi-Onkologi Anak. Jakarta: Badan Penerbit
Ikatan Dokter Anak Indonesia; 2010
7. Saifuddin AB, dkk. 2002. Buku acuan nasional pelayanan kesehatan maternal dan
neonatal. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka.
8. Wiknjosastro, H. 2002. Ilmu Kebidanan. Jakarta: YBP-SP
9. Manuaba, I.B.G. 2001. Kapita Selekta Penatalaksanaan Rutin Obstetri Ginekologi
dan Keluarga Berencana. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai