KELOMPOK PETERNAKAN SAPI LEMBU MAKMUR JL. GILI JATI DESA BEJI, KEC. KEDUNGBANTENG, KAB. BANYUMAS
Oleh : Maskuri D1E011039 Nur Fitriyani D1E011040 Denny Kurniawan D1E011041 Galih Wijaksono D1E011042 Aan Andriyano D1E011043 Afriliana Chandra N. D1E011044 Septiyan Darmawan D1E011045 Ridhan Maulana I. D1E011046 Ardi Nur D1E0
Kelompok 5A Asisten : Fajar Amarulah
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS PETERNAKAN PURWOKERTO 2014
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kepada Allah SWT, berkat limpahan karunia-Nya, kami dapat menyelesaikan penulisan Laporan Praktikum Sistem Produksi dan Pengembangan Peternakan dengan lancar. Laporan ini disusun dalam rangka menyelesaikan tugas akhir praktikum Sistem Produksi dan Pengembangan Peternakan. Tak lupa kami ucapkan terima kasih kepada para asisten Sistem Produksi dan Pengembangan Peternakan yang telah membimbing kami, karena atas pengarahan dan bimbingannya kami dapat menyelesaikan Laporan Praktikum ini. Mungkin laporan ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat kami harapkan demi sempurnanya laporan ini. Semoga laporan praktikum ini bermanfaat untuk pengembangan wawasan dan peningkatan ilmu pengetahuan bagi kita semua.
Hormat Kami, Penulis
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
RINGKASAN EKSEKUTIF
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bibit ternak dari segi usaha peternakan sapi potong mempunyai arti penting dalam mendukung keberhasilan usaha. Sedangkan dari segi pemeliharaan sendiri, tujuan ternak sapi potong dikenal dua alternatif, yaitu : 1) Usaha pemeliharaan sapi potong bibit bertujuan pengembangbiakan sapi potong. Keuntungan yang diharapkan adalah keturunannya. 2) Usaha pemeliharaan sapi potong bakalan bertujuan memelihara sapi potong dewasa, untuk selanjutnya digemukkan. Keuntungan yang diharapkan adalah hasil penggemukan. Iklim tropis yang panas serta lembab, merupakan masalah lingkungan yang dapat bersifat nutrisional, manajerial, dan klimatologis. Interaksi antara ketiga faktor tersebut akan berpengaruh terhadap pertumbuhan dan reproduksi ternak. Diantara ketiga variable lingkungan, faktor klimatologis merupakan unsur yang paling menonjol, karena keadaan iklim tropis yang panas dan kelembaban yang relatif tinggi akhirnya berpengaruh terhadap tata laksana pemeliharaan dan manajemen pemberian pakan. Kandang sapi potong merupakan sarana yang diperlukan, meski ternak sapi tanpa kandang pun tidak banyak mengalami kesulitan. Kandang berfungsi tidak hanya sekedar sebagai tempat berlindung dari hujan, melainkan bagi ternak sapi sebagai tempat istirahat yang nyaman. Makanan ternak sapi potong dari sudut nutrisi merupakan salah satu unsur yang sangat penting untuk menunjang kesehatan, pertumbuhan, dan reproduksi ternak. Makanan sangat esensial bagi ternak sapi. Makanan yang baik akan menjadi ternak sanggup menjalankan fungsi proses dalam tubuh secara normal. Dalam batas normal, makanan bagi ternak sapi potong berguna untuk menjaga keseimbangan jaringan tubuh, dan membuat energi sehingga mampu melakukan peran dalam proses metabolisme. Kebutuhan makanan akan meningkat selama ternak masih dalam pertumbuhan berat tubuh dan pada saat kebuntingan. Keberhasilan peternakan sapi potong tidak hanya terletak pada usaha pengembangan jumlah ternak yang dipelihara, namun juga pada perawatan dan pemeliharaan, sehingga kesehatan ternak sapi tetap terjaga. Perawatan dan pengobatan pada ternak sapi memerlukan pertimbangan dan berbagai segi, baik dari segi penyakit (ringan, tidak menular atau menular) maupun dari segi ekonomis. Penyakit yang sulit ditanggulangi atau disembuhkan serta berbahaya bagi ternak yang lain karena bisa menular, harus dijauhi. Dari segi ekonomis, bila biaya pengobatan lebih tinggi dari pada nilai ternaknya maka lebih baik ternak sapi tersebut dijual sebagai ternak potong, dengan catatan penyakit sapi tersebut tidak membahayakan konsumen.
1.2. Tujuan dan Manfaat Praktikum ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana sistem produksi dan pengembangan peternakan khususnya di Kelompok Peternakan Sapi Lembu Makmur Desa Beji, Kec. Kedungbanteng, Kab. Banyumas. Manfaat praktikum ini adalah untuk menambah wawasan bagi mahasiswa tentang sistem produksi peternakan dan pengembangannya.
1.3. Waktu dan Tempat Praktikum dilaksanakan pada Rabu 16 April 2014 di Kelompok Peternakan Sapi Lembu Makmur Jl. Gili Jati Desa Beji, Kec. Kedungbanteng, Kab. Banyumas.
BAB II PEMBAHASAN 1. Karakteristik Sistem : Lokasi di Beji 1.1 Wilayah Ekologi 1.1.1 Iklim Desa Beji terletak tidak jauh dari gunung Slamet. Desa ini bisa dibilang terletak di dataran tinggi. Ketinggian desa yang terkenal dengan ikannya ini berkisar antara 90 hingga 150 meter diatas permukaan laut. Udara di desa Beji sangatlah sejuk, suhu di desa tersebut sekitar 27 o C hingga 30 o C. 1.1.2 Tanaman Komoditas pertanian desa Beji tidak begitu menonjol dalam hal pertanian tanaman maupum perkebunan. Akan tetapi masih ada beberapa komoditas yang dibudidayakan di sekitar rumah. Komoditas tersebut hanya sebatas sebagai pelengkap kebutuhan sehari-hari bukan untuk keperluan perekonomian. Komoditas yang kami temui di desa Beji antara lain kacang kedelai, kacang panjang, bawang merah, padi, pisang, jagung, ubi kayu, kelapa, dan cabe.
1.2 Ketersediaan Faktor-Faktor Produksi 1.2.1 Lahan Lahan peternakan sapi Lembu Makmur disediakan oleh pemerintah desa setempat dan terletak di pinggiran desa. Namun karena semakin meningkatnya populasi penduduk, peternakan Lembu Makmur yang dahulu jauh dari pemukiman warga, sekarang menjadi lebih dekat dengan pemukiman. 1.2.2 Tenaga kerja Tenaga kerja yang ada di kelompok peternakan Lembu Makmur berjumlah 17 orang yang terdiri atas 2 orang sebagai manajer dan supervisor, sedangkan 15 orang lainnya yaitu sebagai pengarit rumput dan pemberi makan sapi dan kerbau yang ada di peternakan tersebut. Para pekerja berasal dari peternakan setempat dan sebagai bentuk CSR (Company Social Responsibility) dari peternakan tersebut. 1.2.3 Modal Modal berasal dari pemerintah setempat atas program SMD (Sarjana Masuk Desa) dan berdampak baik bagi warga setempat karena peternakan tersebut telah berkembang dengan baik sampai sekarang.
2. Subsistem Produksi Ternak 2.1 Bangsa Ternak Jumlah populasi yang di peternakan hasil program SMD di Beji yaitu berjumlah 39 ekor sapi Peranakan Ongole, terdiri atas 15 ekor sapi betina dan 9 ekor diantaranya adalah sapi betina bunting, 17 ekor sapi jantan, dan 7 ekor pedet. Selain itu, terdapat pula kerbau rawa 1 ekor dan kerbau bule (albino) 3 ekor.
2.2 Fungsi dalam Sistem (pendapatan, keamanan, invest, sosial/budaya) Pendapatan yang diperoleh dari penjualan sapi per ekor yaitu 4-5 juta. Tentu saja bukan merupakan angka yang kecil. Akan tetapi, keuntungan tersebut belum dikurangi dengan biaya produksi lainnya. Terpisah dari hal itu, para pegawai mengakui bahwa berdirinya peternakan tersebut membawa banyak manfaat untuk kehidupan mereka. Pendapatan meningkat, sehingga tingkat ekonomi meningkat juga. Hal tersebut berdampak pula pada peningkatan kualitas taraf hidup para pegawai.
2.3 Manajemen 2.3.1 Sistem Pemberian Pakan Pemberian pakan yang tepat sangat diperlukan untuk mencapai tingkat pertumbuhan optimal sesuai dengan kemampuan genetiknya. Seekor sapi potong yang daya produksi dagingnya tinggi, bila tidak mendapatkan pakan yang cukup baik secara kuantitas maupun kualitas, maka tidak akan menghasilkan daging yang sesuai dengan kemampuannya (Soeharsono dan Makin, 1996). Pemberian pakan di kelompok peternak sapi Lembu Makmurdilakukan 3 kali sehari yaitu pagi, siang, dan sore. Pemberian yang penuh dilakukan pada pagi dan sore hari. Pada sapi potong di peternakan tersebut diberi konsentrat terlebih dahuludisusul dengan pemberian pakan hijuan. Menurut Siregar (1994) menyatakan bahwa konsentrat sebaiknya diberikan sebelum hijuan diberikan dengan tujuan untuk merangsang kerja mikroba. Hijuan yang digunakan adalah rumput gajah, jerami jagung, jerami padi, dan jerami kacang, sedangkan konsentrat yang digunakan yaitu bekatul. Menurut Siregar (1994), hijauan diartikan sebagai pakan yang mengandung serat kasar, atau bahan yang tak tercerna relatif tinggi. Lebih kanjut dijelaskan bahwa ternak ruminansia membutuhkan sejumlah serat kasar dalam ransumnya agar proses pencernaan berjalan secara lancar dan optimal. Sumber utama dari serat kasar itu sendiri adalah hijauan. Bahan Konsentrat yang digunakan berasal dari daerah sekitar purwokerto dengan kandungan protein 12,8%. Menurut Blakely dan Bade (1991), bahwa fungsi utama bahan pakan konsentrat adalah guna memenuhi energi tambahan yang diperlukan untuk produksi daging maksimum yang tidak dapat dipenuhi oleh hijaun saja. Pemberian air minum dikelompok peternak sapi perah barokah diberikan 30 liter/ekor/hari. Sumber air yang digunakan untuk air minum berasal dari air sumur. Menurut Santosa (1995), air diperlukan untuk pengaturan suhu tubuh, pengangkutan zat-zat makanan ke seluruh tubuh, pembuangan sisa sisa metabolisme dan zat racun. Pedet adalah anak sapi yang baru lahir sampai dengan umur 8 bulan. Pedet yang baru lahir harus diberi kolostrum, karena pedet yang baru lahir tidak mempunyai kekebalan tubuh (antibodi), dan hanya akan diperoleh dari kolostrum induknya. Dalam kolostrum terdapat "growth factor' dan "immunomudulatory factors" yang dapat mengatur kekebalan tubuh ternak. Oleh karena itu kolostrum pertama harus sudah diberikan kepada pedet dalam waktu 1 jam pertama sesudah lahir (Hidajati,1995). Dikelompok peternakan sapi Lembu Makmur, susu diberikan langsung dari induknya karena susah untuk memerah susu sapi potong. Menurut Purwanto dan Dedi (2006), susu merupakan makanan utama bagi pedet. Kelangsungan hidup dan pertumbuhannya ditentukan oleh kecukupan pedet memperoleh susu. Oleh karena itu pemberian susu bagi pedet perlu mendapat perhatian dan penanganan yang baik. Umur satu minggu pedet harus dilatih untuk mengenal konsentrat dengan tujuan merangsang dan melatih sistem pencernaan pedet agar dapat bekerja dengan optimal pada saat dewasa . Selain itu, pedet diajarkan makan rumput pada umur 3 minggu. Sebagaimana konsentrat rumput (hijauan) perlu dikenalkan dan diberikan sedini mungkin. Pemberian rumput yang dimulai pada umur I minggu dapat merangsang perkembangan rumen yang sangat mendukung pertumbuhan selanjutnya (Hidayati, 1995). 2.3.2 Sistem Perkandangan Perkandangan merupakan suatu lokasi atau lahan khusus yang digunakan sebagai sentra kegiatan peternakan yang di dalamnya terdiri atas bangunan utama (kandang), bangunan penunjang (kantor, gudang pakan, kandang isolasi) dan perlengkapan lainnya. Kandang sapi potong yang ada di peternakan sapi Lembu Makmurtidak dibedakan berdasarkan baik jenis kelamin, periode, maupun bobot badan, akan tetapi pemisahan antara pedet dengan sapi dara dan sapi dewasa. Sistem kandang yang digunakan oleh kelompok peternak sapi perah barokah adalah stanchion barn. Sistem perkandangan ada dua tipe yaitu stanchion barn dan loose house. Stanchion barn yaitu sistem perkandangan dimana hewan diikat sehingga gerakannya terbatas sedangkan loose house yaitu sistem perkandangan dimana hewan dibiarkan bergerak dengan batas batas tertentu (Davis, 1962). Kandang adalah bangunan sebagai tempat tinggal ternak, yang ditunjukan untuk melindungi ternak terhadap gangguan dari luar yang merugikan seperti : terik matahari, hujan, angin, gangguan binatang buas, serta memudahkan dalam pengelolaan (Liptan, 2000). Pembangunan kandang sebagai salah satu faktor lingkungan hidup ternak yang harus bisa menjamin hidup yang sehat dan nyaman. Kandang yang digunakan di Kelompok Peternak Sapi Lembu Makmuradalah tipe kandang konvesional. Utami,dkk, (2004) menyatakan, kandang konvesional mempunyai ciri-ciri yaitu terdapat penyekat antar sapi dan penyekat tersebut terbuat dari besi atau tembok dengan ketinggian 1 meter. Bangunan kandang ternak harus memberikan jaminan hidup yang sehat, nyaman bagi sapi dan tidak menimbulkan kesulitan dalam pelaksanaan tatalaksana.Oleh karena itu peternak sapi harus dapat menyediakan bangunan kandang yang dapat mengamankan sapi dari kondisi lingkungan yang kurang menguntungkan. Adapun syarat-syarat bangunan kandang yang harus dipenuhi adalah memberikan kenyamanan terhadap ternak dan bagi pemeliharaanya, memenuhi syarat kesehatan bagi ternak, ventilasi atau pertukaran udara sempurna, dan mudah dibersihkan sehingga tenaga kerja lebih efisien (Utami,dkk, 2004). 2.3.3 Sistem Reproduksi dan Teknologi Perkawinan Upaya kegiatan reproduksi memegang peranan penting untuk diketahui, karena dapat menggambarkan tingkat tatalaksana reproduksi yang dijalankan peternak yang secara tidak langsung mempengaruhi tingkat efisiensi produksi dan pendapatan (Makin, dkk, 1991). Dikelompok peternak sapi Lembu Makmursistem perkawinannya menggunakan inseminasi buatan (IB) yang dilakukan oleh petugas IB atau inseminator. Inseminasi buatan merupakan teknik perkawinan dengan memasukkan semen segar atau semen beku kedalam saluran kelamin betina dengan menggunakan suatu alat yang dibuat oleh manusia. Tujuannya adalah untuk memperbaiki mutu genetik ternak, menghindari penyebaran penyakit kelamin, meningkatkan jumlah keturunan dari pejantan unggul, dan meningkatkan kesejahteraan peternak. Pada pelaksanaan IB, waktu yang tepat dalam melakukan IB antara 10- 14 jam setelah tanda-tanda birahi terlihat. Pada jam ke 10-14 jam setelah tanda-tanda birahi merupakan dimana terjadi ovulasi dan pelepasan sel telur. Kondisi dan kegiatan reproduksi tersebut merupakan waktu yang tepat untuk diinseminasi atau dikawinkan (Utami,dkk, 2004). Ciri-ciri tanda birahi pada sapi adalah sapi tampak gelisah, nafsu makan berkurang, sering menaiki sapi lain, vulva tampak memerah, membengkak, dan keluar lendir bening (Santosa, 2004). Deteksi berahi sangat penting untuk mendukung keberhasilan perkawinan, baik perkawinan secara alami maupun inseminasi buatan (IB). Pengamatan birahi yang baik dilakukan dua kali dalam sehari. Selain itu perlu diketahui adanya silent heat atau birahi tenang. Hal tersebut dapat diketahui dengan mendekatkan penjantan dengan betina, apabila penjatan ingin mengawini, sebagai tanda bahwa sapi tersebut birahi (Utami dkk, 2004). Pemeriksaan kebuntingan 45 hari setelah di IB. Apabila tidak dibirahi lagi maka sapi dinyatakan bunting. Jika tanda birahi muncul lagi dalam jangka waktu 45 hari, berarti hasilnya negatif. Hal ini dimungkinkan karena keterlambatan dalam pelaksanaan IB yang tergantung pada inseminator atau juga disebabkan adanya penyakit pada alat reproduksinya. Calving interval adalah waktu antara 2 keberhasilan beranak yang dipengaruhi oleh lama estrus, ketepatan mengawinkan, dan tata laksana pemeliharaan (Sumaryadi dan Sugijanto, 2003). Menurut Utami dkk, (2004) bahwa pada peternakan modern calving interval sapi perah adalah 12 bulan dan siklus berahi sapi perah betina adalah 21 hari. 2.3.4 Sistem Kesehatan Kesehatan sapi merupakan faktor yang sangat penting dalam menentukan keberhasilan usaha peternakan. Tanpa didukung oleh kesehatan sapi yang baik, maka tatalaksana lain yang dilaksanakan tidak akan menghasilkan hasil yang optimal. Gangguan dan penyakit dapat mengenai ternak sehingga untuk membatasi kerugian ekonomi diperlukan kontrol untuk menjaga kesehatan sapi menjadi sangat penting. Manajemen kesehatan yang baik sangat mempengaruhi kesehatan sapi. Sapi yang sehat merupakan asset yang menguntungkan dalam usaha peternakan sapi. Tanpa manajemen kesehatan hewan yang baik, kemajuan peternakan sangat terhambat dan usaha efisiensi tata laksana dan pakan menjadi kurang berarti. Tingkah laku sapi menggambarkan tentang status kesehatan. Sapi yang sehat akan memperlihatkan gerakan yang aktif, sikapnya sigap, selalu sadar dan tanggap terhadap perubahan situasi yang mencurigakan, nafsu makan baik, minum dengan teratur. Penyakit yang sering terjadi di Peternakan Lembu Makmur adalah diare dan demam. Mengatasi hal tersebut pada kelompok peternak sapi Lembu Makmur dengan pemberian jamu dari temulawak dan dengan menggunakan jasa mantri. 2.4 Hambatan Hambatan yang dihadapi oleh kelompok peternakan sapi Lembu Makmur yaitu cuaca setempat. Cuaca yang fluktuatif sering kali membuat ketersediaan pakan terkadang melimpah dan terkadang kekurangan.
3. Sistem Strategi Pengembangan 3.1 Cara Penanggulangan Hambatan 3.2 Pemasaran